2.3 Tingkat atau Jenjang Partisipasi Masyarakat
Jenjang partisipasi merupakan ruang atau jarak antara keadaan atau karakteristik partisipasi masyarakat yang dibedakan ke dalam kelompok tangga atau
ruang tertentu. Menurut pendapat Tanita Sains Young Citizen Perspektif:1998 menyatakan bahwa kegunaan dari jenjang partisipasi masyarakat sebagai berikut:
The Ladder use as a guide to determine where we were, how we felt and how much progress we had made toward active participate and... The Ladder served to
measure our group and individual progress in the Young Citizens’ Program. We do think we have gotten since yhe beginning and have been getting a lot done.
Jenjang partisipasi digunakan sebagai alat bantu untuk memahami keberadaan kita, apa yang kita rasakan dan seberap jauh proses yang telah kita kerjakan sebagai
tindak lanjut partisipasi yang aktif. Jenjang partisipasi digunakan untuk mengukur kelompok dan individu pada program “Young Citizens”. Kita selalu berpikir bahwa
kita telah melakukan peningkatan hasil sejak awal dan merasa telah melakukan banyak hal.
Secara garis besar kegunaan dari pembagian jenjang partisipasi masyarakat adalah untuk membantu memahami praktek dari proses pelibatan masyarakat, untuk
mengetahui sampai dimana keberadaan partisipasi masyarakat, untuk mengetahui sampai sejauh mana upaya peningkatan partisipasi serta untuk menilai dan
mengevaluasi keberhasilan kinerja organisasi pemberdayaan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Pembagian jenjang partisipasi menurut Sherry Arnstein Referensi dari Arnstein Forum Inovasi Vol. 4:6 menyatakan bahwa
partisipasi masyarakat harus masuk pada wilayah perumusan kebijakan pemerintah, tidak hanya sebatas pada tataran implementasi kebijakan. Pada jenjang ini partisipasi
masyarakat memiliki kekuasaan yang nyata untuk ikut menentukan kebijakan pemerintah, yang oleh Arnstein disebut juga sebagai jenjang kontrol masyarakat yaitu
kekuasaan untuk ikut mengarahkan the power of directing. Oleh karena itu, jika pemerintah daerah bersungguh-sungguh dalam memberdayakan masyarakatnya maka
pemerintah daerah harus membuka ruang partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan get behind the scene.
8. Citizen Control Degree Of Citizen Power
Degrees Of Tokenism
Non Participation 7. Delegated control
6. Partnership 5. Placation
4. Consultation 3. Informing
2. Therapy 1. Manipulation
Gambar 2.1 A Ladder Of Citizen Participation Oleh Sherry Arnstein Sumber: www. Partnership.com, 2014
Dari Gambar 2.1. Arnstein membagi jenjang partisipasi masyarakat menjadi 8 delapan tangga yang dibedakan menjadi 3 tiga kelompok antara lain, tidak
adanya partisipasi masyarakat, tokenisme dan kekuasaan warga, untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Manipulation bisa diartikan relative tidak ada komunikasi apalagi dialog; tujuan sebenarnya bukan untuk melibatkan masyarakat dalam
perencanaan dan pelaksanaan program tetapi untuk mendidik ataupun menyembuhkan partisipasi. Masyarakat tidak tahu sama sekali terhadap
tujuan, tetapi hadir dalam forum. 2. Therapy, berarti telah ada komunikasi namun masih bersifat terbatas,
inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah. Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai jenjang
Tokenisme pertanda, yaitu jenjang peran serta dimana masyarakat didengar dan berpendapat, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan
untuk mendapatkan
jaminan bahwa
pandangan mereka
akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Peran serta pada jenjang ini
memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat.
3. Information menyiratkan bahwa komunikasi sudah mulai banyak terjadi tetapi masih bersifat satu arah; tidak ada sarana timbal balik informasi
telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan feed back.
4. Consultation bermakna bahwa komunikasi telah bersifat dua arah; tetapi masih bersifat partisipasi yang ritual, sudah ada penjaringan aspirasi dan
penyelidikan keberadaan masyrakat, telah ada aturan pengajuan proposal, telah ada harapan aspirasi mereka akan didengarkan tetapi belum ada
Universitas Sumatera Utara
jaminan aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi.
5. Placation penentraman berarti bahwa komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah;
mempersilahkan masyarakat memberikan saran ataupun merencanakan usulan kegiatan tetapi tetap menahan kewenangan untuk menilai
kalayakan dan keberadaan usulan tersebut. Tiga tangga teratas dikategorikan dalam jenjang kekuasaan masyarakat
dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan dengan menjalankan kemitraan, pendelegasian kekuasaan dan pengawasan masyarakat.
Pada jenjang ketujuh dan kedelapan, masyarakat memiliki mayoritas suara dalam proses pengambilan keputusan bahkan sangat mungkin memiliki kewenangan
penuh untuk mengelola suatu obyek kebijaksanaan tertentu. 1. Partnership kemitraan adalah kondisi dimana pemerintah dan
masyarakat merupakan mitra sejajar; kekuasaan telah diberikan dan telah ada negosiasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik
perencanaan dan pemegang kekuasaan dalam pengambilan keputusan telah berada di keduanya, adanya kesempatan untuk bernegosiasi dan
bersepakatoleh masyarakat lemah. 2. Delegated Power pendelegasian kekuasaan berarti bahwa pemerintah
memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengurus sendiri
Universitas Sumatera Utara
beberapa keperluannya, masyarakat memiliki kekuasaan yang jelas tanggungjawab keberhasilan program.
3. Citizen Control pengawasan oleh warga bermakna bahwa masyarakat menguasai kebijakan publik mulai dari perumusan, kurang menegaskan
bentuk-bentuk partisipasi masyarakat.
2.3.2 Pembagian jenjang partisipasi menurut Danny Burns Berpendapat Burns apabila pemerintah ingin meningkatkan partisipasi
masyarakat, terlebih dahulu harus diketahui sampai dimana keberadaan partisipasi masyarakat tersebut. Burns dkk 1994:161 berpendapat bahwa memodifikasi model
Arnstein yang dirasakan lebih tepat terhadap kebutuhan publik kewenangan masyarakat lokal dalam rangka mengembangkan partisipasi masyarakat,
pemberdayaan dan perubahan pemerintahan daerah, didasari oleh: 1. Introducing more rungs we run the risk of making model over-elaborate
and we would encourage readers to delete rungs andor add rungs to suit their own situation. Memperkenalkan beberapa ruang dengan mengambil
resiko model ini terkesan lebih rumit dan menganjurkan pembaca untuk menghapus atau menambahkan ruang sesuai dengan situasi.
2. As with models, the diagram simpifies a much more complex reality. Thus some public institutions will have their ‘feet’ on several rungs at once.
Pada model ini diagram tersebut menunjukkan kenyataan yang lebih
Universitas Sumatera Utara
kompleks dimana beberapa institusi dapat berada pada beberapa ruang pada saat yang bersamaan.
3. There is danger that the model may take on persciptive tone, implying that all councils should climb to very top the ladder as quickly as possible.
Kekhawatiran model ini dapat membuat persepsi yang berbeda dimana setiap dewaninstansi harus meraih jenjang partisipasi yang paling tinggi
secepat mungkin. Hasil kajian berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan adanya
kemungkinan atau peluang untuk menambah jenjang antara tangga partisipasi yang satu dengan yang lainnya walaupun terkesan lebih rumit dan memberikan kebebasan
untuk menghapus ataupun menambah jenjang menurut situasi yang ada, masih adanya permasalahan yang kompleks dalam penentuan jenjang partisipasi hal ini
dikarenakan adanya karakteristik yang bisa diasumsikan lebih dari satu jenjang pada saat bersamaan dan upaya dalam meningkatkan partisipasi masyarakat di setiap
tangga dibutuhkan cara yang berbeda-beda. Burns juga menyatakan bahwa kualitas partisipasi masyarakat tidak harus menempati tangga tertinggi dalam waktu yang
sangat cepat, semuanya harus didasarkan situasi dan kondisi masyarakat serta ditekankan pentingnya membedakan secara jelas antara partisipasi dengan kontrol
masyarakat. Hasil kajian berdasarkan delapan tangga partisipasi masyarakat yang
dirumuskan oleh Arnstein serta pemetaannya terhadap ruang kekuasaan masyarakat, Burns
melakukan modifikasi
terhadap konsep
Arnstein dalam
rangka
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan partisipasi masyarakat dan perubahan pemerintahan daerah. Modifikasi terhadap “A Ladder of Citizen Participation” Arnstein tersebut yang
disebut juga “A Ladder of Citizen Empowernment” yang menambahkan ruang pada jenjang partisipasi satu dengan yang lainnya serta menjabarkan kemungkinan adanya
perbedaan pembagian ruang jenjang partisipasi pada penilaian oleh pemerintah daerah atau instansi lainnya.
Pembagian jenjang partisipasi oleh Burns, dkk yang terdiri dari 12 jenjang tersebut, dapat dilihat pada gambar 2.2.
1. Civic Hype 2. Cynical Consultation
3. Poor Information Citizen Non Participation
4. Costumer Care -------------------------------------------------------------------------------------------------------
5. High Quality Information 6. Genuine Consultation
7. Effective Advisory Decision Making Citizen Participation
8. Partnership 9. Delegate Control
------------------------------------------------------------------------------------------------------ 10. Entrusted Contorl
11. Interdependent Control Citizen Control
Gambar 2.2. A Ladder of Citizen Empowerment oleh Burns, dkk Sumber: Danny Burns 1994:162-163
Untuk lebih jelasnya setiap jenjang partisipasi masyarakat menurut Burns digambarkan sebagai berikut:
a. Masyarakat yang tidak partisipatif
Universitas Sumatera Utara
Keempat jenjang Civic Hype, Cynical Counsultation, Porr Information Dan Costume Service ini tidak boleh diabaikan, manipulasi informasi
berkembang dari empat keadaan ini. 1. Civic Hype, peranan pemerintah terlalu besar, hampir menguasai seluruh
segi kehidupan pemerintahan sehingga masyarakat sama sekali tidak mempunyai pernanan dan bersifat pasif. Pada jenjang ini pemerintah
daerah melakukan sosialisasi informasi, baik kepada masyarakat setempat maupun kepada pihak luar mengenai daerahnya, namun
informasi tersebut bersifat manipulatif dan berbentuk propaganada. Pada dasarnya tidak sesuai dengan kondisi obyektif daerahnya. Contoh,
propaganda untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi daerah. 2. Cynical Consultation, partisipasi masyarakat masih cenderung rendah
tetapi pemerintah daerah telah membuka diri untuk menerima kritik dari masyarakat. Pada jenjang ini pemerintah daerah telah melakukan per-
temuan konsultasi dengan masyarakat mengenai suatu masalah atau program tertentu, namun dalam pertemuan tersebut tidak menyentuh
topik-topik yang substansif. Contohnya, pemerintah daerah melakukan pertemuan konsultasi dengan masyarakat untuk memutuskan nama dari
suatu jalan yang akan dibangun, bukannya membahas hal-hal yang bersifat strategis, seperti perencanaannya, tujuan maupun pembiayaan-
nya.
Universitas Sumatera Utara
3. Poor information, masyarakat tidak diberikan informasi kebijakan dan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat, informasi
tersebut lebih dikonsumsi oleh pemerintah dan legislatif. Pada jenjang ini masyarakat sulit atau tidak bisa mendapatkan informasi atau data-
data yang akurat, valid dan obyektif mengenai daerahnya atau hal-hal apa saja yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Hal ini disebabkan
karena tidak dilakukannya penerbitan informasi atau data dan juga disebabkan oleh sulitnya masyarakat untuk mendapatkan informasi
tersebut. 4. Costumer Area. Pada jenjang ini pemerintah daerah membentuk sejenis
unit pelayanan pengaduan. Jika pengaduan-pengaduan masyarakat, misalnya mengenai buruknya pelayanan pemerintah, melalui unit
pelayanan pengaduan tersebut diabaikan maka pada jenjang ini terjadi “pseudo consultation” konsultasi palsu. Namun sebaliknya, jika
pengaduan masyarakat tersebut ditindaklanjuti dan membuahkan hasil, misalnya terjadi perbaikan dalam pelayanan pemerintah maka pada
jenjang ini dapat digolongkan dalam partisipasi. Hal ini dapat terjadi karena masyarakat memiliki informasi yang cukup mengenai berbagai
kegiatan pemerintahan atau mulai dilakukannya transparansi. Walaupun pada dasarnya program costumer care ditujukan untuk meredam
ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
b Masyarakat yang partisipatif Dalam jenjang masyarakat yang dikatakan telah berpartisipasi secara garis
besar dibedakan dalam lima jenjang, yaitu informing dan consultating, decentralised decision making serta partnership dan delegated control.
1. High Quality Information
Pada jenjang ini terjadi sosialisasi informasi yang berkualitas, baik dilihat dari proses maupun materi yang disampaikan pemerintah kepada
masyarakat setempat. Sebagai contoh adalah dokumen, standar pelayanan pemerintah, kontrak kerja antara masyarakat pihak swasta
atau semi swasta dengan pemerintah daerah maupun prediksi-prediksi pencapaian di tahun mendatang atas pelaksanaan suatu bidang
pemerintahan atau pelayanan pemerintah. Sebagai dampak dari sosialisasi informasi-informasi tersebut maka akan
mendorong terjadinya proses dialog atau konsultasi antara pemerintah daerah dengan masyarakat setempat yang lebih menyentuh substansif
permasalahan. Keterbukaan pemerintah daerah dalam hal ini telah memberikan peluang yang luas kepada masyarakat untuk terlibat dalam
kegiatan pemerintahan, baik dalam hal pemantauan, evaluasi ataupun mengajukan tuntutan-tuntutannya. Dengan demikian, dalam proses
konsultasi tersebut masyarakat dapat memberikan input yang signifikan bagi pemerintahan daerah.
Universitas Sumatera Utara
2. Genuine Consultation, diskusi antara pemerintah dengan masyarakat telah ada dan telah berjalan sebenarnya. Dimana masyarakat telah
memberikan masukan kepada pemerintah sebelum suatu kebijakan diambil walaupun tidak ada kepastian pemerintah akan melaksanakan
atau tidak melaksanakan masukan tersebut. Pada jenjang ini, dalam tahap consultation genuine dilakukan improvisasi untuk meningkatkan
kualitas konsultasi, dilihat dari substansi pembahasan dan prosesnya antara pemerintah daerah dengan masyarakat. Misalnya, konsultasi
antara pemerintah daerah dengan masyarakat dilakukan dalam merancang peraturan atau sebelum proses konsultasi dilakukan maupun
sebelum suatu program diorancang pemerintah daerah terlebih dahulu melakukan jejak pendapat masyarakat.
Sedangkan peningkatan dari consultation genuine menghasilkan perubahan struktural yang melahirkan lembaga kemasyarakatan. Sebagai
contoh dibentuk berbagai badan atau komite masyarakat yang berfungsi sebagai penasehat pemerintah daerah dalam rangka membuat kebijakan
atau melaksanakan program-program pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan dari masyarakat yang bersangkutan. Namun komite ini juga
memiliki kelemahan, yaitu tidak adanya hubungan koordinasi langsung antara komite tersebut dengan institusi pemerintah daerah yang
menentukan suatu kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
3. Effective Advisory Bodies, Batasan signifikan antara jenjang 6 7 adalah kekuatan masyarakat, melibatkan group yang fokus, memilih
topik permasalahan, memikirkan hal-hal yang akan dilakukan di masa yang akan datang, pada jenjang ini, peningkatan dari keberadaan badan
atau komite penasehat masyarakat yang dapat berfungsi secara efektif akan mendorong partisipasi badan atau komite tersebut dalam
pembuatan kebijakan yang menyangkut operasional, penggunaan sumber daya bahkan dapat menyentuh tataran strategis. Namun
demikian, tidak ada satu ketentuanpun bagi pemerintah daerah untuk memasukkan pendapat komite masyarakat tersebut ke dalam kebijakan
yang akan dibuat, artinya hasil dari dialog tersebut tidak mengikat pemerintah daerah.
4. Limited Decentralised Decision Making Desentralisasi Pengambilan
Keputusan Pada tahap ini masyarakat telah menunjukkan inisiatif mereka dan telah
ada transfer atau setidaknya pemberian wewenang untuk mempengaruhi pemerintah. Telah ada organisasiperkumpulan masyarakat yang bekerja
sama dengan pemerintah dalam mengambil keputusan. Organisasi tersebut melaksanakan hal-hal seperti mengajak masyarakat untuk
bersatu, mendiskusikan persamaan persepsi bagaimana pelayanan beroperasi, memberi pandangan apa yang terjadi saat ini, memberi
masukan apa yang dapat dan harus dilakukan untuk memperbaiki
Universitas Sumatera Utara
keadaan saat ini. Memutuskan dan mengambil keputusan untuk langkah aksi, melihat bagaimana perkembangan dan apa yang harus dilakukan
selanjutnya. Pada jenjang ini, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan
telah meningkat pada kontrol masyarakat terhadap operasional maupun sumber daya dengan kerangka yang spesifik dan terbatas. Pemerintah
daerah mulai melakukan pengalihan manajerial pengelolaan program pemerintah kepada masyarakat di samping itu, setidak-tidaknya terjadi
proses transfer kekuasaan kewenangan, dimana masyarakat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses pembuatan maupun
pelaksanaan kebijakan, terutama melalui mekanisme negosiasi antara masyarakat dengan pemerintah daerahnya.
5. Partnership Limited, pada jenjang ini, pemerintah daerah dan masyarakat mitra yang sejajar, dan kemudian berkembang pada
pembagian kekuasaan antara pemerintah daerah atau unit-unit pemerintahan daerah dengan kelompok-kelompok masyarakat dengan
kerangka yang spesifik. Selain itu, pemerintah daerah membangun strategi bottom up.
6. Delegated Control, pada jenjang ini operasional pengambilan keputusan telah dibedakan secara internal pemerintah dan eksternal masyarakat
dimana pemerintah
memisahkan kewenangan
tertentu kepada
masyarakat mana dapat diawasi atau tidak diawasi dan dimana pada
Universitas Sumatera Utara
tahap ini kewenangan kontrol masih dimiliki oleh pemerintah. Pada jenjang ini, tahap control delegated masuk ke dalam partisipasi
sedangkan tahap kontrol masuk ke dalam jenjang citizen control. Secara umum, dalam jenjang ini kontrol yang substansial didelegasikan kepada
masyarakat daerah atas pembuatan kebijakan maupun pelaksanaannya, namun harus tetap mengacu kepada kebijakan strategis, seperti
standarisasi yang ditetapkan pemerintah daerah serta kerangka pendelegasian kontrol yang ditentukan secara terpusat.
c. Masyarakat yang memiliki kontrol Pada jenjang 11 12 masyarakat telah mempunyai kekuasaan untuk
mengatur program, institusinya tidak tergantung oleh pemerintah daerah atau badan lainnya.
1. Entrust Control, masyarakat memiliki kekuatan untuk mengatur sebuah
program, area dan institusi. Pemerintah masih mempunyai kontrol masyarakat yang sesungguhnya telah ada pada jenjang 10 ke bawah,
tetapi belum jelas. Pada jenjang ini, peningkatan dari kontrol masyarakat telah mewujudkan terbentuknya suatu institusi atau organisasi yang
otonom secara legal untuk menguasai pembuatan maupun implementasi kebijakan terhadap suatu atau beberapa bidang tertentu, namun institusi
ini masih tergantung pada alokasi dana dari pemerintah daerah yang hanya berperan pada tataran strategis.
Universitas Sumatera Utara
2. Interdependent Control Hubungan pemerintah dengan masyarakat meningkat berdasarkan
kepercayaan dan saling ketergantungan dibandingkan dengan kontrol hierarki ataupun pasar. Dimana pada jenjang ini mempertimbangkan
transformasi yang fundamental antara negara dan pasar ekonomi di satu sisi dan anggota masyarakat disisi lain. Pada jenjang ini, institusi yang
diprakarsai masyarakat yang terlibat dalam menguasai mengontrol pembuatan
kebijakan maupun
implementasinya secara
penuh mendapatkan otonomi, baik legal maupun finansial dari pemerintahan
daerah, hubungan dengan pemerintah daerah dilakukan melalui koordinasi dengan jaringan kerja sama.
Partisipasi sehubungan dengan pemisahan jenjang partisipasi tersebut terdapat asumsi bahwa semakin tinggi jenjang partisipasi diartikan semakin baik dan
efektifnya pelibatan masyarakat yang tinggal di wilayah atau penduduk yang mempunyai daerah, walaupun terkadang upaya pencapaian jenjang tertinggi bukan
merupakan tujuan utama, hal ini seperti diungkapkan dalam Engaging The Community 1998 “Sometimes it is not appropriate to reach the top of the ladder,
such as when advertising of a project is all that is required” . Terkadang tidak tepat untuk meraih jenjang tertinggi dari jenjang partisipasi sebagaimana yang diharapkan
dari keberadaan sebuah proyek.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Rencana Tata Ruang dan Partisipasi Masyarakat