hukum acara perdata. Hukum acara perdata ada sebagian tertulis yaitu yang termuat dalam UU dan ada sebagian yang tidak tertulis yaitu adat kebiasaan yang dianut oleh para hakim dalam
melakukan pemeriksaan perdata.
18
Adat kebiasaan yang tidak tertulis dari hakim dalam melakukan pemeriksaan tidak dapat menjamin kepastian hukum. Doktrin juga merupakan
rujukan hakim untuk menggali hukum dalam menyelesaikan perkara dengan mempelajari ilmu pengetahuan.
19
C. ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
Asas-asas umum Hukum Acara Perdata bertitik tolak pada praktik peradilan Indonesia sebagai berikut:
1. Hakim Bersifat Menunggu
Pelaksanaannya yaitu dengan inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak yang diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan, kalau tidak ada tuntutan maka tidak ada hakim. Jadi
tuntutan hak diajukan oleh pihak yang berkepentingan, sedangkan hakim hanya menunggu datangnya tuntutan yang diajukan kepadanya. Seorang hakim tidak boeh menolak untuk
memeriksa dan mengadili walaupun dengan alasan hukumnya kurang jelas pasal 14 ayat 1 UU no.141970, hal ini karena adanya anggapan hakim tahu hukumnya. Jika hakim tidak
menemukan hukum tertulis, maka ia wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Seorang hakim bukan berarti mengetahui segala peraturan hukum, melainkan ia hanya diminta untuk mempertimbangkan benar tidaknya suatu peristiwa atau salah tidaknya seseorang
lalu memberi putusan.
2. Hakim Pasif
20
Hakim bersikap pasif dalam arti bahwa ruang lingkup sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada dasarnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara bukan oleh
hakim. Karena hakim hanya membantu mencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan serta rintangan untuk tercapainya peradilan. Hakim harus aktif memimpin sidang,
melancarkan jalannya persidangan, membantu kedua pihak dalam mencari kebenaran. Para pihak dapat secara bebas mengakhiri sendiri sengketanya yang telah diajukan ke
pengadilan dan hakim tidak dapat menghalanginya. Ha ini berupa pencabutan gugatan atau perdamaian. Sedangkan hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang memutuskan
18 Ibid., hlm.14-15. 19 Sudikno Menokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2002, hlm. 9
20 Ibid., hlm.12.
8
perkara yang tidak dituntut. Hakim terikat pada peristiwa yang menjadi sengketa yang diajukan oleh pihak bersangkutan, dan pihak tersebutlah yang wajib membuktikannya, bukan hakim.
Maka jelaslah pengertian pasif disini yaitu hakim tidak berperan dalam membatasi luas dan sempitnya suatu sengketa, dengan tidak pula membatasi atau menguranginya sedikitpun.
3. Siat Terbukanya Persidangan
21
Sidang pemeriksaan peradilan pada dasarnya terbuka untuk umum. Tujuannya adalah untuk memberi perlindungan hak asasi manusia dibidang peradilan serta untuk lebih menjamin
obyektivitas peradilan dengan mempertanggungjaabkan pemeriksaan, tidak memihak, memutuskan dengan adil.
Bila putusan yang diucapkan dalam sidang tidak dinyatakan terbuka untuk umum berarti putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta mengakibatkan batalnya
putusan menurut hukum. Secara formil asas ini membuka kesempatan untuk “social control” dan tidak berpengaruh terhadap berlangsungnya acara secara tertulis.
4. Mendengar Kedua Belah Pihak