Faktor Risiko Penggunaan Jibab Dengan Kejadian Ketombe pada Mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

(1)

FAKTOR RISIKO PEMAKAIAN JILBAB TERHADAP

KEJADIAN KETOMBE PADA MAHASISWI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

Laporan Penelitian ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

AVISSA MADA VASHTI

NIM : 1111103000042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang tela diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Laporan penelitian ini berjudul “Faktor Risiko Penggunaan Jibab Dengan

Kejadian Ketombe pada Mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta”. Dalam penyusunan laporan penelitian ini, penulis banyak

menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd, dan Dra. Delina selaku Dekan dan Pembantu Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardani Sp.GK M.GK selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Fika Ekayanti M.Med.Ed selaku dosen pembimbing I dan dr. Lady CC Koesoema Sp.KK sebagai pembimbing II yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya dalam penyusunan riset ini.

4.

dr. Rahmatina, Sp.KK dan

dr. Risahmawati, Ph.D selaku penguji sidang riset yang memberi banyak masukan pada revisi riset ini.

5. dr. Flori Ratnasari Ph.D selaku penanggung jawab riset PSPD 2011 yang selalu membantu pelaksanaan riset dan mengingatkan kami untuk segera menyelesaikan riset.

6. Bapak, Ibu dosen, dan segenap Civitas Akademika FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis.


(6)

vi

7. Ibunda Martinah dan Ayahanda Danang Tri Saptaka, adikku Anandityo Rama Aji serta Tante Marsiyah yang selalu memberikan motivasi baik moril maupun materil, kasih sayang serta doa yang tulus untuk penulis 8. Teman seperjuangan riset yang selalu memberikan masukkan dan selalu

mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan riset

9. Nadisha Refira atas motivasi dan semangat yang diberikan kepada penulis 10.Teman-teman penulis Wulan Roudotul Zannah, Silmi Lisani Rahmani, Annisa Zakiroh, Rissa Adinda Putri , Farah Nabila Rahma atas dukungan serta motivasi nya kepada penulis

11.Teman-teman seangkatanku di Program Studi Pendidikan Dokter 2011 yang telah memberikan banyak ilmu dan kebersamaan selama 3 tahun ini. 12.Teman-teman dan pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per

satu.

Ciputat, 4 September 2014


(7)

vii

ABSTRAK

LATAR BELAKANG Penggunaan jilbab berkaitan dengan kelembaban kulit kepala. Kelembaban merupakan salah satu penyebab terjadinya ketombe yang ditandai dengan ditemukannya sisik tipis pada kulit kepala. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penggunaan jilbab yang berpengaruh terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penggunaan jilbab yang berpengaruh terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

METODE PENELITIAN Penelitian analitik kasus kontrol dengan teknik purposive sampling. Subjek yang digunakan 204 orang yang terdiri dari 102 kelompok mahasiswi berketombe dan 102 kelompok mahasiswi tidak berketombe. Penelitian ini menggunakan kuesioner. Data akan dianalisis menggunakan chi square

HASIL Hasil penelitian menunjukkan faktor risiko pemakaian jilbab terhadap kejadian ketombe adalah pemakaian jilbab berwarna gelap (p = 0,001; OR = 2,611 ; Cl 95% 1,484-4,593), pemakaian jilbab lebih dari satu lapis (p = 0,001; OR = 3,011 ; Cl 95% 1,578-5,746), pemakaian warna lapis jilbab gelap dibandingkan dengan pemakaian warna lapis jilbab terang dan tidak menggunakan lapis jilbab ( p = 0,014 ; OR = 2,465 ; Cl 95% 1,118-5,112), penggunaan ciput (p = 0,08 ; OR = 2,193 Cl 95% 1,218-3,950), dan penggunaan warna ciput berwarna gelap dibandingkan dengan penggunaan ciput berwarna terang dan tidak menggunakan ciput (p = 0,017; OR = 1,960 Cl 95% 1,123-3,420)


(8)

viii

ABSTRACT

Avissa Mada Vashti. Medical Education Study Program. Risk factors of the use of hijab toward incidence of dandruff on female students in Syarif Hidayatullah State Islamic University.

BACKGROUND Dandruff is an abnormal desquamation of scalp skin caused by humidity. Wearing hijab related to the high humidity of scalp skin. Humidity is one of

dandruffs’ risk factors that signed by scale on the human scalp.

OBJECTIVES This research aimed to find the risk factor of the use of hijab toward the incidence of dandruff on female students in Syarif Hidayatullah State Islamic University.

METHOD This research used a case control study. The subjects selected using purposive sampling method. The amount of subjects was 102 female students with dandruff and 102 female students without dandruff. Answered questionnaire obtained from each subjects. Data analyzed using chi-square test.

RESULTS Results of this research showed that risk factor of the use of hijab toward the incidence of dandruff are wearing dark-colored hijab (p = 0,01; OR = 3,011; Cl95% 1,578-5,7468), wearing hijab more than one layer (p = 0,001 ; OR = 3,011 ; Cl 95% 1,578-5,746), wearing dark-colored hijab layer compared with wearing

bright-colored and doesn’t wear hijab layer (p = 0,014 ; OR = 2,465 ; Cl 95%

1,118-5,1120), wearing ciput (p = 0,08 ; OR = 2,193 Cl 95% 1,218-3,950), and wearing

dark-colored ciput compared with wearing bright-colored and doensn’t wear ciput (p

= 0,017 ; OR = 1,960 ;1,123-3,420)


(9)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL……… i

LEMBAR JUDUL………... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. iii

LEMBAR PENGESAHAN………. iv

KATA PENGANTAR………. v

ABSTRAK………... vii

DAFTAR ISI……… viii

DAFTAR TABEL……… ix

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR BAGAN……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN……… xii

BAB 1 PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar belakang………... 1

1.2. Rumusan Masalah……….. 4

1.3. Tujuan……… 4

1.4. Manfaat Penelitian……… 5

BAB II Tinjauan Pustaka………... 7

2.1. Landasan teori………. 7

2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Kulit Kepala………. 7

2.1.1.1. Anatomi Kulit Kepala………. 8

2.1.1.2. Fisiologi Kulit Kepala………. 8

2.1.2. Ketombe………. 11

2.1.2.1. Definisi ………... 11

2.1.2.2. Epidemiologi………... 12

2.1.2.3. Etiologi……… 13

2.1.2.4. Patofisiologi Ketombe……… 17


(10)

x

2.1.3.1. Definisi………... 20

2.1.3.2. Sejarah jilbab……….. 20

2.1.3.3. Jilbab di Indonesia………. 22

2.1.4. Faktor risiko penggunaan jilbab terhadap kejadian Ketombe………. 23 2.2. Kerangka teori………... 29

2.3. Kerangka konsep………... 30

2.4. Definisi oprasional………. 31

BAB III METODE PENELITIAN……….. 33

3.1.Desain penelitian……….. 33

3.2.Tempat dan waktu peneli………. 33

3.3. Populasi dan sampel……… 34

3.4.Jumlah sampel……….. 34

3.5.Kriteria sampel………. 35

3.6.Cara kerja penelitian……… 36

3.7.Variabel yang diteliti……… 36

3.8.Managemen data……… 36

3.8.1. Pengohan data………. 36

3.8.2. Analisa data……… 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………. 39

4.1. Gambaran umum peraturan mahasiswa UINSH………. 39

4.2. Gambaran umum sampel penelitian……… 39

4.3. Uji validasi dan reabilitas kuesioner………... 40

4.3.1. Uji validasi kuesioner………. 41

4.3.2. Uji reabilitas kuesioner……….. 42

4.4. Analisa data………. 42

4.5.Karakteristik responden………... 42

4.5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia…………... 42

4.5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas………... 42


(11)

xi

4.6.1. Distribusi Gejala Rambut Rontok setelah

penggunaan jilbab………...

44

4.6.2. Distribusi gejala Rambut Gatal pada Responden…. 45 4.6.3. Distribusi gejala rambut gatal setelah menggunakan

Jilbab………...

45

4.7. Perawatan rambut responden ………... 46

4.7.1. Distribusi penggunaan jenis sampo pada responden………. 46 4.7.2. Distribusi mengerimgkan rambut sebelum menggunakan jilbab…... 47 4.8. Kebiasaan penggunaan jilbab………... 47

4.8.1. Distribusi lama penggunaan jilbab dengan kejadian ketombe……... 48 4.8.2. Analisis hubungan antara lama pemnggunaan jilbab dengan Kejadian ketombe………... 48 4.8.3. Analisis warna jilbab yang digunakan dengan kejadian ketombe……… 48 4.8.4. Analisis jumlah lapisan jilbab yang figunakan dengan kejadian Ketombe………. 49 4.8.5. Analisis warna lapis jilbab yang digunakan dengan kejadian Ketombe………. 5 0 4.8.6. Analisis hubungan penggunaan ciput dnegan kejadian ketombe…... 51 4.8.7. Analisis hubungan penggunaan warna dalamandengan kejadian ketombe………... 53 BAB V PENUTUP……… 54

5.1. Kesimpulan………... 56

5.2. Saran………. 57

DAFTAR PUSTAKA………... 58


(12)

xii

DAFTAR TABEL RESPONDEN

Tabel 2.1. Definisi Oprasional ... 31

Tabel 3.1. Gambaran Waktu Penelitian ... 33

Tabel 4.1.1. Distribusi Frekuensi Usia Responden ... 42

Tabel 4.1.2. Distribusi Frekuensi Fakultas Responden ... 43

Tabel 4.1.3. Distribusi Frekuensi Gejala Rambut Rontok Setelah Menggunakan Jilbab ... 44

Tabel 4.1.4. Distribusi Frekuensi Gejala Rambut Gatal pada Responden ... 45

Tabel 4.1.5. Distribusi Frekuensi Gejala Rambut Gatal setelah Menggunakan Jilbab ... 45

Tabel 4.1.6. Distribusi Frekuensi Penggunaan Jenis Sampo Responden ... 46

Tabel 4.1.7. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Mengeringkan Rambut Sebelum Menggunakan Jilbab ... 47

Tabel 4.1.8. Distribusi Frekuensi Lama Penggunaan Jilbab ... 48

Tabel 4.1.9. Hubungan Lama penggunaan Jilbab dalam Satu Hari dengan Kejadian Ketombe ... 48

Tabel 4.1.10. Hubungan Warna Dominan Jilbab yang digunakan dengan Kejadian Ketombe ... 49

Tabel 4.1.11. Hubungan Lapis Jilbab Responden dengan Kejadian Ketombe ... 50

Tabel 4.1.12. Hubungan Warna Lapis Jilbab dengan Kejadian ketombe ... 51

Tabel 4.1.13. Hubungan Kebiasaan Penggunaan Dalaman Jilbab dengan Kejadian Ketombe ... 53

Tabel 4.1.14. Hubungan Penggunaan Warna Dalaman Jilbab dengan Kejadian Ketombe ... 54


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Struktur Anatomi Kepala ... 7

Gambar 2.2.Lapisan Kulit ... 8

Gambar 2.3.Lapisan Epidermis ... 10

Gambar 2.4.Komponen Sebum Manusia ... 14

Gambar 2.5.Peranan Malassezia pada Ketombe ... 16

Gambar 2.6.Patofisiologi Ketombe ... 17

Gambar 2.7.Mekanisme pengeluaran panas dari dalam tubuh... 23


(14)

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Klaifikasi Serat bahan……… 25

Bagan 2.2. Kerangka Teori……… 29

Bagan 2.3 Kerangka Konsep……… 30


(15)

xv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1. Temuan pada kulit kepala ketombe, dermatitis seboroik,


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil uji Statistik ... 60 Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup ... 66


(17)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Ketombe adalah kelainan pada kulit kepala yang mengenai hampir setengah penduduk dunia pada segala usia dan pada setiap jenis kelamin dan etnis. (1) Pada penelitian yang dilakukan oleh Rudramurthy dengan judul

Malassezia Spp and Dandruff angka kejadian ketombe lebih besar pada

wanita dibandingkan pada pria dengan presentase 61% pada wanita dan 39% pada pria. (2) Tetapi, menurut Fredick Manuel dan Ranganathan melalui jurnal yang berjudul A New Postulate on Two Stages of Dandruff: A Clinical

Perspective menyatakan ketombe lebih memungkinkan terjadi pada pria

dibandingkan dengan wanita karena wanita lebih banyak menggunakan produk perawatan rambut yang tepat dan wanita memiliki rambut yang lebih lebat sehingga ketombe dapat tertutup. Akibatnya, pelaporan insiden ketombe pada wanita lebih sedikit dibandingkan dengan pria. (3)

Secara spesifik angka kejadian ketombe jarang pada anak, meningkat pada remaja dan dewasa muda kemudian menurun kembali pada usia 50 tahun. Hal ini berkaitan dengan aktivitas kelenjar sebasea. (4)

Angka kejadian ketombe juga meningkat akibat genetik, makanan yang berlemak tinggi, stress dan variasi musim. (5), (6) Variasi musim akan menyebabkan perubahan temperatur dan kelembaban lingkungan.(5) Menurut Penelitan yang dilakukan oleh Gaitanis Georgious, et al melalui jurnal The Malassezia Genus In Skin and Systemic disease menyatakah bahwa ketombe lebih umum terjadi pada lingkungan yang memiliki kelembababan yang tinggi dan panas. Lingkungan yang lembab dan panas dapat menjadi habitat yang baik bagi pertumbuhan jamur Malassezia. (7)

Malassezia adalah jamur yang menyebabkan deskuamasi dari kulit kepala


(18)

epidermis dari kulit kepala sehingga menghasilkan sisik tipis yang berbentuk serpihan atau bulat seperti debu yang dikenal dengan ketombe. (5), (8)

Di Indonesia sendiri, belum ada data yang jelas mengenai angka kejadian ketombe walaupun, Indonesia termasuk negara yang lembab dan panas karena Indonesia adalah negara yang dilalui oleh garis khatulistwa (9)

Penggunaan jilbab juga erat kaitannya dengan kelembaban dan panas akibat pola perawatan rambut yang salah dan penggunaan jilbab yang tidak benar. (10) Pada penelitian yang dilakukan oleh Siti mengenai hubungan Pengguaan Jilbab dengan Kejadian Ketombe pada mahasiswi Fakultas Kedokteran UNS, didapatkan risiko terjadinya ketombe yang mengalami peningkatan sebesar 7,57 kali pada mahasiswi yang menggunakan jilbab dibandingkan yang tidak menggunakan jilbab. (11)

Pemakaian jilbab pada wanita adalah perintah dari Allah Swt yang disampaikan melalui Muhammad Saw kepada wanita muslimah yang sifatnya adalah wajib. Sehingga, apabila perintah pemakaian jilbab tidak dijalankan termasuk dosa besar yang melanggar ketentuan Allah Swt. (12) Kewajiban pemakaian jilbab oleh wanita muslimah dijelaskan pada surat Annur: 31 dan Al-Ahzab: 59

An-nur ayat 31

“Dan hendaklah mereka menutupkan khimar (kain kerudung) mereka ke dada mereka.”


(19)

3

Al-ahzab ayat 59

“Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu

dan isteri isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya

keseluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah lagi maha

pengampun dan bijaksana.” (13)

Indonesia adalah negara dengan mayoritas pemeluk agama Islam. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2010 jumlah penduduk Islam di Indonesia mencapai 87,18 %. (14) Sehingga banyak instansi, institusi dan pelayanan publik di Indonesia yang menerapkan hukum-hukum Islam termasuk hukum memakai jilbab sebagai syarat wajib yang harus dipenuhi pada instansi, institusi dan pelayanan publik tersebut. Sebagai contoh pada institusi pendidikan tingkat universitas yang menerapkan peraturan kewajiban penggunaan jilbab pada mahasiswi di universitas tersebut. Seperti pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayaullah Jakarta. Peraturan penggunaan Jilbab di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tertuang pada tata tertib mahasiswa perguruan tinggi agama Islam Pasal tiga tentang kewajiban dan hak mahasiswa butir enam “berpakaian sopan, rapi, bersih dan menutup aurat terutama pada saat kuliah, ujian, dan ketika berurusan dengan dosen, karyawan, maupun pimpinan. Khusus bagi mahasiswi wajib berbusana muslimah sesuai dengan syariat Islam. Peraturan mengenai pakaian yang dikenakan mahasiswa juga berada pada kode etik mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 073 A Tahun 2002 Bab IV Pasal enam poin d tentang busana


(20)

mahasiswa ditegaskan bahwa mahasiswa harus mengenakan pakaian muslim. (15)

Atas dasar yang telah dikemukakan tersebut, Peneliti ingin mengetahui faktor risiko pemakaian jilbab terhadap timbulnya ketombe pada mahasiswi UIN Jakarta.

1.2. Rumusan Masalah

Sesuai yang telah dipaparkan pada latar belakang , rumusan masalah

pada penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan faktor risiko lama penggunaan jilbab perhari, warna jilbab yang digunakan, lapis jilbab yang digunakan, warna lapis jilbab yang digunakan, dalaman jilbab yang digunakan, dan warna dalaman yang digunakan terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta?”

1.3. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah “ Terdapat hubungan faktor risiko lama penggunaan jilbab perhari, warna jilbab yang digunakan, lapis jilbab yang digunakan, warna lapis jilbab yang digunakan, dalaman jilbab yang digunakan, dan warna dalaman yang digunakan dengan kejadian ketombe. ”

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan umum

a. Mengetahui gambaran faktor risiko penggunaan jilbab terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi UIN Syarif Hidayatatullah Jakarta

1.4.2. Tujuan Khusus

a. mengetahui hubungan faktor risiko lama penggunaan jilbab perhari terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta


(21)

5

b. mengetahui hubungan faktor risiko warna jilbab yang digunakan terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Mengetahui hubungan faktor risiko lapis jilbab yang digunakan terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Mengetahui hubungan faktor risiko warna lapis jilbab yang digunakan terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

e. Mengetahui hubungan faktor risiko dalaman jilbab yang digunakan terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

f. Mengetahui hubungan faktor risiko warna dalaman jilbab yang digunakan terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

1.5. Manfaat penelitian

1.5.1.Manfaat bagi peneliti

a. Sebagai sarana pembelajaran bagi peneliti dalam bidang riset

b. Sebagai persyaratan kelulusan pendidikan klinik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.5.2. Manfaat Bagi Institusi

a. Sebagai bahan rujukan tentang penelitian selanjutnya terkait kejadian ketombe dalam hubungannya dengan pemakaian jilbab

1.5.3. Manfaat bagi Masyarakat


(22)

b. Menambah pengetahuan masyarakat tentang faktor risiko penggunaan jilbab terhadap kejadian Ketombe


(23)

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka teori

2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Kulit kepala 2.1.1.1. Anatomi Kulit Kepala

Gambar 2.1 Struktur Anatomi Kepala (sumber : Clinical Anatomy by Systems , Richard S. Snell .2007)

Dari gambar diatas, dapat diamati apabila kulit adalah lapisan pertama dari lapisan kepala. Lapisan Kepala sering disingkat menjadi Scalp (skin,

connective tissue, aponeurosis, loose connective tissue, pericarnium). (16)

Snell, Richard S.2007. Clinical Anatomy By Systems . Lippicont Williams & Wilkins/Wolters Kluwer Health Inc: USA


(24)

2.1.1.2.Fisiologi dari Kulit

Kulit kepala terdiri dari tiga bagian yaitu epidermis, dermis dan hipodermis. Secara garis besar fungsi dari ketiga lapisan ini adalah :

A. Epidermis

Sebagai mekanisme pertama dari pertahanan tubuh (innate imun), pelindung dari sinar ultraviolet. Penyusun utama dari epidermis adalah sel keratinosit yang berfungsi untuk memproduksi keratin. Keratin berfungsi sebagai properti proteksi. Keratin ini juga berfungi sebagai pembentukan lapisan epidermis.

Gambar 2.2 Lapisan Kulit


(25)

9

a. Lapisan pada Epidermis 1. Statum Basal

Stratum basal adalah lapisan terdalam pada kulit. Lapisan basal terdiri dari satu baris sel kuboid atau kolumnar keratinosit. Pada lapisan basal banyak ditemukan stem cell yang dapat mengalami proliferasi menghasilkan keratinosit-keratinosit baru. Nukleus pada lapisan basal besar, dan sitoplasma nya terdiri dari banyak ribosom, kompleks golgii, dan reticulum endoplasma. Pada stratum basal juga terdapat tonofilamen yang akan mengikat desmosom. Tonofilamen akan berikatan pada tiga tempat: 1. Stratum basal, 2. Stratum spinosum yang berdekatan dan 3. Sel keratinosit pada membran dasar melalui hemidesmosom.

2. Stratum Spinosum

Stratum spinosum terdiri dari 8-10 lapisan sel keratinosit dengan kumpulan dari tonofilamen, keratinosit pada lapisan sudah saling berdekatan. Pada stratum spinosum juga terdapat sel langerhand dan projeksi dari melanosit.

3. Stratum Granulosum

Stratum granulosum terdiri dari 3-5 lapisan sel keratinosit yang mulai apoptosis. Nukleus pada lapisan ini mulai berdegerenasi, dan tonofilamen lebih terlihat. Pada lapisan ini dapat ditemukan keratohialin yang akan merubah tonofilamen menjadi keratin. Keratinosit rusak selama apoptosis. keratinosit Pada lapisan ini juga terdapat membran yang dilapisi granula lamellar yang bertugas mensekresikan lemak. Lemak ini akan mengisi antara sel pada stratum granulosum, stratum lusidum dan stratum korneum. Lemak berfungsi untuk menjaga kehilangan air. Nukleus pada lapisan stratum granulosum rusak akibat proses apoptosis, sehingga keratinosit tidak dapat membawa hasil metabolik sehingga keratinosit mati.


(26)

4. Stratum Lusidum

Stratum lusidum hanya hadir pada kulit yang tebal

5. Stratum Korneum

Pada stratum korneum terdapat 25-30 lapisan sel keratinosit mati yang terdiri dari banyak protein keratin. Keratinosit yang mati akan dilepaskan dan digantikan dengan keratinosit baru pada lapisan yang lebih dalam.

Gambar 2.3 . Lapisan pada epidermis

(sumber: Gerard J. Tortora, Principles of Anatomy And Physiology 12th edition .2009)

B. Dermis

Lapisan pada dermis adalah elemen struktur yang paling besar. Di dermis terdapat matriks fibrosa, jaringan vaskular, jaringan limfatik, jaringan saraf, fibroblas predominan, makrofag dan sedikit adiposit pada perbataasan dari lapisan sebasea. Di dermis juga terdapat kelenjar sebasea. Dermis terdiri dari


(27)

11

regio papilar dan regio retikular. Regio papilar terdiri dari jaringan ikat areolar dengan kolagen yang tebal dan jaringan elastik yang halus. Pada regio papilar juga terdapat ujung saraf bebas. Regio retikular terdiri dari jaringan ikat padat dengan gulungan kolagen dan serat elastin. Tempat diantara serat terdiri dari sel adiposit, folikel rambut, saraf, kelenjar sebasea, dan kelenjar sudorifera.

a. Kelanjar Sebasea

Kelenjar sebasea terkoneksi dengan folikel rambut. Sekresi dari kelenjar sebasea berada di dermis dan kemudian berjalan menuju leher dari folikel rambut. Sebum berfungsi untuk melapisi permukaan rambut, mencegah mereka untuk kering dan menjadi rapuh. Sebum juga berfungsi untuk mencegah evaporasi dari air yang sangat luas dari kulit agat kulit menjadi lembut.

C. Hipodermis

Hipodermis berperan sebagai integritas mekanik. Banyak sekali pembuluh darah dan saraf yang berkaitan dengan kulit kepala secara fungsional sama dengan kulit yang menutupi seluruh tubuh. Proses pelepasan stratum korneum sebagai proses regular yang terjadi pada kulit kepala juga sama prosesnya diseluruh bagian kulit yang menutupi bagian tubuh. (17)

2.1.2. Ketombe

2.1.2.1.Definisi

Ketombe atau dandruff (dandruff, dandriffe) berasal dari bahasa

Anglo-saxon kombinasi dari “tan” yang berarti “tetter” (penyakit kulit yang

menyebabkan gatal) dan “drofyang berarti “dirty” (kotor).(1) Ketombe biasa dikenal melalui berbagai istilah medis seperti pityriasis capitis,

seborrhea sicca, pityriasis sicca, sicca capitis, atau dermatitis seboroik ringan pada bagian kepala. (6) menurut kamus kedokteran Dorland ketombe dapat diartikan menjadi dua pengertian. Pertama ketombe dapat diartikan


(28)

sebagai benda bersisik yang terlepas dari epidermis. Pelepasan ini dapat tergolong normal atau berlebihan. Yang kedua ketombe dapat diartikan sebagai dermatitis seboroik. (8) Ada dua pendapat berbeda mengenai pengertian ketombe dalam hubungannya dengan dermatitis seboroik. Pendapat pertama menyatakan ketombe adalah bentuk non inflamasi dari dermatitis seboroik atau bentuk ringan dari dermatitis seboroik. (5) Pendapat ini diperkuat dengan ditemukannya jumlah nukleus yang berbeda pada kulit kepala normal, kulit kepala dengan ketombe, dan kulit kepala dengan dermatitis seboroik. Pada kulit kepala normal ditemukan nukleus sebanyak 3700 sel/sq cm, pada kulit kepala dengan ketombe ditemukan nukleus sel sebanyak 25.000 sel/sq cm, dan pada kulit kepala dengan dermatitis seboroik ditemukan nukleus sel sebanyak 76.000 sel/sq cm. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kulit kepala dengan ketombe dan kulit kepala dengan dermatitis seboroik memiliki jumlah nukleus yang lebih banyak akibat proses deskuamasi fisiologis yang berlebihan pada waktu yang cepat. Hal ini menyebabkan retensi nukleus pada sel stratum korneum yang tidak memiliki banyak waktu untuk matang secara sempurna. (18) Data ini juga memberikan informasi bahwa kulit kepala dengan dermatitis seboroik memiliki nukleus tidak matang yang lebih banyak dibandingkan dengan kulit kepala dengan ketombe. Pendapat kedua menyatakan ketombe adalah manifestasi dari dermatitis seboroik pada bagian kulit kepala. Pendapat ini menyatakan bahwa dermatitis seboroik memiliki berbagai macam manifestasi pada daerah tertentu termasuk pada kulit kepala . (4) Pernyataan ini dapat diketahui bahwa ketombe adalah salah satu bentuk dari dermatitis seboroik.

2.1.2.2.Epidemiologi

Ketombe mengenai lebih dari 50 persen populasi didunia dan meningkat setiap tahunnya. (1) Ketombe adalah penyakit kepala yang paling sering diderita oleh remaja dan dewasa muda, kemudian mulai jarang pada orang tua berusia lebih dari 50 tahun. Hal ini berkaitan dengan aktivitas


(29)

13

sebum pada manusia. Ketombe juga sering terjadi pada bayi yang baru lahir

(cradle cap)(1)

Prevalensi ketombe meningkat pada populasi yang padat walaupun ketombe tidak ditularkan melalui kontak manusia. Hal ini berkaitan dengan keadaan lingkungan pada populasi tersebut (2)

Di Indonesia sendiri, banyak masyarakat menderita ketombe karena Indonesia adalah negara tropis. Seluruh wilayah di Indonesia tropis akibat wilayah di Indonesia dilewati oleh garis khatulistiwa. Suhu pantai atau laut di Indonesia rata-rata 28 derajat Celsius sedangkan suhu daerah pedalaman dan pegunungan berkisar 26 derajat Celsius dan suhu gunung yang lebih tinggi berkisar 23 derajat Celsius. Area di Indonesia juga termasuk lembab dengan kelembaban 70 hingga 90 persen. (19) Meskipun belum ada penelitian yang jelas tentang angka kejadian ketombe di Indonesia.

2.1.2.3.Etiologi

Etiologi dari ketombe bergantung dari tiga faktor, yaitu aktivitas kelenjar sebasea, metabolisme mikroflora, dan kerentanan individu.

a. Aktivitas kelenjar sebasea

Kelenjar sebasea adalah tipe dari kelenjar holokrin pada bagian dermis yang mensekresikan produk berupa sebum menuju folikel rambut. Aktivitas dari kelenjar sebasea ini berhubungan dengan peningkatan angka kejadian ketombe pada masa bayi (cradle cap), dan terus meningkat pada usia remaja dan dewasa muda dan menurun pada umur lebih dari 50 tahun. Ketombe dapat muncul pada kulit kepala yang kaya akan sebum.


(30)

Pada kulit sebum berfungsi untuk transportasi dari antioksidan, proteksi, panas kulit, diferensiasi epidermal, dan juga proteksi dari UV. Sebum terdiri dari trigliserida, asam lemak, wax ester, sterol ester, kolesterol, kolesterol ester, dan squalene.

Gambar 2.4 Komponen Sebum Manusia

(Sumber : L, Thomas and Dawson Jr. Malassezia Globosa and Restritica : Breathrough Understanding of the Etiology and Treatment of Dandruff and Seborrheic Dermatitis through Whole-Genom

Analysis.2007)

Trigliserida dan ester yang merupakan komponen dari sebum akan dipecah oleh mikroflora Menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan memulai respon iritan, termasuk hiperproliferasi dari kulit kepala. Pemecahan dari sebum menjadi bahan yang iritatif menunjukkan bahwa sebum bukan merupakan penyabab primerdari ketombe. Ketombe bisa ditemukan pada kulit


(31)

15

kepala yang terdiri dari banyak sebum atau tidak hal ini juga menunjukkan bahwa sebum bukan merupakan penyebab primer dari ketombe

b. Metabolime Mikroflora

Pada kulit manusia terdapat flora normal seperti pada organ tubuh lain. Salah satu flora normal yang berada di kulit adalahjamur dari genus Malassezia. Walaupun

Malassezia adalah flora normal kulit tetapi Malassezia sangat berperan pada kelainan

pada kulit salah satunya adalah ketombe. Pada abad ke 20 nama jamur Malassezia

diubah menjadi Pityrosporum, meskipun nama Malassezia yang lebih banyak digunakan. Malassezia disinyalir menjadi penyebab primer dari ketombe. Malassezia

dapat menyebabkan suatu kelainan apabila jumlahnya berlebih. Ketika jumlahnya normal, Malassezia hanya menjadi jamur komensal. Malassezia banyak ditemukan di daerah dengan suhu yang panas dan lembab.

Malassezia diklasifikasikan menjadi dua spesies yaitu : lipid dependent

spesies yang terdiri dari M.globosa, M.Restritica, M. Furfur, M.Obtusa, M.slooffiae,

M. Syympodialis, M. Japonica, M. Nana, M. Dermatis, dan M. Sympodialis, dan

Non-lipid dependent spesies yang terdiri dari zoopholix species, dan M. pachydermatis.

Malassezia globosa dan Malassezia Restritica adalah jenis Malassezia yang sering

menyebabkan kelainan pada kulit kepala.

Faktor risiko sebum dan metabolisme mikroflora Malassezia sangat berkaitan erat. Mikroflora Malassezia hidup didaerah kaya sebum. Malassezia mensekresi enzim hidrolitik termasuk lipase menuju extraseluler millieu. Enzim lipase akan menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak tersaturasi spesifik dan asam lemak tidak tersaturasi serta gliserol. Asam lemak tersaturasi digunakan Malassezia untuk berproliferasi sedangkan asam lemak tidak tersaturasi yang akan mengiritasi kulit kepala dengan merusak barier pertahanan kulit yang akan menyebabkan deskuamasi dari kulit kepala.


(32)

Gambar 2.5 Peranan Malassezia dalam Ketombe

(Sumber : L, Thomas and Dawson Jr. Malassezia Globosa and Restritica : Breathrough Understanding of the Etiology and Treatment of Dandruff and Seborrheic Dermatitis through Whole-Genom Analysis.

2007) c. Kerentanan Individu

Kerentanan individu menjadi salah satu faktor dalam perkembangan dari ketombe. Belum diketahui secara pasti bagaimana kerentanan individu dapat memengaruhi ketombe. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan dari fungsi barier dari stratum korneum, perbedaan respon imun dari protein dan polisakarida yang berasal dari Malassezia dari setiap individu. (20)


(33)

17

2.1.2.4.Patofisiologi Ketombe

Terdapat empat rentetan kejadian pada patofisologi dari ketombe 1. Ekosistem dari Malasseszia dan interaksi dari Malassezia pada epidermis 2. Inisiasi dan perkembangan dari proses inflamasi

3. Proses Kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi pada epidermis 4. Kerusakan barrier secara fungsional maupun struktural (21)

Gambar 2.6. Patofisiologi Ketombe

(sumber: Schwartz, James R, dkk. A comprehensive patophysiology of Dandruff and Seborrheic Dermatitis-Toward a More Precise Definition of scalp Health.2013)


(34)

2.1.2.5.Gejala dan Tanda Ketombe

Gejala dan tanda ketombe berhubungan dengan alur patofisiologi timbulnya ketombe.

a. Infiltrasi dari jamur Malassezia pada stratum korneum epidermis.

Jamur Malassezia adalah jamur komensal pada daerah kaya sebum. Jamur Malassezia dapat menginfiltrasi stratum korenum dari epidermis. Jamur Malassezia akan memecah komponen sebum (Trigiserida menjadi asam lemak yang tersaturasi spesifik dan asam lemak tidak tersaturasi spesifik ) dimana hal ini akan menimbulkan gejala Inflamasi dan sisik yang merupakan rangkaian patofisiologi Malassezia berikutnya.

b. Inisiasi dan perkembangan dari Proses Inflamasi

Pada tahap ini, gejala yang timbul adalah munculnya eritema, gatal, panas, terasa terbakar, terganggunya kualitas dari rambut. Pada proses ini, gejala yang timbul tergantung dari tingkatan keparahan dari dermatitis seboroik. Dimana ketombe merupakan tingkatan dermatitis seboroik yang paling rendah, dimana biasanya tidak sampai ditemukan tanda-tanda inflamasi seperti pada dermatitis seboroik atau biasanya tanda inflamasi yang terjadi hanya eritema.

Inisiasi dari proses inflamasi disebabkan oleh peangktifan mediator inflamasi karena infiltrasi jamur Malassezia pada stratum korneum epidermis. Sitokin yang teraktifasi adalah: IL- 1α, IL 1-ra, IL-8, TNF-α ,dan IFN , dan juga pengeluaran histamin. Akibatnya tanda –tanda yang lebih dominan pada gejala dari ketombe adalah sisik tipis dan juga gatal.


(35)

19

Grafik 2.1 Temuan pada kulit kepala ketombe, dermatitis seboroik, dan normal

(Sumber : : Schwartz, James R, dkk. A comprehensive patophysiology of Dandruff and Seborrheic Dermatitis-Toward a More Precise Definition of scalp Health.2013)

c. Proses Kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi , pada epidermis

Setelah Malassezia memicu pengeluaran mediator inflamasi, mulai terjadi proliferasi dan diferensiasi serta kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya dari kulit kepala. Ketika jamur Malassezia berkembang terjadi pemecahan trigliserida yang menimbulkan iritasi dan hiperproliferasi epidermis. Akibat Hiperproliferasi epidermis, keratinosit yang terbentuk menjadi tidak matang dengan jumlah nukleus yang lebih banyak. Nukleus yang jumlahnya lebih banyak akan mengalami retensi pada stratum korneum. Hiperproliferasi dari epidermis menyebabkan adanya gambaran sisik pada kulit kepala atau dengan bentuk bulat bergelung seperti debu yang disebut ketombe.


(36)

d. Kerusakan Barrier Epidermis secara Fungsional dan Struktural

Kerusakan Barrier pada epidermis dapat menyebabkan TEWL

(Transepidermal Water Loss) , hal ini menyebabkan perasaan kering pada

kulit kepala dan perasaan ketat pada kulit kepala. Pernyataan ini sangat bertolak belakang, karena pada keadaan seborrhea biasanya kulit kepala dan rambut terasa lembab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketombe dapat terjadi pada kulit kepala kering maupun berminyak. Selain itu pada proses ini , juga terjadi perubahan dari struktur selular sehingga menyebabkan perubahan dari struktur lamellar yang dibentuk oleh ceramides menjadi struktur lemak yang lebih kasar dan struktur lemak yang tidak terstruktur21

2.1.3. JILBAB

2.1.3.1.Definisi

Definisi dari jilbab adalah kerudung lebar yg dipakai wanita muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai dada. (22)

2.1.3.2.Sejarah Jilbab

Menurut ahli tafsir dan Buya Hamka perintah penggunaan jilbab muncul akibat dahulu banyak orang munafik yang bertebaran di jalan-jalan ketika malam. Orang-orang ini memiliki niatan buruk dan perilaku buruk untuk mengganggu budak-budak yang tidak menggunakan penutup sebagaimana orang mereka memakainya. Apabila ditanya mengapa mereka

melakukan hal tersebut, mereka menjawab “Saya kira saya hanya


(37)

21

Akhirnya diturunkan surat Al-Ahzab ayat 59

Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya

keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah

untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah lagi maha

pengampun dan bijaksana”

Sebelum Al-ahzab, sudah ada ayat Alquran yang membahas tentang kewajiban menutup aurat pada wanita pada surat An-Nur: 31

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangan dan kemaluannya dan janganlah mereka menampakakan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak kepadanya. Dan hendaklah mereka


(38)

menutupi kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putura saudara laki laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayanan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

2.1.3.3Jilbab di Indonesia

Di Indonesia sendiri, Penggunaan jilbab sudah terjadi sejak berabad-abad lalu pada saat agama Islam masuk Indonesia. Penggunaan jilbab sebagai identitas muslimah mengalami pergeseran dari waktu kewaktu. Pada era-80 an penggunaan jilbab hanya sebatas simbol keagamaan dari sebagian kelompok perkumpulan saja. Penggunaan jilbab hanya dikenakan pada acara-acara kebesaran islam, dan perbincangan tentang jilbab bukan hal yang umum dan hanya sebatas kajian keagamaan saja. pada era-80 an penggunaan jilbab tidak didukung oleh negara. Penggunaan jilbab dikritik sebagai pengaruh dari budaya Arab yang masuk ke Indonesia bukan budaya Islam yang berkembang di Indonesia. Negara melarang siswi sekolah dan pekerja wanita pada kantor pemerintahan menggunakan jilbab. (23)

Teapi sejak tahun 2000, Pemakaian jilbab sudah lebih bebas, Pemakaian jilbab dan perbincangan tentang jilbab sudah menjadi hal yang umum dan bukan merupakan simbol dari sebagian kelompok saja. Pemakaian jilbab sudah bersatu padu dengan kebudayaan dan juga era globalisasi sehingga menghasilkan trendmodern dari jilbab yaitu jilbab dengan berbagai kreasi dan variasi. (24)

Indonesia sendiri, sudah menjadi bagian dari sejarah perkembangan jilbab modern di dunia. Banyak variasi-variasi jilbab asal Indonesia yang memikat mata dunia (25)


(39)

23

2.1.4 Faktor-Faktor Risiko Penggunaan Jilbab Terhadap Kejadian Ketombe

Hubungan ketombe dengan pemakain jilbab erat kaitannya dengan pertumbuhan jamur Malassezia. Layaknya jamur pada umumnya, Malassezia

tumbuh secara baik pada media lembab dan lingkungan kaya keringat. (26) Banyak hal yang dapat meningkatkan jumlah keringat didalam tubuh, seperti latihan fisik yang keras, ataupun peningkatan hormon androgen pada saat seseorang pubertas. (27)

Pengeluaran keringat didalam tubuh manusia dipengaruhi oleh pengeluaran panas dari dalam tubuh

Gambar 2.7. Mekanisme Pengeluaran Panas dari dalam tubuh (Guyton, Arthur C; Hall, John E. Textbook of Medical Physiology. 2006)

Pengeluaran panas didalam tubuh melalui mekanisme: a. Radiasi

Kehilangan panas akibat radiasi diartikan sebagai kehilangan panas dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Setiap benda yang memiliki temperatur tidak absolut nol dapat meradiasikan gelombang panas dalam bentuk gelombang elektromagnetik pada benda lain termasuk tubuh manusia. Ketika panas dalam tubuh lebih besar daripada panas lingkungan, energi panas dapat dikeluarkan melalui radiasi.


(40)

b.Konduksi

Kehilangan panas akibat konduksi biasanya diartikan sebagai kehilangan panas dari dalam tubuh menuju benda padat.

Panas adalah energi kinetik dari pergerakan molekular, dan molekul dari kulit secara berkesinambungan mengalami gerakan vibrasi. Gerakan vibrasi ini yang akan menimbulkan panas.

c. Konveksi

Kehilangan panas akibat konveksi adalah kehilangan panas melalui udara.

d.Evaporasi

Kehilangan panas akibat Evaporasi akan terjadi ketika panas lingkungan melebihi panas tubuh. Sehingga tubuh akan mengeluarkan keringat sebagai kompensasi pengeluaran panas melalui metode evaporasi.

Efek dari penggunaan baju pada pengeluaran panas melalui metode konduktif

Penggunaan baju akan menahan udara panas pada serat baju, dengan demikian akan meningkatkan ketebalan “privat zone” pada udara panas yang berdekatan dengan kulit dan juga menurunkan aliran udara untuk mengganti udara panas pada kulit. Sehingga kehilangan panas dari tubuh melalui teori konduksi dan konveksi diturunkan. Panas yang keluar setengahnya akan disebarkan pada serat pakaian daripada dikonduksikan ke lingkungan. Dengan demikian ketika seseorang menggunakan lapisan pakaian lebih dari satu (dengan lapisan yang tipis), lebih banyak udara panas yang akan disimpan didalam serat pakaian sehingga pengeluaran panas lebih sedikit terjadi.

Ketika keadaan baju lembab, pertahanan akan panas tubuh dari dalam tubuh melui pakaian akan berkurang tetapi panas dari lingkungan yang masuk kedalam


(41)

25

tubuh akan meningkat. Karenaa Air memiliki konduktivitas tinggi, sehingga ketika keadaan lingkungan panas, panas lebih mudah ditransfer ke seluruh tubuh. (28)

a. Bahan Jilbab

Bagan 1 Klasifikasi Serat Bahan

(Sumber: Hongu, Tatsuya, dkk. 2000.New Milenium Fibers. CRC Press LLC: USA)

Pemilihan Bahan Jilbab

Bahan yang digunakan pada jilbab berkaitan dengan kemampuan bahan tersebut untuk mengabsorbsi keringat dari kulit menuju serat–serat dari bahan tersebut. Kemampuan ini berkaitan klasifikasi dari bahan tersebut, apakah termasuk serat alam atau serat buatan. Bahan yang natural juga tidak akan mengganggu penguapan panas, sehingga keringat yang dihasilkan juga lebih banyak ketika menggunakan bahan yang menginterfensi pengeluaran panas dari dalam tubuh (21)


(42)

1. Polyester

Bahan polyester (sintetik) dapat merefleksikan panas kembali kedalam tubuh dan menurunkankeluar nya panas dari tubuh. Bahan sintetik juga tidak memiliki kemampuan untuk mengabsorbsi air. Serat atau bahan sintetik akan menjadi bahan penolak air, kemudian menyebabkan keringat menumpuk pada permukaan kulit dan tidak dapat diserap, menurunkan fungsi evaporasi, dan dapat menyebabkan tidak nyaman dan iritasi. Sedangkan serat atau bahan natural lebih baik dalam penyerapan air dan mempermudan untuk menyerap dari permukaan.

2. Katun

Materi yang sangat baik untuk iklim tropis karena mendukung pergerakan udara dari kulit menuju bahan, menyebabkan panas menghilang dan menurunkan kelembaban. Bahan katun juga dapat mengabsorbsi kelembaban secara baik, menyebabkan kulit menjadi kering dan meningkatkan evaporasi.

3. Linen

Bahan linen dingin, dapat terabsorbsi, dan sangat nyaman. Linen dapat menghilangkan air dengan cepat. Kekurangan dari linen bahannya mudah rusak.

4. Rayon

Rayon Didapat dari natural selulosa. Tidak menahan panas sehingga panas lebih mudah dikeluarkan dari dalam tubuh


(43)

27

Penggunaan jilbab berwarna gelap berhubungan dengan hubungan warna dalam mengabsorbsi panas . Warna gelap akan mengabsorbsi panas lebih besar dibandingkan dengan warna terang yang akan mengabsorbsi dan akan merefleksikan energi panas yang didapat. Warna hitam adalah warna yang mengabsorbsi panas paling besar karena warna hitam tidak merefleksikan cahaya sama sekali dari energi panas. (30)

Ketika ada sebuah benda berwana dan ada cahaya yang menyinari benda tersebut benda tersebut akan menampilkan warna sesuai dengan warna tersebut. Warna hitam yang terlihat adalah bukti bahwa semua energi cahaya diserap atau diabsorbsi seluruhnya oleh benda tersebut sehingga menimbulkan kesan warna hitam. (30)

c. Warna Lapis Jilbab

Sama seperti warna jilbab, warna lapis jilbab juga menentukan tingkat kelembaban dari jilbab. Warna gelap akan mengabsorbsi panas lebih besar dibandingkan dengan warna terang yang akan mengabsorbsi dan merefleksikan energi panas yang didapat. Warna gelap juga akan mengabsorbsi panas paling besar tanpa merefleksikan energi panas tersebut (30)

d. Warna Dalaman Jilbab

Hal ini berkaitan dengan daya absorbsi dan refleksi dari energi panas sama seperti warna jilbab dan warna lapis jilbab. (30)


(44)

Gambar 2.7. Ilustrasi Absorbsi dan Refleksi Cahaya (Sumber: Smith, John and wes Throp,2006,The Effect of Colour on Temperatures Inside)

e. Penggunaan Dalaman Jilbab

Dalaman Jilbab dapat dianalogikan sebagai pakaian ketat yang digunakan. Ketika kita memakai bahan ketat pada tubuh dapat menyebabkan akumulasi dari keringat dengan sangat cepat. Sehingga Keringat menjadi lebih banyak.


(45)

29

2.2 Kerangka Teori

Wax Eter squelen Merusak Barrier Pertahanan Ketombe

Genetik Makanan berlemak Stress Usia

Lama jilbab

perhari Bahan dan Warna jilbab Penggunaan dalaman dan warna dalaman Lapis dan warna lapis jilbab Aktivitas kelenjar Sebasea Peningkatan sekresi sebum Komposisi sebum

sterol Trigliserida

asam lemak tidak tersaturasi asam lemak tersaturasi spesifik Deskuamasi kulit kepala Respon Iritatif Kerentanan Individu Perbedaan barrier pertahanan Peningkatan respon terhadap Malassezia

Proliferasi Malassezia kelembaban


(46)

2.3 Kerangka Konsep

Lama

Penggunaan Jilbab perhari

Bahan Jilbab

Warna Jilbab

Lapis Jilbab

Warna Lapis Jilbab Bahan Lapis Jilbab

Penggunaan dalaman jilbab

Warna dalaman Jilbab

Genetik

Makanan berlemak

Stress

Usia remaja dan dewasa muda

Sekresi sebum

Pemakaian jilbab Kelembaban ketombe Variasi Musim


(47)

31

2.4 Definisi oprasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara mengukur

Hasil ukur Skala

1 Variabel Independen

a. penggunan jilbab perhari

Lama responden menggunakan jilbab perhari (dilaporkan dalam jam )

Kuesioner Pengisian kuesioner

0. >12 Jam 1. < 12 Jam

Nominal

b. Warna Jilbab

Warna jilbab yang dominan digunakan oleh responden

Kuesioner Pengisian kuesioner 0. Gelap 1. Terang Nominal c. Jumlah lapis Jilbab

Jumlah lapisan jilbab yang dominan digunakan oleh responden

Kuesioner Pengisian Kuesioner

0. > 1 Lapis 1. 1 lapis

Nominal

d. Warna lapis jilbab

Warna lapisan jilbab yang sehari-hari dikenakan oleh responden

Kuesioner Pengisian kuesioner 0. Gelap 1. Terang Nominal e. Dalaman jilbab

Dalaman jilbab yang dominan digunakan oleh responden

Kuesioner Pengisian kuesioner 0. Memakai dalaman 1. Tidak memakai dalaman Nominal


(48)

f. Warna dalaman jilbab

Warna yang digunakan pada dalaman jilbab yang sehari-hari digunakan oleh responden

Kuesioner Pengisian kusioner

0. Gelap 1. Terng

Nominal

2

Variabel Dependen Ketombe

Sisik putih tipis berbentuk bulat atau serpihan yang terdapat pada kulit kepala atau rambut

Kuesioner Pengisian Kuesioner

0. Ketombe 1. Tidak

ketombe


(49)

33 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain analitik dengan pendekatan case control

untuk mengetahui hubungan faktor risiko penggunaan jilbab dengan kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

3.2. Tempat dan waktu penelitian

Tempat : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Waktu : Juli 2014


(50)

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi terjangkau pada penelitian adalah mahasiswi Univeristas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta umur 17-25tahun. Sampel adalah mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta umur 17-25 tahun yang dipilih dengan purposive sampling.

3.4. Jumlah sampel

Perkiraan besar sampel diambil berdasarkan rumus besar sampel analitik kategorik tidak berpasangan

. N1=N2 : Jumlah sampel penelitian


(51)

35

Z : derivat baku beta

P1 : Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement

peneliti Q1 : 1-P1

P2 : proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya Q2 : 1-P2

P : Proporsi total Q : 1-P

P1-P2 : Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 0,2

Jadi:

P1 = P2 + 0,2 = 0,5 + 0,2 = 0,7 Q1= 1- P1 = 1- 0,7 = 0,3 P = = = 0,6 Q = 1-P = 1-0,6 = 0,4

Berdasarkan persamaan tersebut, maka untuk total sampel penelitian didapatkan hasil sebagai berikut:

= 93

= 93 + 10% = 102 (pada setiap kelompok)

Sehingga total responden penelitian 204

3.5. Kriteria sampel

Kriteria Inklusi

 Sampel merupakan mahasiswi berumur 17-25 tahun  Sampel bersedia untuk mengikuti penelitian


(52)

 Subjek dapat berbahasa indonesia Kriteria Eksklusi

 Memiliki penyakit immunodefisiensi  Memiliki penyakit psoriasis

 Subjek tidak dapat berbahasa indonesia

3.6. Cara Kerja Penelitian

3.7. Variabel yang diteliti

Variabel bebas

 Lama penggunaan jilbab, warna jilbab, jumlah lapis jilbab, warna lapis jilbab, Pemakaian dalaman jilbab, warna dalaman jilbab Variabel terikat

 Klasifikasi ketombe dan tidak ketombe

3.8. Management Data

3.8.1. PengolahanData

Pengolahan data dilakukan menggunakan program SPSS (Statistical Package

For the social science) yang terdiri dari beberapa tahapan:

a. Editing

Tahapan yang dilakukan pada proses editing adalah pengecekan lembar inform concern dan kuesioner

b. Coding

Tahapan yang dilakukan pada proses coding adalah mengubah data berbentuk kalimat menjadi bentuk angka

c. Processing

Persiapan penelitian penelitian berdasarkan Pemilihan subyek Kriteria inklusi

Pengisian inform concern Pengisian kuesioner Analisa data


(53)

37

Processing adalah kegiatan untuk memproses data dari hasil kuesioner

(entry) kedalam computer

d. Cleaning

Adalah tahapan pengoreksian kembali data yang telah dimasukkan (entry).

3.8.2. Analisis Data

Pada subbab analisis data peneliti akan menyajikan data hasil penelitian mengenai Identitas responden, data kelembaban jilbab, data perawatan rambut dan data kebiasaan penggunaan jilbab responden dengan jumlah responden sebesar 204. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Hasil dari pengambilan data disajikan dalam bentuk tabel.

Setelah kuesioner terkumpul, Peneliti mengidentifikasi apakah responden tergolong dalam kategori ketombe atau tidak ketombe.Responden dikelompokkan berdasarkan pertanyaan, yaitu:

Subjektif dari responden

1. Saya memiliki masalah ketombe

2. Saya memiliki masalah ketombe pada rambut setelah saya menggunakan jilbab

Data tersebut dikonfirmasi dengan pertanyaan

1. Saya menemukan sisik putih tipis berbentuk bulat kecil atau serpihan setelah menggaruk kulit kepala saya

2. Saya memiliki sisik putih tipis berbentuk kecil atau serpihan pada baju saya

3. Saya memiliki sisik putih berbentuk bulat kecil atau serpihan pada rambut saya

4. Saya melihat sisik putih berbentuk bulat kecil atau serpihan selain pada kulit kepala saya (apabila jawaban anda setuju dan sangat setuju sebutkan didaerah mana)


(54)

Pertanyaan nomor empat untuk mengidentifikasi apakah responden tergolong dalam klasifikasi ketombe dematitis seboroik kategori ringan atau dermatitis seboroik dengan tingkatan yang lebih berat.

Penetapan kelompok ketombe dilakukan apabila menyatakan setuju satu dari pertanyaan subjektif responden dan satu dari pertanyaan objektif dari responden. Dari data yang telah diperoleh diperoleh hasil 102 kelompok ketombe, 102 kelompok tidak ketombe, dan 0 kelompok dermatitis seboroik kategori berat.

Setelah ditentukan kelompok ketombe dan tidak ketombe peneliti melaukan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis bivariat berfungi untuk menghubungkan antara variable terikat dan variable bebas dengan menggunnakan uji chi square. Tingkat kemaknaan yang digunakan pada


(55)

39

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Fakultas dan Program Studi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta adalah Universitas Islam di daerah Ciputat, Tanggerang Selatan yang memiliki beberapa Fakultas dan Program Studi, yaitu:

1. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan

Program studi: Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Bahasa Arab, Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan IPS, Pendidikan Matematika, Pendidikan Biologi, Pendidikan Fisika, Pendidikan Kimia, Manajemen Pendidikan, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan MI/ SD.

2. Fakultas Adab dan Humaniora

Program studi: Bahasa dan Sastra arab, Sejarah dan Peradaban Islam, Tarjamah, Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Bahasa dan Sastra Inggris

3. Fakultas Ushuludin

Program studi: Perbandingan Agama, Tafsir Hadits, Aqidah dan Filslafat

4. Fakultas Syariah dan Hukum

Program studi: Ahwal Syakhsyiyah, Perbandingan Mahzab dan Hukum,

Jinayah Siyasah, Mua’malat, Ilmu Hukum 5. Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi

Program studi: Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bimbingan Penyuluhan Islma, Manajemen dakwah, Pengembangan Masyarakat Islam, Kesejahteraan Sosial

6. Fakultas Dirasat Islamiyah

Program studi: Dirasat Islamiyah

7. Fakultas Psikologi

Program studi: Psikologi


(56)

Program studi: Akutansi, Manajemen, Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Perbankan dan Keuangan Syariah, Ekonomi Syariah

9. Fakultas Sains dan Teknologi

Program studi: Teknik Informatika, Agribisnis, Sistem Informasi, Matematika, Biologi, Kimia, Fisika

10.Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Program studi: Program Studi Pendidikan Dokter, Farmasi, Kesehatan Masyarakat, Ilmu Keperarawatan

11.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program studi: Hubungan International, Ilmu Politik, dan Sosiologi

12.Sekolah Pascasarjana

Program studi: Magister Studi Islam, Doktor Studi Islam

4.2. Gambaran Umum Peraturan Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Mengenai Pakaian Mahasiswa

Univeristas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menenetapkan tata tertib mahasiswa berdasarkan direktur jendral pendidikan Islam dan kode etik mahasiswa yang mengatur sikap, perbuatan, perkataan, dan pakaian mahasiswa Universita Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.

Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang tata tertib mahasiswa perguruan tinggi agama Islam bab tiga pasal tiga nomor enam dijelaskan bahwa setiap mahasiswa berkewajiban untuk berpakaian sopan, rapi, bersih, dan menutup aurat terutama pada saat kuliah, ujian dan ketika berurusan dengan dosen, karyawan, maupun pimpinan. Khusus bagi mahasiswi wajib berbusana muslimah sesuai dengan syariat Islam.

Peraturan mengenai pakaian yang dikenakan mahasiswa juga berada pada Kode Etik Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 073 A Tahun 2002 Bab IV Pasal 6 poin D tentang Busana Mahasiswa ditegaskan bahwa mahasiswa harus mengenakan pakaian muslim.


(57)

41

4.3. Gambaran Umum Sampel Penelitian

Sampel diambil dengan metode purposive sampling dengan besar sampel sebanyak 102 mahasiswi berketombe dan 102 mahasiswi tidak berketombe. Total sampel berjumlah 204.

4.4. Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner

Sebelum kuesioner digunakan dilakukan uji validitas dan uji reabilitas kuesioner pada 30 mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Responden tersebut bukan subjek dari sampel penelitian.

4.4.1. Uji Validitas Kuesioner

Untuk mengetahui validitas kuesioner dilakukan dengan membandingkan nilai r tabel dengan r hasil (dapat dilihat pada kolom

corrected item total correlation . Pada tingkat kemaknaan 5% didapat angka r

tabel = 0.361. Apabila nilai r hasil > r tabel menyatakan bahwa pertanyaan tersebut valid. Kuesioner yang digunakan oleh peneliti adalah kuesioner yang telah melalui tahap validitas dimana setiap hasil r hasil sudah lebih besar dibandingkan dengan r tabel.

4.4.2. Uji Reabilitas Kuesioner

Setelah melakukan uji validitas, peneliti melakukan uji reabilitas pada kedua kuesioner (kuesioner tentang ketombe dan kuesioner tentang penggunaan jilbab). Setelah melakukan uji reabilitas didapatkan nilai Cronbach’s Alpha pada kuesioner tentang ketombe sebesar 0,741 sedangkan pada kuesioner tentang pemakaian jilbab didapatkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,681 dan 0,712. Nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0,6, sehingga pertanyaan pada kedua kuesioner dinyatakan reliabel.


(58)

4.4. Analisa Data

Dari 204 responden yang mengisi kuesioner tidak ada responden yang

di drop out. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada

responden. Hasil dari pengambilan data disajikan dalam bentuk tabel. Data yang disajikan berupa data mengenai identitas responden yang terdiri dari: usia responden, fakultas responden. Data mengenai gejala pada kelembaban rambut yang terdiri dari: gejala rambut rontok setelah pemakaian jilbab, gejala rambut gatal, dan gejala rambut gatal setelah menggunakan jilbab. Data mengenai perawatan rambut responden yang terdiri dari: jenis penggunaan sampo, keringkan rambut sebelum menggunakan jilbab. Data kebiasaan penggunaan jilbab terdiri dari: penggunaan jilbab perhari, warna jilbab, penggunaan lapis jilbab, warna lapis jilbab, penggunaan ciput, dan penggunaan warna ciput.

4.5. Karakteristik Responden

4.5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4.1.1 Distribusi Frekuensi Usia Responden

Usia responden Jumlah (n) Persen (%)

< 20 tahun 98 48

≥ β0 Tahun 106 52

Total 204 100

Berdasarkan tabel 4.1.1 dapat dilihat responden penelitian yang

berumur < β0 tahun berjumlah 98 orang (48%) dan responden yang berumur ≥


(59)

43

4.5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas

Tabel 4.1.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Fakultas

Berdasarkan tabel 4.1.2 dapat dilihat responden penelitian dominan berasal dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dengan jumlah responden 128 (62,7%), dilanjutkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan jumlah responden 36 (17,6%). Fakultas Ekonomi dan Bisnis dengan jumlah responden 9 (4,4%). Fakultas Sains dan teknologi dengan jumlah responden 7 (3,4%). Fakuktas Syariah dan Hukum dengan jumlah responden 6 (2,9%). Fakultas Dirasat Islamiyah, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan jumlah responden masing-masing 4 (2%), Fakultas Psikologi dengan jumlah responden 3 (1,5%), Fakultas Adab dan Humaniora dengan jumlah responden 2 atau dengan persentase 1%, dan yang terakhir adalah Fakultas Ushuludin dengan jumlah responden 1( 0,5%).

Fakultas Responden Jumlah (n) Persen (%)

Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan 128 62.7

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 36 17.6

Ekonomi dan Bisnis 9 4.4

Sains dan Teknologi 7 3.4

Syariah dan Hukum 6 2.9

Dirasat Islamiyah 4 2.0

Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi 4 2.0

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 4 2.0

Psikologi 3 1.5

Adab dan Humaniora 2 1.0

Ushuludin 1 0.5


(60)

4.6.Gejala Kelembaban Rambut Responden

4.6.1. Distribusi Gejala Rambut Rontok Setelah Pemakaian Jilbab

Tabel 4.1.3 Distribusi Frekuensi Gejala Rambut Rontok Setelah Memakai Jilbab Kejadian Ketombe

Total Ketombe Tidak Ketombe

N % N % N %

Rambut rontok setelah penggunaan

jilbab

Ya 33 32,4 47 46,1 80 39,2

Tidak 69 67,6 55 53,9 124 60,8

Total 102 100.,0 102 100,0 204 100

Berdasarkan tabel 4.1.3 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih banyak yang menyatakan rambut nya tidak rontok setelah penggunaan jilbab dengan jumlah 124 (60,8%) responden. Kejadian rambut rontok setelah penggunaan jilbab pada kelompok ketombe berjumlah 33 (32,4%) sedangkan, kejadian rambut rontok setelah penggunaan jilbab pada kelompok tidak ketombe berjumlah 47(46,1%) responden. Sehingga dapat disimpulkan kejadian rambut rontok setelah penggunaan jilbab lebih banyak terjadi pada kelompok tidak ketombe dibandingkan dengan kelompok ketombe.


(61)

45

4.6.2. Distribusi Gejala Rambut Gatal Pada Responden

Tabel 4.1.4 Distribusi Frekuesi Gejala Rambut Gatal Kejadian Ketombe

Total Ketombe Tidak Ketombe

N % N % N %

Rambut gatal

Ya 72 70,6 25 24,5 97 47,2

Tidak 30 29,4 77 75,5 107 52,5

Total 102 100.,0 102 100,0 204 100

Berdasarkan tabel 4.1.4 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih banyak yang menyatakan rambut nya tidak gatal dengan jumlah 107 (52,5%) responden. Kejadian rambut gatal pada responden kelompok ketombe berjumlah 72 (70,6%) sedangkan, pada responden kelompok tidak berketombe berjumlah 25 (24,5%) responden. Sehingga dapat disimpulkan gejala rambut gatal lebih banyak terjadi pada responden dengan kelompok ketombe dibandingkan dengan responden kelompok tidak ketombe.

4.6.3. Distribusi Gejala Rambut Gatal Setelah Menggunakan Jilbab

Tabel 4.1.5 Distribusi Frekuesi Gejala Rambut Gatal Setelah Menggunakan Jilbab Kejadian Ketombe

Total Ketombe Tidak Ketombe

N % N % N %

Rambut gatal setelah menggunakan jilbab

Ya 24 23,5 15 14,7 39 19,1

Tidak 78 76,5 87 85,3 165 80,9


(62)

Berdasarkan tabel 4.1.5 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih banyak yang menyatakan rambut nya tidak gatal setelah menggunakan jilbab dengan jumlah 165 (80,9%) responden. Kejadian rambut gatal setelah menggunakan jilbab pada responden dengan kelompok ketombe berjumlah 24 (23,5%) sedangkan, kejadian rambut gatal setelah menggunakan jilbab pada responden kelompok tidak ketombe berjumlah 15 (14,7%). Sehingga dapat disimpulkan gejala rambut gatal setelah penggunaan jilbab lebih banyak terjadi pada responden dengan kelompok ketombe dibandingkan dengan responden kelompok tidak ketombe.

4.7.Perawatan Rambut Responden

4.7.1. Distribusi Penggunaan Jenis Sampo pada Responden

Tabel 4.1.6 Distribusi Frekuesi Penggunaan Jenis Sampo Responden

Kejadian Ketombe

Total Ketombe Tidak Ketombe

N % N % N %

Penggunaan jenis sampo responden

Sampo Anti

Dandruff 10 9,8 6 5,9 16 7,8

Sampo biasa 92 90,2 96 94,1 188 92,2

Total 102 100.,0 102 100,0 204 100

Berdasarkan tabel 4.1.6 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih banyak responden yang menggunakan sampo biasa dengan jumlah 188 (92,2%) responden. Penggunaan sampo anti dandruff pada kelompok ketombe berjumlah 10 (9,8%) sedangkan, penggunaan sampo anti dandruff pada kelompok tidak ketombe berjumlah 6 (5,9%). Dengan demikian dapat disimpulkan penggunan sampo anti dandruff lebih banyak pada kelompok ketombe dibandingkan dengan kelompok tidak ketombe.


(63)

47

4.7.2. Distribusi Kebiasaan Mengeringkan Rambut Sebelum Menggunakan Jilbab

Tabel 4.1.7 Distribusi Frekuesi Kebiasaan Mengeringkan Rambut Sebelum Menggunakan Jilbab

Kejadian Ketombe

Total Ketombe Tidak Ketombe

N % N % N %

Responden mengeringkan rambut

sebelum penggunaan jilbab

Ya 77 75,5 85 83,3 162 79,4

Tidak 25 24,5 17 16,7 42 20,6

Total 102 100.,0 102 100,0 204 100

Berdasarkan tabel 4.1.7 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih banyak responden yang mengeringkan rambut sebelum menggunakan jilbab dengan jumlah 162 (79,4%) responden. Responden yang tidak mengeringkan rambut sebelum menggunakan jilbab pada kelompok ketombe berjumlah 25 (24,5%) sedangkan, responden yang tidak mengeringkan rambut pada kelompok tidak ketombe berjumlah 17 (16,7%). Sehingga dapat disimpulakan Kebiasaan mengeringkan rambut sebelum memakai jilbab lebih banyak pada kelompok tidak ketombe dibandingkan dengan kelompok ketombe.


(64)

4.8. Kebiasaan Penggunaan Jilbab

4.8.1. Distribusi Lama Penggunaan Jilbab dengan Kejadian Ketombe

Tabel 4.1.8 Distribusi Frekuensi Lama Penggunaan Jilbab Kejadian Ketombe

Total Ketombe Tidak Ketombe

N % N % N %

Lama Penggunaan Jilbab

≤10 tahun 74 72,5 78 76,5 152 74,5

>10 Tahun 28 27,5 24 23,5 52 25,5

Total 102 100.,0 102 100,0 204 100,0

Berdasarkan data dari tabel 4.1.8 dapat dilihat responden yang menggunakan Jilbab ≤10 Tahun berjumlah 152 responden (74,5%) sedangkan responden yang menggunakan jilbab >10 tahun berjumlah 52 responden (25,5%). Angka kejadian ketombe pada responden yang

menggunakan jilbab ≤ 10 tahun adalah sebanyak 74 (72,5%)

4.8.2. Analisis Hubungan Antara Lama Penggunaan Jilbab dalam Satu Hari dengan Kejadian Ketombe

Tabel 4.1.9 Hubungan Lama Penggunaan Jilbab dalam Satu Hari dengan Kejadian Ketombe

Kejadian Ketombe

Total

p-value OR(IK 95%) Ketombe Tidak

Ketombe

n % N % N %

1.000 1.000(0.461-2.170) Lama

penggunaan jilbab

≤ 1β

Jam 87 85,3 87 85,3 174 85,3

>12 jam 15 14,7 15 14,7 30 14,7 Total 102 100,0 102 100,0 204 100


(65)

49

Berdasarkan Tabel 4.1.9 dapat dilihat responden yang menggunakan

Jilbab ≤ 1β jam perhari berjumlah 174 responden (85,γ%) sedangkan,

responden yang menggunakan jilbab >12 jam perhari berjumlah 30 responden (14,7%). angka kejadian ketombe pada responden yang menggunakan jilbab >12 Jam adalah sebanyak 15 responden (14,7%). Sedangkan angka kejadian ketombe pada responden yang menggunakan

jilbab ≤1β jam adalah 87 responden (85,3 %).

Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 1,000 (p < 0,05) maka secara statistik tidak terdapat hubungan antara lama penggunaan jilbab dalam satu hari dengan kejadian ketombe.

Hasil odds Ratio yang didapatkan peneliti adalah 1,000 dengan interval kepercayaan 95% sebesar 0,461-2,170. 1 (satu) termasuk dalam interval kepercayaan, maka dapat dikatakan faktor risiko tidak bermakna sehingga dapat mendukung kesimpulan lama penggunaan jilbab dalam satu hari tidak memiliki hubungan dengan kejadian ketombe pada responden.

4.8.3. Analisis Hubungan Antara Warna Dominan Jilbab yang Digunakan dengan Kejadian Ketombe

Tabel 4.1.10 Hubungan antara Warna Dominan Jilbab yang digunakan dengan Kejadian Ketombe

Kejadian Ketombe

Total p-value OR(IK 95%) Ketombe Tidak Ketombe

n % N % N %

0,001 2,611 (1,484-4,593) Warna jilbab yang dominan digunakan

gelap 62 60,8 38 37,3 100 49

terang 40 39,2 64 62,7 104 51


(66)

Berdasarkan Tabel 4.1.10 dapat disimpulkan responden yang menggunakan Jilbab dengan warna dominan gelap berjumlah 100 responden (49%). sedangkan responden yang menggunakan jilbab sehari-hari dengan warna dominan terang berjumlah 104 ( 51%) responden. Angka kejadian ketombe pada responden yang menggunakan jilbab dengan warna dominan gelap adalah sebanyak 62 ( 60,8%) responden Sedangkan kejadian ketombe pada responden yang menggunakan jilbab dengan warna dominan terang adalah sebesar 40 (39,2%).

Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,001 (p < 0,05) maka secara statistik terdapat hubungan antara warna dominan dari jilbab yang dikenakan dengan kejadian ketombe

Hasil odds Ratio yang didapatkan peneliti adalah 2,611 dengan interval kepercayaan 95% sebesar 1,484-4,593. Artinya, responden yang menggunakan warna hitam sebagai warna dominan pada jilbab yang digunakan mempunyai kemungkinan 2,611 kali mengalami ketombe dibandingkan dengan responden yang menggunakan warna terang sebagai warna dominan pada jilbab yang digunakan.

4.8.4. Analisis Hubungan Antara Jumlah Lapisan Jilbab Dominan yang digunakan dengan kejadian ketom

Tabel 4.1.11 Hubungan antara Jumlah Lapis Jilbab Responden dengan Kejadian Ketombe

Kejadian Ketombe

Total p-value OR(IK 95%) Ketombe Tidak Ketombe

N % N % N %

0,001 3,011 (1,578-5,746) Jumlah lapis jilbab

1 Lapis 62 60,8 84 17,6 146 71,6 >1 Lapis 40 39,2 18 82,4 58 28,4


(67)

51

Berdasarkan Tabel 4.1.11 dapat disimpulkan responden yang menggunakan jilbab satu lapis adalah 146 (71,6%) responden sedangkan, responden yang menggunakan jilbab >1 lapis adalah sebanyak 58 (28,4%). angka kejadian ketombe pada responden yang menggunakan jilbab 1 lapis adalah 62 (60,8%) responden sedangkan, kejadian ketombe pada responden yang menggunakan jilbab >1 lapis adalah sebanyak 40(39,2%) responden.

Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,001 (p < 0,05) maka secara statistik terdapat hubungan antara jumlah lapisan jilbab yang digunakan dengan kejadian ketombe

Hasil odds Ratio yang didapatkan peneliti adalah 3,011 dengan interval kepercayaan 95% sebesar 1,578-5,746. Artinya, responden yang menggunakan Jilbab >1 mempunyai kemungkinan 3,011 kali mengalami ketombe dibandingkan dengan responden yang menggunakan jilbab hanya 1 lapis.

4.8.5. Analisis Hubungan Antara Warna Lapis Jilbab Dominan yang Digunakan dengan Kejadian Ketombe

Tabel 4.1.12 Hubungan Antara Warna lapis jilbab dengan kejadian ketomba

Kejadian Ketombe

Total

p-value OR(IK 95%) Ketombe Tidak

Ketombe

n % N % N %

0,014 2,465 (1,188- 5,112) Warna

dominanan pada lapisan jilbab

Gelap 27 26,5 13 12,7 40 19,6 Terang atau

tidak

menggunakan

75 73,5 89 87,3 164 80,4


(68)

Berdasarkan Tabel 4.1.12 dapat disimpulkan responden yang menggunakan warna lapis jilbab dengan dominan berwarna gelap adalah 40 (19,6%) responden sedangkan, responden yang dominan menggunakan warna lapis jilbab terang atau tidak menggunakan sejumlah 164 (80,4) responden.

Angka kejadian ketombe pada responden yang menggunakan jilbab dengan warna dominanan pada lapis jilbab (apabila memakai lebih dari 1 lapis) gelap adalah 27 (26,5%) responden sedangkan, angka kejadian ketombe pada responden yang menggunakan warna dominan pada lapis jilbab terang atau tidak menggunakann adalah 75 ( 73,5%)

Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,014 (p < 0,05) maka secara statistik terdapat hubungan antara warna dominan pada lapisan jilbab yang digunakan dengan kejadian ketombe

Hasil odds Ratio yang didapatkan peneliti adalah 2,465 dengan interval kepercayaan 95% sebesar 1,118-5,112. Artinya, responden yang menggunakan warna dominan gelap pada lapis jilbab yang digunakan mempunyai kemungkinan 2,465 kali mengalami ketombe dibandingkan dengan responden yang menggunakan warna dominan jilbab terang dan tidak menggunakan lapis jilbab.


(69)

53

4.8.6. Analisis hubungan Antara Penggunaan Dalaman Jilbab dengan Kejadian Ketombe

Tabel 4.1.13 Hubungan antara Kebiasaan Penggunaan Ciput dengan Kejadian Ketombe

Kejadian Ketombe

Total

p-value

OR(IK 95%) Ketombe Tidak

Ketombe

N % N % N %

0,031 1,869 (CI 95% 1,056-3,310) Kebiasaan penggunaan ciput Menggunakan

ciput 70 68,6 55 53,9 125 61,3 Tidak

menggunakan ciput

32 31,4 47 46,1 79 38,7

Total 102 100,0 102 100,0 204 100,0

Berdasarkan data dari tabel 4.1.13 dapat disimpulkan responden yang menggunakan ciput adalah 125 (61,3%) responden sedangkan responden yang tidak menggunakan ciput adalah 79 (38,7%) responden . Kejadian ketombe pada responden yang memiliki kebiasaan menggunakan dalaman jilbab adalah 70 (68,6%) responden sedangkan, kejadian ketombe pada responden yang tidak menggunakan ciput adalah 47 (46,1%)

Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,031 ( p < 0,05) maka secara statistik terdapat hubungan antara penggunaan ciput dengan kejadian ketombe.

Hasil odds Ratio yang didapatkan peneliti adalah 1,869 dengan interval kepercayaan 95% sebesar 1,056-3,310. Satu termasuk dalam interval kepercayaan, maka dapat dikatakan faktor risiko bermakna sehingga dapat mendukung kesimpulan kebiasaan penggunaan ciput memiliki hubungan dengan kejadian ketombe pada responden


(70)

4.8.7. Analisis Hubungan Penggunaan Warna Dalaman Jilbab Dominan dengan Kejadian Ketombe

Tabel 4.1.14 Hubungan antara Kebiasaan Penggunaan Warna Ciput dengan Kejadian ketombe

Berdasarkan Tabel 4.1.14 dapat disimpulkan responden yang menggunakan ciput dengan warna gelap adalah 125 (49,5%) sedangkan responden yang menggunakan ciput terang atau tidak menggunakan ciput adalah 79 (50,5%) responden. Angka kejadian ketombe pada responden yang memiliki kebiasaan menggunakan ciput dengan warna gelap adalah 55 (53,9%) sedangkan, kejadian ketombe pada responden yang menggunakan warna ciput terang atau tidak menggunakan ciput sebanyak 47 (46,1%)

Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,025 (p < 0,05) maka secara statistik terdapat hubungan antara penggunaan jilbab dengan warna gelap dengan kejadian ketombe.

Kejadian Ketombe

Total

p-value

OR(IK 95%) Ketombe Tidak Ketombe

N % N % N %

0.025 1,890 (Cl 95% 1,082-3,302) Warna ciput

gelap 55 53,9 39 38,2 125 49,5 Terang atau

tidak menggunaka

n ciput

47 46,1 63 61,8 79 50,5


(71)

55

Hasil odds Ratio yang didapatkan peneliti adalah 1,890 dengan interval kepercayaan 95% sebesar 1,082-3,302. Artinya, responden yang menggunakan warna dominan gelap pada ciput yang dikenakan mempunyai kemungkinan 1,960 kali mengalami ketombe dibandingkan dengan responden yang menggunakan warna ciput terang atau tidak menggunakan.


(72)

56

BAB 5

KESIMPULAN DAN BAHASAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa:

1. Distribusi gejala rambut rontok setelah menggunakan jilbab lebih banyak terjadi pada kelompok tidak ketombe 47 (46,1%) responden dibandingkan dengan kelompok ketombe 33(32,4%) responden

2. Distribusi gejala rambut gatal lebih banyak terjadi pada kelompok ketombe dengan jumlah 72 (70,6%) responden dibandingkan dengan kelompok tidak ketombe sebanyak 25 (77%)

3. Distribusi gejala rambut gatal setelah menggunakan jilbab lebih banyak terjadi pada kelompok ketombe dengan jumlah 15 (14,7%%) dibandingkan dengan kelompok tidak ketombe dengan jumlah 24 (23,5%) responden

4. Angka kejadian ketombe lebih banyak pada responden dengan pemakaian

jilbab ≤ 10 tahun dengan jumlah 74 (7β,5%)

5. Tidak ada hubungan antara lama penggunaan jilbab dalam satu hari dengan kejadian ketombe dengan nilai p-value = 1,000

6. Terdapat hubungan antara penggunaan jilbab berwarna gelap terhadap kejadian ketombe dengan p-value = 0,001. Nilai odd rasio didapatkan sebesar 2,611 (CI 1,484-4,593). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang menggunakan warna jilbab hitam pada kesehariannya mempunyai kemungkinan sebesar 2,611 kali mengalami ketombe dibandingkan dengan yang menggunakan jilbab berwarna terang

7. Terdapat hubungan antara lapis jilbab responden dengan kejadian ketombe dengan p-value = 0,001. Nilai odd ratio didapatkan sebesar 3,011 (CI 95% 1,578-5,746). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang menggunakan


(1)

a.

Analisis Hubungan antara Jumlah Lapis Jilbab dengan Kejadian Ketombe

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson

Chi-Square

11.660

a

1

.001

Continuity

Correction

b

10.624

1

.001

Likelihood

Ratio

11.885

1

.001

Fisher's Exact

Test

.001

.001

Linear-by-Linear

Association

11.603

1

.001

N of Valid

Cases

b

204

Value

95% Confidence Interval

Lower

Upper

Odds Ratio for Jumlah Lapis Jilbab (>1 lapis / 1

Lapis) 3.011 1.578 5.743

For cohort Ketombe =

Ketombe 1.624 1.257 2.097

For cohort Ketombe =

Tidak Ketombe .539 .359 .811


(2)

a.

Analisis Hubungan Antara Warna Lapis Jilbab Dominan Responden dnegan

Kejadian Ketombe

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson

Chi-Square 6.095

a

1 .014

Continuity

Correctionb 5.255 1 .022

Likelihood

Ratio 6.202 1 .013

Fisher's Exact

Test .021 .011

Linear-by-Linear

Association 6.065 1 .014

N of Valid

Casesb 204

Value

95% Confidence Interval

Lower

Upper

Odds Ratio for Warna lapis jilbab (Gelap / Terang//tidak menggunakan)

2.465 1.188 5.112

For cohort Ketombe =

Ketombe 1.476 1.124 1.938

For cohort Ketombe =

Tidak Ketombe .599 .375 .956


(3)

a.

Analisis Hubungan Antara Menggunakan Ciput dengan Kejaidan Ketombe

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson

Chi-Square 4.648

a 1 .031

Continuity

Correctionb 4.049 1 .044

Likelihood Ratio 4.670 1 .031

Fisher's Exact

Test .044 .022

Linear-by-Linear Association

4.625 1 .032

N of Valid

Casesb 204

Value

95% Confidence Interval

Lower

Upper

Odds Ratio for

penggunaanwarncaciput (Menggunakan ciput / Tidak Menggunakan ciput)

1.869 1.056 3.310

Odds Ratio for

penggunaanwarncaciput (Menggunakan ciput / Tidak Menggunakan ciput)

1.869 1.056 3.310

For cohort Ketombe =

Ketombe 1.382 1.015 1.883

For cohort Ketombe =

Tidak Ketombe .740 .565 .968


(4)

a.

Analisis Hubungan Antara Warna Ciput Dominan yang digunakan dengan

Ketombe

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson

Chi-Square 5.051

a 1 .025

Continuity

Correctionb 4.439 1 .035

Likelihood Ratio 5.072 1 .024

Fisher's Exact

Test .035 .017

Linear-by-Linear Association

5.026 1 .025

N of Valid

Casesb 204

Value

95% Confidence Interval

Lower

Upper

Odds Ratio for Warna ciput fix (Ciput gelap / ciput terang atau tidak menggunakan ciput)

1.890 1.082 3.302

For cohort Ketombe =

Ketombe 1.369 1.040 1.803

For cohort Ketombe =

Tidak Ketombe .724 .542 .967


(5)

Lampiran 2

Daftar Riwayat Hidup

Nama

: Avissa Mada Vashti

Tempat Tanggal Lahir

: Bekasi , 06 November 1992

Alamat

: Perumahan Griya Alam Sentosa Blok A8-3 Cileungsi-

Bogor

Email

: [email protected]

No.Telpon

: 081298510318

Riwayat Penidikan

Tk Aisyah (1997-1999)

Fajar Hidayah(1999-2005)

SMP N 49 Jakarta Timur(2005-2008)

SMA N 14 Jakarta Timur(2008-2011)

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Timur(2011-sekarang)


(6)