Fibrinogen Pada PPOK A. Fibrinogen Pada PPOK Stabil

neutrofil. Proses ini menghasilkan peningkatan fagositosis, antibodi yang dimediasi oleh toksisitas leukosit dan menunda apoptosis. Fibrinogen juga terlibat dalam fasilitasi interaksi diantara sel dan matriks ekstraseluler seperti kolagen. Dengan demikian, seperti dijelaskan di atas, fibrinogen adalah mediator penting pada interaksi sel 40 -sel, adhesi dan peradangan. 40 2.3.4. Fibrinogen Pada PPOK 2.3.4. A. Fibrinogen Pada PPOK Stabil Kadar fibrinogen plasma direproduksi pada pasien PPOK stabil, tetapi peningkatan kadar fibrinogen plasma ini derajat rendah dibandingkan PPOK eksaserbasi akut, terjadi peningkatan derajat tinggi. Selain itu, inflamasi juga memproduksi peningkatan jumlah leukosit darah, acute phase protein lainnya, dan sitokin. 3,4 Hal ini diperkuat oleh Gan WQ, dkk, menyatakan pasien PPOK stabil memiliki peningkatan jumlah leukosit, CRP dan fibrinogen serta sitokin lainnya seperti IL-6, TNF- α. 42 Inflamasi di saluran pernapasan pada pasien PPOK tampak sebagai respon modifikasi inflamasi di saluran pernapasan akibat iritasi kronis seperti asap rokok. Mekanisme terjadinya inflamasi ini tidak dapat dijelaskan, tetapi mungkin ditentukan secara genetik. Pasien yang tidak merokok juga dapat menderita PPOK, tetapi respon inflamasi pada pasien ini tidak diketahui. Stres oksidatif dan peningkatan proteinase di paru-paru selanjutnya memodifikasi radang paru-paru. Bersamaan dengan mekanisme ini terjadi perubahan patologis dari karakteristik pasien PPOK. Inflamasi di paru-paru tetap ada setelah pasien berhenti merokok melalui mekanisme yang tidak diketahui, meskipun autoantigens dan mikroorganisme persisten mungkin memainkan peranan. Stres oksidatif mungkin menjadi mekanisme penting untuk memperkuat terjadinya PPOK. Biomarker stres oxidative seperti hidrogen peroksida, 8 - isoprostan meningkat konsentrasinya didalam pernapasan, dahak, dan sirkulasi sistemik pada pasien PPOK. Stres oksidatif lebih meningkat pada eksaserbasi. Oksidan yang dihasilkan oleh asap rokok dan partikel inhalasi lainnya, dilepaskan sehingga mengaktifkan sel-sel inflamasi seperti makrofag dan neutrofil. Hal ini dapat menurunkan antioksidan endogen pada pasien PPOK 18 Universitas Sumatera Utara akibat pengurangan faktor transkripsi yang disebut Nrf 2 yang mengatur banyak gen antioksidan. Bukti ini diperkuat dengan terjadinya ketidakseimbangan protease dan antiproteasi pada paru-paru pasien PPOK. Beberapa protease, yang berasal dari sel-sel inflamasi dan sel epitel, meningkat pada pasien PPOK. Beberapa bukti menyatakan bahwa protease ini dapat berinteraksi satu sama lain. Protease memediasi penghancuran dari elastin, suatu komponen utama dari jaringan ikat di parenkim paru, yang diyakini menjadi gambaran penting untuk emfisema dan mungkin bersifat irreversibel. Berbagai macam mediator inflamasi memperlihatkan peningkatan pada pasien PPOK, sel inflamasi bergerak ke sirkulasi darah faktor kemotaktik, menyebabkan pelepasan sitokin pro inflamasi dan menyebabkan terjadinya perubahan struktural. 18 18 Inflamasi sistemik pada pasien PPOK juga mempengaruhi adaptasi sistim imun, dimana beberapa penelitian menyatakan telah terjadi peningkatan kadar immunoglobulin plasma pada pasien PPOK dibandingkan kontrol. 2.3.4.B. Fibrinogen Pada PPOK Eksaserbasi Akut 6,7 Kadar fibrinogen plasma meningkat pada saat eksaserbasi dan menurun secara signifikan selama 4 - 6 minggu setelah stabil. Peningkatan kadar fibrinogen plasma pada PPOK eksaserbasi akut merupakan penguatan lebih lanjut proses inflamasi dalam paru-paru. Terjadinya eksaserbasi dipicu oleh satu atau lebih infeksi bakteri, infeksi virus, atau polusi lingkungan, meskipun sepertiga terjadinya eksaserbasi tidak diketahui penyebabnya. Emboli paru juga dapat menyebabkan eksaserbasi, dimana sekitar 25 dari pasien rawat inap dengan PPOK eksaserbasi akut mungkin memiliki emboli paru. Dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami eksaserbasi. Selama eksaserbasi terjadi peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara disaluran pernapasan, disertai menurunnya aliran ekspirasi, sehingga terjadi peningkatan dyspnea . Ini juga mengakibatkan memburuknya VAQ yang abnormal, sehingga mengakibatkan hipoksemia. Kondisi lain seperti pneumonia, tromboemboli, dan gagal jantung akut, dapat menyerupai gejala PPOK atau dapat memperburuk eksaserbasi PPOK. 3,7,18,43 Terjadinya inflamasi sistemik semakin diperkuat dengan banyaknya pasien pada PPOK memiliki komorbiditas yang berdampak besar terhadap kualitas dan kelangsungan hidup. 18 Universitas Sumatera Utara Keterbatasan aliran udara dan khususnya hiperinflasi mempengaruhi fungsi jantung dan pertukaran udara. Mediator inflamasi pada sirkulasi dapat berkontribusi terhadap penurunan otot rangka dan cachexia, mungkin mengawali atau memperburuk komorbiditas seperti penyakit jantung iskemik, gagal jantung, osteoporosis, anemia normositik, diabetes, metabolik syndrom dan depresi. Mekanisme hubungan terjadinya inflamasi pada PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi akut dijelaskan pada gambar dibawah ini. 18 7 Gambar 2.3.4.1 Mekanisme Terjadinya PPOK Eksaserbasi Akut Dan PPOK Stabil. 7 Mekanisme terjadinya PPOK eksaserbasi akut, diakibatkan peningkatan Interleukin-6 yang merangsang pelepasan fibrinogen dan CRP kedalam sirkulasi darah. Interleukin -6 IL- 6 memegang peranan penting dalam proses inflamasi yang mampu memodulasi aktivitas peradangan pada sel dan protease. IL- 6 disintesis oleh epitel saluran napas, makrofag, dan beberapa sel lain pada lokasi inflamasi dalam menanggapi respon terhadap lingkungan seperti merokok atau faktor lainnya infeksi. IL- 6 memiliki efek sistemik sebagai respon pada fase akut. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kadar fibrinogen darah meningkat pada pasien PPOK eksaserbasi akut dibandingkan PPOK stabil. Suatu penelitian dilakukan oleh Mona Fattouh, dkk, 2014, di Rumah Sakit Universitas Sohag selama periode Januari 2013 sampai Maret 2014. Didapatkan 98 pasien PPOK dimasukkan dalam penelitian ini yang 9 Universitas Sumatera Utara dibagi dalam kelompok eksaserbasi dan kelompok stabil, sedangkan 30 orang yang sehat sebagai kelompok kontrol. Didapatkan data kadar serum fibrinogen menunjukkan peningkatan yang signifikan secara statistik pada pasien PPOK eksaserbasi akut dengan rerata dan SD 5,09 ± 1,861 g L dibandingkan PPOK stabil dengan rerata dan SD 2,299 ± 0,571 gL dengan P 0,001. Begitu juga kadar serum fibrinogen PPOK eksaserbasi akut dibandingkan kelompok kontrol dengan rerata dan SD 2,073 ± 0,575 g L menunjukkan peningkatan yang signifikan secara statistik dengan P 0,001. Mona Fattouh, dkk, juga menyatakan terjadi peningkatan jumlah leukosit yang signifikan pada pasien PPOK eksaserbasi akut dengan rerata dan SD 12.212 ± 6,175 x 10 9 L dibandingkan PPOK stabil dengan rerata dan SD 7,877 ± 2,118 x 10 9 L dimana P 0,001, sedangkan peningkatan jumlah leukosit juga signifikan pada pasien PPOK eksaserbasi akut dibandingkan kelompok kontrol dengan nilai rerata dan SD 7,943 ± 2,295 x 10 9 L dimana P 0,001. Zhang Yonghong, dkk, 2014, melakukan penelitian yang terdiri dari 44 pasien PPOK, dibagi dalam 14 pasien PPOK eksaserbasi akut dengan kadar plasma fibrinogen rerata dan SD 11 358.18±109.97 mgdl yang dibandingkan dengan 30 pasien PPOK stabil dengan kadar plasma fibrinogen rerata dan SD 258.32 ± 60.22 mgdl, didapatkan hasil peningkatan yang signifikan secara statistik dengan p 0,01, begitu juga jumlah leukosit pada PPOK eksaserbasi akut dengan rerata dan SD 7.54±3.45 x 10 9 L dibandingkan PPOK stabil dengan rerata dan SD 5.68±1.85 x 10 9 L dinyatakan meningkat signifikan dengan p 0,01. Polatli Mehmed, dkk, 2007, yang terdiri dari 59 pasien PPOK yang dibagi dalam 2 kelompok: 33 pasien dengan kelompok PPOK stabil dan 26 pasien dengan kelompok PPOK eksaserbasi akut, sedangkan 16 pasien sebagai kelompok kontrol. Didapatkan peningkatan secara signifikan kadar serum fibrinogen dengan p = 0,001, pada kelompok PPOK eksaserbasi akut dengan rerata dan SD 447.67 ± 128 mgdl dibandingkan PPOK stabil dengan rerata dan SD 346.88 ± 92.3 mgdl dan PPOK eksaserbasi akut dengan rerata dan SD 447.67 ± 128 mgdl dibandingkan kelompok kontrol dengan rerata dan SD 289.99 ± 39.9 mgdl terjadi peningkatan yang signifikan dengan p 0,001. Begitu juga pada kelompok PPOK stabil dibandingkan kelompok kontrol dinyatakan meningkat secara signifikan dengan p 0,013. 12 13 Sedangkan Thomsen Mette, dkk, 2013, menyatakan terjadi peningkatan secara bersamaan kadar plasma CRP, fibrinogen dan jumlah leukosit yang dihubungkan dengan Universitas Sumatera Utara meningkatnya resiko mendapat eksaserbasi, pada pasien PPOK stabil yang lebih ringan dan pada mereka yang tidak pernah mengalami eksaserbasi sebelumnya. Hal ini berbeda terhadap penelitian oleh Valipour Arschang, dkk, 2008, terdiri dari 30 pasien PPOK eksaserbasi akut, 30 pasien PPOK stabil dan 30 pasien sebagai kontrol yang menyatakan kadar serum fibrinogen pasien PPOK eksaserbasi akut dengan rerata 419 mgdl 329 – 470 mgdl dibandingkan pasien PPOK stabil dengan rerata 424 mgdl 358 -459 mgdl tidak berbeda secara signifikan, tetapi terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kadar fibrinogen plasma pada PPOK eksaserbasi akut dan PPOK stabil dibandingkan kontrol dengan rerata 360 mgdl 326 – 393 dengan p 0,01. 14 15 Pada penelitian oleh Fekri S. Mitra, dkk, 2010, terdiri dari 30 pasien PPOK dan 29 pasien sebagai kontrol sehat menyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan kadar serum fibrinogen dengan rerata dan SD 3.81±0.93 mgdl pada pasien PPOK dibandingkan kadar serum fibrinogen dengan rerata dan SD 3.72±0.9 mgdl pada pasien kontrol, dimana p = 0.82. Kontribusi dari inflamasi sistemik juga menginduksi ekspresi faktor jaringan pada permukaan sel leukosit, terutama monosit. Peningkatkan CRP berperan dalam memfasilitasi interaksi sel monosit 16 -endotel dan meningkatkan Plasminogen Activator Inhibitor Type 1 PAI-1 dan faktor jaringan . CRP dapat berkontribusi mengaktifkan sistem komplemen dan sistem koagulasi dalam berbagai cara. Hal ini telah dibuktikan pada sejumlah studi menunjukkan aktivitas peningkatan trombosit pada pasien PPOK ditemukan pada pasien dengan hiperkapnia dan hipoksemia, serta petanda hiperkoagulasi : trombin 44 -antitrombin III kompleks TAT, fibrinopeptida A, dan aktivator plasminogen inhibitor tipe 1 PAI-1, telah terbukti secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan PPOK dibanding subyek kontrol sehat. Fibrinogen juga berperan dalam mengikat Intercelluler Adhetion Molekul 1 ICAM-1 dalam meningkatkan Epidermal Growth Factor Reseptor EGFR untuk memproduksi mukus di sel epitel saluran pernafasan manusia. Fibrinogen berada pada plug mukus, meningkat pada saluran nafas pada pasien asma akut, PPOK, dan cystic fibrosis, dan ini terbukti menginduksi ICAM 1 yang tergantung pada sel endotel dan immun. Efek dari fibrinogen mengikat ICAM-1 pada saluran napas sel epitel belum diketahui. 45 46 Universitas Sumatera Utara Adaptasi dari Respon immun adalah ciri khas dari langkah yang mengarah ke dominasi CD8 + limfosit sitotoksik di semua bagian saluran pernafasanan dan parenkim paru. Fungsi sel-sel ini melibatkan apoptosis dan akhirnya destruksi jaringan. Namun, limfosit CD4 dan limfosit B juga ditemukan banyak di saluran pernafasan pasien PPOK. Leptin adalah hormon peptida yang diproduksi sebagian besar oleh sel adiposa. leptin berfungsi sebagai proinflamasi sitokin dan terlibat dalam patogenesis inflamasi dan penyakit autoimun, termasuk eksaserbasi akut PPOK. Selama eksaserbasi akut, konsentrasi leptin telah terbukti berhubungan dengan gangguan keseimbangan energi dan respon inflamasi sistemik. Disamping itu leptin dalam jumlah yang banyak berefek untuk terjadinya aterogenik, seperti menginduksi disfungsi endotel, stimulasi reaksi inflamasi, stres oksidatif, penurunan oxigenase, serta memainkan peran penting dalam modifikasi oksidatif lipoprotein plasma, agregasi platelet, dan proliferasi otot polos pembuluh darah sel. 47 Adiponektin adalah adipokine yang paling dikenal karena perannya dalam regulasi sensitivitas insulin dan ditemukan dalam sirkulasi pada konsentrasi tertinggi dalam bentuk adipokine. Adiponektin memiliki efek antiinflamasi penting dalam mengurangi produksi dan aktivitas TNF-a serta menghambat produksi IL 47 -6 dengan menginduksi antiinflamasi sitokin IL-10 dan IL-1 sebagai receptor antagonis. Penghambatan faktor nuklir NF -kB oleh adiponektin mungkin menjelaskan efek ini. Selain itu, adiponektin mengurangi induksi adhesi endotel molekul ICAM-1 dan adhesi molekul 1 sel vaskular. Atas dasar efek yang disebutkan di atas, tampak adiponektin bertindak sebagai molekul anti infla masi. 48 Gambar 2.3.4.2 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3.4.2. Hubungan antara Sistem Mediator, Respon Imun, Infeksi, pada PPOK. 48 Universitas Sumatera Utara

BAB I I I BAH AN DAN M ET ODE PEN ELI T I AN