PEMBAHASAN Burning Mouth Syndrome BMS

BAB 5 PEMBAHASAN

Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu gangguan metabolik kronis yang ditandai dengan adanya peninggian kadar glukosa dalam darah yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, resistensi insulin, ataupun kombinasi keduanya. Penderita mempunyai gejala klasik yang sangat khas yaitu polidipsia, poliuria, polifagia. 1,3,16 Berkaitan dengan data demografi pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RS Haji Medan, subjek penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi berjumlah 70 orang. Pada penelitian ini distribusi dan frekuensi berdasarkan umur, ditemukan kelompok usia tertinggi pada 50-59 tahun sebanyak 31 orang 44,3. Hasil ini hampir sama dengan penelitian Gupta dan Kumar tahun 2011 di Dapertemen Penyakit Mulut dan Radiologi di India yaitu penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk pada kelompok usia tertinggi ditemukan pada usia 50-59 tahun sebesar 32. 28 Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa diabetes melitus tipe 2 biasanya menyerang masyarakat yang berada pada usia produktif, yaitu sekitar 45-65 tahun. 27 Dengan demikian, subjek yang berusia 50-59 tahun lebih banyak mengunjungi RS Haji Medan untuk berobat. Distribusi dan frekuensi berdasarkan jenis kelamin, ditemukan perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena pada saat penelitian populasi perempuan yang menderita diabetes melitus tipe 2 yang berobat ke Poliknik Penyakit dalam di RS Haji Medan lebih banyak jumlahnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Hamadneh dan Dweiri tahun 2012 di Jordan yang menyatakan bahwa prevalensi perempuan 55 lebih banyak ditemukan daripada laki-laki 45. 26 Penelitian Ahmed dkk tahun 2012 di Pakistan juga menyatakan bahwa dari 86 pasien diabetes melitus tipe 2, sebanyak 49 orang 57 perempuan dan 37 orang 43 laki-laki. 12 Secara keseluruhan prevalensi diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi lebih banyak perempuan karena perempuan membawa gen untuk diturunkan Universitas Sumatera Utara kepada anaknya dan juga pada perempuan yang telah mengalami menopause, gula darah lebih tidak terkontrol karena terjadi penurunan produksi hormon esterogen dan progesteron. Hormon estrogen dan progesteron ini mempengaruhi sel-sel merespon insulin. 21,22 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa pada pasien diabetes melitus dengan risiko tinggi ini lebih banyak perempuan. Persentase lama menderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi pada setiap subjek bervariasi. Lama menderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi yang paling banyak ditemukan adalah dari 6-10 tahun sebanyak 30 orang 42,85. Pada saat penelitian ditemukan lama waktu menderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi paling singkat dalam waktu 4 tahun dan paling lama dalam waktu 21 tahun. Semakin lama pasien menderita diabetes melitus tipe 2, maka semakin tinggi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi. 38 Hal ini sesuai dengan kriteria diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi bahwa pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi sudah terjadi komplikasi. Penelitian ini menemukan prevalensi manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan sebesar 96. Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Bastos dkk pada tahun 2011 bahwa sebesar 88 terjadinya manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Brazil. 37 Menurut Oktanauli dkk 2011, gejala-gejala diabetes melitus tipe 2 mempunyai dampak perubahan di dalam rongga mulut. 9 Menurut Walukow 2013, Kontrol gula yang buruk dalam waktu jangka panjang akan memudahkan terjadinya komplikasi sistemik dan manifestasi oral di rongga mulut. Keadaan ini akan mengakibatkan risiko tinggi terhadap perawatan gigi dan mulut. 38 Penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi menunjukkan manifestasi oral yang paling banyak ditemukan adalah periodontitis sebanyak 54 orang 77. Hasil ini lebih tinggi dengan penelitian Bajaj dkk tahun 2012 di India menyatakan bahwa prevalensi penyakit periodontal sebanyak 34. 11 Hal ini telah dijelaskan bahwa ada hubungan antara diabetes melitus dengan penyakit periodontal. 3 Pasien diabetes melitus dengan kontrol glikemik yang buruk kemungkinan lebih besar terjadi penyakit periodontal dibandingkan dengan pasien dengan kontrol Universitas Sumatera Utara glikemiknya yang baik. Dimulai dengan terjadinya gingivitis dan kemudian dengan kontrol glikemik yang buruk berkembang menjadi penyakit periodontal yang parah dan berlanjut menjadi periodontitis. Penderita diabetes melitus juga rentan terhadap terjadinya inflamasi yang disebabkan defisiensi fungsi leukosit polimorfonukleus LPN yang menyebabkan gangguan kemotaksis dan melemahnya daya fagositosis yang berperan sebagai pertahanan terhadap bakteri patogen dan menyebabkan rentan terhadap infeksi dan menyebabkan kerusakan yang parah pada jaringan periodonsium. 26,33 Penderita diabetes melitus dengan kontrol glikemik yang buruk juga terjadi perubahan metabolisme kolagen, dimana terjadi peningkatan aktivitas kolagenase dan penurunan sintesis kolagen pada gingiva. Kolagen yang terdapat didalam jaringan cenderung lebih mudah mengalami kerusakan akibat infeksi periodontal. 9,20,24 Terjadinya penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat dipengaruhi oleh kondisi dan oral higiene mulutnya. Penderita diabetes melitus dengan oral higiene yang tidak terawat dengan baik akan memudahkan terjadinya pembentukan plak yang terus menyebar ke jaringan periodontal dan akar gigi dan akan menyebabkan periodontitis apabila tidak dirawat dengan baik. 20,33 Persentase yang tinggi ini kemungkinan disebabkan karena pasien di RS Haji Medan kurang memperhatikan kondisi dan kesehatan rongga mulutnya. Mulut kering atau xerostomia merupakan manifestasi oral tertinggi kedua yang ditemukan pada penelitian ini yaitu sebesar 69. Xerostomia merupakan keluhan yang paling sering dirasakan oleh penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik dimana terjadi penurunan laju aliran saliva. Hal ini hampir sama dengan penelitian Hamadneh dan Dweiri tahun 2012 di Jordan menyatakan bahwa 87 xerostomia terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk. 14 Penderita diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi mikrovaskular berupa retinopati, nefropati dan neuropati. Salah satu komplikasi neuropati adalah gangguan saraf simpatis dan parasimpatis, dimana akan berakibat pada penurunan sekresi saliva dan mulut terasa kering xerostomia. Penderita diabetes melitus juga mengalami poliuria atau meningginya jumlah urin Universitas Sumatera Utara mengakibatkan cairan dalam tubuh berkurang sehingga sekresi saliva juga berkurang. 30 Saliva memiliki peranan penting di dalam rongga mulut yang berfungsi untuk menjaga rongga mulut tetap basah, membantu dalam pengunyahan, penelanan dan proses bicara, sehingga apabila terjadi penurunan aliran saliva dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada rongga mulut, nyeri, kesulitan berbicara dan sukar mengunyah makanan. 33 Pasien yang datang ke RS Haji Medan selalu mengeluh merasakan mulut kering dan sulit menelan makanan. Berdasarkan diagnosa subjektif penderita yang mengeluhkan mulut kering digolongkan kepada xerostomia. Edger dan Mullane menyatakan, gejala subjektif xerostomia meliputi keinginan minum meningkat, kesulitan dalam berbicara, kesulitan mengunyah makanan, kering saat menelan, sering menegak air terutama saat makan dan saat tidur. 17 Semakin tinggi kadar gula darah pada penderita diabetes melitus, maka semakin tinggi pula kemungkinannya untuk merasakan xerostomia. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kadar gula darah yang tinggi hiperglikemia dapat menimbulkan kelainan pada rongga mulut salah satunya xerostomia. Hal ini sesuai dengan penelitian Walukow di Polikinik Endokrin RSUP. Prof dr. R. D. Kandou Manado tahun 2013 yang menyatakan bahwa berdasarkan kadar gula darah puasa, pasien dengan kontrol gula darah sedang 126 mgdl dengan 38 penderita 41 dan kontrol gula darah yang buruk 200 mgdl dengan 54 penderita 59 mengalami xerostomia. Berdasarkan lama menderita diabetes melitus menunjukkan bahwa semakin lama pasien menderita diabetes melitus, semakin besar pula kemungkinannya merasakan xerostomia. Hal ini didukung oleh teori yang menyebutkan lama menderita diabetes melitus berkaitan dengan terjadinya xerostomia karena adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging yang menyebabkan perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. 38 Pada penderita diabetes melitus yang mengalami xerostomia, bisa juga disebabkan dari berbagai macam faktor selain dari penyakit diabetes melitus itu Universitas Sumatera Utara sendiri, tetapi dapat juga penggunaan obat-obatan lainnya akibat komplikasi dari diabetes melitus itu sendiri seperti obat antihipertensi dan antidepresan. 33,35 Manifestasi oral tertinggi ketiga pada penelitian ini adalah burning mouth syndrome yaitu sebesar 49. Hasil ini hampir sama dengan penelitian Hamadneh dan Dweiri tahun 2012 di Jordan yang mengatakan bahwa prevalensi burning mouth syndrome sebanyak 48 pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemiknya yang buruk. 14 Pada penderita diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi. Salah satunya komplikasi mikrovaskular, yaitu neuropati. Kerusakan saraf ini mempengaruhi kerja saraf salah satunya saraf glosoparingeal yang mengendalikan rasa sakit dan pengecapan. Hal ini yang menyebabkan adanya sensasi nyeri dan terbakar pada lidah dan bibir ataupun seluruh rongga mulut. 31,39 Pada pasien diabetes melitus dengan kontrol glikemik yang buruk, xerostomia dan kandidiasis berkontribusi pada gejala yang terkait dengan burning mouth syndrome. Pasien dengan xerostomia sering mengeluhkan kekeringan dryness, gangguan rasa dysgeusia dan lidah yang menyakitkan glossodynia didalam rongga mulutnya. Kekeringan yang menetap di mulut akan mudah mengiritasi dan terjadi infeksi di jaringan lunak mulut. Keadaan ini disebabkan oleh karena tidak adanya daya lubrikasi dan proteksi dari saliva sehingga akan menyebabkan radang dan nyeri. Kekeringan pada mulut menyebabkan fungsi pembersih saliva berkurang sehingga terjadi radang dari selaput lendir yang disertai keluhan mulut terasa seperti terbakar. 30,38 Xerostomia juga telah diidentifikasi hampir 65 dari pasien burning mouth syndrome. 39 Kandidiasis juga telah dilaporkan berkontribusi pada burning mouth syndrome. Penderita penyakit ini biasanya mempunyai keluhan terasa terbakar atau kadang-kadang sakit didaerah terjadinya kandidiasis. Osaki dkk menyatakan bahwa kandidiasis sebagai penyebab pada 25 pasien BMS. 40 Kandidiasis pseudomembran akut thrush merupakan manifestasi oral tertinggi keempat yang ditemukan pada penelitian ini adalah yaitu sebesar 43. Hasil penelitian hampir sama dengan penelitian Hamadneh dan Dweiri tahun 2012 di Jordan yang menyatakan prevalensi kandidiasis sebanyak 32. 14 Penelitian Gupta dan kumar tahun 2011 juga menyatakan bahwa sebanyak 30 dijumpai adanya Universitas Sumatera Utara kandidiasis pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemiknya yang buruk. 28 Keadaan hiperglikemia pada penderita diabetes melitus tipe 2 menyebabkan terjadinya kandidiasis. 34 Hal ini disebabkan karena pada penderita diabetes melitus terjadinya penurunanberkurangnya produksi saliva sehingga memudahkan terjadinya kandidiasis. Saliva memiliki efek self-cleansing dan memilki kandungan antibodi saliva IgA dan antimikroba yang berperan penting dalam membersihkan mukosa mulut dan mencegah perlekatan dan pertumbuhan dari kolonisasi candida albicans. Adanya gangguan metabolisme pada penderita diabetes melitus tipe 2 juga dapat menimbulkan terjadinya malnutrisi sehingga sistem imun menurun. Adanya defisiensi imun pada penderita diabetes melitus mengakibatkan terjadinya penurunan sistem imun pada saliva. Bila terjadi maka antimikroba dalam saliva tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga memicu timbulnya infeksi kandida. 8,35 Manifestasi oral yang paling sedikit ditemukan pada penelitian ini adalah oral lichen planus sebesar 7. Hasil ini hampir sama dengan penelitian Ahmed dkk tahun 2012 mengatakan bahwa sebanyak 6,9 mengalami oral lichen planus. 12 Penelitian Bastos dkk juga menyatakan bahwa sebanyak 6,1 oral lichen planus ditemukan pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk. 37 Hubungan antara oral lichen planus dan diabetes melitus tipe 2 secara luas telah diteliti, tetapi masih tetap menimbulkan perdebatan. Hubungan antara diabetes melitus dan oral lichen planus juga telah mempelajari sebaliknya. Ara dkk telah mengamati bahwa sebanyak 10 dari pasien dengan oral lichen planus ternyata menderita diabetes melitus. 41 Pada penderita diabetes melitus tipe 2, sel-sel tubuh tidak memberikan respon atau kurangnya sensitivitas terhadap insulin yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan glukosa dalam darah dan pemasukan glukosa kedalam sel akan terhambat. Akibatnya sel-sel kekurangan asupan glukosa yang akan menjadi sumber energi pada tubuh manusia dan akan mempengaruhi sistem imun tubuh yang akan merusak sel basal yang diduga sebagai benda asing sehingga menyebabkan perubahan pada permukaan sel. 32,33 Lokasi terjadinya oral lichen planus pada penelitian ini ditemukan pada mukosa bukal. Hal ini sama dengan pernyataan Ahmed dkk tentang frekuensi oral Universitas Sumatera Utara lichen planus pada penderita non-insulin dependent diabetes melitus tahun 2012 yang mengatakan bahwa mukosa bukal dan mukosa gingiva adalah satu-satunya lokasi keterlibatan terjadinya oral lichen planus yang memiliki frekuensi tertinggi. 12 Ara dkk juga melaporkan bahwa oral lichen planus terjadi di mukosa bukal dengan frekuensi tertinggi yaitu sebanyak 96. Pada umumnya memang mukosa bukal dilaporkan menjadi lokasi yang paling umum untuk terjadinya oral lichen planus. 41 Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN