Melihat akibat yang dapat ditimbulkan, makna peneliti tertarik untuk melihat pengaruh bladder retention training terhadap kemampuan mandiri berkemih pada anak .
2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas masalah yang dapat dirumuskan bagaimana pengaruh bladder retention training terhadap kemampuan mandiri berkemih pada anak di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh bladder retention training terhadap kemampuan mandiri
berkemih pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari peneliti ini adalah untuk: 1.
Mengetahui karakteristik responden yang menggunakan kateter urin. 2.
Mengetahui kemampuan mandiri berkemih yang terjadi pada pasien kelompok intervensi sebelum dilakukan bladder training..
3. Mengetahui kemampuan mandiri berkemih yang terjadi pada pasien kelompok
kontrol sebelum dilakukan bladder tarining. 4.
Mengetahui kemampuan mandiri berkemih yang terjadi pada pasien kelompok intervensi setelah dilakukan bladder training.
5. Mengetahui kemampuan mandiri berkemih yang terjadi pada pasien kelompok
kontrol setelah dilakukan bladder training. 6.
Membandingkan kemampuan berkemih pada kelompok kontrol dan intervensi dilakukan bladder training dan pada pasien yang tidak dilakukan bladder training.
Universitas Sumatera Utara
4. Manfaat Penelitian
4.1. Untuk Praktek keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi perawat dalam melakukan
bladder training pada pasien yang dipasang kateter mengkaji kemampuan mandiri berkemih pada anak.
4.2. Untuk Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan atau sumber informasi mengenai
latihan bladder training pada pasien dengan pemasangan kateter. 4.3.Untuk Penelitian Keperawatan
Dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau sumber data bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai latihan bladder training.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik
potter perry, 2005. Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif di antara terapi nonfarmakologi.
Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu kegel exercises latihan pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul, Delay urination menunda berkemih,
dan scheduled bathroom trips jadwal berkemih Suhariyanto 2008. Latihan kegel kegel execises merupakan aktifitas fisik yang tersusun dalam suatu program yang dilakukan secara
berulang-ulang guna meningkatkan kebugaran tubuh. Latihan kegel dapat meningkatkan mobilitas kandung kemih dan bermanfaat dalam menurunkan gangguan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urin. Latihan otot dasar panggul dapat membantu memperkuat otot dasar panggul untuk memperkuat penutupan uretra dan secara refleks menghambat kontraksi
kandung kemih. Kane, 1996 dalam Nursalam 2006. Bladder training dapat dilakukan dengan latihan menahan kencing menunda untuk
berkemih. Pada pasien yang terpasang kateter, Bladder training dapat dilakukan dengan mengklem aliran urin ke urin bag Hariyati, 2000. Bladder training dilakukan sebelum
kateterisasi diberhentikan. Tindakan ini dapat dilakukan dengan menjepit kateter urin dengan klem kemudian jepitannya dilepas setiap beberapa jam sekali. Kateter di klem selama 20
menit dan kemudian dilepas. Tindakan menjepit kateter ini memungkinkan kandung kemih
Universitas Sumatera Utara
terisi urin dan otot destrusor berkontraksi sedangkan pelepasan klem memungkinkan kandung kemih untuk mengosongkan isinya. Smeltzer, 2001.
1.2. Tujuan Bladder Training
Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran
air kemih potterperry, 2005. Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan berbagai teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih
dapat berkurang, hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Melalui latihan, penderita diharapkan dapat menahan sensasi berkemih. Latihan ini dilakukan pada pasien anak pasca
bedah yang di pasang kateter Suharyanto, 2008. Karon 2005 menyatakan tujuan dilakukan bladder training yaitu Membantu anak
mendapat pola berkemih yang rutin, Mengembangkan tonus otot kandung kemih, Memperpanjang interval waktu berkemih, Meningkatkan kapasitas kandung kemih.
1.3. Indikasi Bladder Training
Bladder Training dapat dilakukan pada pasien anak yang mengalami retensi urin, pada pasien anak yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga fungsi spingter kandung
kemih terganggu Suharyanto, 2008. Bladder training juga bisa dilakukan pada pasien anak yang menggunakan kateter yang lama, dan pasien anak yang mengalami inkontinensia urin.
1.4.Prosedur Bladder Training
Prosedur kerja dalam melakukan bladder training menurut Suharyanto 2008 yaitu :
a. Lakukan cuci tangan.
b. Mengucapkan salam.
Universitas Sumatera Utara
c. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien.
d. Ciptakan lingkungan yang nyaman dengan menutup ruangan atau tirai ruangan.
e. Atur posisi pasien yaitu dengan posisi dorsal recumbent
f. Pakai sarung tangan disposibel
g. Lakukan pengukuran volume urin pada kantong urin.
h. Kosongkan kantong urin.
i. Klem selang kateter sesuai dengan program selama 1 jam yang memungkinkan
kandung kemih terisi urin dan otot destrusor berkontraksi, supaya meningkatkan volume urin residual.
j. Anjurkan klien minum 200-250 cc.
k. Tanyakan pada klien apakah terasa ingin berkemih setelah 1 jam.
l. Buka klem dan biarkan urin mengalir keluar.
m. Lihat kemampuan berkemih klien
n. Lepaskan sarung tangan dan merapikan semua peralatan.
2. Konsep Berkemih Pada Anak
2.1. Pengertian berkemih
Berkemih adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ berkemih seperti ginjal, ureter, bladder, dan uretra. Ginjal memindahkan
air dari darah dalam bentuk urin. Ureter mengalirkan urin ke bladder urin ditampung sampai mencapai batas tertentu yang kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Air sisa metabolisme dalam darah difiltrasi oleh ginjal. Darah mengalir sampai ke ginjal melalui arteri renal yang merupakan cabang dari aorta abdomen. Kira-kira darah akan
masuk ke ginjal 20-25 dari kardiak output. Dalam glomerulus ginjal difiltrasi air dan zat-zat lain seperti glukosa, asam amino, urea, kreatinin, dan elektrolit. Glomerulus akan memfiltrasi
Universitas Sumatera Utara
kira-kira 125 mlmenit. Tidak semua hasil filtrasi akan dikeluarkan sebagai urin, tetapi sebagian zat berupa glukosa, asam amino, sodium, dan potassium kembali ke plasma.
Pengeluaran urin tergantung pada intake cairan. Ginjal menghasilkan hormon eritropoitin yang berfungsi untuk merangsang produks i
eritropoitisetin yang merupakan bahan baku sel darah merah pada sumsum tulang. Hormon ini dirangsang oleh adanya kekurangan aliran darah pada ginjal. Disamping eritripoitin, ginjal
juga menghasilkan hormon renin yang berfungsi sebagai pengatur aliran darah ginjal pada saat terjadinya iskemia. Renin dihasilkan pada sel juxtagmerulus pada apparatus
juxtagmerulus di nephron. Renin berfungsi sebagai enzim yang berfungsi mengubah angiontensinogen menjadi angiontensin I yang kemudian di ubah diparu-paru menjadi
angiontensin II dan angiontensi III. Angiontensin II berdampak pada vasokontriksi dan menstimulus aldosteron untuk menahanmerentensi air dan meningkatkan volume darah.
Angiontensin III memberikan efek tekanan pada aliran pembuluh darah arteri.
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berkemih
1. Pertumbuhan dan perkembangan
Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urin. 2.
Psikologis Pada keadaan cemas dan stres akan meningkatkan stimulasi berkemih.
3. Kebiasaan Seseorang
Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet, sehingga ia tidak dapat berkemih dengan menggunakan pot urin.
4. Tonus Otot
Berkemih membutuhkan tonus otot bladder, otot abdomen dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot dorongan untuk berkemih juga akan berkurang.
Universitas Sumatera Utara
5. Kondisi Penyakit
Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi urin karena banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ kemih menimbulkan retensi
urin. 6.
Pembedahan Penggunaan anestesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urin akan
menurun. 7.
Respon keinginan awal untuk berkemih Beberapa anak mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal untuk berkemih dan
hanya pada akhir keinginan berkemih menjadi lebih kuat. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung kemih. Anak ini mempunyai kapasitas kandung kemih yang lebih daripada normal
.
8. Tingkat aktifitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal dan
eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar
kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini
disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh.
9. Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine jumlah dan karakter Obat diuretiik dapat meningkatkan output urine Analgetik dapat terjadi retensi urine.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Masalah-Masalah Berkemih
1. Retensi Urin
Merupakan penumpukan urin dalam bladder dan ketidakmampuan bladder untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi bladder adalah urin yang terdapat dalam
bladder melebihi dari 400 ml. Normalnya adalah 250-400 ml. 2.
Inkontenensia urin Adalah ketidakmampuan otot spingter eksternal sementara atau menetap untuk
mengontrol ekskresi urin. 3.
Enuresis Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih mengompol yang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak atau pada orang jompo Wartonah, 2004.
2.4. Perubahan Pola Berkemih
1. Frekuensi:
Meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang meningkat, biasanya terjadi pada cystitis, stres.
2. Urgensi:
Perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak karena kemampuan spinter untuk mengontrol berkurang.
3. Disuria:
Rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi saluran kemih, dan trauma.
Universitas Sumatera Utara
4. Poliuria:
Produksi urin melebihi normal, tanpa peningkatan intake cairan misalnya pada pasien diabetes militus.
5. Urinaria Suppressi:
Keadaan di mana ginjal tidak memproduksi urin secara tiba-tiba 6.
Anuria Urin kurang dari 100 ml24 jam
7. Oliguri
urin sebanyak 100-500 ml24 jam
2.5. Refleks Berkemih
2.6. Pola Berkemih Pasca Operasi
Kemampuan klien untuk berkemih bergantung pada adanya rasa desakan untuk berkemih, kemampuan mengontrol sfingter uretra, dan kemampuan untuk rileks selama
berkemih Wartonah, 2004.
Dalam waktu 6 sampai 8 jam setelah anestesi, klien mendapatkan kontrol fungsi berkemih secara volunter, bergantung pada jenis pembedahan anestesi epidural atau spinal
menyebabkan klien tidak dapat merasakan distensi atau penuhnya kandung kemih. Untuk memeriksa adanya distensi kandung kemih, perawat mempalpasi abdomen bagian bawah
tepat pada diatas simpisis pubis. Klien perlu dibantu berkemih jika klien tidak dapat berkemih dalam waktu 8 jam. Karena kandung kemih yang penuh dapat menyebabkan nyeri dan sering
menyebabkan kegelisahan selama pemulihan, kateter mungkin perlu dipasang. Apabila klien telah terpasang kateter tetap, urin harus mengalir sedikitnya 2 mlkgjam pada dewasa dan 1
mlkgjam pada anak-anak. Perawat mengobservasi warna dan bau urin klien. Pembedahan
Universitas Sumatera Utara
yang melibatkan bagian saluran perkemihan, normalnya akan menyebabkan urin mengandung darah, paling tidak selama 12 sampai 24 jam setelah pembedahan, dan
bergantung pada jenis pembedahan Potter Perry, 2005.
2.7. Perkembangan Anak Pada Usia Sekolah
Pada masa ini anak mengalami proses perubahan dalam pola makan dimana anak pada umumnya mengalami kesulitan untuk makan. Proses eliminasi pada anak sudah menunjukkan
proses kemandirian dan masa ini adalah masa dimana perkembangan kognitif sudah mulai menunjukkan perkembangan dan anak sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah
dan tampak sekali kemamapuan anak belum mampu menilai sesuatu. Berdasarkan apa yang mereka lihat dan anak membutuhkan pengalaman belajar dengan lingkungan dan orang
tuanya. Sedangkan perkembangan psikososial pada anak sudah menunjukkan adanya rasa inisiatif, konsep diri yang positif serta mampu mengidentifikasikan identitas dirinya Hidayat,
2005.
Pada fase ini anak sekolah dilatih untuk melakukan toilet training. Dimana anak mampu melakukan buang air kecil dan besar pada anak yang membutuhkan persiapan fisik,
psikologis maupun secara inteletual, melalui persiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol buang air besar atau kecil secara mandiri.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka penelitian ini adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan Notoadmodjo, 2002. Variabel
dependen yaitu kemampuan mandiri berkemih pada anak yang dirawat dirumah sakit dan variabel independen yaitu bladder training yang diberikan kepada anak yang menggunakan
kateter.
Adapun yang menjadi kerangka penelitian ini dapat dilihat dalam bagan dibawah ini :
Variabel Independen Variabel Dependen
Skema 1: Kerangka konsep penelitian . Anak
Pasca Bedah
Bladder Training
Dilakukan Bladder
Training
Tidak Dilakukan
Bladder Training
Kemampuan Berkemih
Pada anak
Universitas Sumatera Utara
2. Defenisi Operasional
Variabel Defenisi
Operasional Alat Ukur
Cara Ukur Hasil Ukur
Skala
Bladder Trainimg
Bladder training adalah suatu latihan
kandung kemih yang sengaja dilakukan
dan direncanakan pada anak di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan untuk
melatih anak dalam melakukan berkemih
secara mandiri. Lembar
observasi oleh
peneliti Dilakukan
atau tidak dilakukan
bladder training
0=tidak dilakukan
bladder training
1=dilakukan bladder
training Nominal
Kemampuan Berkemih
Kemampuan berkemih
adalah suatu kesanggupan
yang dimiliki oleh seorang anak untuk
melakukan berkemih secara mandiri yang
dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan
Lembar observasi
oleh peneliti
Peneliti mengobservasi
kemampuan anak berkemih
dengan menggunakan
10 kuesioner yang terdiri
dari 20 pertanyaan.
Skor jawaban responden
yaitu: 1.Nilai 1 jika
pertanyaan “Ya”
2.Nilai 0 jika pertanyaan
“Tidak” Rasio
Universitas Sumatera Utara
3. Hipotesa Penelitian