dibandingkan pasar Kanada pada Amerika dan hubungan keduanya sangat responsif terhadap perubahan nilai tukar.
2.2.2. Studi Mengenai Karet Alam
Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai karet alam antara lain penelitian yang dilakukan Tety 2002 tentang penawaran dan permintaan karet
alam Indonesia di pasar domestik dan internasional, analisis dilakukan dengan membangun model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan. Hasil
analisisnya dapat disimpulkan bahwa peubah-peubah yang berpengaruh terhadap penawaran ekspor karet alam Indonesia ke masing-masing negara tujuan ekspor
AS, Jepang, Singapura dan Korea Selatan adalah harga ekspor karet Indonesia, produksi, nilai tukar Rupiah terhadap USD, pajak ekspor dan jumlah ekspor karet
bedakala ke masing-masing negara.
Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penawaran karet alam negara-negara pesaing Indonesia dalam penelitian Tety yaitu Thailand dan
Malaysia mengenai harga ekspor karet alam, produksi dan nilai tukar mata uang negara pengekspor. Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku impor
dari ke empat negara utama yaitu Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan Korea Selatan adalah harga impor karet alam, harga impor karet sintesis, nilai tukar,
pendapatan perkapita masing-masing negara dan jumlah impor bedakala masing- masing negara. Untuk harga karet alam Internasional dipengaruhi oleh rasio total
permintaan impor dan total penawaran ekspor serta harga karet internasional bedakala.
Penelitian mengenai dampak kebijakan perdagangan terhadap dinamika ekspor karet alam Indonesia ke negara-negara importir utama telah dilakukan
Prabowo 2006 dengan menggunakan model ekonometrika dinamis yakni metode kointegrasi dan Error Correction Model ECM. Hasil analisisnya menyimpulkan
perdagangan karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang menunjukkan tren yang terus meningkat dimana telah terjadi pergeseran jenis karet alam yang
diperdagangkan dari dominasi jenis mutu sit asap RSS menjadi karet jenis spesifikasi teknis TSR yang memiliki kualitas dan harga jual yang lebih rendah
namun memiliki keunggulan dari segi pengemasan sehingga memudahkan industri pengolahan selaku konsumen.
Pada penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa harga impor karet alam Amerika Serikat dan Jepang responsif terhadap perubahan harga karet alam dunia
namun tidak dapat ditrasmisikan dengan baik pada permintaan impor dan ekspor karet alam Amerika Serikat dan Jepang ke Indonesia dan Thailand di pasar karet
alam karena perubahan rasio harga yang inelastis. Sedangkan penawaran ekspor karet alam Indonesia responsif terhadap perubahan harga ekspor karet alam pada
jangka panjang. Prabowo juga menyatakan bahwa terjadinya distorsi pasar akibat
kebijakan perdagangan dan perubahan lingkungan ekonomi mempengaruhi volume perdagangan karet alam dimana perubahan pendapatan domestik bruto
yang terjadi di negara importir efektif mempengaruhi arus perdagangan karet alam disisi importir dibandingkan dengan jika terjadi perubahan pada harga karet alam
dunia. Sedangkan pada kebijakan perdagangan dan perubahan lingkungan ekonomi dari sisi negara eksportir ternyata menunjukkan bahwa distorsi melalui
depresiasi mata uang dan inflasi lebih besar pengaruhnya untuk meningkatkan volume ekspor dari pada dengan pengenaan pajak.
Penelitian yang berbeda dilakukan Anwar 2005 mengenai prospek karet alam Indonesia di pasar Internasional dengan menggunakan suatu analisis
integrasi dan keragaan ekspor. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa prospek karet alam Indonesia di pasar Internasional terkait erat dengan efisiensi pasar yang
ditunjukkan oleh integrasi pasar baik secara spasial ataupun vertikal. Pada integrasi pasar spasial, pasar internasional karet alam RSS dan TSR tidak
terintegrasi secara penuh dan hukum satu harga the law of one price tidak berlaku, maka ketujuh pasar untuk RSS dan lima untuk TSR tidak dapat
diperlakukan sebagai pasar tunggalagregasi. Pada jangka panjang, pasar fisikspot New York masih merupakan pasar
referensi bagi negara-negara konsumen dan produsen baik untuk jenis karet RSS ataupun TSR. Pasar karet alam yang ada tidak terintegrasi secara penuh, hal
tersebut disebabkan oleh harga karet alam yang terbentuk mengalami distorsi, baik pada pasar domestik ataupun pasar Internasional. Terdistorsinya harga karet
alam disebabkan oleh adanya market power dari buyer misalkan pabrik-pabrik ban besar, adanya sistem perdagangan langsung antara pabrik TSR dengan pabrik
ban, adanya cadangan yang relatif besar di produsen, konsumen dan afloat stock, biaya transportasi dan biaya transaksi pemasaran, serta perubahan konsenterasi
pasar akibat pertumbuhan ekonomi. Pada penelitian Anwar ini juga menyebutkan mengenai fluktuasi nilai
tukar pada jangka pendek dan jangka panjang yang mempengaruhi harga karet alam. Pada jangka pendek, ekspor karet alam Indonesia dipengaruhi oleh harga
karet dunia dan nilai tukar RpUSD, terjadinya depresiasi RpUSD meningkatkan harga domestik dan volume ekspor atau produksi, akan tetapi
produksi itu sendiri dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti konsumsi karet domestik dan opportunity cost upah tenaga kerja.
Selanjutnya Lim 2002 mengestimasi harga karet alam jangka pendek dan mengevaluasi pembentukan relatif 19 model dengan dasar 3 teknik peramalan
yang berbeda dan 4 set informasi. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa model GARCHARCH umumnya lebih baik dari model simple regresi sederhana dan
hasilnya potensial dan menguntungkan pelaku di pasar future karet alam. Berbeda dengan Lim 2002 kemudian Khin et al. 2008 menggunakan
model ekonometrik untuk meramalkan harga bulanan dalam jangka pendek untuk harga karet SMR20 di pasar dunia. Spesifikasi model karet alam yang digunakan
terdiri dari produksi, konsumsi, harga. Diantara tujuan penelitiannya adalah menentukan inter relationship antara produksi, konsumsi dan harga untuk dapat
meramalkannya maka menggunakan model multivariate autoregressive-moving average MARMA. Model umumnya menggunakan peramalan ex ante untuk
periode Januari 2007 sampai Desember 2010, hasilnya memperlihatkan bahwa peramalan MARMA expost lebih efisien dalam kriteria statistik atau visualisasi
proxinya mendekati harga aktual. Studi ini juga menyebutkan bahwa harga future pada pasar berjangka umumnya efisien dalam menentukan harga di pasar fisik.
Kemudian Khawla 2006 meneliti 80 prilaku pelaku usaha industri karet di pasar berjangka Thailand yang terdiri dari petani, pengusaha, eksportir dan
konsumen dimana hasilnya ditemukan bahwa 60 persen tidak melakukan
keputusan hedging di pasar berjangka dan hanya 40 persen saja yang menggunakan fasilitas hedging di pasar berjangka.
2.2.3. Studi Mengenai Pasar Berjangka Komoditas