48
Dari hasil perhitungan diatas didapat hasil Odds Ratio adalah 2,704 95 CI . Odds ratio lebih dari 1 menggambarkan ada hubungan antara kasus dan
kontrol. Dan dari nilai 2,704 tersebut menyatakan bahwa kejadian Penyakit Ginjal Kronik akan meningkat 2,7 kali lipat pada penderita Diabetes Mellitus
dibandingkan orang lain yang sehat.
5.2. pembahasan
Peneliti menggunakan rekam medik sebagai sampel penelitian yang semuanya berasal dari RSUP H. Adam Malik yang telah memenuhi kriteria
inklusi. Total sampel berjumlah sekitar 100 rekam medik yang terbagi menjadi 2 kategori yaitu pasien Penyakit Ginjal Kronik dan bukan pasien Penyakit Ginjal
Kronik yang masing-masing berjumlah sekitar 50. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya variasi karakteristik
responden berdasarkan umur. Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa mayoritas pasien adalah kategori usia 50-59 tahun yaitu sebanyak 32 orang dengan
persentase 32 dan kategori usia 30-39 tahun dengan jumlah pasien hanya 5 orang 5. Sementara itu tidak ada pasien pada katagori usia 10-19 tahun dan
80-90 tahun masing-masing 0. Rata-rata usia pasien adalah 52,51. Penelitian ini Hampir serupa dengan penelitian Bi et al pada tahun 2014 yang menyatakan
rata-rata usia pasien adalah 55,84, yaitu pada usia 45-65 tahun. Hal ini dikaitkan dengan apa yang disampaikan Bi et al bahwa usia menjadi faktor independen lain
yang menyebabkan penurunan GFR Penyakit Ginjal Kronik. Dikarenakan banyak patogenesis PGK yang berhubungan dengan usia. Peningkatan 1 tahun
usia pasien berhubungan dengan peningkatan resiko 1,15 kali untuk terkena Penyakit Ginjal Kronik. Hal tersebut sejalan dengan laporan sahid tahun 2012
bahwa semakin lama pasien menderita Diabetes mellitus maka akan semakin besar resiko terkena Penyakit Ginjal Kronik, p= 0,045 0,05.
Dari tabel 5.2 diketahui bahwa mayoritas pasien adalah laki-laki, yaitu sebanyak 69 orang dengan persentase 69, selanjutnya perempuan sebanyak 31
orang dengan persentase 31. Dari data tersebut jelas terdapat perbedaan mencolok antara kedua jenis gender, dimana laki-laki lebih banyak terkena
Universitas Sumatera Utara
49
Penyakit Ginjal Kronik dibandingkan perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Song et al tahun 2014 yang menyatakan persentase pasien laki-laki
adalah 56.3 42.488 pasien. Pranandari tahun 2015 menyampaikan bahwa alasan laki-laki lebih banyak terkena Penyakit Ginjal Kronik karena perempuan
lebih memperhatikan kesehatan dan menjaga pola hidup serta lebih patuh terhadap penggunaan obat-obatan dibandingkan laki-laki. Namun hal ini tidak sejalan
dengan apa yang disampaikan Yu et al pada penelitiannya pada tahun 2009. Menurut Yu et al prevalensi laki-laki dan perempuan sama-sama mengalami
peningkatan tajam dalam kasus Penyakit Ginjal Kronik setelah umur 50 tahun. Terutama pada wanita manopause. 25.9 dari responden penelitiannya adalah
wanita berumur diatas 60 tahun. Menurut Yu et al hal ini berkaitan dengan peningkatan tajam tekanan darah, kolestrol, dan tingginya trigliserida yang
diakibatkan oleh menurunnya jumlah esterogen pada wanita setelah usia 50 tahun manopasue.
Selanjutnya pembahasan mengenai hasil analisis data. Pada tabel 5.3 diketahui dari 100 sampel penelitian terbagi atas dua yaitu pasien Penyakit Ginjal
Kronik dan bukan pasien Penyakit ginjal kronik yang masing-masing terdiri atas 50 orang dengan persentase 50. Kemudian pada tabel 5.4 dijelaskan bahwa dari
100 sampel terdapat sekitar 25 orang pasien penderita Diabetes Mellitus 25 dan sisanya sekitar 75 orang 75 tidak menderita Diabetes Mellitus. Dari hasil
uji Chi-square didaptkan nilai p = 0,038 0,05. Yang artinya ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Temuan ini sejalan dengan berbagai penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, seperti penelitian Arsono pada 2005 p = 0,042 0,05 dan penelitian Mendy et al pada tahun 2014 di US, p = 0,001 0,05. Di
negara lain seperti China juga dilakukan penelitian serupa yaitu hubungan Sindroma Metabolik dengan Penyakit Ginjal Kronik yang dilakukan oleh Bi et al
tahun 2014, hasilnya adalah ada hubungan yang signifikan antara peningkatan gula darah puasa DM dengan kejadian Penyakit Ginjal Kronik p = 0,000
0,05. Meskipun terdapat rentang nilai p yang cukup bervariasi namun hubungan antar variabel tetap berdasarkan nilai p 0,05. Selain itu dalam
penelitian ini juga dilakukan pencarian Odds Ratio antar kasus dan kontrol yang
Universitas Sumatera Utara
50
disajika dalam tabel 5.5 dimana hasil Odds Ratio diperoleh sebesar 2,704 95
CI. Artinya kejadian Penyakit Ginjal Kronik akan meningkat 2,7 kali lipat pada penderita Diabetes Mellitus dibandingkan orang lain yang sehat. Hal ini juga
sejalan dengan penelitian Song et al tahun 2014 di China dimana didapat hasil Odds Ratio = 2,70 95 CI dan Arsono tahun 2005 dengan nilai Odds Ratio =
3,52 95 CI. Brenner menyebutkan bahwa di masa lalu Glomerulonefritis yang
memiliki andil besar dalam timbulnya Penyakit Ginjal Kronik, namun berdasarkan bukti-bukti penelitian terkini diketahui bahwa Diabetes mellitus dan
Hipertensi merupakan penyebab utama timbulnya Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini juga sejalan dengan beberapa penelitian cross-sectional yang dilakukan oleh Song
et al pada tahun 2014, yang menyatakan bahwa Diabetes Mellitus telah menjadi trend populer dalam peningkatan kasus Penyakit Ginjal Kronik di banyak negara-
negara maju dan berkembang. Penelitian Carranza tahun 2015 memperlihatkan bahwa glukosa secara
langsung dan tidak langsung mempengaruhi ekspresi atau pelepasan dari VEGF-A di pedocytes oleh angiotensin 2 dan TGF-Beta. VEGF-A merupakan angiogenik
yang kuat dan berkaitan dengan kejadian angiogenesis baik normal maupun yang tidak. VEGF-A mendorong proliferasi, diferensiasi, dan migrasi dari sel endotel,
mempengaruhi vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular. Hal tersebuat sangat berkaitan dengan patogenesis perkembangan ginjal menjadi
keadaan PGK walaupun diawal proses hal ini penting untuk mempertahankan keadaan GFR mendekati normal. Pada percobaan dengan tikus normoglikemik
yang mengekspresikan lebih banyak VEGF-A oleh sel pedocytes diperlihatkan bahwa terjadi pembesaran glomerulus glomerulomegaly, hiperfiltrasi, penebalan
basal membran dan lesi sel pedocytes yang serupa dengan awal kejadian Nefropati Diabetik. Carranza juga menyatakan kadar gula darah yang terkontrol mengurangi
progresi dari Diabetik Nefropati dan proteinuria serta perkembangan lesi ginjal lebih lanjut, berdasarkan follow up pasien DM tipe 1 selama 30 tahun dengan
kontrol glukosa yang baik. Hasilnya adalah berkurangnya penebalan sel-sel endotel dibandingkan dengan pasien DM yang tak terkontrol gula darahnya.
Universitas Sumatera Utara
51
Selain itu menurut Carranza hiperglikemia meningkatkan pengeluaran renin dan angiotensin di sel mesengial. Mesengial sel dan pedocytes mensintesis
angiotensin 2 reseptor bloker. Peningkatan angiotensin 2 menstimulasi pengeluaran TGF-Beta, VEGF-A, growth factor connective tissue CTGF,
interleukin-6 dan monocyte chemotactic protein-1 inducing expansion of MEC dan apoptosis dari sel pedocytes.
Pada penelitian lebih lanjut Carranza tentang glukosa yang meningkatkan pengeluaran TGF-Beta pada sel mesengial dan pedocytes, diperlihatkan bahwa
aktivasi TGF-Beta menginduksi penebalan basal membran glomerular dan glomerulosklerosis melalui CTGF dan VEGF, peningkatan VEGF-A sendiri
kemudian menghambat pengeluaran dari TGF-Beta yang merupakan mekanisme negative feedback. Meskipun demikian pada keadaan diabetes peningkatan
VEGF-A berkaitan dengan peningkatan TGF-Beta dan CTGF, proliferasi dan akumulasi extracelluler matrix proteins di glomerular. TGF-Beta sendiri
berhubungan dengan proliferasi sel mesengial, serta nodular dan diffuse glomerulosklerosis bersamaan dengan fibrosis. Tikus yang tidak memiliki
reseptor TGF-Beta tipe 2 dan pemberian anti TGF-Beta mesengial menghambat akumulasi dan perburukan fungsi renal.
Banyak penelitian lain yang sejalan dengan Carranza tentang kaitan langsung antara glukosa darah dan Nefropati Diabetika seperti penelitian
Rodriguez di tahun 2012. Walaupun demikian Rodriguez memperlihatkan mekanisme patogenesis yang berbeda walaupun semuanya merupakan pengaruh
langsung dari hiperglikemia darah. Rodriguez menjelaskan patogenesis ND berkaitan dengan peningkatan perubahan glukosa menjadi sorbitol dalam darah
polyol pathway menggunakan aldosa reductase yang secara langsung menyebabkan kerusakan jaringan melalui beragam mekanisme seperti PKC dan
protein glikosilasi. Sorbitol sendiri merupakan alkohol hidrofilik kuat yang jika terkumpul dalam sel berlebihan menimbulkan kerusakan. Dengan ini dapat
dinyatakan bahwa Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko yang penting terhadap kejadian Penyakit Ginjal Kronik.
Universitas Sumatera Utara
52
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Terdapat sekitar 1612 kunjungan pasien Penyakit Ginjal Kronik pada
RSUP H. Adam Malik pada tahun 2015, yang terdiri dari 547 pasien rawat inap dan 1047 pasien rawat jalan.
2. Terdapat 16 dari 50 pasien Penyakit Ginjal Kronik yang menderita
Diabetes Mellitus. 3.
Terdapat perbedaan antara kelompok pasien Penyakit Ginjal Kronik yang menderita DM dan kelompok pasien bukan Penyakit Ginjal Kronik yang
menderita yang juga DM dengan nilai Chi-square = 0,038 0,05. 4.
Terdapat hubungan yang signifikan antara Diabetes Mellitus dan Penyakit Ginjal Kronik, Odds Ratio = 2,704 95CI : 1,04
– 7,03. Artinya DM merupakan salah satu faktor resiko utama PGK.
6.2. Saran
6.2.1. Bagi masyarakat 1.
Diaharapkan bagi masyarakat yang menderita Diabetes Mellitus untuk rutin mengkonsumsi obat-obatan penurun glukosa darah, dikarenakan
masayarakat penderita DM berpotensi 2,7 kali lipat menderita PGK dibanding orang yang sehat.
2. Diaharapkan masyarakat lebih peduli dan berpartisipasi dalam upaya
pencegahan DM dan PGK.
6.2.2. Bagi penyedia layanan kesehatan 1.
Bagi sarana pelayanan kesehatan agar lebih waspada terhadap penderita Diabetes Mellitus agar memberikan edukasi sebaik mungkin dalam rangka
pencegahan Penyakit Ginjal Kronik.
Universitas Sumatera Utara