Perkembangan Ekonomi Karet Alam Indonesia

2009 itu sendiri ditetapkan masing-masing sebanyak 700 ribu ton melalui skema kesepakatan ketiga negara Agree Export Tonnage SchemeAETS dan 215 ribu ton dari peremajaan pohon karet di tiga negara tersebut. Sedangkan langkah urgen jangka pendek ada kesepakatan AETS dan jangka panjang dengan cara replanting, diversifikasi tanaman dalam negeri dan strategic market operation, yaitu operasi pasar apabila dibutuhkan. Faktanya eksportir karet di Indonesia pada kuartal I2009 mengurangi volume ekspor sebanyak 197.423 ton atau 170 persen melebihi batas yang telah disepakati tiga negara anggota ITRC yakni sebanyak 116.000 ton. Dengan demikian, volume ekspor selama kuartal I lebih rendah dari target yang ditetapkan. Padahal berdasarkan kesepakatan ITRC, Indonesia dapat mengekspor karet selama semester I tahun 2009 sebanyak 499.459 ton, tetapi realisasi ekspor hanya 418.037 ton. Pengurangan kuota ekspor tersebut antara lain bertujuan menyeimbangkan pasokan sehingga harga tidak jatuh dan diharapkan stabil. Selain mengurangi volume ekspor, ketiga negara juga sudah menyepakati batas harga jualekspor yang mana pihak Gapkindo selaku pihak yang diminta untuk mengawasi jalanya kesepakatan sudah meminta perusahaan anggotanya untuk tidak menjual karet di bawah 1.35 dolar AS per kg Honggokusumo, 2009.

5.4. Perkembangan Ekonomi Karet Alam Indonesia

Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand dengan produksi lebih dari 2 juta ton atau sebesar 26 persen dari total produksi karet alam dunia pada tahun 2007. Pertumbuhan yang pesat dari areal perkebunan pada umumnya terkait erat dengan tingkat keuntungan pengusahaan dan kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan areal perkebunan ini. Selama kurun waktu 40 tahun 1967-2007, areal perkebunan karet di Indonesia meningkat rata-rata 1.50 persen per tahun. Namun, pertumbuhan ini hanya terjadi pada areal karet rakyat 1.98 persen per tahun, sedangkan pada perkebunan besar negara dan swasta cenderung menurun sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Areal dan Produksi Karet di Indonesia Tahun 1967-2007 Kepemilikan Luas Areal 000 ha Produksi 000 ton Pertumbuhantahun Tahun Tahun Luas Areal Produksi 1967 2007 1967 2007 PR 1 616 76 2 899 85 500 70.5 2 190 79.5 1.98 8.45 PBN 222 10.5 239 7 112 16 277 10 0.19 3.68 PBS 291 13.5 276 8 96 13.5 288 10.5 -0.13 5.00 Total 2 131 3 414 709 2 755 1.50 7.20 Sumber: Departemen Pertanian, 2008. Keterangan ... angka dalam kurung merupakan pangsa Tabel 4 ini juga memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan luas areal rata- rata per tahun Perkebunan Swasta PS relatif lebih rendah bahkan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0.13 persen daripada laju pertumbuhan Perkebunan Besar milik Negara PBN apalagi dibandingkan dengan laju pertumbuhan areal Perkebunan Rakyat PR. Namun jika dilihat dari sisi produksi pertumbuhan selama periode 1967- 2007 Perkebunan Rakyat rata-rata sebesar 8.45 persen. Sedangkan Perkebunan Negara mengalami pertumbuhan sebesar 3.68 persen dan Perkebunan Swasta sebesar 5.00 persen seperti pada Tabel 4. Dari keseluruhan areal perkebunan rakyat tersebut, sebagian besar 85 persen dikembangkan secara swadaya murni dan sebagian kecil lainnya yaitu sekitar 288.039 ha dibangun melalui proyek PIR, PRPTE, UPP Berbantuan, Partial dan Swadaya Berbantuan. Hal ini disebabkan terjadi peningkatan areal perkebunan karet rakyat yang menggunakan klon unggul yang produktivitasnya cukup tinggi. Hal ini didukung oleh data yang menunjukkan pertumbuhan produksi tertinggi terjadi pada perkebunan rakyat 2.1 juta ton . Namun tingkat produktivitas yang dimiliki Perkebunan Rakyat masih sangat rendah 796 kghath bila dibandingkan dengan produktivitas perkebunan besar negara 1.039 kghath maupun swasta 1.202 kghath. Hal ini antara lain, disebabkan sebagian besar 60 persen tanaman karet petani masih menggunakan bahan tanam asal biji seedling tanpa pemeliharaan yang baik dan tingginya proporsi areal tanaman karet yang telah tua, rusak atau tidak produktif ± 13 persen dari total areal Departemen Pertanian, 2007. Untuk areal perkebunan karet di Indonesia tersebar terutama di sepanjang pulau Sumatera, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Potensi peningkatan produksi karet nasional pada jangka menengah terdapat pada areal karet yang ada exisiting saat ini 2007 seluas 3.4 juta ha melalui upaya peremajaan dan rehabilitasi tanaman. Namun pada jangka panjang 2010-2025 pengembangan areal perkebunan karet dapat dilakukan pada wilayah-wilayah non-tradisional karet terutama di kawasan Indonesia Timur. Distribusi perkebunan karet alam milik rakyat berdasarkan daerah tingkat propinsi diuraikan pada Tabel 5. Propinsi penghasil karet alam terbesar di Indonesia pada tahun 2006 terdapat pada propinsi Sumatera Selatan dengan total produksi 648 ribu ton dengan luas areal sebesar 517 ribu ha, disusul Sumatera Utara dengan total produksi sebesar 427 ribu ton dengan luas sebesar 456 ribu ha. Tabel 5. Produksi dan Luasan Karet di Indonesia Berdasarkan Propinsi Tahun 2006 Propinsi Luasan ha Produksi ton Produktivitas Kgha Sumatera Selatan 648 754 517 799 980 Sumatera Utara 456 986 427 872 1 057 Riau 369 911 350 808 1 045 Jambi 433 739 292 653 814 Kalimantan Barat 379 038 256 751 819 Kalimantan Tengah 255 657 189 372 986 Sumatra Barat 124 256 90 468 1 017 Kalimantan Selatan 129 946 104 216 1 012 Aceh 117 711 83 368 849 Bengkulu 71 334 49 980 921 Lampung 81 466 68 366 1 165 Total Indonesia 3 346 427 2 637 231 967 Sumber: Departemen Pertanian, 2007. Kondisi perkaretan Indonesia menunjukkan kurang lebih hampir 90 persen dari total produksi karet nasional ditujukan untuk ekspor dengan negara tujuan utama USA, China, Singapura, Jepang dan Jerman, sedangkan sisanya diserap oleh industri dalam negeri. Kebutuhan karet alam dalam negeri masih tergolong rendah dibanding dengan jumlah yang diproduksi setiap tahunnya. Terlihat konsumsi karet dalam negeri hanya mencapai 223 ribu ton pada tahun 2008 yang bersumber dari karet padat sedangkan yang bersumber dari latek pekat konsumsi dalam negeri hanya mencapai 70 ribu ton pada tahun 2008 seperti tampak pada Tabel 6. Tabel 6. Konsumsi Karet dalam Negeri Tahun 2006-2010 Konsumsi karet dalam negeri juta ton Sumber 2006 2007 2008 2009 2010 Bersumber dari karet padat • Ban 0.19 0.20 0.22 0.24 0.25 • Tabung pipa dll 0.04 0.05 0.05 0.05 0.07 • Alas kaki 0.04 0.04 0.05 0.05 0.05 Bersumber dari latek pekat 0.06 0.07 0.07 0.08 0.09 Jumlah 0.33 0.36 0.39 0.42 0.46 Sumber: Gapkindo, 2008. Keterangan: Angka sementara Meningkatnya kebutuhan akan karet alam dari negara - negara industri, sehingga mempengaruhi ekspor karet Indonesia ke negara-negara lainnya yang kebanyakan negara tujuan ekspor Indonesia adalah negara produsen mobil. Peningkatan permintaan karet alam juga terjadi karena adanya pengalihan karet sistetis akibat naiknya harga minyak dunia. Dalam periode enam tahun 2002-2007 industri produksi karet Indonesia mengalami perubahan yang lebih baik dilihat dari peningkatan total ekspor karet dari tahun ke tahun. Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor utama karet alam Indonesia. Pada Tabel 7 menunjukkan sejak tahun 2002 ekspor ke Amerika Serikat sebesar 39.5 persen, Jepang sebesar 13.9 persen, China sebesar 3.1 persen dan Singapura mencapai 4.8 persen dari keseluruhan total ekspor karet Indonesia. Akan tetapi, tahun berikutnya ekspor ke Amerika terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2007 hanya sebesar 26.7 persen dari total ekpor yang dilakukan. Selanjutnya ekspor karet ke Jepang cenderung meningkat tiap tahunnya dan dapat diketahui ekspor pada tahun 2007 mencapai 16.5 persen. Untuk tujuan China juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi yakni mencapai 14.2 persen. Selanjutnya ekspor untuk tujuan Singapura sedikit mengalami peningkatan tiap tahunnya sebagaimana tercatat persentase ekspor mencapai 6.7 persen pada tahun 2007. Tabel 7. Ekspor Karet Indonesia ke Negara Tujuan Tahun 2002-2007 Negara Volume Ekspor ton 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Amerika Serikat 591 162 39.5 598 260 36.0 627 868 33.5 669 120 33.0 590 946 26.0 644 270 26.7 Jepang 207 984 13.9 228 899 13.8 225 214 12.0 260 604 12.8 357 539 15.6 397 776 16.5 China 46 221 3.1 107 725 6.5 197 538 10.5 249 791 12.3 337 222 14.8 341 821 14.2 Singapura 72 486 4.8 79 020 4.7 85 591 4.6 115 084 5.7 135 406 6.0 161 254 6.7 Jerman 62 348 4.2 73 292 4.4 71 808 3.8 61 974 3.1 82 100 3.6 80 809 3.4 Korea 69 608 4.6 76 893 4.6 76 794 4.1 74 813 3.7 90 593 4.0 93 091 3.8 Lainnya 447 482 29.8 496 831 29.9 589 448 31.4 592 395 29.3 629 191 27.5 687 755 28.6 Total 1 497291 1 660 920 1 874 261 2 023781 2 285 997 2 406 776 Sumber: Gapkindo, 2008. Keterangan: ... angka dalam kurung merupakan pangsa ekspor Importir dari Amerika Serikat umumnya adalah pabrik ban, sedangkan importir di Singapura adalah traders atau packers yang akan menjual kembali karet tersebut ke negara lain. Perubahan lokasi industri barang karet yang terjadi di dunia, memberi dampak terhadap struktur dan wilayah pasar ekspor karet alam Indonesia. Peningkatan penguasaan Jepang dalam industri ban otomotif dunia, perpindahan beberapa industri ban dan otomotif Jepang ke Amerika Utara dan Eropa Barat, perluasan dan perpindahan industri barang jadi ke negara produsen karet alam memberi andil terhadap perubahan tersebut. Dengan demikian, mengakibatkan ekspor karet Indonesia yang banyak ditujukan ke Amerika Serikat mengalami penurunan karena adanya pengambilalihan industri ban di Amerika Serikat oleh Jepang. Thailand yang merupakan mitra dagang Jepang, untuk memasok kebutuhan karet alam sebagai bahan baku pembuatan ban, akan mengambil alih pasar Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia harus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas hasil produksi karet alam serta mencari pasar lain di dunia untuk mengantisipasi perubahan struktur pasar di Amerika Serikat. Dibandingkan dengan negara produsen karet alam lainnya seperti Thailand dan Malaysia, ragam produk karet yang dihasilkan dan diekspor oleh Indonesia masih terbatas jenisnya dan pada umumnya masih didominasi oleh produk primer raw material dan produk setengah jadi. Pada saat ini bahan olah karet tersebut mendominasi pasar karet di Indonesia karena dinilai petani paling praktis dan menguntungkan. Bahan olah karet berupa lateks dan koagulum lapangan, baik yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat maupun perkebunan besar dapat diolah menjadi komoditi primer dalam berbagai jenis mutu. Lateks kebun dapat diolah menjadi jenis karet cair dalam bentuk lateks pekat dan lateks dadih serta karet padat dalam bentuk RSS, SIR 3L, SIR 3CV, SIR 3WF dan thin pale crepe yang tergolong karet jenis mutu tinggi high grades. Sementara koagulum lapangan, yakni lateks yang membeku secara alami selanjutnya hanya dapat diolah menjadi jenis karet padat yakni antara lain jenis mutu SIR10, SIR 20 dan brown crepe yang tergolong jenis karet mutu rendah low grades. Oleh karena itu nilai ekspor yang dapat diraih tentu jauh di bawah negara yang sudah menghasilkan dan mengekspor beragam produk karet olahan. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan produk product development yang perlu difasilitasi untuk dikembangkan dan ditingkatkan pada masa yang akan datang. Adapun jenis produk ekspor karet Indonesia didominasi oleh jenis karet spesifikasi teknis Standart Indonesian Rubber dan jenis RSS Ribbed Smoke Sheet dari periode 2002-2007. Dimana ekspor SIR dengan porsi sekitar 88 persen dari total ekspor sedangkan jenis RSS sebesar 11.45 persen pada tahun 2007 seperti tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Komposisi Ekspor Karet Alam Indonesia Menurut Tipe Produk Tipe Produk Tahun Ton 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Latex 8 637 0.57 12 526 0.75 11 755 0.63 4 014 0.19 8 334 0.36 7 610 0.32 RSS 44 194 2.95 46 165 2.78 145 895 7.78 334 125 16.51 325 393 14.23 275 497 11.45 SIR 1 437 104 95.98 1 589 387 95.69 1 684 959 89.89 1 674 721 82.75 1 952 268 85.40 2 121 863 88.16 Lainnya 7 356 0.49 12 842 0.77 31 652 1.68 10 921 0.54 3 000 0.13 1 786 0.07 TOTAL 1 497 291 1 660 920 1 874 261 2 023781 2 285 998 2 406 756 Sumber: Gapkindo, 2008. Keterangan: ... angka dalam kurung merupakan pangsa produksi Pada sisi tata niaga karet di Indonesia ternyata tidak hanya berlangsung di tangan petani saja, melainkan berlanjut ke pengelola karet yang lebih besar dalam hal ini para pembeli karet rakyat yang mengolahnya lebih lanjut atau rumah- rumah asap. Sama halnya dengan bahan olah karet bokar dan latek yang dihasilkan perkebunan besar dan negara biasanya langsung di bawa ke pabrik pengolahan. Selanjutnya karet di bawa ke perusahaan-perusahaan eksportir atau perusahaan pengolah karet remiling dan pabrik karet remah oleh pedagang perantara seperti terlihat pada Gambar 9. Untuk perkebunan karet swasta atau perkebunan karet milik pemerintah produk karetnya biasanya memiliki jalur tata niaga yang bermuara pada tujuan ekspor pada pembeli luar negeri lewat perwakilan yang ada di Indonesia atau dapat langsung menjual pada industri bahan baku dalam negeri. Pada perkebunan negara biasanya memasarkan hasil produk karetnya melalui kantor pemasaran bersama baik yang berada di Medan, Jakarta dan Surabaya yang mana proses pembentukan harganya ditentukan berdasarkan lelang. Setelah itu dari proses lelang bisa juga transaksi langsung kepada pembeli luar negeri atau para eksportir melalui dealer dan perusahaan pengangkutan untuk kemudian dikirimkan pada negara importir seperti terlihat pada Gambar 9. Sedangkan untuk pelabuhan ekspor karet alam Indonesia sendiri yang utama digunakan adalah Belawan Sumatera Utara dengan ekspor sebesar 40 persen, Palembang Sumatera Selatan 25 persen, Padang Sumatera Barat 10 persen, Pontianak Kalimantan Barat 8 persen, Jambi 6 persen dan Surabaya Jawa Timur hanya sebesar 5 persen dari total keseluruhan ekspor. Sumber: Tim Penulis Penebar Swadaya, 2008. Gambar 9. Jalur Tata Niaga Ekspor Karet Walaupun Indonesia termasuk negara pengekspor karet mentah yang banyak diminati negara-negara industri, dikarenakan mulai banyaknya industri Bahan olah karet rakyat bokar PTP Perkebunan besar Lateks kebun Industri yang menggunakan bahan baku karet di luar negeri konsumen luar negeri Pembelian langsung oleh pihak luar negei perwakilan Industri yang menggunakan bahan baku karet dalam negeri Kantor Pemasaran Bersama Surabaya Jakarta Medan Lelang Eksportir Dealer Perusahaaan pengangkutan Importir Swasta Pabrik pengolahan yang mengolah karet sintetis di Indonesia secara tidak langsung Indonesia lebih banyak melakukan impor karet-karet sintetis seperti pada Tabel 9. Tabel 9. Impor Karet Indonesia dari Negara Tujuan 2001-2005 Negara Volume Impor 000 USD 2001 2002 2003 2004 2005 Dunia 339 237 342 514 347 545 467 545 610 826 Jepang 120 821 104 995 100 211 157 352 179 848 Singapura 38 059 39 509 43 426 18 459 52 725 Korea 30 042 3 4601 34 387 49 684 61 529 Amerika Serikat 28 686 295 29 22 069 40 866 59 454 China 20 541 251 06 27 312 31 229 38 454 Thailand 17 553 203 85 25 908 54 039 78 254 Jerman 13 309 1 061 10 613 1 265 14 139 Sumber : Departemen Perdagangan, 2008. Dilihat dari periode lima tahun terakhir ini total nilai impor Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat dimana impor karet sintetis Indonesia banyak berasal dari negara Jepang kemudian Singapura dan Amerika Serikat.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN