47
karakter dapat diterapkan tetapi secara umum, guru dan siswa sama-sama telah menerapkan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran fisika.
Bukan hanya dalam pembelajaran fisika. Dengan usaha guru menyampaikan pendidikan karakter menggunakan pendekatan guru sebagai
model, siswa kemudian dapat memahami dan menerapkan pendidikan karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini peneliti temukan
melalui angket dimana angket yang dibagikan berisi tentang kebiasaan siswa melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penerapan pendidikan
karakter baik didalam lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Secara lebih menyeluruh, hasil penelitian untuk wawancara guru, observasi
dan angket disampaikan sebagai berikut:
1. Wawancara Guru
Wawancara guru dilakukan sebelum dan sesudah proses pembelajaran. Peneliti mewawancarai 2 orang guru yaitu guru A selaku guru fisika kelas
XI MIA dan XII MIA dan guru B selaku guru fisika kelas X MIA. Wawancara dilakukan 2 kali untuk setiap guru. Wawancara pertama
bertujuan untuk mengetahui pendapat guru tentang pendidikan karakter sedangkan wawancara kedua bertujuan untuk memperjelas beberapa hal
yang ditemukan peneliti selama proses pengamatan dan merekam video pembelajaran di kelas.
a. Hasil Penelitian
Dalam wawancara dengan guru A, peneliti menemukan bahwa beliau setuju dengan semakin ditekankannya pendidikan karakter
48
dalam pembelajaran. Menurut guru A, karakter diperlukan untuk dapat membentuk seseorang menjadi pribadi yang berkepribadian, mandiri
dan berprestasi. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut: Kutipan wawancara 1:
Peneliti : Iya..Oh..terus tentang kurikulum ni bu..kurikulum 2013. Kan
di Santa Maria sudah diterapkan nah salah satunya di kurikulum 2013 kan semakin diterapkannya pendidikan
karakter. Nah seperti itu, nah kalo menurut ibu penerapan pendidikan karakter di suatu sekolah itu perlu atau tidak bu?
Guru A : Oh iya perlu Peneliti : Itu kira-kira kenapa bu menurut ibu?
Guru A : Karena kita harus menghasilkan siswa yang berkepribadian,, Peneliti : Perlunya..
Guru A : Khususnya kalo Santa Maria mempunyai visi misi
menjadikan siswa yang berpribadi, prestasi dan mandiri. Tiga karakter yang akan dibentuk itu tidak cukup hanya
diberikan lewat pengetahuan saja. Untuk bisa menjadi mandiri, untuk bisa menjadi berprestasi, untuk bisa menjadi
berpribadi perlu pendidikan karakter. Perlu dilatih.
49
Beliau juga menyampaikan bahwa melalui fisika, pendidikan karakter juga dapat diterapkan. Akan tetapi, tidak semua karakter menurut
Kemdikbud dapat diterapkan sekali mengajar karena pendidikan karakter tersebut disisipkan ketika proses pembelajaran berlangsung.
Kutipan wawancara 2:
Peneliti : Terus untuk pendidikan karakter itu menurut ibu juga dan
sejauh pengalaman ibu melalui fisika itu dapat diterapkan atau tidak?
Guru A :
Banyak sebetulnya.
Peneliti : Bisa berarti ya bu. Guru A :
Bisa.
Peneliti : Trus itu sekali mengajar bu 18 itu bisa diterapkan atau? Guru A :
Tidak semuanya.
Peneliti : Ohh tidak semuanya.. Guru A :
Tidak semuanya. Tidak langsung 18 karakter itu kita terapkan. Ini kan sifatnya ya menyisipkan dalam kegiatan
kita. Kan tidak ada jam khusus untuk pendidikan karakter. Jadi kita menyisipkan.
50
Dalam proses penerapannya, guru A menggunakan metode guru sebagai model. Jika dapat mencontohkan dengan baik, akan lebih
mudah bagi siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kutipan wawancara 3:
Peneliti : Terus berkaitan dengan penerapan itu bu,,nah apakah ibu
ketika mengajar kan ibu menyisipkan pendidikan karakter bu,,misalnya jujur apakah ibu cuma menyampaikan anak-
anak kita harus bersikap jujur atau kah ibu juga sendiri menerapkan?
Guru A : Oh iya kalo untuk bagaimana kita memasukkan
pendidikan karakter itu khususnya jujur itu kita yang pertama kita jujur dulu. Pertama kita terbuka dengan
siswa. Contohnya kalo kita salah ngitung ya kita akui saja klo kita salah ngitung,,,ayo kita koreksi sama-sama
mungkin saya salah ngitung. Terbuka enak. Jadi mereka tau oh gurunya terbuka, kami juga harus terbuka.
Dalam wawancara dengan guru B, beliau juga menyatakan hal yang sama yakni bahwa beliau setuju dengan semakin ditekankannya
pendidikan karakter dalam proses pembelajaran. Kutipan wawancara 4:
Peneliti : Pendidikan karakter ya pak.. menurut bapak pendidikan
51
karakter di sekolah itu penting gag pak? Kira-kira kenapa?
Guru B : Menurut saya penting ya apalagi untuk sekolah
menengah. Di kurikulum 2013 itu kan dicantumkan watak yang sebaiknya dimiliki seseorang..di fisika juga ada..kan
di fisika bukan cuma konten tapi juga ada nilai yang diterapkan didalamnya..Kecepatan ya? Gag bisa dicatat
ya? Guru B juga menyampaikan bahwa penerapan pendidikan karakter
dalam fisika dapat dilakukan dengan menyisipkannya dalam proses pembelajaran.
Kutipan wawancara 5:
Peneliti : Hehe,,iya pak. Terus itu dalam fisika pak itu pendidikan
karakter itu bisa diterapkan atau tidak pak?
Guru B : Iya,, Saya kira ada 3 aspek ya. Ada sikap, produk, proses.
Kita masukkan karakter dalam fisika,,itu include dalam pembelajaran. Misalnya memecahkan masalah. Jujur
dalam memasukkan data. Jadi karakter masuk dalam pembelajaran.
Itu pintar-pintar
guru lah
untuk memasukkannya dalam pelajaran.
Peneliti : Terus sejauh ini, sejauh bapak mengajar,,kan tadi fisika
52
kan penerapan karakternya itu dengan menyisipkan. Nah itu cara bapak menyisipkan itu seperti apa pak?
Guru B : Kadang-kadang itu gag kepikiran. Ternyata itu ada
karakternya. Tapi selalu ada. Entah itu mau seperti apa. Kita mikir saja materinya oh ternyata dalam materi juga
ada. Tapi kalau mau di seting juga bisa ya kalau kita mau kerja sama oh misalnya kelompok. Kalo kejujuran tolong
datanya ya. Selama ini fisika dan karakter itu campur aduk ya. Tahu materinya tahu karakternya. Dari situ kita
ngambil oh kegiatannya bisa yang ini. Tentang penerapannya dalam pembelajaran, guru B menyampaikan
bahwa seorang pribadi yang hendak menyampaikan pendidikan karakter dengan menjadi contoh, hendaknya melakukannya dengan
tidak dibuat-buat. Kutipan wawancara 6:
Peneliti : Iya tapi selebihnya itu penerapannya..nah kita kan mau
bicara guru sebagai model,,itu bapak juga saat-saat tertentu bapak menyampaikan dengan menjadi contoh.
Misalnya jujur ni pak, bapak mengerjakan soal terus ada salah hitung, siswa mengoreksi terus bapak mengakui oh
iya lalu diperbaiki,,itu ada gag pak?
53
Guru B :
Nek sepanjang itu teladan,,,teladan itu kan gag dibuat- buat itu muncul dengan sendirinya. Misalnya datang tepat
waktu, menghargai orang yang bicara. Itu muncul dengan sendirinya. Tapi misalnya kayak kerjasama ada itunya.
Jadi contoh secara eksplisit itu seperti itu. Kalau ini loh contohnya seperti ini itu malah wagu ya..
Karakter yang akan diterapkan di kelas, dapat dimasukkan dalam RPP. Dengan kata lain, guru memiliki perencanaan dalam
menyampaikan pendidikan karakter di kelas. Meskipun karakter tersebut tertulis dalam RPP, penerapannya dalam proses pembelajaran
kadang sesuai dan kadang tidak. Ketidaksesuaian yang dimaksud tidak berarti bahwa karakter yang tertulis dalam RPP tidak dapat diterapkan.
Ketidaksesuian yang
dimaksud adalah
kadang-kadang guru
menemukan bahwa dalam proses pembelajaran, karakter yang diterapkan ternyata lebih banyak dari yang tertulis di RPP.
Menerapkan pendidikan karakter dengan menjadikan diri sebagai contoh atau teladan ternyata bukan hal yang mudah. Guru A
maupun guru B menyadari betul akan hal itu. Bagi guru A, kesulitan penerapan pendidikan karakter terletak pada penyesuaian dengan latar
belakang anak. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut: Kutipan wawancara 7:
Peneliti : Ini yang terakhir bu..kalo kemarin pas wawancara yang
54
pertama kan ibu bilang salah satu kesulitan itu tentang ya masalah perkembangan pergaulan, perkembangan IT
itu. Nah kalo untuk didalam kelas itu sendiri bu, kesulitan yang ibu temukan pas penerapan pendidikan karakter itu
apa saja bu?
Guru A : Dalam kelas? Peneliti : Iya bu..
Guru A : Itu anak-anaknya kan dari berbagai daerah..yang latar
belakang budayanya berbeda-beda sehingga untuk penyesuaian itu kan butuh waktu..tidak bisa langsung.
Jadi latar belakang anak yang berbeda-beda.
Peneliti : Jadi menyesuaikan dengan latar belakang itu ya bu.. Guru A : Iya..itu kan butuh waktu.
Berbeda dengan guru A, menurut guru B letak kesulitan penerapan karakter di dalam kelas adalah menjadi contoh itu sendiri.
Kutipan wawancara 8:
Peneliti : Iya pak. Ok pak. Ni 2 lagi ni pak,,tinggal 2. Kan bapak
menerapkan pendidikan karakter, kalau yang saya lihat ya
pak, itu
lebih banyak
juga bapak
mencontohkan,,secara tidak langsung mencontohkan.
55
Nah itu kesulitannya itu apa pak?
Guru B : Ya itu menjadi contoh. Kadang-kadang yo kita berusaha
sebagus-bagusnya. Contoh nek dong ya kita contoh. Kadang-kadang gag terasa ya, yang menilai itu orang
lain tapi prinsip teladan itu nomor satu. Ya itu kan seribu kata-kata kalah dengan satu teladan dan itu yang
diusahakan. Memang belum maksimal ya kita sebagai guru disini. Yang jelas tetap berusaha memberikan yang
terbaik. Itu mbak. Prinsipnya begitu tapi ya memang belum sempurna ya,,teladan. Jadi kita perkuat dengan
kata-kata. Seperti tadi kesalahan memang saya kuati. Nek memang susah loh ngomong minta maaf gitu tapi itu
bagus. Kita kuatkan dengan kata-kata supaya mereka tahu seperti itu ada harganya. Nek orang gag bisa minta
maaf itu ngotot loh dengan alasan macam-macam. Saya gag suka nek seperti itu. Tapi kalau bagus dengan rendah
hati mengakui kesalahan menurut saya top.
b. Pembahasan
Dari kegiatan wawancara yang dilakukan oleh peneliti, baik itu wawancara dengan guru A maupun guru B, peneliti menemukan
bahwa pendidikan karakter penting untuk diterapkan dan kedua guru menyetujui hal itu. Sekolah bukan hanya tempat siswa mendapatkan
pengetahuan. Lebih dari itu, sekolah kiranya juga dapat menjadi
56
tempat siswa untuk berlatih, mengasah kepribadiannya agar kelak menjadi pribadi yang sungguh baik. Di SMA Santa Maria Yogyakarta,
penerapan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran sudah lama dilakukan termasuk dalam mata pelajaran fisika. Bukan hanya karena
tuntutan kurikulum. SMA Santa Maria Yogyakarta mempunyai visi menjadikan siswa yang berpribadi, prestasi dan mandiri. Bertolak pada
visi tersebut, guru dan siswa bekerja sama untuk membantu siswa membentuk dirinya menjadi siswa yang berpribadi, prestasi dan
mandiri. Oleh karena pendidikan karakter penting untuk diterapkan di
sekolah, maka peran guru sebagai pendidik tentu sangat diperlukan. Guru dengan caranya masing-masing diharapkan mampu membantu
siswa membentuk watak dan kepribadiannya. Banyak hal yang dapat dilakukan guru untuk menyampaikan hal tersebut. Salah satunya
dengan menjadi contoh atau teladan; menjadi model bagi siswa. Jika guru dapat menjadi mencontohkan dengan baik maka akan lebih
mudah bagi siswa untuk menerapkan pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang dilakukan oleh guru fisika di
SMA Santa Maria Yogyakarta. Menjadi contoh bagi siswa memang bukan hal yang mudah
untuk diterapkan. Kadang guru mengalami kesulitan untuk menjadi contoh bagi siswa. Alasannya beragam, antara lain guru mengalami
kesulitan untuk melakukan penyesuaian dengan latar belakang siswa
57
atau guru tidak mengerti contoh yang sungguh baik untuk menyampaikan suatu nilai karakter.
2. Observasi