Definisi Korban Kekerasan Dalam Pacaran Pola Kekerasan Dalam Relasi

pacaran meliputi segala bentuk tindak paksaan, tekanan, perusakan dan pelecehan baik fisik maupun psikologis Ferlita, 2008. Wolfe dan Feiring mendefinisikan kekerasan dalam pacaran merupakan segala usaha yang dilakukan individu untuk menguasai dan mengontrol pasangan baik secara fisik, seksual maupun psikologis yang mengakibatkan luka ataupun kerugian dalam Ragil dan Margaretha, 2012. Kekerasan dalam pacaran muncul karena adanya perbedaan peran gender antara laki-laki dan perempuan. Menurut McCormick dan Jessor dalam Santrock, 2002; Herdiansyah, 2016, perbedaan peran gender antara laki-laki dan perempuan memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada laki-laki daripada perempuan. Hal ini yang kemudian menyebabkan laki-laki menganggap perempuan sebagai pribadi yang inferior dan objek kesenangan untuk mendapatkan kesenangannya sendiri Santrock, 2002. Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kekerasan dalam pacaran merupakan segala tindakan yang dilakukan terhadap pasangan selama menjalani hubungan pacaran yang melibatkan unsur pemaksaan, tekanan, pengerusakan, dan pelecehan fisik maupun psikologis sehingga mengakibatkan kerugian pada pasangan, baik secara fisik maupun psikis, dan kesakitan hingga menyebabkan kematian pasangan.

3. Definisi Korban Kekerasan Dalam Pacaran

Menurut Arifin dan Rahmawati 2015 individu dapat dikatakan sebagai korban kekerasan dalam pacaran apabila ia mendapatkan perlakuan sebagai berikut: a. Secara psikologis: individu tidak berani untuk mengungkapkan pendapat, menjadi penurut terhadap pasangan, dan menjadi sangat bergantung kepada pasangan. b. Secara fisik: individu mendapatkan penyiksaan fisik berupa pukulan, tamparan, tendangan, dorongan, cengkraman yang kuat dari pasangan dan beberapa tindakan kekerasan yang menggunakan anggota tubuh pelaku. c. Secara seksual: individu mendapatkan pelecehan seksual dari pasangan berupa tekanan atau paksaan dari pasangan yang berhubungan dengan alat kelamin atau kegiatan seksual. d. Secara ekonomi: individu sering meminjamkan uang atau barang- barang kepada pasangan tanpa pernah dikembalikan oleh pasangan, dan pasangan selalu minta ditraktir oleh individu. Menurut Miron dan Miron 2006 individu dapat dikatakan sebagai objek atau korban kekerasan ketika ia mendapatkan salah satu atau beberapa perlakuan diatas. Berdasarkan beberapa uraian di atas, didapati bahwa individu yang menjadi korban kekerasan dalam pacaran akan menjadi tidak berani untuk mengungkapkan pendapat, menjadi penurut terhadap pasangan, dan menjadi sangat bergantung kepada pasangan, mendapatkan penyiksaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI fisik dengan menggunakan anggota tubuh pelaku, mendapatkan pelecehan seksual dari pasangan, individu sering meminjamkan uang atau barang- barang kepada pasangan tanpa pernah dikembalikan oleh pasangan, dan pasangan selalu minta ditraktir oleh individu.

4. Pola Kekerasan Dalam Relasi

Siklus kekerasan dalam relasi pertama kali dikemukakan oleh Walker 1979. Siklus kekerasan dalam relasi meliputi : a. The Build-Up Phase Fase ini dimulai dengan hubungan yang normal namun terdapat peningkatan ketegangan yang ditandai dengan kekerasan verbal, emosi atau keuangan yang dilakukan individu terhadap pasangannya. Bentuk kekerasan yang muncul pada tahap ini merupakan kekerasan ringan. b. The Stand-Over Phase Fase ini merupakan fase yang menakutkan bagi korban kekerasan karena pada fase ini terjadi peningkatan kekerasan baik kekerasan verbal, fisik, maupun psikis menuju ke tahap yang lebih berat. c. Explosion Fase ini ditandai dengan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban kekerasan. Pelaku kekerasan akan mengontrol dan merasa memegang kendali atas diri pasangan. Individu yang berada pada fase ini akan kesulitan untuk melepaskan emosi sehingga ia kembali akan berada pada fase ini untuk melepaskan emosi yang dimilikinya. d. The Remorse Phase Pada fase ini, pelaku kekerasan merasa malu dan menarik diri dari hubungan serta mencoba mencari pembenaran dari tindakan kekerasan yang dilakukannya. e. The Persuit Phase Fase ini ditandai dengan perubahan perilaku secara tiba- tiba. Pelaku kekerasan akan melakukan hal-hal yang baik, seperti membeli hadiah dan perhatian kepada pasangan untuk menebus kesalahan yang telah dilakukannya. Selain itu, pelaku kekerasan akan mencari kambing hitam atas tindakan kekerasan yang ia lakukan. f. The Honeymoon Phase Fase ini ditandai dengan adanya upaya pelaku untuk meminta maaf dan meyakinkan pasangannya bahwa ia akan berubah dan tidak melakukan kekerasan lagi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Menurut Rohmah dan Legowo 2014 kekerasan dalam pacaran merupakan suatu hal yang berpola dan mempunyai siklus. Hal ini dikarenakan individu yang terbiasa bersikap kasar terhadap pasangannya akan cenderung untuk mengulangi hal yang sama dan sudah menjadi bagian dari kepribadiannya. Selain itu, individu tersebut juga menggunakan kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi terhadap pasangannya. Berdasarkan uraian yang diungkapkan Walker 1979 dan Rohmah dan Legowo 2014 terkait siklus kekerasan dalam relasi, dapat disimpulkan bahwa kekerasan yang terjadi dalam relasi memiliki siklus yang terus berulang. Siklus kekerasan dalam relasi meliputi the build-up phase, the stand-over phase, explosion, the remorse phase, the persuit phase, dan the honeymoon phase. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5. Karakteristik Korban Kekerasan Secara Psikologis