24
oksigen dan
nitrogen. Etil
asetat dapat
melarutkan  air  hingga  3,  dan  larut  dalam  air hingga  kelarutan  8  pada  suhu  kamar.
Kelarutannya  meningkat  pada  suhu  yang  lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil
dalam air yang mengandung basa atau asam. Nama CAS
:10238-21-8merek
Rumus  molekul : C
4
H
8
O
2
Berat molekul : 88.12 gmol
Deskripsi : Cairan tak berwarna
Penggunaan :  Secara  luas  digunakan  sebagai  bahan  pelarut
untuk indusri dan bahan pelarut untuk ekstraksi. 2.9.   Metode Pengujian
2.9.1.   Metode induksi aloksan
Keadaan  diabetes  pada  hewan  uji  ini  dapat  dilakukan  dengan cara pankreotomi dan juga secara kimia. Zat-zat kimia sebagai induktor
diabetogen  antara  lain  aloksan  dan  streptozosin  yang  pada  umumnya dapat  diberikan  secara  parenteral.  Zat  diatas  mampu  menginduksi
hiperglikemi yang permanen dalam waktu dua samapi tiga hari. Prinsip  metodenya  adalah  kepada  hewan  uji  dilakukan  degan
memberikan  aloksan  monohidrat  secara  intrevena  dengan  dosis  140 mgkg bb. Hewan uji yang berbeda dengan kondisi yang berbeda akan
menghasilkan  dosis  yang  berbeda  sehingga  uji  pendahuluan  tetap
25
dilakukan  delapan  hari  setelah  pemberian  aloksan.  Pemberian  obat antidiabetik  secara  oral  dapat  menurunkan  kadar  glukosa  darah
dibandingkan terhadap hewan uji normal. Keadaan  diabetes  pada  hewan  uji  dilakukan  dengan
memberikan  aloksan  monohidrat  secara  intravena  dengan  dosis  140 mgkg  bb.  Hewan  uji  yang  berbeda  sehingga  uji  pendahuluan  tetap
dilakukan untuk menetapkan dosis aloksan. Selanjutnya perkembangan hiperglikemia diperiksa setiap hari. Pemberian tanaman obat yang akan
diuji dilakukan delapan hari setelah pemberian aloksan. Pemberian obat antidiabetik  secara  oral  dapat  menurunkan  kadar  glukosa  darah
dibandingkan terhadap hewan uji normal. Keadaan  diabetes  permanen  pada  hewan  coba  dapat  dicapai
dengan  pemberian  dosis  aloksan  yang  optimum.  Sebelum  mencapai keadaan  tersebut,  hewan  akan  mengalami  beberapa  tahapan  yang
fluktuatif  dimana  terjadi  fase  hiperglikemia,  fase  hipoglikemia  dan kadang-kadang  secara  spontan  akan  kembali  normal  bahkan  dapat
terjadi kematian. Adapun fase-fase yang terjadi adalah Jamalia, 2005 : Pertama : setelah 5 sampai 19 menit pemberian aloksan secara
intravena  akan  terjadi  fase  hipoglikemia  awal  dimana  saraf  otonom akan  mempengaruhi  sel  beta  pankreas  agar  melepaskan  insulin  yang
tersimpan  sehingga  insulin  masuk  ke  peredaran  darah  dan menyebabkan hipoglikemia. Fase ini berlangsung singkat namun dapat
berakibat fatal pada hewan.
26
Kedua  :  dalam  fase  ini  mula-mula  terjadi  stimulasi orthosimpatik  dimana  terjadi  kekurangan  insulin  yang  disebabkan
adanya inhibisi sekresi insulin yang disebabkan adanya inhibisi sekresi insulin dalam sel-sel beta pankreas. Fase ini berlangsung 30 sampai 120
menit setelah pemberian aloksan. Dalam fase ini kadang-kadang kadar glukosa mencapai 6 gl.
Ketiga : pada fase ini terjadi hipoglikemia sekunder dan kadang terjadi  konvulsi  pada  hewan.  Pada  fase  ini  kadar  glukosa  darah
menurun  dan  mencapai  keadaan  yang  lebih  gawat  dari  semula.  Tahap yang  terjadi  antara  jam  ketiga  atau  jam  kesepuluh  setelah  pemberian
aloksan  secara  intravena  sangat  berbahaya  dan  dapat  menyebabkan kematian. Untuk kedaan fatal dianjurkan pemberian glukosa.
Keempat  :  fase  terjadinya  hiperglikemia  awal  permanen.  Pada fase  ini  hewan  menjadi  hiperglikemia  permanen.  Terjadi  setelah  2
sampai 8 jam setelah pemberian aloksan secara intravena. Tetapi pada fase  ini  hewan  dapat  pula  menjadi  normal  kembali  secara  spontan
setelah  selang  waktu  tersebut.  Oleh  karena  itu  sebaiknya  pemeriksaan kadar gula darah dilakukan setelah tahap keempat tersebut atau hari ke-
3,  diperkirakan  sindrom  diabetes  permanen  terjadi  akibat  rusaknya sebagian  sel-sel  beta  pulau  langerhans,  tetapi  ada  pula  yang
menyatakan  bahwa  haya  fungsi  sel  β  Langerhans  saja  yang  ambang rangsangnya menurun Jamalia, 2005.
27
2.9.2.  Metode uji toleransi glukosa oral. Depkes, 1993