Pendidikan karakter dalam pembelajaran fisika dengan pendekatan guru sebagai model di SMA Santa Maria Yogyakarta.
ABSTRAK
Apolonia Delviyanti Putri Marga. 2015. Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Fisika Dengan Pendekatan Guru Sebagai Model Di SMA Santa Maria Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui penerapan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran matapelajaran fisika pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA, dan 2) mengetahui keefektivan penerapan karakter dengan pendekatan guru sebagai model dalam matapelajaran fisika pada materi Pengukuran di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X MIA, XI MIA dan XII MIA SMA Santa Maria Yogyakarta pada bulan Agustus - Oktober 2014. Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas X MIA yang berjumlah 24 orang, XI MIA yang berjumlah 27 orang dan XII MIA yang berjumlah 20 orang serta 2 orang guru fisika. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif – kualitatif dengan seting natural. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan angket. Wawancara digunakan untuk mengetahui pendapat guru tentang pendidikan karakter dan kesulitan guru ketika menjadi model dalam menerapkan pendidikan karakter. Observasi digunakan untuk mengetahui penerapan nilai dalam kegiatan belajar mengajar baik oleh guru maupun siswa pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA. Angket digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat menerapkan nilai - karakter dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pendidikan karakter juga dapat diterapkan dalam proses pembelajaran matapelajaran fisika pada materi Pengukuran di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA, (2) guru dapat membantu siswa untuk lebih memahami karakter dengan menjadi teladan bagi siswa sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
(2)
ABSTRACT
Apolonia Delviyanti Putri Marga. 2015. Character Education on Physics using Teacher as A Model Approach at Senior High School of Santa Maria Yogyakarta. Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Natural Science Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research aimed to: 1) understand the application of character education in physics subject on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA, and 2) know effectiveness of the application of character using teacher as a model approach in physics subject on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA.
This research was carried out in class X MIA, XI MIA and XII MIA SMA Santa Maria Yogyakarta on August - October 2014. The subject of this research was the students of class X MIA with 24 people, the students of class XI MIA with 27 people, the students of class XII MIA with 20 people and two physics teacher. This research was a quantitative-qualitative research using natural setting. The instrument used in this research was interview, observation and questionnaire. Interview was
used to find out teacher’s opinion about character education dan the obstacle when
using this approach to applied character education in class. Observation was used to find out the application of character education in class by both teacher and student on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA. Questionnaire waas used to find out the extend to which students can apply character in their daily lives.
The result of this research have showed that (1) character education can be applied in the process of study physics on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA, (2) teacher as a model can help student to know better about character so they can apply it in their daily lives.
(3)
i
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN GURU SEBAGAI MODEL DI SMA SANTA
MARIA YOGYAKARTA SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh :
Apolonia Delviyanti Putri Marga NIM : 101424029
HALAMAN JUDUL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
ii
(5)
iii
HALAMAN PENGESAHA
(6)
iv
MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO
“Tidak ada hal yang terlalu mudah atau terlalu sulit untuk dilakukan..
Terus berusaha..
Lakukan bagianmu dengan baik dan biarkan Tuhan yang melakukan
sisanya..”
Skripsi ini kupersembahkan untuk: Orangtua tercinta:
Nikodemus Lang Euphrasia Sara
Kakak-kakak dan adik-adik: Gaudensius Putra Marga
Gregorius Putra Marga Theresia Maria Y. Putri Marga
Maria Hendrika Putri Marga Maria Salvatris Putri Marga
Keluarga besar Semua sahabat
(7)
v
(8)
vi
(9)
vii ABSTRAK
Apolonia Delviyanti Putri Marga. 2015. Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Fisika Dengan Pendekatan Guru Sebagai Model Di SMA Santa Maria Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui penerapan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran matapelajaran fisika pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA, dan 2) mengetahui keefektivan penerapan karakter dengan pendekatan guru sebagai model dalam matapelajaran fisika pada materi Pengukuran di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X MIA, XI MIA dan XII MIA SMA Santa Maria Yogyakarta pada bulan Agustus - Oktober 2014. Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas X MIA yang berjumlah 24 orang, XI MIA yang berjumlah 27 orang dan XII MIA yang berjumlah 20 orang serta 2 orang guru fisika. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif – kualitatif dengan seting natural. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan angket. Wawancara digunakan untuk mengetahui pendapat guru tentang pendidikan karakter dan kesulitan guru ketika menjadi model dalam menerapkan pendidikan karakter. Observasi digunakan untuk mengetahui penerapan nilai dalam kegiatan belajar mengajar baik oleh guru maupun siswa pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA. Angket digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat menerapkan nilai - karakter dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pendidikan karakter juga dapat diterapkan dalam proses pembelajaran matapelajaran fisika pada materi Pengukuran di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA, (2) guru dapat membantu siswa untuk lebih memahami karakter dengan menjadi teladan bagi siswa sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
(10)
viii ABSTRACT
Apolonia Delviyanti Putri Marga. 2015. Character Education on Physics using Teacher as A Model Approach at Senior High School of Santa Maria Yogyakarta. Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Natural Science Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research aimed to: 1) understand the application of character education in physics subject on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA, and 2) know effectiveness of the application of character using teacher as a model approach in physics subject on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA.
This research was carried out in class X MIA, XI MIA and XII MIA SMA Santa Maria Yogyakarta on August - October 2014. The subject of this research was the students of class X MIA with 24 people, the students of class XI MIA with 27 people, the students of class XII MIA with 20 people and two physics teacher. This research was a quantitative-qualitative research using natural setting. The instrument used in this research was interview, observation and questionnaire. Interview was used to find out teacher‟s opinion about character education dan the obstacle when using this approach to applied character education in class. Observation was used to find out the application of character education in class by both teacher and student on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA. Questionnaire waas used to find out the extend to which students can apply character in their daily lives.
The result of this research have showed that (1) character education can be applied in the process of study physics on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA, (2) teacher as a model can help student to know better about character so they can apply it in their daily lives.
(11)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini yang berjudul,” Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Fisika Dengan Pendekatan Guru Sebagai Model Di SMA Santa Maria Yogyakarta”.
Di era pendidikan yang semakin modern ini, karakter menjadi salah satu bagian yang penting. Bahkan dalam kurikulum hal tersebut semakin diupayakan agar diterapkan dalam pembelajaran di sekolah termasuk fisika. Fisika diharapkan dapat menjadi salah satu wadah untuk menerapkan pendidikan karakter dan guru berperan penting untuk dapat menyampaikan pendidikan karakter tersebut pada siswa sehingga kelak siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Penyusunan skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan. Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini penulis mendapat banyak masukan dan saran dari beberapa pihak. Semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini disamarkan identitasnya. Banyak pihak yang membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian untuk skripsi ini, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Paulus Suparno, S.J. MST., selaku dosen pembimbing yang membimbing dan mengarahkan penulis.
2. Dr. Ignatius Edi Santosa, M.S, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma.
(12)
x
3. Drs. R. Rohandi, M. Ed. Ph.D., selaku dosen pembimbing akademik, 4. Suster Maria Ancilla OSF, S.Pd., M.M., selaku kepala sekolah SMA
Santa Maria Yogyakarta yang sudah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di SMA Santa Maria Yogyakarta. 5. Bapak Andreas Suprono selaku guru mata pelajaran Fisika kelas X MIA
di SMA Santa Maria Yogyakarta yang sudah membimbing dan membantu peneliti selama penulisan skripsi.
6. Ibu Maria Fransisca Sutilah selaku guru mata pelajaran Fisika kelas XI MIA dan XII MIA di SMA Santa Maria Yogyakarta yang sudah membimbing dan membantu peneliti selama penulisan skripsi.
7. Bapak, Ibu, Kak Gonsi, Kak Yoris, Adik Yulia, Adik Hesti dan Adik Salvi yang selalu mendoakan, mendukung, dan menyemangati saya. Terima kasih untuk semua kasih sayang dan cinta.
8. Bapak Don dan Mama Meri sekeluarga yang telah memberi motivasi, dukungan dan doa selama menyelesaikan skripsi ini.
9. Nita, Nova, Leny, Endah, Kak Elis, Vano yang sudah banyak membantu selama penelitian.
10.Seluruh keluarga kost Keasa Hesti, Hana, Citra, Kak Elis, Gilang, Nova, Leny, Endah, Reni, Sisil yang selalu membantu peneliti, memberi motivasi dan dukungan selama menyelesaikan skripsi ini.
(13)
xi
11.Teman-teman seangkatan Pendidikan Fisika 2010 yang selalu mendukung dan membantu selama peneliti menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.
12.Seluruh Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dhrama yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis.
13.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih banyak atas segala dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga masih perlu untuk dikaji dan diteliti lagi. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
(14)
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHA ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...v
LEMBAR PERNYATAAN ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ...xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ...1
1. Latar Belakang ...1
2. Rumusan Masalah ...6
3. Tujuan Penelitian ...6
4. Batasan Penelitian ...7
5. Manfaat Penelitian ...7
BAB II LANDASAN TEORI ...8
A. Pendidikan Karakter ...8
1. Pengertian Pendidikan ...8
2. Pengertian Pendidikan Karakter ...11
B. Pendekatan Guru Sebagai Model ...21
C. Pendidikan Fisika dan Karakter ...23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...26
A. Design Penelitian ...26
B. Populasi dan Sampel Penelitian ...27
(15)
D. Instrumen Penelitian ...28
1. Wawancara ...28
2. Angket ...29
3. Observasi ...39
E. Validitas ...40
F. Metode Analisis Data ...40
1. Wawancara ...40
2. Angket ...41
3. Observasi ...42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...43
A. Deskripsi Penelitian ...43
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ...46
1. Wawancara Guru ...47
2. Observasi ...57
3. Angket ...73
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN ...79
A. Kesimpulan ...79
B. Keterbatasan Penelitian ...80
C. Saran ...81
DAFTAR PUSTAKA ...82
(16)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa ... 19
Tabel 2 Kisi-kisi Instrumen X MIA ... 31
Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen XI MIA ... 33
Tabel 4 Kisi-kisi Instrumen XII MIA ... 36
Tabel 5 Hasil Pengamatan Langsung Terhadap Guru ... 57
Tabel 6 Hasil Pengamatan Langsung Terhadap Siswa ... 57
Tabel 7 Karakter yang Dimunculkan Guru ... 58
Tabel 8 Karakter yang Dimunculkan Siswa ... 59
Tabel 9 Kategorisasi Data ... 60
Tabel 10 Contoh Karakter yang Dimunculkan Guru dan Siswa ... 62
(17)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Rata-rata Angket Penerapan Karakter ... 74 Gambar 2 Rata-rata Angket Penerapan Karakter Berdasarkan Karakter yang
(18)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan ... 85
Lampiran 2. Transkrip Wawancara ... 86
Lampiran 3. Deskripsi Video ... 116
Lampiran 4. Angket dan Rekapitulasi Data Angket ... 145
Lampiran 5. Lembar Observasi Siswa ... 163
Lampiran 6. Lembar Observasi Guru ... 166
(19)
1
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada hakikatnya manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya dan tidak langsung dapat berdiri sendiri atau dapat memelihara dirinya sendiri. Manusia perlu proses untuk mencapai suatu keadaan ketika dia dapat memelihara dirinya sendiri; ketika dia dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Salah satu proses yang dijalani untuk mencapai keadaan tersebut adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan proses pematangan kualitas hidup. Manusia harus mendapatkan pendidikan. Pendidikan yang dilaksanakan bertujuan untuk membina watak/karakter, menghasilkan generasi yang lebih baik; manusia-manusia yang berkebudayaan.
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian sejak lama. Berbagai usaha terus dilakukan untuk membina watak bangsa. Usaha ini dimulai dari gagasan Soekarno untuk mendasari Indonesia yang plural ini dengan Pancasila. Pada masa Orde Lama, untuk membantu pembentukan karakter bangsa Pendidikan Budi Pekerti masuk menjadi salah satu pelajaran dalam Kurikulum SD 1947 lalu digabung menjadi Pendidikan Agama dalam Kurikulum 1964 dengan nama Agama/Budi Pekerti. Ada pula matapelajaran khusus tentang kewarganegaraan yang sering disebut civics. Pada masa Orde Baru, bahkan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan dasar Negara dicoba dibudayakan dengan cara mewajibkan mengikuti Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dan diadakannya matapelajaran
(20)
khusus yaitu Kewarganegaraan Negara Indonesia, Pendidikan Moral Pancasila (Koesoema, 2007:49). Usaha-usaha tersebut terus dikembangkan hingga ditetapkan bahwa mulai tahun pelajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan karakter.
Indonesia, saat ini sedang melakukan pembenahan dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan. Pembenahan dalam bidang pendidikan terlihat dengan adanya usaha pemerintah mengganti kurikulum dalam pendidikan. Kurikulum terbaru yang sedang diusahakan untuk diberlakukan secara merata di seluruh Indonesia adalah kurikulum 2013. Satu hal yang menarik dari kurikulum ini adalah semakin ditekankannya pendidikan karakter dalam proses pembelajaran pada setiap matapelajaran. Pendidikan karakter ini memang bukan merupakan hal yang baru dalam dunia pendidikan. Hanya saja pendidikan karakter ini menjadi terlupakan ketika pendidikan formal atau sekolah hanya memfokuskan pendidikan pada pencapaian standar nasional pendidikan. Pendidikan karakter harus ada dalam proses pembelajaran pada setiap mata pelajaran termasuk fisika.
Belajar fisika berarti belajar tentang alam; belajar tentang lingkungan sekitar. Banyak hal terjadi di sekitar kita yang berkaitan erat dengan fisika. Hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi guru dan siswa karena dapat mempelajari tiga hal sekaligus melalui fisika yaitu belajar teori fisika (pengetahuan), belajar tentang proses dan belajar tentang nilai. Misalnya seorang guru mengajarkan tentang angka penting. Secara teori guru dapat menyampaikan apa itu angka penting dan apa pengaruh pengaturan angka
(21)
penting terhadap hasil akhirnya. Guru menyampaikan bahwa siswa perlu memperhatikan aturan angka penting ketika akan menentukan nilai angka tertentu karena perubahan sekecil apapun yang dilakukan dalam penentuan angka penting dapat berakibat besar terhadap hasil akhirnya. Pada tahap ini siswa berproses memahami angka penting dan bagaimana menggunakan aturan angka penting dengan baik. Guru juga dapat menyampaikan pendidikan nilai terkait materi angka penting yaitu tentang menghargai suatu hal yang kecil karena hal yang kecil tersebut dapat menjadi sangat berarti. Pada akhirnya siswa memahami bahwa sikap menghargai bukan saja dapat dilakukan dalam hal-hal yang besar tetapi dapat dimulai dari hal-hal kecil.
Pendidikan karakter dapat dan harus diterapkan di sekolah. Ketika melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Kolese de Britto, saya menemukan bahwa siswa-siswa SMA Kolese de Britto termasuk siswa-siswa yang berkarakter. Salah satu sikap yang menggambarkan karakter siswa-siswa SMA Kolese de Britto adalah ketika siswa mampu menyampaikan pendapat mereka secara bebas dan bertanggungjawab. Mereka berani menyampaikan pendapat dan bertanggungjawab atas alasan mereka menyampaikan pendapat tersebut tanpa mengacuhkan sikap menghargai orang yang diajak bicara. Dengan demikian, ketika siswa mengalami situasi tidak menyenangkan baik itu antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru, mereka dapat menemukan jalan keluar yang tentunya dapat membantu kedua belah pihak. Dengan karakter seperti itu, orang lain dapat dengan mudah
(22)
mengenali siswa SMA Kolese de Britto ketika mereka berada di luar lingkungan sekolahnya.
Menjadi pribadi berkarakter tentu akan sangat membantu siswa dalam kehidupannya sehari-hari baik itu di lingkungan sekolah maupun di lingkungan luar sekolah. Karakter membantu seseorang menjadi dikenal di lingkungan tempat dia berada. Karakter membantu seseorang untuk menemukan jalan keluar ketika berada di situasi sulit. Karakter membantu seseorang untuk meraih prestasi dalam hidupnya.
Penerapan pendidikan karakter dapat dilakukan oleh guru baik dalam proses belajar mengajar maupun ketika guru dan siswa berada dalam situasi yang lebih santai. Guru dapat menyelipkan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran baik itu melalui kata-kata maupun tindakan. Dalam situasi yang lebih santai, penerapan pendidikan karakter dapat dilakukan ketika guru memberikan motivasi terhadap siswa. Misalnya tentang memberi motivasi pada siswa yang kurang percaya diri akan kemampuannya. Guru dapat memberikan contoh tokoh-tokoh besar yang memiliki masalah yang sama tetapi pada akhirnya justru meraih sukses. Sukses itu tidak hanya datang begitu saja pada tokoh-tokoh besar tersebut tetapi mereka berusaha untuk meraih kesuksesan itu. Orang yang gigih, disiplin, jujur, dan mempunyai semangat belajar yang tinggi seringkali menjadi orang yang lebih cepat sukses daripada orang yang malas, ogah-ogahan dalam berusaha, dan cepat putus asa. Dengan semangat positif dan motivasi yang diberikan oleh guru, pada
(23)
akhirnya siswa akan belajar bahwa meraih sukses itu tidak mudah tetapi bukan berarti sukses tidak dapat diraih.
Guru juga dapat membantu siswa dengan cara menjadi model; menjadi teladan dalam penghayatan nilai hidup yang ingin disampaikan pada peserta didiknya. Misalnya, guru dapat mengajar tentang menghargai pendapat orang lain dengan cara tidak mengatakan “salah” pada hal yang disampaikan oleh murid tetapi lebih memilih untuk mengatakan “masih sedikit kurang tepat”. Guru juga dapat mengajarkan tentang respek dengan cara memperhatikan pemikiran dan perasaan anak dengan serius. Hal yang perlu diingat guru adalah melalui pendidikan, seseorang diharapkan mampu menjadi dirinya sendiri yang tumbuh sejalan dengan bakat, watak, kemampuan, dan hati nuraninya secara utuh. Ini berarti guru tidak membantu membentuk karakter siswa menjadi sama seperti dirinya.
“Mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”, itulah tujuan pendidikan nasional yang tertera jelas dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mencapai tujuan inilah guru perlu lebih jeli dalam mengajar. Proses pembelajaran tidak boleh hanya menekankan pada hafalan dan latihan penguasaan soal-soal ujian. Bukan hanya teori yang dibutuhkan siswa untuk menjadi cerdas dan ikut melakukan suatu hal yang dapat membawa dunia ke suatu perubahan yang lebih positif melainkan juga karakter yang dapat membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut.
(24)
2. Rumusan Masalah
1) Apakah pendidikan karakter juga diterapkan dalam proses pembelajaran matapelajaran fisika pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan (kelas X MIA), materi Gerak Parabola (kelas XI MIA) dan materi Gelombang Cahaya (kelas XII MIA)?
2) Apakah penerapan pendidikan karakter dengan pendekatan guru sebagai model dalam matapelajaran fisika pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan (kelas X MIA), materi Gerak Parabola (kelas XI MIA) dan materi Gelombang Cahaya (kelas XII MIA) efektif untuk membantu siswa dalam memahami dan menerapkan pendidikan karakter yang disampaikan guru?
3. Tujuan Penelitian
1) Mengetahui penerapan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran matapelajaran fisika pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan (kelas X MIA), materi Gerak Parabola (kelas XI MIA) dan materi Gelombang Cahaya (kelas XII MIA).
2) Mengetahui keefektivan penerapan karakter dengan pendekatan guru sebagai model dalam matapelajaran fisika pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan (kelas X MIA), materi Gerak Parabola (kelas XI MIA) dan materi Gelombang Cahaya (kelas XII MIA).
(25)
4. Batasan Penelitian
Pada penelitian ini untuk mengetahui penerapan pendidikan karakter dilihat berdasarkan pengamatan langsung oleh peneliti, hasil wawancara dengan guru, deskripsi video pembelajaran dan angket yang diisi oleh siswa.
5. Manfaat Penelitian
1) Bagi guru dan calon guru fisika
Dengan pendekatan guru sebagai model, guru dapat menemukan dan/ atau mengembangkan cara penyampaian pendidikan karakter yang lebih baik dalam proses pembelajaran.
2) Bagi siswa
Dengan pendekatan guru sebagai model, siswa akan lebih mudah memahami dan menerapkan pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari.
(26)
8
BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan
Ruang lingkup pendidikan sangat luas. Menurut Henderson, seperti dikutip Mulyasana (2011:2), pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Hal ini berarti pendidikan merupakan suatu proses yang dapat berlangsung di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam tulisan ini, pengertian pendidikan dibatasi pada pengertian pendidikan yang dihubungkan dengan sekolah.
Dalam pengertian dasar, pendidikan adalah proses menjadi, yakni menjadikan seseorang menjadi dirinya sendiri yang tumbuh sejalan dengan bakat, watak, kemampuan dan hati nuraninya secara utuh. Pendidikan tidak dimaksudkan untuk mencetak karakter dan kemampuan peserta didik sama seperti gurunya. Proses pendidikan diarahkan pada proses berfungsinya semua potensi peserta didik secara manusiawi agar mereka menjadi dirinya sendiri yang mempunyai kemampuan dan kepribadian unggul (Mulyasana, 2011:2).
Sebagai suatu proses, pendidikan dimaknai sebagai semua tindakan yang mempunyai efek pada perubahan watak, kepribadian, pemikiran dan perilaku. Dengan demikian, pendidikan bukan sekedar pengajaran dalam
(27)
arti kegiatan mentransfer ilmu, teori dan fakta-fakta akademik semata; atau bukan sekedar urusan ujian, penetapan kriteria kelulusan, serta pencetakan ijazah semata. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, dan dari buruknya hati, akhlak dan keimanan (Mulyasana, 2011:2).
Pendidikan merupakan proses mendidik, membina, mengendalikan, mengawasi, mempengaruhi dan mentransmisikan ilmu pengetahuan yang dilaksanakan oleh para pendidik kepada anak didik untuk membebaskan kebodohan, meningkatkan pengetahuan dan membentuk kepribadian yang lebih baik dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Pendidikan juga merupakan upaya dan usaha para pendidik yang bekerja secara interaktif dengan para peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan serta memajukan kecerdasan dan ketrampilan semua orang yang terlibat dalam pendidikan (Salahudin, 2011:22).
Dalam GBHN Tahun 1973 dikemukakan pengertian pendidikan bahwa “Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan didalam maupun diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup”. Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
(28)
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Mulyasana, 2011:5).
Dari beberapa pengertian pendidikan yang telah disampaikan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembelajaran yang dilakukan secara sadar dan terencana dan berlangsung secara terus menerus yang bertujuan untuk menghasilkan pribadi yang cerdas dan mampu mengembangkan potensi dirinya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Pendidikan harus mampu menyatukan pemikiran, hati nurani dan perbuatan menjadi satu kesatuan yang utuh.
Pendidikan pada hakikatnya mengandung tiga unsur yaitu mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik menurut Darji Darmodiharjo, seperti dikutip Mulyasana (2011:7), menunjukkan usaha yang lebih ditujukan kepada pengembangan budi pekerti, hati nurani, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketaqwaan, dan lain-lainnya. Mengajar berarti memberi pelajaran tentang berbagai ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan berpikirnya. Melatih berarti berusaha untuk menghasilkan ketrampilan dengan melakukan sesuatu secara berulang-ulang sehingga terjadi pembiasaan. Melalui pendidikan, seseorang dapat menjadi pribadi yang berperilaku baik, memiliki kemampuan berpikir
(29)
yang lebih baik (logis, obyektif, kritis, sistematis analitis) dan memperoleh ketrampilan tentang sesuatu.
2. Pengertian Pendidikan Karakter a. Pengertian Nilai
Dalam sebuah laporan yang ditulis oleh A Club of Rome (UNESCO, 1993), nilai diuraikan dalam dua gagasan yang saling berseberangan. Di satu sisi, nilai dibicarakan sebagai nilai ekonomi yang disandarkan pada nilai produk, kesejahteraan dan harga (dengan penghargaan yang demikian tinggi pada hal yang bersifat material). Sementara di sisi lain, nilai digunakan untuk mewakili gagasan atau makna yang abstrak dan tak terukur dengan jelas. Nilai yang abstrak dan sulit diukur itu antara lain keadilan, kejujuran, kebebasan, kedamaian dan persamaan. Dikemukakan pula, sistem nilai merupakan sekelompok nilai yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya dalam sebuah sistem yang saling menguatkan dan tidak terpisahkan. Nilai-nilai itu bersumber dari agama maupun dari tradisi humanistik (Mulyana, 2011:8).
Nilai berasal dari bahasa latin vale’rê yang berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan dapat membuat orang yang menghayatinya
(30)
menjadi bermartabat (Adisusilo, 2012:56). Nilai akan selalu berhubungan dengan kebaikan, kebajikan, dan keluhuran budi serta akan menjadi sesuatu yang dihargai dan dijunjung tinggi serta dikejar oleh seseorang sehingga ia merasakan adanya suatu kepusan dan ia merasa menjadi manusia yang sebenarnya. Sehubungan dengan peranan nilai dalam kehidupan manusia, ahli pendidikan nilai dari Amerika Serikat, Raths, Harmin dan Simon mengatakan bahwa nilai merupakan panduan umum untuk membimbing tingkah laku dalam rangka mencapai tujuan hidup seseorang.
Dalam bukunya, “Mengartikulasikan Pendidikan Nilai”, Rohmat Mulyana (2011) menyampaikan bahwa menurut Gordon Allport, nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Bagi Allport, nilai terjadi pada wilayah psikologis yang disebut keyakinan. Seperti ahli psikologi pada umumnya, keyakinan ditempatkan sebagai wilayah lainnya seperti hasrat, motivasi, sikap keinginan dan kebutuhan. Oleh karena itu, keputusan benar-salah, baik-buruk, indah-tidak indah pada wilayah ini merupakan hasil dari serentetan proses psikologis yang kemudian mengarahkan individu pada tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan nilai pilihannya.
Dari beberapa pengertian nilai yang telah disampaikan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan suatu panduan umum atau yang akan kita sebut sebagai suatu keyakinan
(31)
dalam menentukan suatu pilihan sehingga pada akhirnya seseorang akan merasakan kepuasan akibat pilihan yang dibuatnya. Nilai ini bersifat abstrak. Nilai sebagai sesuatu yang abstrak menurut Raths, seperti dikutip Sutarjo Adisusilo (2012:58), mempunyai sejumlah indikator yang dapat kita cermati, yaitu:
1) Nilai memberi tujuan atau arah kemana kehidupan harus menuju, harus dikembangkan atau diarahkan.
2) Nilai memberi aspirasi atau inspirasi kepada seseorang untuk hal yang berguna, yang baik, yang positif bagi kehidupan. 3) Nilai mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku atau
bersikap sesuai dengan moralitas. Nilai memberi acuan atau pedoman bagaimana seharusnya seseorang bertingkah laku. 4) Nilai itu menarik, memikat hati seseorang untuk dipikirkan,
untuk direnungkan, untuk dimiliki, untuk diperjuangkan dan untuk dihayati.
5) Nilai mengusik perasaan, hati nurani seseorang ketika sedang mengalami perasaan atau suasana hati.
6) Nilai terkait dengan keyakinan atau kepercayaan seseorang, suatu kepercayaan atau keyakinan terkait dengan nilai-nilai tertentu.
7) Suatu nilai menuntut adanya aktivitas, perbuatan atau tingkah laku tertentu sesuai dengan nilai tersebut. Nilai tidak berhenti
(32)
pada pemikiran tetapi mendorong atau menimbulkan niat untuk melakukan sesuatu dengan nilai tersebut.
8) Nilai biasanya muncul dalam kesadaran, hati nurani atau pikiran seseorang ketika yang bersangkutan dalam suasana kebingungan, mengalami dilema atau menghadapi berbagai persoalan hidup.
b. Pengertian Karakter
Kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani,
charassein yang berarti mengukir, melukis, memahat. Karakter secara
sederhana merupakan gabungan dari pengetahuan dan kebiasan moral seseorang (Ryan dan Bohlin, 1999). Karakter dapat terbentuk dari kebiasaan baik atau kebiasaan buruk. Dalam tulisan ini, akan dibahas tentang karakter yang terbentuk dari kebiasaan baik yang selanjutnya disebut karakter baik.
Dalam bukunya, Educating for Character, Thomas Lickona mengatakan bahwa karakter menurut Aristoteles merupakan kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain. Menurut Michael Novak, seorang filsuf kontemporer, karakter merupakan campuran kompatibel dari seluruh kebaikan yang diidentifikasi oleh tradisi religious, cerita sastra, kaum bijaksana, dan kumpulan orang berakal sehat yang ada dalam sejarah.
Karakter yang baik memiliki tiga bagian yang saling berhubungan yaitu: pengetahuan moral, perasaan moral dan perilaku
(33)
moral. Karakter yang baik terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik dan melakukan hal yang baik. Ketiga hal ini diperlukan untuk mengarahkan suatu kehidupan moral; ketiganya ini membentuk kebiasaan moral (Lickona, 2012:82).
Dari pengertian-pengertian karakter tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah segala aktivitas manusia yang berkaitan dengan Tuhan, lingkungan dan dirinya sendiri yang terwujud dalam pemikiran, hati nurani dan tindakan seseorang berdasarkan norma-norma yang berlaku. Dasar karakter yang baik adalah menghargai martabat orang lain. Karakter yang baik dapat membentuk seseorang sebagai individu dan makhluk sosial yang baik karena seseorang yang berkarakter baik akan memikirkan, mempertimbangkan situasi, kondisi dan akibatnya sebelum bertindak. c. Pendidikan Karakter
Nilai dan pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Secara umum, hubungan antara nilai dan pendidikan dapat dilihat dari tujuan dan fungsi pendidikan. Menurut pasal 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
(34)
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Mulyasana, 2011:5). Dari tujuan ini kita dapat menyimpulkan bahwa menjadi pribadi yang cerdas dan berakhlak mulia tidak dapat diraih hanya dengan pengetahuan atau teori tetapi juga dengan nilai yang akan membentuk kepribadian seseorang. Nilai ini selanjutnya diterapkan melalui pendidikan nilai.
Menurut Sastrapratedja seperti dikutip Mulyana dalam bukunya “Mengartikulasikan Pendidikan Nilai”, pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Pengertian yang hampir sama disampaikan oleh Mardiatmadja yang mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya (Mulyana, 2011:119).
Berkaitan dengan pendidikan karakter, ahli pendidikan nilai Darmiyati Zuchdi, seperti yang dikutip Sutarjo Adisusilo dalam bukunya Pendidikan Karakter, memaknai karakter sebagai seperangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi sebagai tanda-tanda kebaikan, kebijakan dan kematangan moral seseorang. Lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah mengajarkan nilai-nilai tradisional tertentu , nilai-nilai yang diterima secara luas sebagai landasan perilaku yang baik dan bertanggungjawab. Hal tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa hormat, tanggungjawab, rasa
(35)
kasihan, disiplin, loyalitas, keberanian, toleransi, keterbukaan, etos kerja dan kecintaan pada Tuhan dalam diri seseorang.
Pendapat berikutnya adalah pendapat pencetus pendidikan karakter pertama yaitu pedagogi Jerman yang bernama F.W. Foerster (1869-1996). Karakter menurut Foerster adalah sesuatu yang mengkualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas, menjadi ciri, menjadi sifat yang tetap, yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Jadi, karakter adalah seperangkat nilai yang telah menjadi kebiasaan hidup sehingga menjadi sifat tetap dalam diri seseorang, misalnya kerja keras, pantang menyerah, jujur, sederhana dan lain-lain. Tujuan pendidikan, menurut Foerster, adalah pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial seseorang dengan perilaku dan sikap/nilai hidup yang dimilikinya. Dengan karakter itulah, kualitas seorang pribadi diukur.
Karakter seseorang dapat dibentuk dan dikembangkan dengan pendidikan nilai. Pendidikan nilai akan membawa pada pengetahuan nilai, pengetahuan nilai akan membawa pada internalisasi nilai, dan proses internalisasi nilai akan mendorong seseorang untuk mewujudkannya dalam tingkah laku sehingga akhirnya pengulangan tingkah laku yang sama akan menghasilkan watak seseorang (Adisusilo, 2012:78).
Dilihat dari tujuan pendidikan karakter, yaitu penanaman seperangkat nilai-nilai maka pendidikan karakter dan pendidikan nilai
(36)
pada dasarnya sama. Pendidikan karakter pada dasarnya adalah pendidikan nilai, yaitu penanaman nilai-nilai agar menjadi sifat pada seseorang dan karenanya mewarnai kepribadian atau watak seseorang. Selanjutnya dalam tulisan ini, keseluruhan proses penanaman nilai hingga membentuk watak seseorang disebut sebagai pendidikan karakter.
Mulai tahun pelajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan karakter dalam setiap matapelajaran. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), dalam beberapa workshop kepala sekolah dan beberapa guru di berbagai sekolah, telah merumuskan 18 nilai yang dianggap sebagai karakter yang perlu ditanamkan pada anak didik di sekolah (Suparno, 2013:8). Secara rinci dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai Deskripsi
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
(37)
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu yang menghasilkan cara atau hasil baru berdasarkan sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas
8. Demokratis
Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahaui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar.
10.Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas
(38)
kepentingan diri dan kelompoknya.
11.Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
12.Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
13.Bersahabat/ Komunikasi
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
14.Cinta Damai
Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya
15.Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16.Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain dan masyarakar yang membutuhkan.
(39)
17.Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam disekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
18.Tanggungjawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan yang Maha Esa.
Dari 18 nilai yang dirumuskan oleh Kemdikbud pada tabel 1 sangat jelas bahwa karakter yang perlu ditanamkan tersebut merupakan sikap dan tindakan, bukan hanya pengertian. Dengan mewujudkan nilai-nilai dalam tindakannya, sebenarnya seseorang akan sekaligus membangun dan membentuk kepribadiannya. Dengan dibiasakan melakukan hal yang baik, seseorang akan menjadi pribadi yang utuh, mencintai dan menghormati Tuhan, menghargai kehidupan sesama dan dirinya sendiri.
B. Pendekatan Guru Sebagai Model
Bagi orang tua, sekolah diharapkan menjadi salah satu tempat atau lingkungan yang dapat membantu anak mengembangkan karakter yang baik dan formasi guru yang andal merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha mencapai keberhasilan pendidikan karakter. Sebelum para guru
(40)
memulai melaksanakan tugas profesionalnya, paling tidak secara implisit telah terdapat semacam motivasi dalam dirinya tentang satu tugas guru di masa depan yaitu memberikan penanaman nilai dan mempengaruhi perilaku siswa. Tumpuan pendidikan karakter ada dipundak guru.
Guru mempunyai tanggungjawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik. Dalam proses belajar mengajar, guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan tetapi juga bertanggungjawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian siswa. Guru harus berusaha mengembangkan sikap, watak, nilai, moral, kata hati/nurani anak didik. Guru harus mampu mengembangkan potensi anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia. Guru memiliki kekuatan untuk menanamkan nilai-nilai dan karakter pada anak, setidaknya dengan tiga pendekatan yaitu guru dapat menjadi seorang penyayang yang efektif, guru dapat menjadi seorang model dan guru dapat menjadi mentor yang beretika.
Guru sebagai model merupakan suatu pendekatan dimana guru berusaha menampilkan dirinya sebagai model atau contoh yang hidup menurut nilai-nilai tertentu. Guru terlebih dahulu harus berperan sebagai model untuk menyatakan kebenaran, menghormati orang lain, menerima dan bertanggung jawab, jujur, dan menjalani kehidupan yang bermoral. Guru harus berperan sebagai model akan pentingnya keterlibatan dalam sebuah pencarian kebenaran yang akan berlangsung seumur hidup sehingga dapat melakukan
(41)
sesuatu yang benar. Dalam setiap pembelajaran atau setiap tatap muka, guru menunjukkan bahwa selalu ada nilai yang perlu untuk diketahui, dipikirkan, direnungkan, dan diyakini sebagai hal yang baik dan benar sehingga mendorong siswa untuk dapat bertindak sesuai nilai tersebut. Nilai-nilai yang disampaikan oleh guru terus menerus diingatkan kepada siswa dan guru mencoba memberikan contoh konkret.
Siswa akan lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk tidak sekedar mengajarkan pendidikan karakter melalui apa yang dikatakan melainkan juga menampilkan nilai tersebut dalam diri sang guru dalam kehidupan yang nyata. Guru diharapkan mampu menjadi model yang inspiratif agar peserta didik terkesan karena karakter guru menentukan (meskipun tidak selalu) warna kepribadian anak didik.
C. Pendidikan Fisika dan Karakter
Sebagai bagian dari pendidikan sains, pendidikan fisika memiliki tiga unsur: pengetahuan, proses dan sikap. Pertama, pendidikan fisika membantu siswa mengerti gejala alam, hukum-hukum alam dan teorinya. Inilah aspek pengetahuan dari pendidikan fisika. Kedua, pendidikan fisika membantu siswa untuk mengerti proses atau ketrampilan dan cara kerja fisika. Ketiga, pendidikan fisika membantu siswa mengembangkan sikap belajar fisika, seperti sikap jujur, disiplin, teliti, obyektif, setia pada data, daya tahan dengan persoalan yang ada, kerjasama dengan orang lain (Suparno, 2013:10).
(42)
Norman Lederman, seperti yang dikutip Paul Suparno dalam bukunya “Sumbangan Pendidikan Fisika Terhadap Karakter Bangsa”, menjelaskan apa hakekat dari sains (termasuk fisika). Bagi dia sains (termasuk fisika, biologi, kimia) adalah (1) body of knowledge; (2) method; dan (3) way of knowing. Ini jelas mengacu pada epistomologi sains, yaitu sains sebagai cara mengerti, sebagai nilai dan beliefs. Sebagai body of knowledge berarti fisika lebih dilihat sebagai kumpulan hukum dan teori fisika. Sebagai method berarti fisika dilihat sebagai proses menemukan hukum itu. Sebagai nilai dan beliefs atau cara mengerti, dapat disebut sebagai sikap yang diperlukan dalam belajar fisika (2013:11). Sikap yang diperlukan dalam belajar fisika itu antara lain sikap menghargai orang lain, menghargai ciptaan, menghargai Tuhan yang dapat siswa peroleh lewat pengetahuan yang didapat; sikap berpikir kritis dan rasional, taat pada data, tenang, kerjasama dengan orang lain yang dapat siswa peroleh lewat proses belajar yang dilalui siswa serta sikap jujur, teliti, tekun yang dapat siswa peroleh lewat aspek sikap.
Menurut UNESCO, terdapat empat pilar pendidikan yang setidaknya dipakai sebagai dasar dalam mengembangkan pendidikan di negara-negara anggota PBB (termasuk Indonesia) yaitu: learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to do (belajar untuk melakukan), learning to be (belajar untuk menjadi) dan learning to live together (belajar untuk hidup bersama orang lain). Kita dapat belajar menjadi orang yang lebih baik, yang dapat memahami dan menghargai orang lain ketika kita telah belajar untuk mengetahui hal-hal yang boleh/ tidak boleh dilakukan dan memilih untuk
(43)
melakukan hal-hal yang baik. Empat pilar inilah yang coba diterapkan dalam pembelajaran fisika. Dalam unsur proses dan sikap, siswa dapat menggunakan apa yang diketahui dan dialami dalam proses pembelajaran fisika untuk menjadi orang yang lebih baik, untuk hidup bersama orang lain.
Lewat pelajaran fisika, beberapa nilai kemanusiaan seperti kejujuran, kedisiplinan dan tanggungjawab dapat ditanamkan kepada siswa. Kejujuran yang dapat dipelajari siswa melalui praktikum diharapkan dapat membantu siswa menjadi pribadi yang jujur; kedisiplinan yang dipelajari siswa melalui pengerjaan tugas yang diselesaikan tepat waktu diharapkan dapat membantu siswa menjadi orang yang tepat waktu dalam mengerjakan sesuatu dan tanggungjawab yang diajarkan melalui ceramah dengan berbagai contoh diharapkan dapat membantu siswa untuk menjadi pribadi yang juga bertanggungjawab dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan tidak hanya mendengarkan ceramah guru tentang nilai dan tidak hanya melihat contoh yang guru berikan tetapi juga melaksanakan apa yang didengar dan dilihat dalam kehidupan sehari-hari.
(44)
26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN
A. Design Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Menurut Suparno (2010:7), penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data-data yang nantinya akan diskor dalam angka kemudian data-data tersebut dianalisis menggunakan statistik, sedangkan penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak menggunakan skor angka dan analisisnya tidak dengan statistik.
Penelitian kualitatif digunakan untuk mengetahui pendapat guru tentang pendidikan karakter itu sendiri dan bagaimana guru menerapkan pendidikan karakter tersebut dalam proses pembelajaran. Penelitian kuantitatif digunakan untuk mengetahui apakah pendekatan yang digunakan efektif dalam menyampaikan pendidikan karakter kepada siswa sehingga siswa dapat sungguh menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karakter dalam penelitian ini dibatasi oleh 18 nilai menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang dianggap sebagai nilai yang dianggap penting untuk kemajuan bangsa Indonesia.
Dalam penelitian ini, guru yang mengajar dan menerapkan pendekatan yang ingin diteliti oleh peneliti. Peneliti tidak terlibat secara aktif dalam kegiatan yang diteliti. Peneliti sungguh-sungguh hanya menjadi pengamat yang mengumpulkan data.
(45)
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Suparno (2010:43) salah satu unsur yang penting dalam penelitian adalah bagaimana menentukan sampel dari populasi yang ingin kita teliti. Sampling adalah proses memilih dan menentukan sampel penelitian. Sampel adalah suatu kelompok dimana informasi atau data didapatkan. Populasi adalah kelompok yang lebih besar dimana hasil penelitian diharapkan berlaku, semua grup yang akan diteliti. Sampel merupakan himpunan bagian dari populasi.
Pada penelitian ini murid SMA Santa Maria Yogyakarta sebagai populasi dan murid kelas X MIA (24 orang), XI MIA (27 orang) dan XII MIA (20 orang) SMA Santa Maria Yogyakarta diambil sebagai sampel. Peneliti juga akan mencari informasi dari guru. Guru SMA Santa Maria Yogyakarta sebagai populasi dan guru fisika (2 orang) sebagai sampel. Guru mengajar dengan menggunakan pendekatan guru sebagai model pada ketiga kelas yang akan diteliti.
C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian yaitu di SMA Santa Maria Yogyakarta, pada siswa kelas X MIA, XI MIA dan XII MIA.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2014/2015 yakni pada tanggal 25 Agustus 2014 – 18 Oktober 2014.
(46)
D. Instrumen Penelitian
Instrumentasi adalah seluruh proses untuk mengumpulkan data. Sedangkan, instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian. Bentuknya dapat berupa tes tertulis, angket, wawancara, dokumentasi, dan observasi (Suparno, 2010:55). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara/ interview, angket, dan observasi. 1. Wawancara
Wawancara/interview adalah semacam kuesioner lisan, suatu dialog yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informasi yang diperlukan (Suparno, 2010:62). Wawancara yang digunakan kali ini adalah wawancara terpimpin dimana peneliti sudah menyiapkan pertanyaan dengan lengkap. Dalam penelitian ini, peneliti akan mewawancarai guru matapelajaran Fisika.
Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mengetahui pendapat guru tentang pendidikan karakter dan penerapannya dalam proses belajar mengajar. Secara umum, format wawancara yang digunakan adalah: a. Bagaimana pendapat ibu/ bapak tentang penerapan pendidikan
karakter di sekolah?
b. Bagaimana pendapat ibu/ bapak tentang 18 karakter menurut Kemendikbud?
c. Apakah menurut ibu/ bapak fisika dapat digunakan untuk menanamkan karakter tersebut?
(47)
d. Bagaimana cara ibu/ bapak menerapkan pendidikan karakter dalam proses belajar mengajar?
e. Dalam penerapannya, apakah bapak/ ibu membuat rencana terlebih dahulu?
f. Sejauh ibu/ bapak mengajar, kesulitan apa yang dialami dalam usaha menerapkan karakter dalam diri siswa?
Wawancara di atas akan dilakukan sebelum guru mengajar dengan metode yang ingin diteliti oleh peneliti.
Setelah guru mengajar dengan metode yang ingin diteliti oleh peneliti, guru akan diwawancarai untuk mengetahui kesesuaian antara wawancara awal dengan penerapannya saat proses pembelajaran. Pertanyaan wawancara meliputi kesesuaian antara perencanaan dan penerapan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran di kelas dan kesulitan yang dialami guru ketika menerapkan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran di kelas. Proses wawancara akan direkam.
2. Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden yang ingin diketahui (Suparno, 2010:61). Angket yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup dimana responden tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan oleh peneliti. Dilihat dari bentuknya, angket yang digunakan merupakan angket rating
scale (skala bertingkat) dimana pernyataan yang ditulis akan diikuti
(48)
siswa untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami dan dapat menerapkan pendidikan karakter yang disampaikan oleh guru. Pernyataan-pernyataan yang diajukan dalam angket berkaitan dengan tingkat kebiasaan siswa dalam menerapkan pendidikan karakter terutama dalam lingkungan sekolah.
Jenis skala yang dipakai adalah skala Likert. Dengan menggunakan skala Likert, responden memberi jawaban atas setiap pernyataan dengan jawaban selalu (SL) jika responden melakukan hal yang dimaksud secara rutin, sering (SR) jika responden melakukan hal yang dimaksud berulang kali, kadang-kadang (KD) jika sekali-sekali responden melakukan hal yang dimaksud, pernah (P) jika responden sudah melakukan hal yang dimaksud satu kali dan tidak pernah (TP) jika responden sama sekali tidak melakukan hal yang dimaksud.
Peneliti meneliti 3 kelas berbeda tingkatan yaitu kelas X MIA, XI MIA dan XII MIA. Peneliti menyusun 3 angket untuk 3 kelas tersebut. Angket yang disusun disesuaikan dengan materi dan metode mengajar yang digunakan guru pada kelas yang tersebut. Kisi-kisi instrumen untuk kelas X MIA, XI MIA dan XII MIA secara berturut-turut dapat dilihat seperti pada tabel 2, tabel 3 dan tabel 4 berikut:
(49)
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kelas X MIA
Karakter Contoh Pernyataan
No. Butir
Jumlah Butir
1. Religius
Saya mengucap syukur untuk nilai ulangan yang saya peroleh
1,10 2
2. Jujur
Saya diam saja ketika guru bertanya apakah saya sudah paham atau belum materi yang diajarkan
4,17 2
3. Toleransi
Saya mendengarkan ketika teman sedang mempresentasikan hasil proyeknya
8,14 2
4. Disiplin
Saya mengenakan seragam sekolah dengan rapi
2,13 2
5. Kerja Keras
Saya berupaya cukup keras untuk dapat menyelesaikan proyek (pengukuran) kelompok dengan baik
18,29 2
6. Kreatif
Saya mengukur besaran benda yang lebih kompleks (misalnya luas dan volume) untuk dapat lebih memahami materi
(50)
pengukuran dan operasi angka penting
7. Mandiri
Saya menyelesaikan tes fisika yang diberikan untuk mengetahui kemampuan yang saya dapat
5,21 2
8. Demokratis
Saya memberi pendapat pada saat diskusi kelompok maupun diskusi kelas
11,22 2
9. Rasa Ingin Tahu
Saya bertanya jika ada bagian materi yang menarik dari hasil presentasi kelompok
24,25 2
10. Semangat Kebangsaan
Saya mengikuti upacara bendera pada hari senin dan hari-hari besar nasional
34,36 2
11. Cinta Tanah Air
Saya mengapresiasi anak bangsa ketika mengetahui prestasi fisikanya yang mengharumkan nama Indonesia
19,33 2
12. Menghargai prestasi
Saya memberikan ucapan selamat kepada teman yang sudah
menyelesaikan proyeknya dengan baik
(51)
13. Bersahabat/ Komunikasi
Ketika diberikan kesempatan mengerjakan proyek (pengukuran) secara berkelompok, saya
memilih teman kelompok secara acak
3,20 2
14. Cinta Damai
Saya memaksa teman untuk menyetujui pendapat saya
12,31 2
15. Gemar Membaca
Saya membaca buku yang berbeda pada waktu membaca
6,27 2
16. Peduli Sosial
Saya membantu teman yang kesulitan dalam belajar fisika
9,16 2
17. Peduli Lingkungan
Saya membuang sampah pada tempat yang telah disediakan
32,35 2
18. Tanggungjawab
Setelah diskusi, saya
mengembalikan meja dan kursi pada tempat semula
15,28 2
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Kelas XI MIA
Karakter Contoh Pernyataan
No. Butir
Jumlah Butir
1. Religius
Saya berdoa sebelum dan sesudah pelajaran fisika
(52)
2. Jujur
Saya bertanya pada teman atau guru ketika ada bagian yang tidak saya mengerti dalam materi gerak parabola
4,17 2
3. Toleransi
Saya mendengarkan penjelasan guru dengan baik
8,14 2
4. Disiplin
Saya mengumpulkan PR fisika tepat waktu
2,13 2
5. Kerja Keras
Saat mendapatkan kesulitan dalam mengerjakan soal fisika, saya berusaha menemukan jawaban yang benar
18,29 2
6. Kreatif
Saya juga mempelajari materi gerak parabola melalui video pembelajaran
23,30 2
7. Mandiri
Saya menyelesaikan tugas fisika yang diberikan untuk mengetahui kemampuan saya
5,21 2
8. Demokratis
Saya memaksa teman menyetujui pendapat saya
11,22 2
9. Rasa Ingin Tahu
Ketika proses pembelajaran berlangsung, saya bertanya jika ada bagian materi yang tidak saya
(53)
mengerti
10. Semangat Kebangsaan
Di jalan lurus, saya menambah kelajuan motor saya agar terlihat keren
34,36 2
11. Cinta Tanah Air
Saya belajar fisika dengan sebaik-baiknya agar suatu saat dapat membanggakan Indonesia
19,33 2
12. Menghargai prestasi
Saya mengucapkan selamat kepada teman yang memperoleh nilai ulangan yang bagus
7,26 2
13. Bersahabat/ Komunikasi
Ketika ada teman yang kurang paham tentang materi yang diajarkan dan bertanya pada saya, saya menjelaskan dengan penuh kesabaran pada teman tersebut
3,20 2
14. Cinta Damai
Saya mencemooh teman agar teman tahu saya tidak suka pendapat yang ia sampaikan
12,31 2
15. Gemar Membaca
Saya memperdalam pengetahuan tentang materi gerak parabola ini dengan membaca buku pelajaran fisika dari sumber yang berbeda-beda
(54)
16. Peduli Sosial
Saya membantu teman yang kesulitan dalam memahami materi gerak parabola
9,16 2
17. Peduli Lingkungan
Saya menjaga kebersihan ruangan kelas
32,35 2
18. Tanggungjawab
Saya melakukan tugas yang diberikan oleh guru dengan baik entah itu mencatat atau pun menggambar lintasan gerak parabola
15,28 2
Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Kelas XII MIA
Karakter Contoh Pernyataan
No. Butir
Jumlah Butir
1. Religius
Saya mengucap syukur untuk nilai ulangan yang saya peroleh
1,10 2
2. Jujur
Saya mengakui pada guru ketika tidak menyelesaikan tugas/ latihan soal yang diberikan oleh guru
4,17 2
3. Toleransi
Saat diskusi kelas, saya
mendengarkan setiap pernyataan yang disampaikan oleh siswa lain
(55)
4. Disiplin
Saya menyelesaikan semua tugas fisika yang diberikan oleh guru tepat waktu
2,13 2
5. Kerja Keras
Saya akan berhenti belajar ketika mendapat kesulitan dalam
memahami materi gelombang cahaya
18,29 2
6. Kreatif
Saya menghubungkan materi gelombang cahaya dengan kehidupan sehari-hari agar dapat lebih mengerti tentang materi tersebut
23,30 2
7. Mandiri
Pada waktu ulangan saya bertanya kepada teman mengenai jawaban soal yang saya anggap sulit
5,21 2
8. Demokratis
Saya memberi pendapat ketika guru menanyakan jawaban dari soal latihan yang dikerjakan di kelas
11,22 2
9. Rasa Ingin Tahu
Saya bertanya jika ada bagian materi yang tidak saya mengerti
24,25 2
10. Semangat Kebangsaan
Walaupun saya telat, saya tetap mematuhi rambu lalu lintas
(56)
11. Cinta Tanah Air
Saya mengapresiasi anak bangsa ketika mengetahui prestasi fisikanya yang mengharumkan nama Indonesia
19,33 2
12. Menghargai prestasi
Saya mengerjakan soal try out UN dengan sesuka hati tanpa
mempedulikan hasil yang akan saya peroleh
7,26 2
13. Bersahabat/ Komunikasi
Saya memberi salam ketika bertemu dengan teman atau guru
3,20 2
14. Cinta Damai
Saya menanggapi pendapat teman dengan sikap ramah meskipun pendapat yang disampaikan salah
12,31 2
15. Gemar Membaca
Ketika menemukan kesulitan dalam belajar fisika, saya akan mencari jalan keluarnya termasuk mencari lewat buku-buku
pelajaran fisika
6,27 2
16. Peduli Sosial
Saya meminjamkan alat tulis kepada teman ketika ia tidak membawa alat tulis
9,16 2
17. Peduli Lingkungan
Saya membuang sampah pada tempat yang telah disediakan
32,35 2
(57)
diberikan oleh guru dengan baik
3. Observasi
Menurut Suparno (2010:63), observasi meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera (penciuman, peraba, pengecap, rekaman gambar, rekaman suara, dll). Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi sistematis dimana peneliti sudah menyediakan daftar kegiatan yang akan diamati. Peneliti akan mengamati:
a. Suasana di ruang kelas ketika proses belajar mengajar berlangsung b. Cara guru menyampaikan pendidikan karakter dalam proses belajar
mengajar
c. Apakah siswa juga menerapkan karakter ketika belajar di kelas, misalnya sikap siswa ketika ada yang bicara, cara siswa menanggapi pendapat orang lain.
Obeservasi yang dilakukan peneliti adalah melalui observasi langsung oleh peneliti dan menggunakan rekaman gambar/video pembelajaran. Segala hal yang ditemukan selama pengamatan dicatat dalam lembar observasi dan lembar catatan lapangan (field notes). Catatan lapangan (field notes) menurut Bogdan dan Biklen dalam Gunawan (2013:184), adalah tulisan-tulisan atau catatan-catatan mengenai segala sesuatu yang didengar, dilihat, dialami, dan bahkan dipikirkan oleh
(58)
peneliti selama kegiatan pengumpulan data dan merefleksikan data tersebut dalam kajian penelitiannya.
E. Validitas
Validitas mengukur atau menentukan apakah suatu tes sungguh mengukur apa yang mau diukur, yaitu apakah sesuai dengan tujuan. Validitas menunjukkan pada kesesuaian, penuh arti, bergunanya kesimpulan yang dibuat peneliti berdasarkan data yang dikumpulkan (Suparno, 2010:67).
Validasi instrumen dalam penelitian ini adalah content validity (validitas isi). Validitas isi artinya isi dari instrumen yang akan digunakan sungguh mengukur isi dari domain yang mau diukur. Apakah item test sungguh mempresentasikan isi yang mau dites (Suparno, 2010:68). Untuk angket, lembar observasi dan format wawancara dalam penelitian ini validasinya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru fisika di sekolah.
F. Metode Analisis Data 1. Wawancara
Hasil wawancara untuk mengetahui bagaimana pandangan guru terhadap pendidikan karakter dan pendekatan guru sebagai model dalam penerapan pendidikan karakter dalam proses belajar mengajar akan didapat dengan membuat transkrip wawancara. Dalam transkrip wawancara, pertanyaan-pertanyaan yang tidak termasuk dalam kajian penelitian akan direduksi. Kemudian, transkrip wawancara tersebut
(59)
dicoding untuk melihat hal yang sungguh sesuai dengan konteks penelitian. Coding adalah usaha mengklasifikasikan jawaban-jawaban responden dengan jalan menandai masing-masing kode tertentu (Margono, 2009:191).
2.
Angket
Angket yang dipakai dalam penelitian ini adalah angket skala bertingkat. Jenis skala yang dipakai adalah skala Likert. Responden diberikan pernyataan terkait sikap mereka dalam menerapkan pendidikan karakter. Responden menjawab setiap pernyataan dengan jawaban selalu (SL) jika responden melakukan hal yang dimaksud secara terus menerus, sering (SR) jika responden melakukan hal yang dimaksud berulang kali, kadang-kadang (KD) jika sekali-sekali responden melakukan hal yang dimaksud, pernah (P) jika responden sudah melakukan hal yang dimaksud satu kali atau tidak pernah (TP) jika responden sama sekali tidak melakukan hal yang dimaksud. Masing-masing jawaban akan dikaitkan dengan angka sebagai berikut:
a. Pernyataan positif diberi skor: Selalu (SL) = 5, Sering (SR) = 4, Kadang-kadang (KD) = 3, Pernah (P) = 2, dan Tidak Pernah (TP) = 1. b. Pernyataan negatif diberi skor: Selalu (SL) = 1, Sering (SR) = 2,
Kadang-kadang (KD) = 3, Pernah (P) = 4, dan Tidak Pernah (TP) = 5. Data yang didapat adalah data kuantitatif. Selanjutnya, dari data tersebut akan dicari nilai rata-rata untuk setiap jawaban siswa dari setiap karakter.
(60)
Rata-rata setiap jawaban dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:
̅
Dengan nilai rata-rata untuk setiap jawaban siswa dari setiap karakter maka dapat ditentukan nilai maksimal dan nilai minimal. Data nilai rata-rata yang diperoleh dapat dibuat grafik. Kemudian dapat dilihat karakter apa yang muncul dan yang paling sering muncul dalam proses pembelajaran.
3. Observasi
Pengolahan data yang diperoleh melalui pengamatan langsung dan melalui rekaman gambar/ video pembelajaran akan dilakukan dengan cara membuat refleksi catatan lapangan dan lembar observasi, deskripsi video pembelajaran dan memberi kode (coding).
Dari refleksi catatan lapangan, lembar observasi, deskripsi video pembelajaran dan memberi kode (coding) dapat dilihat karakter yang paling menonjol. Dari rangkuman tersebut dapat diungkapkan karakter apa saja yang muncul dalam pelajaran fisika, bagaimana usaha guru untuk menerapkan karakter tersebut dan sikap siswa dalam menanggapi penerapan karakter dalam proses pendidikan.
(61)
43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian
Penelitian ini diawali dengan wawancara guru pada tanggal 25 Agustus 2014. Guru yang diwawancarai adalah Guru A. Beliau adalah guru fisika kelas XI MIA dan XII MIA. Wawancara berlangsung selama 20 menit di ruang tamu SMA Santa Maria Yogyakarta.
Selanjutnya peneliti mulai melakukan pengamatan dan merekam proses pembelajaran di kelas XII MIA pada tanggal 30 Agustus 2014. Proses pembelajaran diawali dengan perkenalan peneliti oleh guru dan kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi. Tanggal 30 Agustus 2014 merupakan pertemuan pertama (2 x 45 menit) untuk materi gelombang cahaya. Pengamatan dan perekaman proses pembelajaran untuk pertemuan kedua (2 x 45 menit) dan ketiga (1 x 45 menit) berturut-turut dilakukan pada tanggal 3 September 2014 dan 6 September 2014. Angket untuk siswa kelas XII MIA dibagikan pada tanggal 10 September 2014.
Penelitian dilanjutkan dengan pengamatan dan merekam proses pembelajaran di kelas XI MIA pada tanggal 5 September 2014. Proses pembelajaran diawali dengan perkenalan peneliti oleh guru dan kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi. Tanggal 5 September 2014 merupakan pertemuan pertama (2 x 45 menit) untuk materi gerak parabola. Pengamatan dan perekaman proses pembelajaran untuk pertemuan kedua (2 x 45 menit) dan pertemuan ketiga (2 x 45 menit) berturut-turut dilakukan pada
(62)
tanggal 8 September 2014 dan 12 September 2014. Angket untuk siswa kelas XI MIA dibagikan pada tanggal 22 September 2014.
Dalam proses pengamatan dan perekaman kegiatan pembelajaran di kelas XI MIA dan XII MIA, peneliti meminta bantuan seorang teman untuk merekam kegiatan pembelajaran sedangkan pengamatan dilakukan oleh peneliti. Menurut guru A selaku guru kelas XI MIA dan XII MIA, keberadaan peneliti didalam kelas tidak mengganggu proses pembelajaran dan tidak mempengaruhi keadaan siswa. Siswa bersikap seperti biasa; sikap siswa sama seperti ketika tidak ada peneliti.
Pada tanggal 22 September 2014, peneliti melakukan wawancara guru. Wawancara guru dilakukan pada pukul 10.30 WIB dan pukul 12.15 WIB. Pada pukul 10.30 WIB, peneliti mewawancarai guru A, selaku guru kelas XI MIA dan XII MIA. Proses wawancara berlangsung selama 15 menit di ruang tamu SMA Santa Maria Yogyakarta. Pada pukul 12.15 WIB, peneliti melakukan wawancara terhadap guru B. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara pertama yang dilakukan peneliti dengan guru B. Wawancara berlangsung 12 menit di ruang tamu SMA Santa Maria Yogyakarta.
Pada tanggal 23 September 2014, peneliti mulai melakukan pengamatan langsung dan merekam video pembelajaran di kelas X MIA. Dalam pertemuan ini, siswa menyampaikan rancangan proyek terkait pengukuran benda. Proses pembelajaran pada pertemuan ini berlangsung
(63)
selama 1 x 45 menit. Selanjutnya, selama dua minggu peneliti tidak dapat melanjutkan penelitian karena adanya jadwal ujian tengah semester.
Penelitian di kelas X MIA dilanjutkan pada hari Sabtu, 11 Oktober 2014. Peneliti melakukan pengamatan dan merekam proses pembelajaran yang berlangsung selama 2 x 45 menit. Dalam pertemuan kali ini, siswa mempresentasikan hasil proyek terkait pengukuran benda yang telah dilakukan siswa. Ada 2 kelompok yang dapat mempresentasikan hasil proyeknya. Selanjutnya peneliti kembali melakukan pengamatan dan merekam proses pembelajaran yang berlangsung selama 1 x 45 menit pada hari Selasa, 14 Oktober 2014. Dalam pertemuan ini, ada 1 kelompok yang dapat mempresentasikan hasil proyeknya. Pengamatan dan merekam proses pembelajaran berikutnya dilakukan pada hari Sabtu, 18 Oktober 2014. Pada pertemuan kali ini, ada 3 kelompok yang mempresentasikan hasil proyeknya. Angket untuk siswa kelas X MIA dibagikan pada hari yang sama yaitu tanggal 18 Oktober 2014, ketika guru telah selesai menyampaikan rangkuman pembelajaran. Setelah pembagian angket, peneliti mewawancarai guru B, guru fisika kelas X MIA.
Dalam proses pengamatan dan perekaman kegiatan pembelajaran di kelas X MIA, peneliti meminta bantuan seorang teman untuk merekam kegiatan pembelajaran sedangkan pengamatan dilakukan oleh peneliti. Menurut guru B selaku guru kelas X MIA, keberadaan peneliti didalam kelas tidak mengganggu proses pembelajaran dan tidak mempengaruhi keadaan
(64)
siswa. Siswa bersikap seperti biasa; sikap siswa sama seperti ketika tidak ada peneliti.
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Melalui wawancara guru, peneliti menemukan bahwa guru setuju dengan adanya pendidikan karakter. Pendidikan karakter harus ada dalam proses pembelajaran karena menurut guru karakter dapat membentuk siswa menjadi pribadi yang berkepribadian, mandiri dan berprestasi. Guru dapat menerapkan pendidikan karakter dengan menjadi contoh/teladan bagi siswa. menjadi contoh/teladan bagi siswa dapat memudahkan siswa untuk memahami dan menerapkan pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian, guru mengakui bahwa menjadi contoh/ teladan bagi siswa tidaklah mudah. Guru harus dapat menyesuaikan diri dengan latar belakang siswa dan guru harus pandai menyisipkan karakter yang ingin disampaikan dalam proses pembelajaran serta menjadi contoh yang baik.
Guru tidak hanya menyetujui adanya pendidikan karakter dalam proses pembelajaran termasuk dalam fisika. Melalui observasi, peneliti menemukan bahwa guru mewujudkan penerapan pendidikan karakter tersebut dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan guru sebagai model. Guru secara nyata mencontohkan pendidikan karakter yang ingin disampaikan kepada siswa baik itu melalui kata-kata maupun tindakan. Siswa juga menerapkan pendidikan karakter tersebut selama proses pembelajaran berlangsung baik itu melalui kata-kata maupun tindakan. Meskipun tidak 18
(65)
karakter dapat diterapkan tetapi secara umum, guru dan siswa sama-sama telah menerapkan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran fisika.
Bukan hanya dalam pembelajaran fisika. Dengan usaha guru menyampaikan pendidikan karakter menggunakan pendekatan guru sebagai model, siswa kemudian dapat memahami dan menerapkan pendidikan karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini peneliti temukan melalui angket dimana angket yang dibagikan berisi tentang kebiasaan siswa melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penerapan pendidikan karakter baik didalam lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Secara lebih menyeluruh, hasil penelitian untuk wawancara guru, observasi dan angket disampaikan sebagai berikut:
1. Wawancara Guru
Wawancara guru dilakukan sebelum dan sesudah proses pembelajaran. Peneliti mewawancarai 2 orang guru yaitu guru A selaku guru fisika kelas XI MIA dan XII MIA dan guru B selaku guru fisika kelas X MIA. Wawancara dilakukan 2 kali untuk setiap guru. Wawancara pertama bertujuan untuk mengetahui pendapat guru tentang pendidikan karakter sedangkan wawancara kedua bertujuan untuk memperjelas beberapa hal yang ditemukan peneliti selama proses pengamatan dan merekam video pembelajaran di kelas.
a. Hasil Penelitian
Dalam wawancara dengan guru A, peneliti menemukan bahwa beliau setuju dengan semakin ditekankannya pendidikan karakter
(1)
CATATAN LAPANGAN
Pengamatan/ Wawancara : P/ W
Waktu : 07.20 – 08.00 WIB; Selasa, 23 September 2014 Disusun jam : 20.00 WIB
Tempat : Ruang Kelas X MIA SMA STAMA YK
Subjek Penelitian : Guru dan siswa kelas X MIA
(Bagian Deskriptif)
Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyapa siswa. Lalu guru menyampaikan materi untuk UTS. Setelah itu siswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan rencana proyek siswa; menyampaikan kematangan proyek, kritik dan saran. Siswa bertanya setelah kelompok presentasi menyampaikan rencana proyeknya. Guru juga bertanya dan menambahkan setelah kelompok presentasi menyampaikan rencana proyek dan siswa lain selesai bertanya. Ada 2 kelompok yang dapat mempresentasikan rencana proyeknya. Kelompok lain yang tidak dapat mempresentasikan proyeknya diberikan penguatan. Jumlah siswa kelas X MIA adalah 24 orang dan hari ini semuanya hadir. Suasana kelas cukup kondusif saat pembelajaran berlangsung.
(Bagian Reflektif)
Tanggapan Pengamat
Kegiatan pembelajaran hari ini dapat berjalan dengan baik. Guru dan siswa berusaha menggunakan alokasi waktu 1 x 45 menit ini dengan baik. Ketika guru menyampaikan tentang materi UTS, ada beberapa siswa yang terlihat belum siap
(2)
proyeknya karena keterbatasan waktu. Ketika kelompok menyampaikan rencana proyeknya, siswa yang lain mendengarkan dan kemudian bertanya ketika diberikan kesempatan bertanya. Pada saat yang sama guru juga mendengarkan. Guru berbicara setelah kelompok presentasi selesai presentasi dan tidak ada lagi siswa yang bertanya. Guru menyampaikan komentarnya. Guru juga memberikan saran agar proyek siswa dapat berjalan dengan baik. Untuk kelompok yang telah menyampaikan rencana proyeknya diberikan tepuk tangan. Untuk kelompok yang tidak dapat menyampaikan rencana proyeknya diberikan pengarahan secara personal oleh guru (guru mendekati kelompok tersebut dan bertanya tentang kemajuan rancangan proyek siswa). Siswa kelas X MIA tergolong kreatif. Mereka tidak hanya mengukur panjang suatu benda. Ada beberapa kelompok yang mengukur luas dan volume suatu benda. Karakter yang dimunculkan guru : toleransi, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, peduli sosial, tanggungjawab, disiplin. Karakter yang dimunculkan siswa : toleransi, jujur, rasa ingin tahu, peduli sosial, tanggungjawab, disiplin, kreatif.
(3)
CATATAN LAPANGAN
Pengamatan/ Wawancara : P/ W
Waktu : 11.15 – 13.00 WIB; Jumat, 5 September 2014 Disusun jam : 19.00 WIB
Tempat : Ruang Kelas XI MIA SMA STAMA YK
Subjek Penelitian : Guru dan siswa kelas XI MIA
(Bagian Deskriptif)
Kegiatan pembelajaran diawali dengan perkenalan peneliti oleh guru. Kemudian guru mengingatkan tentang aturan berpakaian saat menggunakan laboratorium. Guru mengingatkan kembali isi silabus untuk semester ganjil. Guru melanjutkan penjelasan materi. Suasana kelas menjadi kurang kondusif. Guru membagi pengalaman pada siswa tentang alumni yang sekarang telah menjadi istri pilot. Ada siswa yang bertanya tentang syarat-syarat menjadi istri pilot. Ada juga yang bertanya tentang syarat-syarat menjadi pilot. Pembelajaran sempat terpotong karena jadwal istirahat. Ketika memulai kembali pembelajaran, guru menampilkan lintasan gerak parabola. Guru bertanya pada siswa. Siswa menjawab. Guru mengingatkan pada siswa tentang waktu-waktu yang perlu dimanfaatkan siswa dengan baik. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan mengerjakan latihan soal. Jumlah siswa yang hadir : 27 orang.
(4)
dikeluhkan siswa. Keadaan ini juga menjadi alasan mengapa guru banyak menceritakan tentang pengalaman alumni STAMA dan mengingatkan siswa tentang waktu-waktu penting yang perlu diingat siswa misalnya; 5 waktu pipis, 3 x waktu makan, 1 x BAB, makan tidak asal kenyang, tidak asal enak, tidak asal senang. Siswa mengakui bahwa hal itu memang bagus tetapi sulit untuk dijalani. Ketika guru menjelaskan materi, beberapa siswa mendengarkan dan beberapa siswa lain tidak mendengarkan. Mungkin karena siswa merasa jenuh atau bahkan ngantuk. Ketika guru bertanya apakh siswa ngantuk atau tidak, beberapa siswa mengakui dan meminta guru untuk menceritakan lagi tentang istri pilot. Guru hanya tersenyum. Dengan sedikit bercanda, guru menanggapi siswa. Ketika suasana kembali tenang, guru kembali melanjutkam penjelasan. Karakter yang dimunculkan guru : toleransi, tanggungjawab, kreatif, bersahabat/ komunikatif, peduli sosial. Karakter yang dimunculkan siswa : jujur, toleransi, bersahabat/ komunikatif, peduli sosial, tanggungjawab.
(5)
CATATAN LAPANGAN
Pengamatan/ Wawancara : P/ W
Waktu : 09.00 – 10.30 WIB; Sabtu, 30 Agustus 2014 Disusun jam : 20.00 WIB
Tempat : Ruang Kelas XII MIA SMA STAMA YK
Subjek Penelitian : Guru dan siswa kelas XII MIA
(Bagian Deskriptif)
Sebelum pembelajaran dimulai, guru menyampaikan tentang keadaan salah satu siswa kelas XII MIA yang harus diantar ke RS karena asma. Kemudian kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan review pembelajaran pada pertemuan sebelumnya. Guru juga memperkenalkan peneliti pada para siswa. Saat pembelajaran berlangsung, ada saat ketika guru bertanya pada siswa dan ada saat ketika siswa bertanya pada guru. Saat guru menjelaskan, suasana kelas cukup tenang. Siswa mendengarkan penjelasan dari guru. Guru menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah papan tulis dan PPT (power point presentation). Setelah penjelasan, guru memberi siswa latihan soal. Ketika mengerjakan soal latihan, suasana kelas menjadi sedikit ramai.
(Bagian Reflektif)
Tanggapan Pengamat
Salah seorang siswa dari kelas XII MIA harus diantarkan ke RS karena asma. Siswa-siswa lain dari kelas tersebut langsung menanyakan kabar siswa tersebut beberapa saat setelah guru masuk ke kelas. Guru menanggapi pertanyaan siswa
(6)
mereka. Dalam penjelasan materi, guru juga memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya. Guru menanggapi setiap pertanyaan dengan baik. Guru mendekati siswa yang mengajukan pertanyaan, menjelaskan pada siswa tersebut lalu menyampaikan pada semua siswa. Guru juga mengajukan pertanyaan untuk memastikan sejauh mana siswa memahami materi yang diajarkan. Guru tidak banyak mencatat di papan tulis. Jika harus mencatat, guru mencatat. Selesai mencatat, guru menjelaskan. Setelah itu, siswa diberikan kesempatan untuk mencatat. Guru berusaha agar perhatian pada siswa tetap bisa diberikan. Siswa memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk bertanya. Ketika guru menjelaskan, siswa mengacungkan tangan. Ketika diberi kesempatan untuk bertanya, siswa bertanya. Saat siswa diberikan kesempatan untuk mencatat, guru memanfaatkan kesempatan itu untuk mendekati siswa; melihat kemajuan siswa. Kesempatan jalan-jalan di kelas dimanfaatkan guru untuk memantau kemajuan siswa. Kesempatan itu juga dimanfaatkan siswa untuk bertanya pada guru. Ada siswa yang agak kesulitan memahami penjelasan guru tapi guru dengan sabar memberikan penjelasan. Menjelang akhir pembelajaran, guru memberikan soal latihan untuk di kerjakan siswa. Suasana kelas menjadi sedikit ramai karena saat mengerjakan soal siswa juga bertanya antar siswa. Siswa yang lebih memahami materi membantu siswa yang kurang paham atau ada juga siswa yang bersama-sama belajar memahami materi. Karakter yang dimunculkan guru : toleransi, disiplin, rasa ingin tahu, bersahabat/ komunikatif, peduli sosial, tanggungjawab. Karakter yang dimunculkan siswa : toleransi, rasa ingin tahu, bersahabat/ komunikatif, peduli sosial, tanggungjawab.