Uji Efek Antihiperglikemia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados Dengan Metode Induksi Aloksan
UJI EFEK ANTIHIPERGLIKEMIK EKSTRAK ETIL
ASETAT LUMUT HATI
(Mastigophora diclados)
DENGAN
METODE INDUKSI ALOKSAN
SKRIPSI
NURUL FITRIALIZA ROSDIANI
NIM. 109102000030
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI EFEK ANTIHIPERGLIKEMIK EKSTRAK ETIL
ASETAT LUMUT HATI
(Mastigophora diclados)
DENGAN
METODE INDUKSI ALOKSAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
NURUL FITRIALIZA ROSDIANI
NIM. 109102000030
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(3)
(4)
(5)
(6)
vi
Nama : Nurul Fitrializa Rosdiani Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Efek Antihiperglikemia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados Dengan Metode Induksi Aloksan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas antihiperglikemia dari ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados. Penelitian ini menggunakan 36 ekor tikus wistar jantan yang berumur 2-3 bulan dan mempunyai berat badan 140-180 gram. Tikus dibagi menjadi tiga kelompok kontrol dan tiga kelompok uji yaitu kontrol normal, kontrol negatif, kontrol positif, dosis 1 mg/kgBB, dosis 10 mg/kgBB dan dosis 100 mg/kgBB. Tikus mengalami diabetes dengan injeksi intraperitoneal aloksan monohidrat 100 mg/kg BB. Ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados diberikan setiap hari kepada tikus selama 28 hari. Pada uji ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara setiap dosis dengan konrol negatif (ρ≤0,05) dan semua dosis ekstrak tidak terdapat perbedaan bermakna dengan kontrol positif (ρ≥ 0,05). Dari semua variasi dosis penurunan glukosa darah yang paling besar terjadi pada kelompok dosis 10 mg/kg BB 25,56%, 17.9%, 19.4% dan 22%.
Kata kunci : Antihiperglikemia, Mastigophora diclados, metode induksi aloksan
(7)
Name : Nurul Fitrializa Rosdiani Program Study : Pharmacy
Title : Antihyperglycemic Effects of Ethyl Acetate Extract of the Liverwort Mastigophora diclados On Alloxan Induced Methode
The research was conducted in order to determine the antihyperglycemic activity of the ethyl acetate extract of the liverwoth Mastigophora diclados. This study used 36 male wistar rats that were 2-3 months old and had a body weight in the range 140-180 gram. That rats were divided into three control groups and three test groups namely normal control, negative control, positive control, extract 1 mg/kgBW, extract 10 mg/kgBW and extract 100 mg/kgBW. Rats were made diabetic by intraperitoneal injection of 100 mg/kg body weight of Alloxan monohydride. The diabetic rat received the ethyl acetate extract of the liverwoth Mastigophora diclados daily for 28 days. The ANOVA showed that there were significant differences between each dose of the extract with the negative control
(ρ≤0,05) and all dose of the extract are no significant differences with the positive control (ρ≥0,05). Percentage reduction blood glucose highest at a dose 10 mg/kg BW is 25.56%, 17.9%, 19.4% and 20%
(8)
viii
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang dengan izinnya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si, Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph. D, Apt selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan, memberikan ilmu dan masukan saran, sejak proposal skripsi, pelaksanaan penelitian sampai penyusunan skripsi.
3. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Umar Mansyur, M. Sc selaku Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ayahanda H. Rasna Ibnu Andi dan Ibunda tersayang Ghosriyani, adik-adikku tercinta Nursinta Arifiani Rosdiana, Nurazmi Muhadi Rasdityanto dan Nuril Fatina Sodiqo Rosdini yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat serta dukungannya baik moral maupun material yang tak terhingga terhadap penulis.
7. Untuk teman-temanku tercinta Risda Yulianti, Arestya Otari, Elsa Suci Mutiara, Widya Larasaty, Alfrida Tatsa Haifa, Migi, Dina Permata
(9)
8. Teman-teman seperjuangan farmasi angkatan 2009 khususnya PHENOL, yang sama-sama berjuang bersama selama 4 tahun untuk menyelesaikan skripsi ini dan terima kasih untuk segala kebersamaan dan kekompakannya.
9. Semua pihak yang tidak muat ditulis dihalaman ini, tetapi amal baiknya semoga dicatat di sisi Allah.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik pada mereka semua. Penulis menyadari proposal skripsi ini jauh dari sempurna, namun demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak lain yang berkepentingan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 16 September 2013
(10)
(11)
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Hipotesis ... 2
1.5 Manfaat Penelitian ... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Tanaman Lumut Hati(Mastighopora diclados) ... 3
2.1.1 Klasifikasi Tanaman ... 3
2.1.2 Karakteristik Tanaman ... 3
2.1.3 Habitat ... 3
2.1.4 Kandungan Kimia ... 3
2.1.5 Aktivitas Biologi ... 4
2.2 Simplisia ... 4
2.3 Ekstrak dan Ekstraksi ... 5
2.3.1 Pengertian Ekstrak dan Ekstraksi ... 5
2.3.2 Metode Ekstraksi ... 5
2.4 Diabetes Mellitus ... 7
2.4.1 Definisi Diabetes Mellitus ... 7
2.4.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus ... 7
2.4.3 Gejala Diabetes Mellitus ... 8
2.5 Terapi Farmakologi ... 9
2.5.1 Terapi Insulin ... 9
2.5.2 Terapi Obat Hipoglikemik Oral ... 9
2.5.2.1 Golongan Sulfonilurea ... 9
2.5.2.2 Golongan Biguanida ... 9
2.5.2.3 Golongan Glukosidase Inhibitor ... 10
2.5.2.4 Golongan Thiazolidindon ... 11
2.5.2.5 Golongan Miglitinida ... 11
2.6 Aloksan ... 11
(12)
xii
2.8.1 Metode Induksi Aloksan ... 13
2.8.2 Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah ... 13
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 14
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 14
3.2 Alat dan Bahan ... 14
3.2.1 Alat ... 14
3.2.2 Bahan Uji ... 14
3.2.3 Bahan Kimia ... 14
3.3 Prosedur Penelitian ... 14
3.3.1 Pembuatan Simplisia ... 14
3.3.2 Ekstraksi Lumut Hati Mastigophora diclados ... 15
3.3.3 Uji Penapisan Fitokimia ... 15
3.3.4 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik ... 16
3.4 Rancangan Percobaan ... 17
3.4.1 Pembagian Kelompok Perlakuan ... 17
3.4.2 Persiapan Hewan Percobaan ... 18
3.5 Pembuatan Sediaan Dosis Uji ... 18
3.6 Induksi Diabetes Pada Tikus ... 19
3.7 Pemberian Bahan Uji ... 19
3.8 Pengambilan Darah Hewan Uji ... 20
3.9 Analisis Data ... 20
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 21
4.1 Hasil Penelitian ... 21
4.1.1 Penapisan Fitokimia Ekstrak Mastigophora diclados ... 21
4.1.2 Hasil Ekstraksi Lumut Hati Mastigophora diclados ... 21
4.1.3 Hasil Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak ... 21
4.1.4 Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah ... 22
4.2 Pembahasan ... 24
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
5.1 Kesimpulan ... 30
5.2 Saran ... 30
(13)
Halaman
Gambar 1 Struktur Kimia Aloksan. ... 11
Gambar 2 Struktur Kimia Glibenklamid ... 12
Gambar 3 Kurva Penurunan Kadar Glukosa Darah (mg/dL) ... 24
Gambar 4 Mastigophora diclados (Brid.) Ness ... 34
Gambar 5 Alkaloid (Dragendroff) ... 38
Gambar 6 Alkaloid (Mayer) ... 38
Gambar 7 Antraquinon ... 38
Gambar 8 Fenolik ... 38
Gambar 9 Flavonoid ... 39
Gambar 10 Saponin ... 39
(14)
xiv
Halaman
Tabel 1 Kelompok Perlakuan pada Metode Induksi Aloksan ... 17
Tabel 2 Data Hasil Penapisan Fitokimia... 21
Tabel 3 Hasil Data Parameter Ekstrak ... 21
Tabel 4 Nilai Rerata dan Standar Deviasi Metode Induksi Aloksan .. 22
Tabel 5 Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah ... 23
Tabel 6 Hasil Pengukuran Glukosa Darah Hewan Uji ... 45
Tabel 7 Uji Normalitas Ekstrak Mastigophora diclados ... 47
Tabel 8 Uji Homogenitas Ekstrak Mastigophora diclados ... 48
Tabel 9 Uji ANOVA Ekstrak Mastigophora diclados ... 49
Tabel 10 Uji Kruskal-Wallis Ekstrak Mastigophora diclados ... 50
(15)
Halaman
Lampiran 1 Gambar Lumut Hati Mastigophora diclados ... 33
Lampiran 2 Perlakuan Hewan Uji Pada Saat Penelitian ... 34
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia ... 35
Lampiran 4 Proses Pembuatan Ekstrak ... 37
Lampiran 5 Skema Aklimatisasi Hewan Uji dan Induksi Aloksan ... 38
Lampiran 6 Skema Kerja Antidiabetes ... 39
Lampiran 7 Perhitungan Ekstrak Etil Asetat Mastigophora diclados ... 40
Lampiran 8 Sertifikat Glibenklamida ... 42
Lampiran 9 Determinasi Tanaman ... 43
Lampiran 10 Pemeriksaan Parameter Ekstrak ... 44
Lampiran 11 Perhitungan Persentase Kadar Glukosa Darah ... 46
(16)
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Diabetes mellitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri, polifagi, dan polidipsi, disertai dengan peningkatan kadar glukosa darah atau
hiperglikemia (glukosa puasa ≥ 126 mg/dL atau glukosa sewaktu ≥ 200
mg/dL). Bila DM tidak segera diatasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan protein, dan resiko timbulnya gangguan mikrovaskular atau makrovaskular meningkat (Katzung, 2007).
Hiperglikemia dapat menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) atau radikal bebas yang berlebihan dan akan memicu terjadinya stress oksidatif, yaitu suatu keadaan dimana jumlah radikal bebas yang diproduksi melebihi kapasitas tubuh untuk menangkalnya (Made, 2008). Senyawa antioksidan berperan penting untuk mengurangi kerusakan oksidatif sel maupun jaringan yang disebabkan Reactive Oxygen Spesies (ROS) termasuk radikal bebas seperti radikal anion superoksida, radikal hidroksil singlet oksigen dan senyawa yang bukan radikal bebas seperti hidrogen peroksida (Kumar et al., 2010).
Tumbuhan lumut merupakan tumbuhan tingkat rendah dalam divisi bryophyta, yang termasuk dalam tumbuhan darat sejati. Pada umumnya lumut menyukai tempat-tempat basah dan lembab di dataran rendah sampai dataran tinggi. Tumbuhan ini sering disebut tumbuhan perintis karena lumut dapat tumbuh dengan berbagai kondisi pertumbuhan ditempat tumbuhan tingkat tinggi tidak bisa tumbuh (Damayanti, 2006).
Menurut Conard dan Redfearn (1996) klasifikasi bryophyta terdiri atas tiga kelas yaitu Anthocerotae/Anthocerotopsida (Lumut tanduk), Hepaticae/Hepaticopsida (Lumut hati) dan Musci/Bryopsida (lumut sejati). Lumut hati memiliki anggota sekitar 5000 jenis. Struktur tubuhnya terdiri dari 2 macam bentuk, yaitu lumut dengan struktur yang memiliki daun dan yang hanya memiliki talus. Lumut hati memiliki badan minyak (oil bodies) sebagai penanda yang sangat penting untuk klasifikasi lumut tersebut. Badan minyak (oil bodies) tersebut mampu mensintesis senyawa yang larut dalam lemak
(17)
seperti asetogenin, terpenoid dan senyawa aromatik, sementara yang lainnya tidak. Beberapa kandungan kimia dari lumut hati merupakan senyawa yang khas bagi kelas ini dan menunjukkan berbagai aktivitas biologi yang menarik, seperti antimikroba, sitotoksik dan antioksidan. (Komala et al., 2010)
Satu jenis tumbuhan yang bisa dijadikan obat adalah tumbuhan lumut hati. Komala et al (2010) telah melaporkan bahwa tumbuhan lumut Mastigophora diclados mengandung senyawa-senyawa fenolik seskuiterpenoid herbertan. Senyawa-senyawa golongan fenolik seskuiterpen herbetan dilaporkan memiliki aktivitas sitotoksik, antioksidan dan anti mikrobial. Antioksidan dapat bekerja menghambat radikal bebas yang diketahui sebagai mediator dari berbagai penyakit antara lain karsinogenesis jantung koroner, inflamasi, artitis, dan diabetes (Ali et al., 2011). Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai uji aktivitas antihiperglikemia dari ekstrak lumut hati Mastigophora diclados.
1.2Perumusan Masalah
Lumut hati Mastigophora diclados diduga dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan galur wistar yang telah diinduksi aloksan.
1.3Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui aktivitas ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan. 1.4Hipotesis
Kerena memiliki aktifitas antioksidan, diperkirakan bahwa ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados memiliki aktivitas antidiabetes yang dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus jantan.
1.5Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados.
(18)
3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Lumut Hati (Mastighopora diclados) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi tanaman lumut hati Mastigophora diclados (Brid.) Nees Kingdom : Plantae
Phylum : Marchantiophyta Class : Jungermanniopsida Order : Jungermanniales Suborder : Lepicoleaceae Family : Mastigophoraceae
Genus : Mastigophora diclados Nees
Species : Mastigophora diclados (Brid.) Nees
2.1.2 Karakteristik Tanaman
Batang tegak ketika dalam kondisi padat dengan panjang 1-1,5 cm, bercabang rapat dengan 1-2 pinnate, berwarna hijau kecoklatan, daun berbentuk lateral, lobus segitiga dengan lanset basal di kedua sisi.
2.1.3 Habitat
Tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados tumbuh pada batang pohon pinus dan agathis, batu-batuan lembab, dinding lereng pegunungan (Ida Haerida et al., 2011)
2.1.4 Kandungan Kimia
Berdasarkan kandungan kimianya, Mastigophoraceae dan Herbertaceae memiliki kesamaan yaitu sama-sama menghasilkan senyawa seskuiterpenoid herbetan sebagai komponen utamanya (Asakawa, 1995, 2004; Harinantenaina & Asakawa, 2007). Dari pemeriksaan Gas Chromatography-Mass Spectrometry ekstrak eter Mastigophora diclados (Brid.ExF. Weber) dari borneo menunjukkan adanya senyawa herbertene, herbertenol, herbertene-2,3-diol dan herbertene-1,2-diol. Dalam koleksi sebelumnya dari Mastigophora diclados Malaysia Timur,
(19)
selain herbertanes, herbertane dimer, juga ditemukan pada mastigophorenes A-D (Asakawa et al., 1991). Namun, spesies di Malaysia Barat tidak menghasilkan herbertanes, melainkan jenis trachylobane diterpenoids dari hasil isolasi (Leong & Harrison, 1997).
2.1.5 Aktivitas Biologi
Mastigophora diclados memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker (HL-60 dan sel KB), antioksidan dan aktivitas antimikrobial terhadap Bacillus subtilis (Komala et al., 2010).
2.2 Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan belum mengalami pengolahan apapun juga, dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral).
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 2000).
2.3 Ekstrak dan Ekstraksi
2.3.1 Pengertian Ekstrak dan Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunkaan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RI, 2000)
(20)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.2 Metode Ekstraksi
Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara :
2.3.2.1Cara Dingin a. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia yang paling sederhana, menggunakan pelarut yang cocok dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan atau (kamar) (Depkes, 2000). Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara merendam 10 bagian serbuk simplisia dalam 75 bagian cairan penyari (pelarut) (Depkes, 1986).
b. Perkolasi
Percolare berasal dari kata “colare”, artinya menyerkai dan “per”= through, artinya menembus (Syamsuni, 2006). Dengan demikian, perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang disebut percolator dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan (Syamsuni, 2006). Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Depkes, 2000).
Keuntungan dari metode perkolasi ini adalah proses penarikan zat berkhasiat dari tumbuhan lebih sempurna (Agoes, 2007).
2.3.2.2Cara Panas a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes, 2000)
(21)
Disgesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur ruangan (kamar) yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C.
c. Infudasi
Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur pemanasan air (bejana infus diatas penangas air mendidih), temperatur terukur (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes, 2000) d. Dekoktasi
Dekoktasi adalah ekstraksi dengan metode infus yang dilakukan selama 30 menit dengan temperatur titik didih air.
e. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus yang sampelnya dibungkus dengan kertas saring sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
f. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstrasi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan segar atau simplisia dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Destilasi uap, bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelupkan ke air yang mendidih, namun dilewati oleh uap air sehingga kandungan senyawa menguap ikut terdestilasi (Ditjen POM, 2000)
2.4 Diabetes Mellitus 2.4.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat infusiensi fungsi insulin (Depkes RI, 2005).
(22)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Disertai dengan peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa
puasa ≥ 126 mg/dL atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dL) (Katzung, 2007).
2.4.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Secara umum diabetes dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :
2.4.2.1 Diabetes Tipe 1 (Diabetes melitus tergantung insulin, IDDM)
Penyakit ini ditandai dengan defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh
lesi atau nekrosis sel β langerhans, hilangnya fungsi sel β mungkin disebabkan
oleh invansi virus, kerja toksin kimia atau umumnya melalui kerja antibodi
autoimun yang ditunjukan untuk melawan sel β. Akibat dari dekstruksi sel β,
pankreas gagal berespon terhadap masukan glukosa (Mycek et a.l, 2001)
Diabetes tipe I ini merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati, lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa. Gangguan katabolisme yang disebabkan hampir tidak terdapatnya insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel β pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik (Katzung, 2002)
2.4.2.2Diabetes Tipe II (Diabetes mellitus tak tergantung insulin, NIDDM) Diabetes tipe II merupakan suatu kelompok heterogen yang terdiri dari bentuk diabetes yang lebih ringan yang terutama terjadi pada orang dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Sirkulasi insulin endogen cukup untuk mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin tersebut sering dalam kadar kurang dari normal atau secara relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan. Obesitas pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin, merupakan faktor resiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini, sebagian besar pasien dengan diabetes tipe II ini bertubuh gemuk (Katzung, 2002). Pada NIDDM
pankreas masih mempunyai beberapa fungsi sel β yang menyebabkan kadar
insulin bervariasi yang tidak cukup untuk memelihara homeostasis glukosa. Diabetes tipe II sering dihubungkan dengan resistensi organ target yang
(23)
membatasi respon insulin endogen dan eksogen. Pada beberapa kasus disebabkan oleh penurunan jumlah atau mutasi reseptor insulin (Mycek et al., 2001)
2.4.2.3Diabetes gestational
Diabetes gestational adalah diabetes yang terjadi pada saat kehamilan, ada kemungkinan akan normal kembali namun toleransi glukosa yang terganggu juga bisa terjadi setelah kehamilan tersebut. DM tipe II atau DM tipe I mungkin terjadi pada wanita yang tidak menjalani penanganan pada saat diabetes gestational ini terjadi. Perlu dilakukan pemeriksaan sebelum 24 minggu kehamilan. Data statistik menunjukkan bahwa pengontrolan gula darah saat kehamilan bagi penderita diabetes gestational akan menghindarkan ibu dan bayi yang dilahirkan dari kematian atau cacat sama halnya dengan tidak mengalami diabetes. Trisemester kedua merupakan saat terjadinya peningkatan stress kehamilan sehingga kadar glukosa darah meningkat (Guthrie and Guthrie, 2003).
2.4.3Gejala Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes mellitus ditandai oleh poliurea (banyak kencing), polidipsia (banyak minum) dan polifagia (banyak makan), walaupun banyak makan tetapi berat tubuh menurun, hiperglikemia, glikosuria, ketosis, dan asidosis (Ganong, 1998).
2.5 Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi meliputi pengobatan dengan insulin atau dengan obat-obat hipoglikemia oral. Obat hanya perlu diberikan jika pengaturan diet secara maksimal tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Penurunan berat badan merupakan tindakan yang sangat penting dalam pengendalian diabetes dan harus dilakukan secara intensif terlepas dari obat yang diberikan (Handoko dan Suharto, 1995).
2.5.1Terapi Insulin
Penderita DM tipe 1 sering kali memerlukan insulin eksogen untuk mengatasi keadaan hiperglikemia. Kebanyakan penderita tipe 2 tidak memerlukan
(24)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
insulin eksogen untuk kelangsungan hidupnya tetapi insulin eksogen hanya digunakan untuk mencapai kesehatan optimum. Pada beberapa pasien, insulin digunakan sebagai alternatif dari terapi hipoglikemik oral. Diperkirakan sebanyak 20% dari jumlah penderita diabetes tipe 2 di Amerika Serikat diobati dengan menggunakan insulin (Katzung, 2001)
2.5.2 Terapi dengan obat-obat hipoglikemik oral
Obat-obat ini berguna dalam pengobatan pasien diabetes tidak tergantung insulin (NIDDM) yang tidak dapat diperbaiki hanya dengan diet. Pasien yang sudah lama menderita diabetes mungkin memerlukan suatu kombinasi obat hipoglikemik dan insulin untuk mengontrol hipoglikemiknya.
2.5.2.1Golongan Sulfonilurea
Mekanisme kerja sulfonilurea termasuk :
a) Merangsang pelepasan insulin dari sel beta pankreas b)Mengurangi kadar glukagon dalam serum
c) Meningkatkan peningkatan insulin pada jaringan target dan reseptor
Merupakan obat hipoglikemik oral yang paling dahulu ditemukan. Sampai beberapa tahun yang lalu, dapat dikatakan hamper semua obat hipoglikemik oral merupakan golongan sulfonilurea. Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid.
Obat-obat kelompok ini merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan perangsangan glukosa, karena ternyata pada saat glukosa (atau kondisi hiperglikemia) gagal merangsang sekresi insulin, senyawa-senyawa obat ini masih mampu meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat golongan sulfonilurea sangat bermanfaat untuk
(25)
penderita diabetes yang kelenjar pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal terhambat sekresinya. Pada penderita dengan kerusakan sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas, pemberian obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea menghambat degradasi insulin di hati (Depkes RI, 2005)
2.5.2.2Biguanida
Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Metformin masih banyak dipakai dibeberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup sedikit asal dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati (Depkes RI, 2005).
2.5.2.3Glukosidase Inhibitor
Senyawa-senyawa inhibitor α-glukosidase bekerja menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim α-glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi menghidrolisis oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara aktif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandialpada penderita diabetes.
Senyawa inhibitor α-glukosidase juga menghambat enzim α-amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/hari (Depkes RI,2005).
2.5.2.4Thiazolidindon
Rosiglitazon dan pioglitazone merupakan obat golongan ini, dengan kerja farmakologi yang istimewa yang disebut juga dengan insulin sentitizer. Berdaya mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas jaringan perifer untuk insulin. Oleh karena itu, penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot
(26)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
meningkat, juga kapasitas penimbunannya di jaringan ini. Efek dari obat ini menyebabkan kadar insulin, glukosa, dan asam lemak dalam darah menurun, begitu pula glukoneogenesis dalam hati (Tjay dan Rhardja, 2007).
2.5.2.5Miglitinida
Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida merupakan obat hipoglikemik generasi baru yang cara kerjanya mirip dengan golongan sulfonilurea. Kedua golongan senyawa hipoglikemik oral ini bekerja meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya senyawa obat hipoglikemik golongan meglitinida dan turunan fenilalanin ini dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral lainnya (Depkes RI, 2005).
2.6 Aloksan
Gambar 1. Struktur Kimia Aloksan
Aloksan adalah suatu substat yang secara struktural adalah derivat pirimidin sederhana. Aloksan diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan pada larutan encer. Aloksan murni diperoleh dari oksidasi asam urat oleh asam nitrat (Nugroho, 2004). Aloksan merupakan senyawa kimia dengan nama IUPAC 2,4,5,6,-tetraoksipirimidina; 5,6-dioksiurasil (Szkudelski, 2001). Senyawa ini merupakan senyawa yang sering digunakan untuk menginduksi penyakit diabetes mellitus atau bahan kimia diabetogenik. Aloksan merupakan senyawa yang bersifat hidrofilik dan tidak stabil. Senyawa ini memiliki waktu paruh sekitar 1.5 menit pada pH netral dan temperature 370C. Pada suhu rendah aloksan memiliki waktu paruh yang lebih lama. Sebagai diabetogenik, aloksan dapat digunakan secara intravena, intraperitoneal dan subkutan. Dosis intravena yang digunakan biasanya
(27)
65 mg/kg BB sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Szkudelski, 2001).
2.7 Glibenklamid
Gambar 2. Struktur Kimia Glibenklamid
Glibenklamid merupakan obat diabetes mellitus yang bekerja dengan cara meningkatkan sekresi insulin (Bailey & Krentz, 2010). Glibenklamid merupakan obat hipoglikemia oral dari turunan sulfonilurea. Menurut Jones & Hattersley (2010), pengobatan dengan menggunakan glibenklamid secara oral disarankan
bagi penderita diabetes akibat kerusakan sel β pankreas. Secara histopatologis,
Mai Cing (2010) telah membuktikan bahwa terapi glibenklamid memiliki efek memperbaiki kelenjar pankreas yang rusak lebih baik dari obat tradisional. Namun demikian, glibenklamid dapat memicu laju laju absorpsi glukosa gastrointestinal dan meningkatkan kadar sekresi insulin plasma, bahkan pada saat kadar glukosa plasma darah berada di bawah ambang sekresi insulin. Hal inilah yang memicu kelaparan dan pada akhirnya menyebabkan kenaikan berat badan bagi para pengkonsumsinya (Bailey & Krentz, 2010).
Untuk mencapai kadar optimal di plasma, glibenklamid akan lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum makan. Obat ini cepat diserap dalam saluran pencernaan, memiliki waktu paruh sekitar 4 jam (Suherman, 2007). Dalam plasma, sekitar 90-99% terikat pada protein plasma, terutama albumin. Meskipun waktu paruhnya pendek, namun efek hipoglikemiknya berlangsung selama 12-24 jam sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Sekitar 50% dari dosis diekskresikan dalam urin dan 50% melalui empedu ke tinja. Dosis awal untuk DM tipe 2 adalah 2,5-5 mg setiap hari, disesuaikan setiap 7 hari dengan penambahan sebesar 2,5 atau 5 mg sehari sampai 15 mg perhari (Suherman, 2007).
(28)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.8 Metode Pengujian 2.8.1Metode Induksi Aloksan
Induksi diabetes dilakukan pada tikus yang diberi suntikan aloksan monohidrat dengan dosis 100 mg/kg BB (Nandhagopal et al, 2013). Penyuntikan dilakukan secara intraperitoneal. Dosis intraperitoneal 2-3 kali dari dosis intravena 65 mg/kg BB (Szkudelski, 2001). Dosis 100 mg/kg dipilih diharapkan sel-sel β Langerhans masih dapat berproduksi. Perkembangan hiperglikemia diperiksa setiap hari.
2.8.2Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah (Baver DJ, 1982) Metode Enzimatik
Kadar glukosa darah diukur dengan metode enzimatik (glukosa oksidase) menggunakan glucometer Roche. Prinsip kerja penggunaan alat ini yaitu : oksigen dengan bantuan enzim glukosa oksidase mengkatalisis proses oksidasi glukosa menjadi glukoronat dan hydrogen peroksida. Dalam reaksi yang kedua enzim peroksidase mengkatalisis reaksi oksidase khromogen (akseptor oksigen yang tidak berwarna), kemudian oleh hidrogen peroksida membentuk suatu produk khromogen teroksidasi berwarna biru, yang diukur dengan glukometer.
(29)
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Penapisan Fitokimia dan Laboratorium Hewan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Berlangsung mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Juli 2013.
3.2 Alat Dan Bahan 3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : vacuum rotary evaporator, oven, timbangan hewan, kandang tikus beserta tempat makan dan minum, timbangan analitik, blender, alat-alat gelas, glukometer (easy touch), sonde oral, jarum suntik, alumunium foil, lumpang, kertas saring, kapas, sarung tangan, masker, tissue gulung, dan label.
3.2.2 Bahan Uji
Bahan yang digunakan adalah lumut hati Mastigophora diclados yang diperoleh dari Gunung Slamet Purwokerto. glibenklamid (BPOM) sebagai obat pembanding dan aloksan monohidrat sebagai penginduksi.
3.2.3 Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan antara lain kloroform, H2SO4 pekat,
ammonia encer, etil asetat, FeCl3 0,1%, reagen Meyer, reagen Dragendroff, asam
klorida, aquadest.
3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Pembuatan Simplisia
Sampel disortasi basah selanjutnya dicuci dibawah air mengalir hingga bersih, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Selanjutnya sampel yang telah kering ditimbang kemudian digiling menggunakan blender hingga menjadi serbuk.
(30)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.2 Ekstraksi Lumut Hati (Mastigophora diclados)
Sebanyak 2230 gram serbuk kering Lumut Hati (Mastigophora diclados) dimasukkan ke dalam botol gelap, diekstraksi bertingkat dengan metode maserasi menggunakan pelarut yang bersifat non-polar terlebih dahulu (n-heksana) untuk mengekstraksi senyawa nonpolar kemudian pelarut yang bersifat semi polar (etil asetat) untuk mengekstraksi senyawa semi polar. Setiap tahap ekstraksi dengan tingkat kepolaran pelarut yang berbeda, dilakukan beberapa kali hingga pelarut tidak berwarna lagi (jernih). Selanjutnya masing-masing hasil ekstraksi disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Selanjutnya ekstrak kental yang diperoleh, dihitung untuk diketahui hasil randemennya.
Rendemen ekstrak =
x 100%
3.3.3 Uji Penapisan Fitokimia ( Depkes, 2000 ) a. Identifikasi Steroid dan Triterpenoid
Ekstrak di masukkan sedikit ke dalam tabung reaksi kecil, lalu dikocok dengan sedikit eter, lapisan eter diambil lalu diteteskan pada plat tetes dan biarkan sampai kering. Setelah ekstrak kering ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Apabila terbentuk warna orange, merah atau kuning berarti positif terpenoid. Tetapi apabila terbentuk warna hijau berarti positif steroid.
b. Identifikasi Flavonoid
Ekstrak ditambahkan serbuk Mg, lalu ditambahkan HCl pekat. Apabila terbentuk warna orange, merah atau kuning berarti positif flavonoid.
c. Identifikasi Fenolik
Sejumlah kecil ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi kecil, lalu di kocok dengan sedikit eter. Lapisan eter dikeringkan pada plat tetes, ditambhakan larutan FeCl3. Terbentuk warna ungu biru berarti positif fenolik.
d. Identifikasi Saponin
Lapisan air pada fraksi diatas diambil, lalu dikocok vertikal. Apabila terbentuk busa yang stabil selama 10 menit berarti positif saponin.
(31)
e. Identifikasi Alkaloid
Untuk identifikasi alkaloid, ekstrak dilarutkan dengan etanol 96% kemudian ditambahkan asam klorida encer 2 N. Filtrat yang diperoleh disaring kemudian diidentifikasi menggunakan pereaksi Mayer, Bouchardat, dan Dragendroff. Pada penambahan Mayer, hasil positif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna putih atau kuning. Hasil positif Dragendroff ditunjukkan dengan terbentuknya endapan berwarna merah bata. Penambahan Bouchardat memberikan hasil positif jika terbentuk endapan coklat sampai hitam. (Ayoola et al., 2008)
f. Identifikasi Kuinon
Identifikasi kuinon dilakukan terhadap ekstrak 1. Sejumlah dipanaskan dalam air selama 5 menit lalu disaring. Sebanyak 5 ml filtat ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N sehingga terbentuk warna merah menunjukkan adanya kuinon.
3.3.4 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak 1. Pengujian Parameter Spesifik
Uji parameter spesifik hanya dilakukan penetapan organoleptik ekstrak meliputi bentuk, bau, warna, dan rasa.
2. Pengujian Parameter Non Spesifik a. Kadar Air
Krus porselin kosong dikonstankan terlebih dahulu dengan pemanasan pada suhu 100-1050C selama 1 jam, didinginkan dalam desikator, dan kemudian ditimbang. Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang dan dimasukkan ke dalam krus yang telah diketahui beratnya. Ekstrak dikeringkan dalam oven pada suhu 105-1100C selama 3 jam, didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang kembali. Perlakuan ini diulang sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung dalam persen terhadap berat sampel awal (Depkes RI, 2000).
b. Kadar Abu
Krus porselin kosong dikonstantakan dengan pemanasan pada suhu 100-1050C selama 2 jam lalu didinginkan dalam desikator. Sebanyak 2
(32)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gram ekstrak dimasukkan ke dalam krus yang telah konstan, dipijarkan dalam tanur pada suhu 600 0C selama 6 jam hingga sampel menjadi abu, kemudian didinginkan dan ditimbang. Penimbangan dilakukan secara berulang sampai didapatkan berat konstan. Kadar abu dihitung dalam persen terhadap berat awal (Depkes RI, 2000)
3.4 Rancangan Percobaan
Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar, berumur 2-3 bulan dengan berat badan antara 140-180 gram. Yang diaklimatisasi selama 1 bulan agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dimana selama proses adaptasi, dilakukan pengamatan kondisi umum dan keseimbangan berat badan.
Hewan uji yang akan dipilih sebanyak 30 ekor tikus putih jantan secara acak untuk dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor dalam setiap kelompoknya sesuai dengan syarat WHO.
3.4.1 Pembagian kelompok perlakuan
Tabel 1. Kelompok Perlakuan pada Metode Induksi Aloksan Kelompok
hewan Perlakuan
Jumlah tikus
KN Diberi air suling 5
K (-) Diinduksi aloksan, diberi air suling 5
K (+) Diinduksi aloksan, diberi glibenklamid 5
D1 Diinduksi aloksan, diberi dosis 1 mg/kg Mastigophora
diclados 5
D2 Diinduksi aloksan, diberi dosis 10 mg/kg Mastigophora
diclados 5
D3 Diinduksi aloksan, diberi dosis 100 mg/kg Mastigophora
(33)
Keterangan :
KN = Kontrol Normal K(-) = Kontrol Negatif K(+) = Kontrol Positif
D1 = Dosis Rendah 1 mg/kgbb D2 = Dosis Sedang 10 mg/kgbb D3 = Dosis Tinggi 100 mg/kgbb
3.4.2 Persiapan hewan percobaan (aklimatisasi)
30 ekor tikus putih jantan galur wistar dengan berat 140-180 gram dibagi menjadi 6 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Sebelum penelitian dimulai, hewan uji diaklimatisasi selama 30 hari, diberi makan pellet, diberi air minum dan dipuasakan sehari sebelum perlakuan. Selama perlakuan, hewan uji diberi pakan dan minum.
3.5 Pembuatan sediaan dosis uji
1) Dosis ekstrak lumut hati Mastighopora diclados
Dosis yang digunakan pada ekstrak etil asetat Mastigophora diclados adalah dosis 1 mg/kg bb, 10 mg/kg bb dan 100 mg/kg bb yang kemudian di konversikan ke dalam dosis tikus masing-masing menjadi 0,2 mg/200 g bb, 2 mg/200 g bb dan 20 mg/200 g bb.
2) Dosis glibenklamid sebagai kontrol pembanding
Glibenklamid yang diberikan dalam bentuk larutan sesuai dosis oral efektif pada manusia, 5 mg/60 kg bb (Suherman, 2007) yang dikonversikan yaitu dosis untuk setiap 200 g tikus menjadi 0,1 mg.
(34)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3) Dosis aloksan
Dosis aloksan secara intraperotoneal yang digunakan dalam percobaan ini adalah 100 mg/kg bb (Nandhagopal, 2013) atau untuk tikus dengan berat badan 200 gram adalah 20 mg/200 gr bb. Dosis intraperitoneal 2-3 kali dari dosis intravena yaitu 65 mg/kg BB (Szkudelski, 2001).
3.6 Induksi Diabetes pada Tikus
Sebelum diinduksi aloksan, hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama 18 jam namun tetap diberikan air minum. Hal ini dilakukan karena hewan uji yang dipuasakan terlebih dahulu lebih rentan mengalami hiperglikemia dibanding hewan uji yang tidak dipuasakan. Setelah itu, larutan aloksan monohidrat disuntikkan secara intraperitoneal dengan dosis 20mg/200gbb tikus pada kelompok K(-) (Kontrol Negatif), K(+) (Kontrol Positif), D1 (Dosis Rendah), D2 (Dosis Sedang), dan D3 (Dosis Tinggi) yang masing-masing terdiri dari 5 hewan uji. Setelah penyuntikan, tikus diberi makan dan minum seperti biasa.
Pengukuran kadar glukosa darah puasa tikus dilakukan kembali pada hari ke 5 , ke 10 dan ke 14 setelah induksi aloksan untuk memastikan bahwa tikus mengalami hiperglikemia permanen (Lanzen, 2008). Dimana kenaikan kadar glukosa darah puasa yang melebihi 140 mg/dl (Manjusha et al, 2011) sedangkan kadar gula darah normal pada tikus adalah 50-135 mg/dl (Carvalho,2003).
3.7 Pemberian Bahan Uji
Pada hari ke 15 setelah induksi aloksan, bahan uji mulai diberikan sesuai perlakuan masing-masing kelompok seperti yang tertera pada tabel 3.4.1. Pemberian bahan uji dilakukan setiap hari. Sebelum pemberian bahan uji hewan dipuasakan terlebih dahulu selama 16 jam. Pengamatan berlangsung selama 28 hari setelah induksi aloksan. Kemudian dilakukan pengambilan darah pada hari ke 7, 14, 21 dan 28.
(35)
3.8 Pengambilan Darah Hewan Uji
Sebelum pengambilan darah, ekor tikus dibersihkan dahulu dengan alkohol 70%. Selanjutnya, diambil darah melalui ujung ekor dimana ujung ekor tikus ditoreh dengan menggunakan pisau bedah kecil hingga membentuk sayatan yang dalam dan di ukur kadar gula darah dengan alat glukometer easy touch GCU. Caranya dengan setetes darah tikus yang berasal dari ujung ekor diteteskan pada strip glukosa yang telah dimasukkan dalam glukometer. Sebelumnya pada glukometer dilakukan penyesuaian kode yang tertera pada kemasan strip glukosa. Setelah darah diteteskan pada strip, ditunggu selama 10 detik untuk menunggu hasil pembacaan konsentrasi glukosa darah pada glukometer. Nilai yang tertera pada glukometer merupakan nilai konsentrasi glukosa darah dengan satuan mg/dL.
3.9 Analisis Data
Data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan program SPSS 16.0 (Statistical Program for Social Science) for windows. Analisis yang digunakan adalah uji distribusi normal (Kolmogorov-Smirnov) dan uji homogenitas (uji Levene). Jika data yang dinyatakan terdistribusi normal dan homogen, uji dilanjutkan dengan uji analisis varian satu arah (ANAVA). Jika terdapat perbedaan yang signifikan, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Jika data yang diperoleh dinyatakan tidak terdistribusi normal atau tidak homogen, uji dilanjutkan dengan analisis non parametik (uji Kruskal-Walis).
(36)
21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN
4.1.1 Penapisan fitokimia ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Data Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados
Pengujian Ekstrak lumut hati
Mastigophora diclados
Antraquinon -
Terpenoid +
Alkaloid -
Flavonoid -
Saponin -
Fenolik -
Keterangan : (+) memberikan reaksi positif, (-) memberikan reaksi negatif
4.1.2 Hasil ekstraksi dari lumut hati Mastigophora diclados
Dari 2230 gram lumut hati Mastigophora diclados yang diekstraksi diperoleh ekstrak kental 41,78 gram. Jadi, randemen yang didapat 1,874%.
4.1.3 Hasil Data Parameter Ekstrak Spesifik dan Non Spesifik
Tabel 3. Hasil Data Parameter Ekstrak
No Parameter Hasil
1 Organoleptis Warna : Hitam
Berbau : Aromatis Bentuk : Cairan kental
2 Kadar Air 0,93 %
3 Kadar Abu 10%
(37)
4.1.4 Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah Pada Metode Induksi Aloksan a. Nilai rerata dan Standar deviasi
Pada tabel 3, memperlihatkan nilai rerata dari seluruh kelompok kontrol dan uji.
Tabel 4. Nilai Rerata dan Standar Deviasi Pada Metode Induksi Aloksan Waktu
(hari)
Kadar glukosa darah rata-rata (mg/dl) dan Standar deviasi
KN K (-) K (+) D1 D2 D3
0 69,2±10,9 141± 11,02
161,8± 11,49
166,6±
12,60 178±9,66
166,5± 5,40 7 88,8±9,03 151±8,94 151,6±
9,91 138±5,29
132,5±
9,12 135±6,44 14 102,5±
10,13
158,6±
6,72 169±8,61
145,2±
7,32 146±8,94 161±4,02 21 97,8±19,1
8 168,4± 8,64 146,2± 17,72 144,6± 8,44 143,4± 10,13 143,2± 7,62
28 95,4±
10,57
177,2±
6,14 135±2,12
143,6±
4,09 138±7,56 136±9,13
Keterangan :
KN = Kontrol Normal K(-) = Kontrol Negatif K(+) = Kontrol Positif
D1 = Dosis Rendah 1 mg/kgbb D2 = Dosis Sedang 10 mg/kgbb D3 = Dosis Tinggi 100 mg/kgbb
(38)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah
Persentase penurunan kadar glukosa darah yang paling besar terjadi pada kelompok dosis sedang 10 mg/kg BB bila dilihat dari tabel 5.
Tabel 5. Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados
Kelompok Perlakuan
Waktu (hari)
Ke 7 Ke 14 Ke 21 Ke 28
Kontrol
Positif 6.3% 4,45% 16,8% 23,2%
Dosis rendah
1 mg/kg BB 17.16% 12,8% 13,2% 13,8%
Dosis sedang
10 mg/kg BB 25.56% 17,9% 19,4% 22%
Dosis tinggi 100 mg/kg
BB
(39)
Gambar 3. Kurva Penurunan Kadar Glukosa Darah (mg/dl)
4.2 PEMBAHASAN
Pada penelitian uji antihiperglikemia ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados menggunakan metode induksi aloksan. Aloksan dipilih sebagai diabetogen dalam penelitian ini dikarenakan aloksan didalam tubuh mengalami metabolism oksidasi reduksi menghasilkan radikal bebas dan radikal aloksan. Radikal ini mengakibatkan kerusakan sel beta pankreas (Szkudelski, 2001) sehingga terjadi insulin dependent diabetes mellitus atau disebut juga allloxan diabetes pada hewan percobaan. Diabetes tipe ini memiliki karakteristik yang serupa dengan diabetes tipe 1 pada manusia, sehingga menghasilkan kondisi diabetes eksperimental (efek diabetogenik) pada hewan percobaan mengakibatkan hiperglikemia (Agung,2006).
Dosis aloksan yang diberikan pada penelitian ini adalah 100 mg/kg BB (Nandhagopal et al, 2013). Dosis 100 mg/kg dipilih, karena diharapkan sel-sel β Langerhans masih dapat berproduksi. Kemudian aloksan dilarutkan dengan aquadest. Setelah itu, tikus pada kelompok kontrol positif , kontrol negatif, kontrol perlakuan (dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi) diinduksi dengan
0 50 100 150 200 Hari 0 sebelum pemberian ekstrak
Hari ke 7 setelah pemberian
ekstrak
Hari ke 14 setelah pemberian
ekstrak
Hari ke 21 setelah pemberian
ekstrak
Hari ke 28 setelah pemberian
ekstrak
Kontrol Normal Kontrol Negatif Kontrol Positif
(40)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aloksan secara intraperitoneal. Kontrol positif dalam penelitian ini adalah glibenklamid, diperlukan untuk melihat pengaruh obat antidiabetik oral yang telah terbukti khasiatnya untuk menurunkan kadar glukosa darah., kontrol negatif untuk mengetahui kadar glukosa darah tikus putih diabetes yang diinduksi oleh aloksan. dan kontrol perlakuan (dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi) untuk mengethaui efek pemberian ekstrak pada tikus yang diinduksi aloksan (diabetes) selama percobaan.
Masa penginduksian dilakukan selama 14 hari dimana kadar glukosa darah
meningkat ≥ 140 mg/dl (hiperglikemia) (Manjusha et al, 2011). Pemberian ekstrak Mastigophora diclados dan glibenklamid sebagai terapi hiperglikemik diberikan secara oral pada tikus selama 28 hari. Glibenklamid dipilih sebagai terapi pembanding ekstrak Mastigophora diclados karena dapat merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas (Depkes RI, 2005). Dosis glibenklamid yang digunakan adalah 0,1 mg/200 g BB. Dosis tersebut digunakan berdasarkan dosis efektif oral pada manusia, yaitu 5 mg/ hari yang kemudian di konversi ke dosis tikus. Adapun pemberian ekstrak Mastigophora diclados diberikan dalam sediaan suspensi dengan penambahan NaCMC 0,5% sebagai agen pensuspensi.
Dari grafik diatas diketahui bahwa kadar glukosa darah normal masih tetap dalam rentang normal sedangkan kontrol negatif mengalami hiperglikemia. Pada kontrol positif dan kelompok uji dosis 1, 10 dan 100 mg/kgbb pada hari ke 7, ke 21 dan 28 mengalami penurunan kadar glukosa darah. Sedangkan pada hari ke 14 kontrol positif, kelompok uji dosis 1, 10 dan 100 mg/kgbb mengalami kenaikan kadar darah. Pada penelitian lain melaporkan bahwa kenaikan kadar glukosa darah pada kontrol normal dikarenakan pengaruh stress sebagai akibat dari pengobatan (Nandhagopal, 2013).
Pada persen penurunan kadar glukosa darah diketahui bahwa dosis 10 mg/kgbb memiliki persen penurunan paling tinggi diantara dosis 1 dan 100 mg/kgbb dan persen penurunan kadar glukosa darah pada dosis 1 dan 100 mg/kgbb tidak berbeda jauh. Pada hari ke 14 dosis 100 mg/kgbb memiliki persen penurunan paling rendah dibandingkan dosis 1 dan 10 mg/kgbb. Hal ini mungkin dikarenakan kondisi tikus atau absorpsi obat yang belum sempurna.
(41)
Pada penelitian uji antihiperglikemia ekstrak lumut hati Mastigophora diclados diasumsikan dapat menurunkan kadar glukosa darah berhubungan dengan kandungan terpenoid, fenolik dan saponin serta adanya aktivitas sebagai antioksidan. Menurut Rao et al (2000) triterpenoid, glikosida steroid dan saponin merupakan senyawa bioaktif alami yang banyak terdapat ditanaman dan diketahui memiliki aktivitas hipoglikemik.
Belum terdapat penelitian mengenai aktivitas antidiabetes dari Mastigophora diclados maupun famili tumbuhan tersebut. Namun, penelitian lain menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat Hygrophilla spinosa yang mengandung senyawa terpenoid dan steroid dapat menurunkan kadar glukosa darah pada dosis ekstrak 200mg/kgBB (Raju et al, 2011). Dan penelitian antidiabetes lain pada ekstrak methanol dari Memecylon malabaricum cogn mengatakan bahwa senyawa seperti steroid, saponin, flavonoid, tannin dan alkaloid mempunyai aktivitas antidiabetes (Ramaiah, 2013)
Telah diketahui dari penelitian sebelumnya bahwa lumut hati Mastigophora diclados memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Komala et al, 2010) dimana antioksidan dapat bekerja menghambat radikal bebas yang diketahui sebagai mediator dari berbagai penyakit antara lain karsinogenesis, jantung coroner, inflamasi dan diabetes (Ali et al, 2011). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak lumut hati Mastigophora diclados yang mengandung antioksidan dapat menurunkan kadar glukosa darah pada hewan uji yang dibuat diabetes oleh aloksan.
Hasil pengukuran kadar gula akhir dianalisis secara statistik menggunakan program SPSS 16.0 for windows. Uji statistik awal yakni uji normalitas dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnof , dari tabel normalitas diketahui bahwa
seluruh hewan uji terdistribusi dengan normal (p≥0,05). Uji normalitas bertujuan
untuk menguji apakah data yang diperoleh dari setiap kelompok memiliki slebaran normal. Analisis selanjutnya adalah uji homogenitas dengan menggunakan Levene statistic bertujuan untuk menguji apakah data yang diperoleh dari setiap kelompok memiliki varian homogen. Dari hasil uji homogenitas diperoleh bahwa data hari ke 21 dilanjutkan dengan uji Kruskal
(42)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Wallis karena syarat homogenitasnya belum terpenuhi (p≤0,05). Sedangkan data hari ke 0, ke 7, ke 14 dan ke 28 dilanjutkan dengan uji ANOVA karena syarat homogenitasnya sudah terpenuhi (p≥0,05).
Kadar glukosa darah pada hari ke 0, ke 7, hari ke 14 dan hari ke 28 kedua syarat terpenuhi yakni uji normalitas data dan uji homogenitas, selanjutnya dilanjutkan uji one way ANOVA dan didapatkan angka signifikansi 0.00 yang artinya semua data dari kelompok bisa dikatakan berbeda secara signifikan
(p≤0,05). Maka dapat disimpulkan pemberian ekstrak Mastigophora diclados dengan dosis berbeda memberikan perbedaan yang signifikan dalam mempengaruhi kadar gula darah pada tikus diabetes. Setelah itu, dilanjutkan dengan uji BNT untuk melihat perbedaan antar kelompok hewan uji.
Pada uji Kruskal Wallis, kadar glukosa darah pada hari ke 21 berbeda
secara bermakna (p≤0,05). Data kadar glukosa darah yang berbeda secara
bermakna dilanjutkan dengan uji BNT untuk melihat perbedaan antar kelompok hewan uji.
Pada tabel 12, hasil uji BNT pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28 kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kontrol positif dan kelompok uji dosis 1,
10 dan 100 mg/kg (p≤0,05). Hal ini karena kontrol positif dan kelompok uji dosis
1, 10 dan 100 mg/kg telah mengalami penurunan kadar glukosa darah sedangkan kontrol negatif tidak mengalami penurunan kadar glukosa darah. Pada hari ke 0,7, 21 dan 28 kelompok uji dosis 1, 10 dan 100 mg/kgbb tidak berbeda bermakna
(p≥0,05) satu sama lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok uji dosis 1,10
dan 100 mg/kgbb memiliki efek yang sama dalam menurunkan kadar glukosa darah. Seharusnya ada dosis yang lebih tepat selain dosis 1, 10 dan 100 mg/kgbb dalam menurunkan kadar glukosa darah. Namun karena keterbatasan dalam penelitian maka tidak dilakukan.
(43)
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados dengan dosis 1, 10 dan 100 mg/kg BB dapat menurunkan kadar glukosa darah yang telah diinduksi oleh aloksan.
2. Dosis 1, 10 dan 100 mg/kgbb menunjukkan efek yang sama dalam menurunkan kadar glukosa darah.
3. Dosis 10 mg/kgbb memiliki persentase penurunan kadar glukosa darah paling tinggi yakni 25,56%, 17,9%, 19,4% dan 22%.
5.2 SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam hal mencari dosis yang tepat dalam menurunkan kadar glukosa darah dan isolasi kandungan kimia dari tumbuhan lumut hari Mastigophora diclados yang tumbuh di Indonesia untuk mengetahui komponen kimia mana yang mempunyai aktivitas antidiabetes.
(44)
29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Agoes, G. 2007. Teknologi Bahan Alam.Bandung : Penerbit ITB Press.
Agung Endro Nugroho. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi Dan Mekanisme Aksi Diabetogenik, Biodiversitas. 7 (4). Yogyakarta : Laboratorium Farmakologi Dan Toksikologi, Bagian Farmakologi Dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.
Ali, M., et al., ‘’Phytochemical screening, antioxidant and analgesic activities of Croton argyratus ethanolic extracts”. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 6 (21), pp. 3724-3731.
Asakawa, Y. 2000. Recent Advance in Phytocemistry of Bryophytes – Acetogenins Terpenoid and Bis (bibenzils) from Selected Japans, Taiwanes, New Zeland, Argentina and European Liverwort. Phytocemistry 56 (2001) 279-312. 31 Agustus 2000
Ayoola, GA., et al. 2008. Chemical analysis and antimicrobial activity of the essential oil syzigium aromatikum (clove). African journal of Microbiology Research 2 (1), pp. 162-166
Calvalho. 2003. Experimental Model of Induction of Diabetes Mellitus in Rats. Barzil, hal :2.
Cheta, D. 1998. Animal models of type 1 (insulin-dependent) diabetes mellitus. Journal of Pediatric Endocrinoogyl & metabolism, 11(1):11-19
Conard, H. S., Redfearn. 1996. How to Know the Mosses and Liverworts.Lowa : Wm. C. Brown Company Publisher.
Damayanti.2006. Koleksi Bryophyta Taman Lumut Kebun Raya Cibodas. UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas : Lembaga Ilmu Pengetahian Indonesia
Departemen Kesehatan RI. 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid 1.Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Halaman 227.
(45)
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan alat Kesehatan. Halaman 37-46.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 1, 10-12.
Guthrie, D. W and Guthrie, R. A. 2003.The Diabetes Source Book. New York : Mc Graw Hills Company. Page 13-14.
Handoko, T., dan Suharto B. (1995).“Insulin Glukagon dan Antidiabetik” dalam Farmakologi dan Terapi, Edisi Keempat, Editor: Sulistia G.ganiswara, Jakarta: Gaya Baru. Halaman 469, 471-472.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB. Bandung.
Ida, H., dan Gradstein, S.R. 2011. Liverworts and hornworts of Mt. Slamet. Central Java (Indonesia). Hikobia 16:61-66.
Jones A, Hattersley AT. 2010. Monogenic causes of diabetes. Didalam: Holt R et al., editor. Textbook of Diabetes 4th edition. Chichester: Blackwell Publising.
Katzung, B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi II. Jakarta: Salemba Medika. Halaman 671, 677-678.
Komala, I,.2010. Pythochemical Studies on the selected Indonesian, japanase & Tahitian Liverworth 2. Desertasi. Fakultas Pharmaceutical Science, Tokushima Bunri University.
Komala, I., Ito, T., Nagashima, F. 2010.Cytotoxic, rradical Scavenging, and Antimicrobial Activities of Sesquiterpenoids from Tahitian Liverworth Mastigophora diclados (Brid). Ness (Mastigophoracee). J. Nat. Med (2010) 64:417-422.
(46)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kumar A, Kaur R, Arora S. 2010. Free radical scavenging potential of some Indian medicinal plants. J Madicinal Plants Res. 4:2034-2042.
Krentz, A. J. & C. J. Bailey. 2005. Oral antidiabetic agents: current role in type 2 diabetes mellitus. Drugs 65:384-411
Lenzen, S. 2008.The Mechanism of Alloxan-and Streptozotocin-Induced Diabetes. Diabetologia. Vol. 51 : 216-226.
Mai Cing J. 2010. Potensi Antihiperglikemia Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King) Pada Tikus yang Diinduksi Aloksan [Skripsi]. Bogor : Fakultas Metematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Tanggal Akses: 13 maret 2013
Manjusha Hazra et al. 2011. Evaluation of hypoglycemic and antihyperglycemic effect of Luffa cylindrical fruit extract in rats. Journal of Advanced Pharmacy Education & Research 2: 138-146. ISSN 2249-3379
Nandhagopal, K et al. 2013. Antidiabetic Activity of Karchure Chooranam on Alloxan Induced Diabetic Rats. International Journal of Pharma and Bio Sciences: 434-439. ISSN 0975-6299
Nugroho, B. A dan Purwaningsih, E. 2006.Perbedaan Diet Ekstrak Rumput Laut (Eucheuma sp) dan insulin dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus putih (Rattus norvegicus) hiperglikemik. Media Medika Indonesia.Vol. 41.No.1 : 23-30.
Ramaiah, A et al. 2013. Antidiabetic Activity of Methanolic Extract of Memecylon Malabarium Cogn (Melastomataceae) Leaves. Int J Pharm Bio Sci (P) 822-828. ISSN : 0975-6255
Raju Solomon, BG et al. 2011. Antihiperglycemic Activity of Hygrophila spinosa roots in Alloxan induced Diabetic Rats.. ISSN: 2231-3648, 2231-3656 vol.01
Rao A, Gurfinkel D. 2000. The bioactivity of saponins triterpenoid and steroidal glycosides. Drug Metab Drug Interact: 211-35
(47)
Szkudelski, T., 2001, The Mechanism Of Alloxan And Streptozotocin Action In β
Cells Of The Rat Pancreas, Physiology Research, 50: 536-54.
Suherman, Suharti K. 2007. Insulin dan antidiabetik oral. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 166-171.
Tjay.T.H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek samping. Edisi IV. Jakarta: Elex Media Komputindo. Halaman 738, 743, 748-749.
Wiryana Made. 2008. Peranan Terapi Insulin Intensif Terhadap SOD, TNF-α dan IL-6 Pada Penderita Kritis Dengan Hiperglikemia. Denpasar. Pasca S3 Universitas Udayana, 2008)
(48)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Gambar Lumut Hati
(49)
Lampiran 2. Perlakuan hewan uji pada saat penelitian
Penginduksian aloksan
Pelaksanaan sonde
Pengambilan darah pada ujung ekor tikus
(50)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Hasil Penapisan Fitokimia
Gambar 5. Alkaloid (dragendoff) Gambar 6. Alkaloid (mayer)
(51)
Gambar 9. Flavonoid Gambar 10. Saponin
Gambar 11. Terpenoid
(52)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Proses Pembuatan Ekstrak
Maserasi dengan n-heksan, disaring, dievaporasi
Maserasi dengan etil asetat, disaring, dievaporasi Dicuci, dikeringkan dan diserbuk Sampel lumut hati Mastigophora diclados
Serbuk kering lumut hari Mastigophora diclados sebanyak 2230 gram
Ampas Ekstrak n-heksan
sebanyak 46 gram
Ekstrak etil asetat sebanyak 41,78 gram
Ampas
Uji Antidiabetes
(53)
Lampiran 5. Skema Aklimatisasi Hewan Uji dan Induksi Aloksan Disiapkan 30 ekor tikus putih
jantan dengan bobot 150-180 g
Diaklimatisasi selama 30 hari dalam kondisi percobaan
Dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok
5 ekor Kelompok Dosis
Rendah (1 mg/kgBB)
5 ekor Kelompok Kontrol Positif
5 ekor Kelompok Kontrol Negatif
5 ekor Kelompok Kontrol Normal
5 ekor Kelompok Dosis
Sedang (10 mg/kgBB)
5 ekor Kelompok Dosis
(54)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Skema Kerja Antidiabetes
Lampiran 8. Perhitungan Dosis Aloksan
Setelah diinduksi selama 14 hari. Kadar glukosa darah tikus di ukur. Tikus yang mengalami hiperglikemia (kadar glukosa darah ≥140 mg/dl)
maka akan digunakan untuk percobaan penelitian.
Tikus dipuasakan selama 18 jam
Kontrol normal (aquadest)
Kontrol positif
(aloksan +
glibenklamid)
Kontrol negatif (aloksan) Tanpa
induksi aloksan
Pemberian ekstrak etil asetat Mastigophora diclados :
dosis rendah 1 mg/kgBB dosis sedang 10 mg/kgBB dosis tinggi 100 mg/kgBB
Tikus dipuasakan selama 18 jam
(55)
Lampiran 7. Perhitungan Dosis Ekstrak Etil Asetat Mastigophora diclados a. Dosis Glibenklamid
Dosis lazim glibenklamid untuk manusia adalah 5 mg. Maka dosis yang dapat diberikan pada tikus (200 g) menggunakan rumus HED ( Human Equivalent Dose) :
HED (mg/kg) = dosis hewan (mg/kg) x
5 mg/60 kg = dosis hewan (mg/kg) x
5 mg/ 60 kg = dosis hewan (mg/kg) x 0.162
Dosis hewan =
Dosis hewan = 0.1 mg/ 200 g BB
b. Dosis Aloksan
Dosis yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah 100 mg/kg BB dilakukan secara intraperitoneal. Maka dosis yang akan diberikan pada tikus (200 g) :
100 mg/kg = 100 mg/1000 g x 200 g = 20 mg/ 200 gBB
c. Ekstrak Etil Asetat Mastigophora diclados dengan kelompok dosis Dosis rendah = 1 mg/kg bb
Dosis sedang = 10 mg/kg bb Dosis tinggi = 100 mg/kg bb 1. Dosis rendah
Untuk satu ekor tikus 200 g, maka volume larutan sediaan untuk dosis rendah adalah :
1 mg/kg bb = 0,2 mg/200 g
VAO =
(56)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
=
= 1 ml 2. Dosis sedang
Untuk satu ekor tikus 200 g, maka volume larutan sediaan untuk dosis sedang adalah :
10 mg/kg bb = 2 mg/200 g
VAO =
=
= 1 ml 3. Dosis tinggi
Untuk satu ekor tikus 200 g, maka volume larutan sediaan untuk dosis tinggi adalah :
100 mg/kg bb = 20 mg/200 g
VAO =
=
(57)
(58)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(59)
Lampiran 10. Pemeriksaan Parameter Ekstrak A. Perhitungan Perolehan Kembali Ekstrak % Perolehan kembali =
x 100%
=
x 100%
= 1,874 % B. Pemeriksaan Kadar Air
Berat cawan kosong = 54,7166 gram
Berat sampel = 1,130 gram
Berat cawan + sampel sebelum di oven (A) = 55,846 gram
Berat cawan + sampel sesudah di oven (B) = 55,5811 gram
% Kadar Air = x 100%
=
x 100%
= 0,93 %
C. Pemeriksaan Kadar Abu
Bobot cawan = 25,5 gram
Bobot sampel = 2 gram
Bobot akhir = 25,7 gram
% Kadar Abu =
x 100%
(60)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 6. Hasil Pengukuran Glukosa Darah Hewan Uji
PARAMETER HARI
0 7 14 21 28
KONTROL NORMAL
72 96 100 92 96
66 91 100 84 102
53 77 100 77 102
72 98 123 118 102
83 82 110 118 100
Rata-rata 69.2 88.8 106.6 97.8 100.4
KONTROL NEGATIF
140 145 152 156 170
149 160 170 178 173
132 140 164 170 178
129 150 160 164 186
155 160 165 174 179
Rata-rata 141 151 162.2 168.4 177.2
KONTROL POSITIF
145 133 166 162 135
172 150 181 131 135
172 135 184 152 135
156 150 176 124 132
164 155 165 162 138
Rata-rata 161.8 151.6 169 146.2 135
KELOMPOK DOSIS RENDAH (1 mg/kg
bb)
159 135 135 137 145
188 145 150 152 140
156 140 140 142 139
164 131 152 137 149
166 139 149 155 145
Rata-rata 166.6 138 145.2 144.6 143.6
KELOMPOK DOSIS SEDANG (10 mg/kg
bb)
188 135 140 153 142
172 133 150 131 152
189 127 140 153 145
169 130 140 135 142
172 112 160 145 131
Rata-rata 178 132.6 146 143.4 138
KELOMPOK DOSIS TINGGI (100 mg/kg
bb)
160 127 160 132 131
168 130 168 141 135
170 143 160 153 150
168 132 168 145 142
158 128 165 145 152
(61)
Lampiran 11. Perhitungan Persentase Kadar Glukosa Darah A. Glibenklamid
Hari ke 7 =
x 100% = 6.3%
Hari ke 14 =
x 100% = 4.45%
Hari ke 21 =
x 100% = 16.8%
Hari ke 28 =
x 100% = 23.2%
B. Dosis rendah Mastigophora diclados Hari ke 7 =
x 100% = 17.16%
Hari ke 14 =
x 100% = 12.8%
hari ke 21 =
x 100% = 13.2%
hari ke 28 =
x 100% = 13.8%
C. Dosis sedang Mastigophora diclados Hari ke 7 =
x 100% = 25.56%
Hari ke 14 =
x 100% = 17.9%
hari ke 21 =
x 100% = 19.4%
hari ke 28 =
x 100% = 22%
D. Dosis tinggi Mastigophora diclados Hari ke 7 =
x 100% = 18.91%
Hari ke 14 =
x 100% = 2.9%
Hari ke 21 =
x 100% = 13.9%
Hari ke 28 =
(62)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Analisis Data Kadar Glukosa Darah
1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Kadar Glukosa Darah a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data kadar glukosa darah tikus Hipotesis : Ho : Data kadar glukosa darah tikus terdistribusi normal
Ha : Data kadar glukosa darah tikus tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤0,05 maka Ho ditolak
Tabel 8. Uji Normalitas Mastigophora diclados Dengan Metode Induksi Aloksan hari0 hari7 hari14 hari21 hari28
N 30 30 30 30 30
Normal Parametersa Mean 1.4690E2 1.3030E2 1.4977E2 1.4060E2 1.3927E2
Std. Deviation 3.82680E1 2.17987E1 2.33632E1 2.44182E1 2.51436E1
Most Extreme Differences Absolute .250 .240 .169 .147 .204
Positive .156 .097 .093 .077 .140
Negative -.250 -.240 -.169 -.147 -.204
Kolmogorov-Smirnov Z 1.372 1.314 .927 .806 1.120
Asymp. Sig. (2-tailed) .046 .063 .356 .535 .163
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Uji normalitas kadar glukosa darah mencit terdistribusi dengan
normal (p≥0,05).
a. Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data kadar glukosa darah tikus homogen atau tidak Hipotesis : Ho : Data kadar glukosa darah homogen
(63)
Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤0,05 maka Ho ditolak
Tabel 9. Uji Homogenitas Mastigophora diclados Pada Metode Induksi Aloksan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
hari0 .463 5 24 .800
hari7 .998 5 24 .440
hari14 1.176 5 24 .350
hari21 4.494 5 24 .005
hari28 1.534 5 24 .217
Keputusan : Uji homogenitas kadar glukosa darah pada hari ke 0, 7, 14 dan hari
ke 28 dilanjutkan dengan uji ANOVA karena (p≥0,05) sedangkan kadar glukosa darah pada hari ke 21 dilanjutkan dengan uji kruskal wallis karena (p≤0,05). 2. Uji ANOVA
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kadar glukosa darah tikus
Hipotesis : Ho : Data kadar glukosa darah tikus tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data kadar glukosa darah tikus berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
(64)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 10. Uji ANOVA Ekstrak Mastigophora diclados
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
hari0 Between Groups 39849.100 5 7969.820 73.017 .000
Within Groups 2619.600 24 109.150
Total 42468.700 29
hari7 Between Groups 12129.100 5 2425.820 35.259 .000
Within Groups 1651.200 24 68.800
Total 13780.300 29
hari14 Between Groups 14340.567 5 2868.113 46.235 .000
Within Groups 1488.800 24 62.033
Total 15829.367 29
hari28 Between Groups 17087.467 5 3417.493 65.805 .000
Within Groups 1246.400 24 51.933
Total 18333.867 29
Keputusan : Dari hasil uji ANOVA, penurunan kadar glukosa darah pada hari ke 0, 7, 14 dan 28 terdapat perbedaan secara bermakna karena memiliki nilai
signifikan ( p ≤ 0,05 ). Maka dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant
Difference) atau uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Uji BNT merupakan uji lanjutan yang dilakukan apabila hasil pengujian menunjukan adanya perbedaan yang bermakna. Tujuannya adalah untuk menentukan kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya. 3. Uji Kruskal Wallis terhadap kadar glukosa darah kelompok hewan uji
Tujuan : Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data kadar glukosa darah tikus.
Hipotesis : Ho : Data kadar glukosa darah tikus tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data kadar glukosa darah tikus berbeda secara bermakna Pengambilan Keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
(1)
Dosis
tinggi -19.00000
* 4.98130 .001 -29.2809 -8.7191
Dosis sedang
Kontrol
normal 39.40000
* 4.98130 .000 29.1191 49.6809
Kontrol
negatif -16.20000
* 4.98130 .003 -26.4809 -5.9191
Kontrol
positif -28.40000
* 4.98130 .000 -38.6809 -18.1191
Dosis
rendah .80000 4.98130 .874 -9.4809 11.0809 Dosis
tinggi -18.20000
* 4.98130 .001 -28.4809 -7.9191
Dosis tinggi
Kontrol
normal 57.60000
* 4.98130 .000 47.3191 67.8809
Kontrol
negatif 2.00000 4.98130 .692 -8.2809 12.2809 Kontrol
positif -10.20000 4.98130 .052 -20.4809 .0809 Dosis
rendah 19.00000
* 4.98130 .001 8.7191 29.2809
Dosis
sedang 18.20000
* 4.98130 .001 7.9191 28.4809
hari21 Kontrol normal
Kontrol
negatif -70.60000
* 8.12199 .000 -87.3630 -53.8370
Kontrol
positif -48.40000
* 8.12199 .000 -65.1630 -31.6370
Dosis
rendah -46.80000
* 8.12199 .000 -63.5630 -30.0370
Dosis
sedang -45.60000
* 8.12199 .000 -62.3630 -28.8370
Dosis
tinggi -45.40000
* 8.12199 .000 -62.1630 -28.6370
Kontrol negatif
Kontrol
normal 70.60000
* 8.12199 .000 53.8370 87.3630
Kontrol
positif 22.20000
(2)
Dosis
rendah 23.80000
* 8.12199 .007 7.0370 40.5630
Dosis
sedang 25.00000
* 8.12199 .005 8.2370 41.7630
Dosis
tinggi 25.20000
* 8.12199 .005 8.4370 41.9630
Kontrol positif
Kontrol
normal 48.40000
* 8.12199 .000 31.6370 65.1630
Kontrol
negatif -22.20000
* 8.12199 .012 -38.9630 -5.4370
Dosis
rendah 1.60000 8.12199 .845 -15.1630 18.3630 Dosis
sedang 2.80000 8.12199 .733 -13.9630 19.5630 Dosis
tinggi 3.00000 8.12199 .715 -13.7630 19.7630 Dosis
rendah
Kontrol
normal 46.80000
* 8.12199 .000 30.0370 63.5630
Kontrol
negatif -23.80000
* 8.12199 .007 -40.5630 -7.0370
Kontrol
positif -1.60000 8.12199 .845 -18.3630 15.1630 Dosis
sedang 1.20000 8.12199 .884 -15.5630 17.9630 Dosis
tinggi 1.40000 8.12199 .865 -15.3630 18.1630 Dosis
sedang
Kontrol
normal 45.60000
* 8.12199 .000 28.8370 62.3630
Kontrol
negatif -25.00000
* 8.12199 .005 -41.7630 -8.2370
Kontrol
positif -2.80000 8.12199 .733 -19.5630 13.9630 Dosis
rendah -1.20000 8.12199 .884 -17.9630 15.5630 Dosis
(3)
Dosis tinggi
Kontrol
normal 45.40000
* 8.12199 .000 28.6370 62.1630
Kontrol
negatif -25.20000
* 8.12199 .005 -41.9630 -8.4370
Kontrol
positif -3.00000 8.12199 .715 -19.7630 13.7630 Dosis
rendah -1.40000 8.12199 .865 -18.1630 15.3630 Dosis
sedang -.20000 8.12199 .981 -16.9630 16.5630 hari28 Kontrol
normal
Kontrol
negatif -81.80000
* 4.55778 .000 -91.2068 -72.3932
Kontrol
positif -39.60000
* 4.55778 .000 -49.0068 -30.1932
Dosis
rendah -48.20000
* 4.55778 .000 -57.6068 -38.7932
Dosis
sedang -47.00000
* 4.55778 .000 -56.4068 -37.5932
Dosis
tinggi -46.60000
* 4.55778 .000 -56.0068 -37.1932
Kontrol negatif
Kontrol
normal 81.80000
* 4.55778 .000 72.3932 91.2068
Kontrol
positif 42.20000
* 4.55778 .000 32.7932 51.6068
Dosis
rendah 33.60000
* 4.55778 .000 24.1932 43.0068
Dosis
sedang 34.80000
* 4.55778 .000 25.3932 44.2068
Dosis
tinggi 35.20000
* 4.55778 .000 25.7932 44.6068
Kontrol positif
Kontrol
normal 39.60000
* 4.55778 .000 30.1932 49.0068
Kontrol
negatif -42.20000
* 4.55778 .000 -51.6068 -32.7932
Dosis
(4)
Dosis
sedang -7.40000 4.55778 .118 -16.8068 2.0068 Dosis
tinggi -7.00000 4.55778 .138 -16.4068 2.4068 Dosis
rendah
Kontrol
normal 48.20000
* 4.55778 .000 38.7932 57.6068
Kontrol
negatif -33.60000
* 4.55778 .000 -43.0068 -24.1932
Kontrol
positif 8.60000 4.55778 .071 -.8068 18.0068 Dosis
sedang 1.20000 4.55778 .795 -8.2068 10.6068 Dosis
tinggi 1.60000 4.55778 .729 -7.8068 11.0068 Dosis
sedang
Kontrol
normal 47.00000
* 4.55778 .000 37.5932 56.4068
Kontrol
negatif -34.80000
* 4.55778 .000 -44.2068 -25.3932
Kontrol
positif 7.40000 4.55778 .118 -2.0068 16.8068 Dosis
rendah -1.20000 4.55778 .795 -10.6068 8.2068 Dosis
tinggi .40000 4.55778 .931 -9.0068 9.8068 Dosis
tinggi
Kontrol
normal 46.60000
* 4.55778 .000 37.1932 56.0068
Kontrol
negatif -35.20000
* 4.55778 .000 -44.6068 -25.7932
Kontrol
positif 7.00000 4.55778 .138 -2.4068 16.4068 Dosis
rendah -1.60000 4.55778 .729 -11.0068 7.8068 Dosis
sedang -.40000 4.55778 .931 -9.8068 9.0068 *. Berbeda secara signifikan pada taraf uji 0.05 .
(5)
a)
Hari ke 0
1.
Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok
kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 1, 10, 100 mg/kg BB
pada taraf uji 0,05
(ρ≤0,05)
.
2.
Kelompok kontrol positif tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok uji dosis 1 mg/kg dan 100 mg/kg pada taraf uji (ρ≥
0,05)
tetapi berbeda bermakna dengan kelompok uji dosis 10 mg/kg.
3.
Kelompok uji dosis 1 mg/kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok uji dosis 10 mg/kg dan 100 mg/kg pada taraf uji (ρ≥
0,05).
b)
Hari ke 7
1.
Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan seluruh
kelompok uji dosis 1, 10, 100 mg/kg BB pada taraf uji 0,05 (ρ≤0,05)
tetapi tidak berbeda bermakna dengan kontrol positif
(ρ≥0,05).
2.
Kelompok kontrol positif tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok uji dosis 1 mg/kg tetapi berbeda bermakna dengan
kelompok uji dosis 10 mg/kg dan 100 mg/kg
(ρ≤0,05)
.
3.
Kelompok uji dosis 1 mg/kg tidak berbeda bermakna dengan
kelompok uji dosis10 mg/kg dan 100 mg/kg.
c)
Hari ke 14
1.
Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok
kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 1, 10 mg/kg BB
(ρ≤0,05)
kecuali dosis 100 mg/kg tidak berbeda secara bermakna
(ρ≥
0,05).
2.
Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna dengan kelompok
uji dosis 1, 10
mg/kg BB pada taraf uji 0,05 (ρ≤0,05).
3.
Kelompok uji dosis 1 mg/kg berbeda secara bermakna dengan
kelompok kontrol positif, kontrol negatif dan kelompok uji dosis 100
mg/kg BB
(ρ≤0,05)
kecuali dosis 10 mg/kg tidak berbeda secara
(6)