Latar Belakang Pengaruh bladder retention training terhadap kemampuan mandiri berkemih pada anak Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kateter urin merupakan suatu tindakan dengan memasukkan selang kedalam kandung kemih yang bertujuan untuk membantu mengeluarkan urin. Pemasangan kateter urin dapat menjadi tindakan yang menyelamatkan jiwa, khususnya bila traktus urinarius tersumbat atau pasien tidak mampu melakukan urinasi. Tindakan pemasangan kateter juga dilakukan pada pasien dengan indikasi lain, yaitu: untuk menentukan jumlah urin sisa dalam kandung kemih setelah pasien buang air kecil, untuk memintas suatu obstruksi yang menyumbat aliran urin, untuk menghasilkan drainase pascaoperasi pada kandung kemih, daerah vagina atau prostat, atau menyediakan cara-cara untuk memantau pengeluaran urin setiap jam pada pasien yang sakit berat Smelzter, 2001. Smith 2003 melaporkan pemasangan kateter dilakukan lebih dari lima ribu pasien setiap tahunnya. Dimana sebanyak 4 penggunaan kateter dilakukan pada perawatan rumah dan sebanyak 25 pada perawatan akut. Sebanyak 15-25 pasien dirumah sakit menggunakan kateter menetap untuk mengukur haluaran urin dan membantu pengosongan kandung kemih The Joanna Briggs Institute, 2000. Tindakan pemasangan kateter membantu pasien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau pasien yang mengalami obstruksi. Namun tindakan ini bisa juga menimbulkan masalah lain seperti infeksi, trauma pada uretra, dan menurunnya rangsangan berkemih. Menurunnya rangsangan berkemih terjadi akibat pemasangan kateter dalam waktu yang lama mengakibatkan kandung kemih tidak akan terisi dan berkontraksi sehingga pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan tonusnya. Apabila hai ini terjadi dan kateter Universitas Sumatera Utara dilepas, maka otot detrusor mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat mengontrol pengeluaran urinnya Smelzter, 2001. Tujuan dari bladder training adalah untuk mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih AHCPR, 1992. Agar bladder retensi training ini berhasil, klien harus mampu menyadari dan secara fisik mampu mengikuti program pelatihan. Program tersebut meliputi penyuluhan , upaya berkemih yang terjadwal, dan memberikan umpan balik positif. Fungsi kandung kemih untuk sementara mungkin terganggu setelah suatu periode kateterisasi potter perry, 2006. Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan berbagai teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih dapat berkurang, hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Melalui latihan, penderita diharapkan dapat menahan sensasi berkemih. Latihan ini dilakukan pada pasien anak yang yang dipasang kateter Suharyanto, 2008. Penanganan ketidakmampuan berkemih secara mandiri sebagian besar tergantung kepada penyebabnya. Salah satu usaha untuk mengatasi kondisi ini berupa program latihan kandung kemih atau bladder training Long, 1996. Bladder training atau latihan kandung kemih merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencegah penyakit ini. Bladder training atau latihan kandung kemih merupakan upaya mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan, keadaan normal atau fungsi optimalnya sesuai dengan kondisi semula Lutfie, 2008. Penelitian ini dilakukan pada pasien anak yang menggunakan kateter setelah dilakukan pembedahan dan yang tidak dilakukan pembedahan harus dilakukan bladder training. Dan setelah diwawancara pada beberapa anak pasca bedah didapat bahwa keluhan yang dialami oleh anak tersebut ketika dilepas kateter adalah nyeri ketika ingin berkemih. Hal ini dikeluhkan pada anak pasca bedah yang mengalami apendiksitis dan colostomi. Universitas Sumatera Utara Melihat akibat yang dapat ditimbulkan, makna peneliti tertarik untuk melihat pengaruh bladder retention training terhadap kemampuan mandiri berkemih pada anak .

2. Pertanyaan Penelitian