BAB III GAMBARAN UMUM MODEL PENDAMPINGAN IMAN KAUM LANSIA
A. Model Pendampingan Iman Kaum Lansia
1. Pengertian Model Pendampingan Iman Kaum Lansia
Model adalah contoh, acuan, pola dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan, Badudu 1996: 904. Sedangkan kata pendampingan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata “Damping” yang mempunyai arti dekat.
Damping dalam arti tertentu juga berarti “Persaudaraan”. Kata pendampingan berarti usaha untuk menemani orang lain sehingga orang lain tersebut mampu
bertumbuh dan berkembang. Merurut Milton Mayeroff, 1993: 15 mendampingi berarti menolong
orang lain menumbuhkan dan mengaktualisasikan dirinya secara penuh. Pendampingan dilakukansebagai usaha untuk membantu orang lain dalam
mencari, menemukan dan memperkembangkan diri semaksimal mungkin. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa model
pendampingan adalah bentuk usaha dalam membantu orang lain untuk berproses, sehingga mampu berkembang dan mandiri. Pendampingan di sini lebih diartikan
sebagai suatu proses menuju kepada kematangan dan kemandirian pribadi. Sedangkan iman berdasarkan dokumen Konsili Vatikan II dan iman menurut
pandangan Kitab Suci adalah sebagai berikut: Dei Verbum
art 5, dalam Dokumen Konsili Vatikan II oleh Hardawiryana, 1993: 320 diuraikan bahwa iman pertama-tama dilihat sebagai
sikap hati manusia kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah. Sementara itu Injil Mat 9:27-
31menunjuk iman sebagai penyerahan diri secara total kepada Allah. Sikap penyerahan diri ini terungkap dalam peristiwa penyembuhan.Yesus berkata,
“Percayakah kamubahwa Aku dapat melakukannya?” Mereka menjawab, “ya Tuhan kami percaya” Mat 9:27-31.
Dari kedua hal pokok tersebut di atas, maka dapat dirumuskan bahwa iman merupakan sikap hati manusia yang ingin menyerahkan diri secara total
kepada Allah. Di sinilah terjadi bentuk relasi antara manusia dengan Allah yang sungguh istimewa karena di dalam relasi tersebut terkandung misteri-misteri cinta
Allah kepada manusia.Cinta Allah yang mengantar dan membawa manusia menemukan keselamatan abadi sebagaimana yang dikehendaki-Nya.Pendapat ini
juga diperkuat oleh Darminta, 1995: 29 yang mengatakan bahwa iman adalah jawaban manusia atas sapaan kasih Allah yang mengerakkan pikiran dan hati
manusia untuk menanggapi dan menjawab.Iman berarti menyerahkan diri pada sapaan Allah. Dari situ muncul pengenalan akan Allah, yang semakin
memperdalam hubungan kasih antara Allah dan manusia. Konferensi Wali Gereja, 1996: 129menjelaskan bahwa dalam iman,
manusia menyadari dan mengakui bahwa Allah yang tak-terbatas berkenan memasuki hidup manusia yang serba terbatas, menyapa dan memanggilnya. Iman
berarti jawaban atas panggilan Allah, penyerahan pribadi kepada Allah yang menjumpai manusia secara pribadi juga.Dalam iman manusia menyerahkan diri
kepada Sang Pemberi Hidup.
Berdasarkan pengertian iman dan pendampingan di atas maka dapat dirumuskan pendampingan iman lansia adalah usaha untuk membantu para lansia
dalam mengembangkan imannya agar mereka memiliki kematangan iman. Pendampingan iman lansia dimaksudkan untuk membantu para lansia semakin
mengenal diri sendiri. Selanjutnya diharapkan para lansia akan dapat memusatkan hidupnya secara sadar dan jujur dalam kehendak dan karya Allah, sehingga dapat
memperoleh keselamatan abadi. Pendampingan iman lansia menjadi tempat dialog bagi setiap lansia untuk semakin mampu menyadari dan menanggapi cinta kasih
Allah yang tak-terbatas.
1. Tujuan Pendampingan Iman Kaum Lansia
Ada pun yang menjadi tujuan pendampingan iman bagi kaum lansia adalah agar mereka memiliki kematangan iman, sehingga dengan imannya
mereka mampu menyerahkan diri secara total kepada kehendak Allah.Iman pertama-tama bukanlah berarti penerimaan, tetapi terlebih sikap hati manusia
dalam menanggapi cinta kasih Allah.
2. Manfaat Pendampingan Iman Bagi Kaum Lansia
Pendampingan iman tidak bisa dipisahkan dari peran keluarga atau orang terdekat. Dalam keluarga, orang tua mengambil peranan penting untuk
mendampingi perkembangan anaknya, baik secara jasmani maupun rohani. Pendampingan ini mulai dari tingkat PIA, PIR, OMK, dewasa, orangtua, hingga
tingkat lansia. Berikut ini akan dipaparkan tentang manfaat pendampingan iman bagi lansia, yakni:
a. Agar para kaum lansia semakin memiliki iman yang tangguh dalam menjalani masa tuanya.
b. Supaya para kaumlansia siap dalam menjalani masa tuanya dan mengisi hari-
hari hidupnya dengan penuh makna dan sukacita. c.
Supaya para kaumlansia menyadari bahwa hidup ini adalah sebagai hadiah Allah.
d. Supaya para kaumlansia mampu mensyukuri bahwa dimasa usia lanjut
mengalami kepribadian yang semakin berkembang, menjadi semakin utuh dan arif melalui pasang surutnya hidup.
e. Supaya para kaumlansia mengalami kasih Allah yang utuh melalui perhatian
dari Gereja, yakni semua yang terlibat dan bertanggung jawab atas kelangsungan hidup mereka.
f. Supaya kaumlansia tidak mudah putus asa dalam menghadapi tantangan
hidupnya, tetapi semakin yakin akan kasih Allah yang menguatkan melalui orang-orang disekitarnya.
g. Agarkaumlansia memiliki kesiapan jiwa, semakin mendekatkan diri dengan
Allah dan berpasrah, sehingga ia mampu menerima masa tuanya dengan tulus bukan sebagai beban hidup.
h. Kaum lansia dapat mensyukuri masa tuanya sebagai kesempatan untuk
mempersiapkan diri, menuju dan bersatu di dalam kebahagiaan abadi bersama Sang Pencipta.
4. Syarat-syarat Pendampingan Iman
Pendampingan adalah usaha membantu orang lain untuk berproses, sehingga mampu berkembang dan mandiri. Pendampingan di sini lebih diartikan
sebagai suatu proses menuju kepada kematangan dan kemandirian pribadi. Milton Mayeroff, 1993: 25, 29-40, menjelaskan beberapa syarat utama dalam
pendampingan, yakni sebagai berikut: a.
Memiliki kesabaran Kesabaran adalah syarat utama dalam pendampingan. Dengan kesabaran
kita membantu orang lain bertumbuh menurut saat dan caranya sendiri bertumbuh secara bebas, serta dapat menemukan jati dirinya sendiri sesuai
dengan saat yang tepat. Sabar bukan berarti menunggu secara pasif, tetapi salah satu bentuk
partisipasi dengan orang lain, dimana kita memberikan diri secara penuh. Bentuk kesabaran tersebut seperti: sabar mendengarkan keluh kesah mereka. Bisa hadir
bersama mereka, kita memberikan tempat kepadanya untuk berpikir dan merasakan pengalamannya secara utuh.
Orang yang mendampingi dengan sabar, karena ia percaya kepada pertumbuhan orang lain. Tetapi selain sabar terhadap orang yang didampingi, dia
juga harus sabar dengan dirinya sendiri. Kesabaran dalam hal ini adalah bahwa dia harus memberikan kesempatan, ruang dan waktu kepada dirinya sendiri dan orang
lain untuk bertumbuh sesuai dengan waktu mereka yang tepat; lebih dari itu dia juga harus memberikan kesempatan kepada dirinya sendiri untuk mendampingi
orang lain.
b. Memiliki pengetahuan
Kita terkadang berbicara seolah-olah pendampingan itu tidak menuntut pengetahuan.Ada yang mengatakan bahwa pendampingan itu hanya merupakan
suatu keinginan baik, kepedulian dan kehangatan. Tetapi sesungguhnya agar kita dapat mendampingi orang lain dengan baik, perlu mengetahui apa yang menjadi
kebutuhan mereka, agar kita mampu menanggapi kebutuhan tersebut. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa pendampingan itu mencakup pengetahuan
tentang keadaan lansia dengan bertambahnya usia apakah kesehatannya baik atau tidak, persoalan-persoalan yang mereka hadapi, latarbelakang mereka.
Pengetahuan itu juga menyangkut harapan-harapan serta kerinduan untuk kehidupan
yang akan
datang, secara
khusus bagi
lansia yang
didampingi.Informasi yang diperoleh dari masing-masing lansia itu, akan memudahkan kita untuk mendampingi dan menolongmereka untuk semakin
bertumbuh dalam iman.
c. Memiliki ketulusan hati
Ketulusan hati dalam proses pendampingan merupakan sesuatu yang positif, karena ketulusan hati dalam hal ini tidak hanya berhubungan dengan
masalah “tidak melalukan, mengatakan sesuatu, atau membohongi orang lain” tetapi jujur dengan dirinya sendiri. Maka dalam pendampingan, kita harus
berusaha untuk dapat melihat sesuatu dengan sungguh-sungguh, melihat orang lain sebagaimana adanya, bukan seperti yang kita inginkan. Selain itu, kita juga
harus bisa melihat dan menerima diri sendiri apa adanya, dengan kata lain kita harus membuka diri untuk orang lain.
d. Memiliki sikap percaya
Pendampingan melibatkan sikap mempercayai orang lain bertumbuh menurut waktu dan caranya sendiri, hal ini berarti menghargai keberadaan orang
lain secara bebas. Kita percaya bahwa semua orang pernah melakukan kesalahan tertentu, namun kita juga mempercayai bahwa seseorang dapat belajar dari
kesalahan tersebut.Kesadaran bahwa orang yang didampingi merasa “dipercayai” dapat menumbuhkan rasa percaya diri dalam dirinya. Mempercayai orang lain
berarti membiarkan dia menjadi otonom, termasuk di dalamnya apabila mereka mengalami risiko dan memasuki keadaan yang tidak menentu; dan memang
semuannya ini membutuhkan keberanian tersendiri. Kepercayaan kepada orang lain untuk bertumbuh tidak muncul begitu saja,
akan tetapi berdasarkan pengembangan dan perlindungan yang aktif terhadap kondisi-kondisi yang memungkinkan atau menjamin kepercayaan itu. Hanya
orang yang mempercayai dirinya sendiri untuk bertumbuh dan yang tidak suka memaksakan diri untuk menjadi sesuatu seperti yang ia pikirkan, ia akan mampu
mempercayai orang lain untuk bertumbuh. Selain itu, kita juga harus mempercayai kemampuan diri sendiri untuk mendampingi orang lain.
e. Memiliki sikap rendah hati
Sikap kerendahan hati merupakan kesediaan, keinginan dan kesiapan untuk selalu belajar tentang orang lain dan dirinya sendiri serta hal-hal yang
muncul dalam pendampingan. Kerendahan hati tampak dalam pendampingan melalui sikap peduli terhadap pendampingan orang lain, tidak sombong atau
menyembunyikan diri, maka pendampingan melibatkan proses pengenalan yang berkesinambungan kepada orang lain. Kita juga membutuhkan sikap terbuka dan
mau belajar dari orang lain, karena kerendahan hati merupakan bagian dari kesadaran bahwa pendampingan yang saya lakukan bukan merupakan suatu hak
istimewa yang kita miliki.
f. Mempunyai Harapan yang Kuat
Dalam pendampingan kita harus mempunyai harapan bahwa “orang lain” akan bertumbuh melalui pendampingan kita. Harapan dalam proses
pendampingan tidak sama dengan khayalan atau keinginan tentang masa depan yang sulit untuk dilaksanakan. Harapan merupakan perwujudan dari sebuah
keyakinan teguh akan adanya kemungkinan-kemungkinan. Harapan semacam ini menumbuhkan semangat dan mengaktifkan kekuatan batin kita, bukan merupakan
penantian pasif pada sesuatu yang akan terjadi. Hal ini bukan sekedar mengharapkan orang lain, namun mengharapkan wujud nyata “orang lain”
melalui pendampingan yang kita lakukan. Maka jelas bahwa dalam harapan terdapat unsur keberanian.
g. Memiliki sikap keberanian
Keberanian muncul dalam perjalanan menuju situasi yang tidak dikenal. Keberanian dalam hal ini bukanlah keberanian buta, namun keberanian yang
diwarnai oleh pemahaman akan pengalaman masa lalu, dan terbuka serta sensitif kepada kepercayaan orang lain untuk bertumbuh dan kepada kemampuan diri
sendiri untuk mendampingi akan memberikan keberanian untuk memasuki situasi asing. Situasi asing memunculkan kepercayaan dan keberanian, semakin besar
keinginan kita untuk memasuki situasi yang asing makin besar pula keberanian yang kita butuhkan dalam pendampingan.
B. Berbagai Bentuk Pendampingan Bagi Kaum Lansia