oleh Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP yang dimodifikasi dengan kriteria penilaian media pembelajaran elektronik oleh Wahono 2006. Aspek
kelayakan bahan ajar menurut BSNP 2011 terdiri dari aspek kelayakan isi, aspek kelayakan penyajian, aspek kelayakan bahasa, dan aspek kelayakan grafis.
Wahono 2006 menyatakan bahwa kriteria penilaian suatu media pembelajaran elektronik mencakup tiga aspek, yakni rekayasa perangkat lunak, desain
pembelajaran, dan komunikasi visual grafis.
2.4 Pemahaman Konsep
Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya mengerti benar suatu hal. Pemahaman muncul dari hasil evaluasi dan refleksi diri sendiri Wenning,
2006. Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya
Purwanto, 1997. Pemahaman adalah menemukan makna dari pesan pengajaran, mencakup lisan, tertulis, dan komunikasi grafik Krathwohl et al., 2001.
Berdasarkan uraian tentang pemahaman yang telah dipaparkan maka pemahaman dapat diartikan sebagai kemampuan siswa untuk menjelaskan dan
menggunakan kembali pengetahuan yang telah dimiliki. Seseorang yang paham berarti ia tidak hanya hafal secara verbalitas, tetapi memahami konsep dari
masalah atau fakta yang ditanyakan. Beberapa indikator yang digunakan sebagai acuan dalam proses memahami konsep, yaitu: siswa dapat membedakan,
mengubah, mempersiapkan,
menyajikan, mengatur,
menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan,
dan mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.
Ausubel dalam Berg 1990 mengemukakan bahwa konsep adalah benda- benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri khas yang terwakili dalam
suatu tanda atau simbol. Berg 1990 menyatakan bahwa konsep adalah ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antar manusia dan memungkinkan
manusia berfikir. Berg 1990 juga menyatakan bahwa konsep-konsep yang ada di dalam kepala manusia membentuk suatu jaringan pengetahuan yang terpadu.
Berdasarkan uraian tentang konsep yang telah dipaparkan maka konsep adalah abstraksi yang ada didalam pikiran manusia mengenai suatu benda,
kejadian, atau peristiwa. Hubungan antar konsep siswa tidak terpisah-pisah, karena dalam membangun pengetahuannya siswa selalu menghubungkan
informasi baru yang didapatkan dengan pengetahuan sebelumnya. Setiap siswa mempunyai penafsiran yang berbeda-beda terhadap suatu konsep. Hal tersebut
terjadi karena setiap siswa mempunyai cara yang berbeda-beda dalam membangun pengetahuan mereka. Tafsiran seseorang terhadap suatu konsep
disebut konsepsi Berg, 1990. Pada umumnya, konsep memiliki lima elemen, yaitu 1 nama adalah
istilah yang diberikan kepada suatu kategori kumpulan pengalaman, objek, konfigurasi, atau proses, 2 contoh positif dan negatif yang menunjuk pada
contoh konsep, 3 atribut esensial dan non esensial adalah karakteristik umum untuk menempatkan contoh-contoh dalam kategori yang sama, 4 nilai atribut
adalah standar karakteristik pada objek dan fenomena, dan 5 aturan adalah definisi atau pernyataan khusus tentang atribut esensial suatu konsep Joyce
Weill, 1980.
Pemahaman konsep adalah kemampuan mengungkapkan makna suatu konsep. Duffin Simpson, sebagaimana dikutip oleh Kesumawati 2008
menyatakan bahwa pemahaman konsep sebagai kemampuan siswa untuk: 1 menjelaskan konsep, 2 menggunakan konsep pada berbagai situasi yang
berbeda, 3 mengembangkan beberapa akibat dari suatu konsep. Siswa yang memahami konsep dapat menjelaskan kembali konsep yang diterima dan
menerapkan konsep yang sama pada situasi yang berbeda. Siswa yang memahami konsep juga dapat mengetahui hubungan antara konsep-konsep yang satu dengan
konsep-konsep yang lain. Selain itu, siswa yang memahami konsep dapat menjelaskan beberapa kejadian atau fenomena sebagai akibat dari suatu konsep.
Pada tahap pemahaman konsep, siswa terlibat aktif mengidentifikasi, menganalisis, dan mensintesis pola-pola serta saling keterkaitan dalam
memperoleh pengetahuan. Siswa yang memahami konsep dapat melihat hubungan antara konsep dan prosedur dalam hal pemecahan masalah, dan dapat
memberikan argumen untuk menjelaskan sebab-akibat suatu fenomena. Mereka telah mengorganisasi pengetahuan mereka menjadi sebuah kesatuan yang utuh,
yang memungkinkan mereka untuk mempelajari ide-ide baru dengan menghubungkan ide-ide yang telah mereka ketahui.
Dahar 1996: 79 mengemukakan bahwa belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun building
blocks berpikir. Konsep-konsep merupakan landasan bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi.
Untuk memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang
relevan, dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Menurut Ausubel, sebagaimana dikutip oleh Rifa’i 2009, belajar bermakna
adalah proses mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Tanpa ranah kognitif, sulit
dibayangkan seorang siswa dapat berpikir. Selanjutnya, tanpa kemampuan berpikir, mustahil siswa tersebut dapat memahami dan meyakini faedah materi-
materi pelajaran yang disajikan kepadanya Syah: 2007. Kognitif menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada kemampuan
intelektual atau kemampuan berpikir. Domain kognitif oleh Benyamin Bloom yang direvisi oleh Krathwohl et al. 2001 dibagi dalam 6 kategori yang
cenderung hierarkis, yakni 1 Ingatan, 2 Pemahaman, 3 Aplikasi, 4 Analisis, 5 Sintesis, dan 6 Evaluasi. Keenam kategori inilah yang dijadikan dasar
rujukan indikator pemahaman, yang dimunculkan dalam kode C1 sampai C6. Pemahaman yang terletak pada kategori kedua C2 ini, didasari oleh kategori
pertama C1 yakni ingatan. Dengan ingatan, siswa sekurang-kurangnya mengetahui atau menghafal suatu materi, kemudian pemahaman siswa dibuktikan
dengan penguasaan kategori aplikasi C3, analisis C4, sintesis C5, dan evaluasi C6.
Skemp 1977 mengklasifikasikan tingkat pemahaman yang dimiliki siswa menjadi 3, yakni instrumental understanding, relational understanding, dan
misunderstanding. Pada tingkatan instrumental understanding siswa masih berada dalam proses memahami dan belum mampu menginterpretasikan mengapa hal itu
bisa terjadi. Pengalaman yang diperoleh melalui pengamatan dan penalaran belum
dapat membentuk pengetahuan secara utuh dan cenderung mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi diartikan sebagai kesalahan dalam memahami konsep
yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam suatu bidang Suparno, 2005. Miskonsepsi ini bisa jadi telah
membentuk suatu model yang konsisten, namun belum sesuai dengan konsepsi sains.
Terdapat dua tipe kesalahan pada tingkat pemahaman instrumental understanding, yakni false positive dan false negative. Tipe false positive ialah
kondisi siswa mampu menjawab dengan benar, namun belum dapat mengemukakan alasan dengan tepat. Tipe yang kedua adalah false negative, yaitu
siswa belum mampu menjawab dengan tepat, namun alasan yang dikemukakan sudah benar. Kondisi tersebut dijelaskan oleh Hestenes 1995, sebagaimana
dikutip oleh Pesman 2010 mengenai false positive dan false negative sebagai berikut: 1 False positives didefinisikan sebagai jawaban benar yang diberikan
oleh siswa yang belum memiliki konsepsi sains. 2 False negatives didefinisikan sebagai jawaban salah yang diberikan oleh siswa yang telah memiliki konsepsi
sains. Peneliti mengadaptasi pengertian tersebut dengan tingkatan pemahaman menurut Skemp, sehingga false positive dan false negative termasuk pada tahap
pemahaman instrumental understanding. Selanjutnya, pada tingkatan relational understanding, siswa mampu
menjawab pertanyaan dengan benar dan dapat menginterpretasikan alasan menjawabnya dengan tepat Skemp, 1977. Siswa yang memiliki pemahaman
relasional akan mencoba mengaitkan konsep baru dengan konsep-konsep yang
dipahami untuk dikaitkan dan kemudian direfleksikan keserupaan dan perbedaan antara konsep baru dengan pemahaman konsep sebelumnya. Lebih lanjut, dia
dapat menggunakannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terkait pada situasi lain. Pemahaman siswa pada pokok bahasan fluida statis dalam penelitian
ini dapat diketahui dari kombinasi jawaban siswa dan alasan yang dipilih dalam mengerjakan soal e-diagnostic test. Tabel 2.1 menunjukkan kriteria penilaian tes
diagnostik yang diadaptasi dari dua sumber yakni Hestenes dalam Pesman 2010: 5, dengan tingkatan pemahaman konsep dari Skemp.
Tabel 2.1. Kriteria Penilaian E-diagnostic Test No.
Kategori Kondisi
Tipe Respon Skor
1 Tidak memahami
konsep Misunderstanding
Jawaban salah
dan alasan salah
2
Kurang memahami konsep
Instrumental Understanding
- Jawaban salah
dan alasan benar - Jawaban
benar dan alasan salah
1 1
3 Memahami konsep
Relational Understanding
Jawaban benar dan alasan benar
2
Misunderstanding adalah kondisi ketika siswa benar-benar tidak dapat menjawab dan memberi alasan dengan tepat. Instrumental understanding adalah
kondisi ketika siswa hanya dapat menjawab dengan benar, namun belum mampu menginterpretasikan alasan dengan benar, atau tidak dapat mengkorelasikan
pengetahuan yang ia miliki untuk dapat menjawab dengan tepat. Sementara relational understanding adalah kondisi ketika siswa benar-benar memahami
konsep yang ada, dibuktikan dengan pemilihan jawaban disertai alasan yang tepat.
2.5 Tinjauan Materi Pokok Fluida Statis di SMA