26
tersebut. Program tersebut dapat berupa kegiatan pendidikan keaksaraan fungsional.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa program pendidikan keaksaraan fungsional merupakan bentuk layanan
pendidikan non formal untuk membelajarkan masyarakat buta aksara yang bertujuan agar individu memiliki kecakapan membaca – menulis
dan berhitung untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan yang fungsional. Sehingga dengan demikian individu mampu berfungsi
secara efektif baik bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsanya. Jadi penguasaan membaca – menulis – berhitung
merupakan media untuk menguasai kecakapan seterusnya berupa keterampilan – keterampilan yang fungsional.
3. Prinsip Pembelajaran Keaksaraan Fungsional
Pengertian pendidikan keaksaraan fungsional nampaknya telah mengundang perhatian bahwa upaya pemberantasan ketunaaksaraan
tidak kalah penting dengan usaha memajukan bidang–bidang lainnya. bahkan pendidikan keaksaraan perlu dirumuskan secara spesifik
dalam konteks program pembangunan. Masalah pokok dalam perecanaan program pendidikan
keaksaraan ialah bagaimana dapat menyajikan materi pendidikan yang memiliki kaitan fungsional dengan kebutuhan. Untuk itu diperlukan
prinsip–prinsip yang perlu dipatuhi dalam menyusun program pendidikan keaksaraan.
27
Menurut Kusnadi 2005: 192-197 ada 4 prinsip utama dalam pendekatan pembelajaran melalui keaksaraan fungsional yaitu :
a. Konteks Lokal Artinya kegiatan pembelajaran dilaksanakan berdasarkan
minat, kebutuhan dan pengalaman yang berkaitan dengan potensi yang ada di sekitarnya.
Perlu dilakukan observasi lingkungan keaksaraan untuk mengetahui konteks lokal tersebut. Tutor dan warga belajarnya juga
perlu melakukan observasi lingkungan untuk mencari dan mengumpulkan informasi
yang dibutuhkan untuk kegiatan pembelajaran sehingga pembalajaran terlaksana dengan baik.
b. Desain Lokal Tutor dan warga belajar perlu merancang kegiatan
pembelajaran dalam suatu kelompok belajar dengan bersumber pada minat, kebutuhan, masalah nyata yang ada
pada warga belajar.
Kurikulum dirancang bersama sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat oleh tutor dan warga belajar. Proses kegiatan ini
dilakukan melalui kegiatan diskusi untuk menetapkan pokok bahasan yang akan dipelajari, cara atau strategi pembelajaran yang akan
digunakan, langkah – langkah kegiatan yang perlu dilakukan, jadwal kegiatan belajar, dan kontrak belajar antara tutor dengan warga
belajarnya sebagai perencanaan dalam suatu kegiatan. c. Partisipatif
Perencanaan program keaksaraan fungsional harus dibentuk berdasarkan strategi partisipatif.
Streategi partisipatif ini maksudnya pembelajaran harus melibatkan warga belajar untuk berpartisipasi secara aktif dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil warga belajar. Kegiatan
28
ini dapat dilakukan oleh tutor dengan merangsang warga belajar melalui diskusi tanya jawab yang bersangkutan dengan pengalaman
pribadi warga belajar. d. Fungsionalisasi Hasil Belajar
Warga belajar diharapkan dapat memecahkan masalah keaksaraannya dan meningkatkan mutu dan taraf
hidupnya.
Peningkatan mutu dan taraf hidupnya dilakukan dengan cara mengembangkan kemampuan dan keterampilan setiap warga
belajarnya dalam kegiatan sehari – hari sehingga mereka mampu mensejahterakan hidupnya.
Dengan demikian isi program pembelajaran keaksaraan harus mendorong masyarakat untuk merubah dirinya dan berorientasi
kebutuhan yang nyata. Selain itu isi program harus mencerminkan masalah–masalah dan deskripsi teknis pemecahannya, penyampainnya
harus kondusif dan memungkinkan suasana tukar pengalaman untuk menimbulkan partisipasi yang baik dari warga belajar.
4. Komponen Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Menurut Brown dalam Wina Sanjaya 2011:9-13 suatu
pembelajaran memiliki komponen-komponen sebagai berikut : a siswa, b tujuan, c kondisi, d sumber-sumber belajar, dan e hasil
belajar. Proses pembelajaran pada hakikatnya diarahkan untuk
membelajarkan siswa agar dapat mencapai tujuan yang telah
29
ditentukan maka siswa harus dijadikan sebagai pusat dari segala kegiatan.
Menurut Wina Sanjaya 2011 tujuan merupakan komponen terpenting dalam pembelajaran. Dalam konteks pendidikan, persoalan
tujuan merupakan persoalan tentang misi dan visi suatu lembaga pendidikan itu sendiri. Artinya tujuan penyelenggaraan pendidikan
diturunkan dari visi dan misi lembaga pendidikan itu sendiri. Tujuan- tujuan tersebut sebenarnya merupakan arah yang harus dijadikan
rujukan dalam proses pembelajaran, tujuan khusus yang dirumuskan harus berorientasi pada pencapaian tujuan umum tersebut.
Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang dirancang agar siswa dapat mencapai tujuan khusus seperti yang telah
dirumuskan. Pengalaman belajar harus mendorong agar siswa aktif belajar baik secara fisik maupun nonfisik.
Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar. Di
dalamnya meliputi lingkungan fisik seperti tempat belajar, bahan dan alat yang dapat digunakan, personal seperti pengajar, petugas
perpusatakaan dan ahli media, dan siapa saja yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung untuk keberhasilan dalam
pengalaman belajar. Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh
kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Dengan