satu tablet tambah darah perhari selama kehamilan dan masa nifas Permenkes, 2014.
Besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada trimester I kehamilan adalah 20, trimester II sebesar 70, dan trimester III sebesar 70. Hal ini
disebabkan karena pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat.
Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat sampai 35, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi
sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi 300
– 350 mg akibat kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40
mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil Susiloningtyas, 2012.
Berdasarkan hal-hal yang disebutkan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Hubungan Pemberian Suplemen Zat Besi dengan Peningkatan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester III”
5.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian adalah “Apakah terdapat hubungan antara pemberian suplemen zat besi dengan
kenaikan kad ar hemoglobin pada ibu hamil trimester III?”
5.3. Tujuan Penelitian
5.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pemberian suplemen zat besi dengan peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III.
5.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Mengamati perubahan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III
sebelum dan sesudah mendapat suplemen zat besi.
Universitas Sumatera Utara
2. Mengetahui nilai rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil trimester III 3. Mengetahui status anemia dan nilai rata-rata kadar hemoglobin ibu
hamil sebelum dan sesudah mendapat suplemen zat besi.
5.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti: Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai efektivitas
pemberian suplemen zat besi terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III serta memperoleh pengalaman dalam
melakukan penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah. 2. Manfaat bagi rumah sakit :
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai efektivitas pemberian zat besi dengan peningkatan kadar hemoglobin
pada ibu hamil trimester III. 3. Manfaat bagi masyarakat:
Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai keuntungan konsumsi suplemen zat besi selama kehamilan.
4. Manfaat bagi peneliti selanjutnya: Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk
penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hemoglobin
2.1.1. Definisi Hemoglobin
Sel darah merah berfungsi untuk mengangkut oksigen ke jaringan dan mengembalikan karbondioksida dari jaringan ke paru. Sel darah merah
mengandung suatu protein yaitu hemoglobin. Hemoglobin berperan dalam proses pertukaran gas. Tiap molekul hemoglobin A Hb A, hemoglobin dominan dalam
darah setelah usia 3- 6 bulan, terdiri dari empat rantai polipeptida, α
2
β
2
, masing- masing dengan gugus heme-nya. Berat molekul Hb A adalah 68.000. Darah orang
dewasa normal juga mengandung dua macam hemoglobin lain dalam jumlah kecil yaitu: Hb F dan Hb A
2
Hoffbrand Moss, 2013.
2.1.2. Fungsi Hemoglobin
Sel darah merah dalam darah arteri sistemik mengangkut oksigen dari paru ke jaringan dan kembali dalam darah vena dengan membawa karbondioksida ke
paru. Sel darah merah memiliki suatu protein yang berperan penting dalam mengikat serta membawa oksigendan karbondioksida
.
Protein tersebut adalah hemoglobin. Seiring molekul hemoglobin mengangkut dan melepas oksigen,
setiap rantai globin pada molekul hemoglobin tersebut bergerak mendekati satu sama lain. Kontak antara α
1
β
1
dan α
2
β
2
menstabilkan molekul tersebut. Rantai β bergeser pada saat kontak α
1
β
1
dan α
2
β
2
selama oksigenasi dan deoksigenasi. Pada saat oksigen dilepaskan, rantai β ditarik terpisah, memungkinkan masuknya
metabolit 2,3-difosfogliserat yang menyebabkan penurunan afinitas molekul tersebut terhadap oksigen. Pertukaran oksigenterjadi antara saturasi 95 darah
arteri dengan tekanan oksigen arteri rata-rata 95 mmHg dan saturasi 70 darah vena dengan tekanan oksigen vena rata-rata 40 mmHg Hoffbrand Moss,
2013.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Sintesis Hemoglobin
Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimiawi. Dua bahan awal sintesis heme adalah suksini-KoA dan glisin.
Produk reaksi penggabungan dua bahan tersebut adalah asam α-amino-β- ketoadipat yang didekarboksilasi untuk membentuk α-aminolevulinat ALA.
Rangkaian reaksi ini dikatalis oleh ALA sintase. Sintesis ALA terjadi di mitokondria. Di sitosol, dua molekul ALA disatukan oleh enzim ALA dehidratase
untuk membentuk dua molekul air dan satu porfobilinogen PBG. Pembentukan tetrapirol siklik suatu porfirin terjadi melalui kondensasi empat molekul PBG.
Keempat molekul ini memadat untuk membentuk hidroksimetilbilan HMB yang dikatalis oleh uroporfirinogen I sintase. HMB mengalami siklisasi secara spontan
membentuk uroporfirinogen I atau diubah menjadi uroporfirinogen III oleh uroporfirinogen III sintase. Uroporfirinogen III diubah menjadi koproporfirinogen
III oleh uroporfirinogen dekarboksilase. Koproporfirinogen III memasuki mitokondria, tempat senyawa ini diubah menjadi protoporfirinogen III yang
kemudian menjadi protoporfirin III. Tahap terakhir sintesis heme adalah penggabungan besi ferro dengan protoporfirin yang dikatalis oleh ferokelatase
heme sintase. Setiap molekul heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat
pada poliribosom. Suatu tetramer yang terdiri dari empat rantai globin masing- masing gugus heme-nya kemudian dibentuk untuk menjadikan satu molekul
hemoglobin Murray, Granner, Rodwell, 2009.
2.2. Anemia pada Kehamilan
2.2.1. Definisi
Definisi anemia pada kehamilan berdasarkan WHO The World Health Organization adalah kondisi dimana kadar hemoglobin kurang dari 11 gdL atau
hematokrit kurang dari 33 sepanjang masa kehamilan. Sedangkan definisi anemia pada kehamilan berdasarkan CDC The US Centers for Disease Control
and Prevention adalah kondisi dimana kadar hemoglobin kurang dari 11 gdL atau hematokrit kurang dari 33 pada trimester pertama atau trimester ketiga atau
Universitas Sumatera Utara
kadar hemoglobin kurang dari 10,5 gdL atau hematokrit kurang dari 32 pada trimester kedua WHO, 2011; CDC, 1998.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah sehingga konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena
proses pembentukan sel-sel darah merah terganggu akibat kekurangan kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat
rendah berarti orang tersebut anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah tidak akan mencukupi kebutuhan
untuk membentuk sel-sel darah merah dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal. Keadaan ini yang disebut
dengan anemia gizi besi. Menurut Evatt dalam Masrizal 2007, anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh.
Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferrin, berkurangnya kadar ferritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Anemia defisiensi besi
merupakan penyebab utama anemia pada wanita usia subur akibat kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil
Masrizal, 2007.
2.2.2. Klasifikasi
Tabel 2.1 Klasifikasi anemia menurut WHO
Wanita Tidak Hamil
≥15 tahun Wanita Hamil
Tidak anemia ≥ 12 gdL
≥ 11 gdL Anemia ringan
11-11,9 gdL 10-10,9 gdL
Anemia sedang 8-10,9 gdL
7-9,9 gdL Anemia berat
8 gdL 7 gdL
Sumber: WHO, 2011
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi anemia pada ibu hamil menurut Prawirohardjo dalam Asyirah 2012 adalah:
1. Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering
dijumpai pada kehamilan. Hal ini disebabkan karena kekurangan asupan zat besi dalam makanan, gangguan penyerapan, peningkatan kebutuhan zat
besi, atau pengeluaran zat besi yang berlebihan akibat perdarahan. Ciri anemia defisiensi besi adalah ukuran sel darah merah lebih besar dari
ukuran normal dan berwarna coklat akibat kekurangan ion Fe serta penurunan sintesis hemoglobin. Ketika simpanan zat besi habis, kadar
hemoglobin akan menurun sehingga menimbulkan gejala klinis karena jumlah hemoglobin tidak cukup untuk mengangkut oksigen ke jaringan
seluruh tubuh.
2. Anemia hemolitik Penyebab anemia hemolitik adalah penghancuran atau pemecahan sel
darah merah yang lebih cepat dari proses pembentukannya. Penghancuran sel darah merah secara normal terjadi setelah jangka hidup rata-rata 120
hari pada saat sel dikeluarkan di ekstravaskular oleh makrofage sistem retikuloendotel di sumsum tulang, hati, dan limpa. Metabolisme sel darah
merah akan rusak secara perlahan. Pada anemia hemolitik, penghancuran sel darah merah lebih cepat sehingga kemungkinan untuk mengalami
anemia menjadi besar. Wanita dengan anemia hemolitik sulit untuk hamil, tetapi jika hamil anemianya akan bertambah berat.
3. Anemia megaloblastik Anemia megaloblastik adalah sekelompok anemia dengan eritroblas
yang besar akibat gangguan maturasi inti sel yang disebut dengan megaloblas. Gangguan maturasi inti sel disebabkan oleh sintesis DNA
yang tidak sempurna. Anemia megaloblas disebabkan oleh defisiensi B12, asam folat, gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat, gangguan
Universitas Sumatera Utara
sintesis DNA akibat defisiensi enzim kongenital dan didapat setelah pemberian obat sitostatik tertentu. Pada kehamilan, kebutuhan asam folat
meningkat lima sampai sepuluh kali lipat karena transfer folat dari ibu ke janin. Kadar estrogen dan progesteron yang tinggi selama kehamilan
menghambat proses absorpsi folat. Karena itu, defisiensi asam folat merupakan penyebab utama anemia megaloblastik pada kehamilan.
4. Anemia hipoplastik Anemia hipoplastik terjadi karena sumsum tulang tidak mampu
membuat sel-sel darah baru. Penyebab anemia hipoplastik hingga kini belum diketahui dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar
rontgen, racun, dan obat-obatan.
2.2.3. Etiologi
Defisiensi zat besi bisa disebabkan oleh beberapa hal yaitu kehilangan darah kronik melalui uterus, saluran cerna ulkus peptikum, varises esophagus,
gastrektomi parsial, mengkonsumsi aspirin, karsinoma lambung, caecum, kolon, atau rectum, cacing tambang, dan penyebab lainnya yang jarang terjadi
hematuria, hemoglobinuria, hemosiderosis paru, perdarahan yang ditimbulkan sendiri. Penyebab lainnya adalah kebutuhan zat besi meningkat pada
prematuritas, pertumbuhan, kehamilan dan terapi eritropoietin. Selain itu, malabsoprsi dan kurang mengkonsumsi makanan mengandung zat besi juga
berperan dalam terjadinya defisiensi zat besi Hoffbrand Moss, 2013. Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu: hipervolemia yang
menyebabkan terjadinya pengenceran darah, pertambahan volume plasma yang tidak sebanding dengan pertambahan darah, kurang konsumsi zat besi yang
terdapat pada makanan, kebutuhan zat besi yang meningkat saat kehamilan, dan gangguan pencernaan serta absorpsi dari zat besi Susiloningtyas, 2012.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Faktor Risiko
Faktor risiko yang berperan dalam meningkatkan terjadinya anemia defisiensi zat besi pada kehamilan menurut Susiloningtyas 2012 dan Lee
Okam 2011, antara lain: 1. Umur ibu 20 tahun dan 35 tahun
2. Perdarahan akut 3. Pendidikan rendah
4. Pekerja berat 5. Konsumsi tablet tambah darah 90 butir
6. Makan 3 kali dan kurang mengandung zat besi 7. Defisiensi mikronutrient seperti vitamin A, vitamin C, zinc, dan
copper. 8. Antasida
9. Bariatric surgery
2.2.5. Patofisiologi
Kehamilan merupakan suatu kondisi yang menimbulkan banyak perubahan anatomi dan fisiologi pada tubuh ibu. Salah satu perubahan fisiologi
yang terjadi adalah perubahan pada sistem hematologis. Ketika hamil kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Hal
tersebut menyebabkan volume plasma akan bertambah hipervolemia dan sel darah merah meningkat. Tetapi, peningkatan volume plasma tidak sebanding
dengan peningkatan jumlah sel darah merah sehingga kadar hemoglobin ibu akan menurun akibat hemodilusi. Trimester pertama volume darah mulai meningkat,
pada minggu ke-12 volume akan bertambah sebesar 15 persen. Trimester kedua akan terjadi pertambahan volume darah yang sangat cepat dan akan melambat
selama trimester ketiga lalu mendatar selama beberapa minggu terakhir kehamilan. Setelah 32 sampai 34 minggu kehamilan, peningkatan volume darah
sekitar 40-45 persen. Peningkatan volume darah selama kehamilan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Memenuhi kebutuhan metabolik uterus yang membesar dengan sistem vaskuler yang mengalami hipertrofi hebat.
2. Menyediakan nutrisi yang cukup untuk menunjang pertumbuhan plasenta dan janin.
3. Melindungi ibu dan janin terhadap efek buruk gangguan aliran balik vena pada posisi telentang dan berdiri.
4. Melindungi ibu terhadap efek buruk kehilangan darah selama proses persalinan.
Penyebab utama anemia pada kehamilan adalah ekspansi volume plasma. Volume plasma yang terekspansi akan menurunkan kadar hemoglobin,
hematokrit, dan hitung eritrosit. Namun, jumlah absolut hemoglobin atau sel darah merah dalam sirkulasi tidak menurun Abdulmuthalib, 2009; Cunningham et al,
2013.
2.2.6. Diagnosis
Diagnosis anemia defisiensi besi pada ibu hamil menurut Pavord et al 2012 dapat dilakukan dengan cara melihat gejala klinis dan melakukan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu:
1. Gejala klinis: Gejala klinis anemia defisiensi besi pada kehamilan tidak spesifik
kecuali ibu mengalami anemia yang parah. Gejala yang paling sering adalah fatigue. Gejala lainnya adalah pucat, lemah, sakit kepala, palpitasi,
pusing, dispnea, dan irritabel. Gejala pica jarang terlihat. Wanita hamil yang mengalami anemia defisiensi besi akan mengalami gangguan
regulasi suhu sehingga merasa kedinginan.
2. Pemeriksaan laboratorium: a. Darah lengkap, apusan darah dan indeks sel darah merah
Pemeriksaan darah lengkap saat kehamilan biasanya rutin dilakukan. Pada hasil pemeriksaan darah lengkap pada ibu hamil yang
Universitas Sumatera Utara
mengalami anemia akan menunjukkan bahwa kadar hemoglobin, mean cell volume MCV, mean cell haemoglobin MCH, dan mean cell
haemoglobin concentration MCHC akan menurun. Pada kasus anemia defisiensi besi yang ringan, MCV bisa normal.
Apusan darah akan menunjukkan gambaran sel darah merah yang hipokromik mikrositik dengan karakteristik sel darah merah
‘pencill cells’.
b. Serum ferritin Serum ferritin menjadi tidak normal ketika simpanan besi menurun
dan tidak dipengaruhi oleh proses pencernaan zat besi. Pemeriksaan serum ferritin merupakan pemeriksaan terbaik untuk menilai defisiensi
zat besi pada kehamilan. Pada awal kehamilan, wanita yang mempunyai ketersediaan zat besi adekuat, serum ferritin akan
meningkat dan pada minggu ke 32 akan menurun sebanyak 50 persen dari konsentrasi serum ferritin sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh
hemodilusi dan mobilisasi zat besi ketika hamil. Pada trimester ketiga, konsentrasi serum ferritin akan sedikit meningkat. Konsentrasi serum
ferritin 15 µgl pada ketiga trimester mengindikasikan bahwa sudah terjadi penurunan simpanan zat besi. Penatalaksanaan sebaiknya
dilakukan ketika serum ferritin 30 µgl karena merupakan tanda awal penurunan simpanan zat besi.
c. Serum besi Fe dan total iron binding capacity TIBC Pemeriksaan serum Fe dan TIBC tidak dianjurkan karena kurang
sensitif dan spesifik untuk menentukan anemia defisiensi zat besi. Konsentrasinya keduanya sangat dipengaruhi oleh proses pencernaan
zat besi, diurnal rhythm, dan faktor lainnya seperti infeksi. Hasil pemeriksaan kadar besi serum menurun dan TIBC akan meningkat.
Universitas Sumatera Utara
d. Zinc protoporphyrin ZPP ZPP akan meningkat ketika ketersediaan zat besi menurun. ZPP
menggambarkan ketersediaan zat besi untuk jaringan. Serum ini tidak dipengaruhi oleh dilusi plasma dan akan meningkat pada trimester
ketiga. Pemeriksaan ini jarang dilakukan.
e. Soluble transferrin receptor sTfR Pemeriksaan sTfR sensitif untuk mengukur ketersediaan zat besi
jaringan dan bukan merupakan acute-phase reactant. Reseptor transferrin merupakan protein yang membawa zat besi ke sel.
Pemeriksaan sTfR akurat untuk menilai defisiensi zat besi tetapi pemeriksaan ini mahal.
f. Reticulocyte haemoglobin content dan retikulosit Defisiensi zat besi menyebabkan penurunan jumlah retikulosit dan
konsentrasi retikulosit
hemoglobin. Pemeriksaan
ini akan
menunjukkan aktivitas eritropoiesis.
g. Bone marrow iron Pemeriksaan zat besi pada sumsum tulang merupakan gold
standard untuk menilai jumlah simpanan zat besi. Hasil pemeriksaan akan menunjukkan peningkatan aktivitas eritropoietik. Tes ini bersifat
invasif jika dilakukan pada ibu hamil.
h. Terapi uji coba zat besi Pemberian suplementasi zat besi berguna untuk diagnosis sekaligus
teraupetik. Kadar ferritin sebaiknya diperiksa untuk memastikan apakah ibu hamil mengalami hemoglobinopati. Tetapi jika anemia
mikrositik atau normositik maka diasumsikan bahwa penyebab anemia tersebut akibat defisiensi zat besi. Setelah pemberian zat besi selama
dua minggu, kadar hemoglobin diperiksa kembali dan jika meningkat
Universitas Sumatera Utara
maka dapat dipastikan bahwa anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi.
2.2.7. Dampak Anemia pada Kehamilan dan Janin
Bahaya anemia pada kehamilan menurut Manuaba 2007 digolongkan menjadi:
A. Dampak anemia terhadap kehamilan 1. Dampak selama kehamilan:
a. Dapat terjadi abortus b. Persalinan premature
c. Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim d. Mudah terjadi infeksi
e. Ancaman dekompensasi kordis Hb 6 gr f. Mola hidatidosa
g. Hiperemesis gravidarum h. Perdarahan antepartum
i. Ketuban pecah dini
2. Dampak saat persalinan: a. Gangguan his kekuatan mengejan
b. Kala pertama dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar
c. Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi
d. Kala tiga dapat diikuti retensio plasenta dan perdarahan postpartum akibat atonia uteri
e. Perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri
3. Dampak selama masa nifas a. Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan
postpartum
Universitas Sumatera Utara
b. Memudahkan infeksi puerperium c. Pengeluaran ASI berkurang
d. Dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan e. Anemia kala nifas
f. Mudah terjadi infeksi mamae
B. Dampak anemia terhadap janin Walaupun janin mampu menyerap berbagai nutrisi dari ibunya, dengan
adanya anemia kemampuan metabolisme tubuh akan berkurang sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim terganggu. Dampak
anemia pada janin adalah: a. Abortus
b. Kematian intrauteri c. Persalinan prematuritas tinggi
d. Berat badan lahir renda e. Kelahiran dengan anemia
f. Dapat terjadi cacat bawaan
2.2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia dapat diberikan sesuai dengan derajat keparahan anemia pada ibu hamil yang dinilai berdasarkan kadar hemoglobin, terbagi
menjadi 3 yaitu Asyirah, 2012: 1. Anemia ringan
Penatalaksanaan yang diberikan pada ibu hamil dengan anemia ringan adalah kombinasi 60 mghari zat besi dan 500 mg asam folat peroral sekali
dalam sehari.
2. Anemia sedang Penatalaksanaan pada anemia sedang adalah preparat besi ferrous 600-
1000 mghari seperti sulfat ferrosus atau glukonas ferrosus.
Universitas Sumatera Utara
3. Anemia berat Pemberian preparat parenteral yaitu ferum dextrim sebanyak 1000 mg
20 ml intravena atau 2x10 ml intramuskular. Transfusi darah pada kehamilan lanjut dapat diberikan walaupun sangat jarang dilakukan karena
risiko transfusi bagi ibu dan janin.
2.2.9. Pencegahan
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya anemia menurut Masrizal 2007 adalah:
1. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan. Konsumsi pangan hewani seperti daging, ayam, dan ikan dalam jumlah yang cukup.
Sumber lainnya adalah telur, serelia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah. Sumber zat besi dari daging,
ayam dan ikan lebih mudah diserap dibandingkan dengan sumber yang lainnya. Selain itu, konsumsi vitamin C yang bisa membantu proses
penyerapan dari zat besi dan kurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti fitat, fosfat, tannin.
2. Suplementasi zat besi dapat memperbaiki status hemoglobin dalam waktu relatif singkat. Suplemen zat besi yang umum digunakan adalah
ferrous sulfat. 3. Fortifikasi makanan dengan besi. Fortifikasi adalah penambahan suatu
jenis gizi kedalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan suatu kelompok masyarakat. Keuntungan fortifikasi adalah dapat
dilakukan pada populasi yang besar dan relatif murah.
2.3. Zat Besi
2.3.1. Definisi Zat Besi
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia sebanyak 3-5 gram pada manusia dewasa Almatsier, 2004. Besi
diperlukan untuk proses pembentukan darah yaitu sintesis hemoglobin. Besi bebas terdapat dalam dua bentuk yaitu ferro Fe
2+
dan ferri Fe
3+
. Konsentrasi oksigen
Universitas Sumatera Utara
yang tinggi akan menyebabkan ferri terikat dengan hemoglobin. Ferro berperan dalam proses transport transmembran, deposisi dalam bentuk ferritin, dan sintesis
heme. Dalam tubuh, besi diperlukan untuk pembentukan kompleks besi sulfur dan heme. Kompleks besi sulfur dibutuhkan oleh enzim yang berperan dalam
metabolisme energi. Heme tersusun atas cincin porfirin dengan atom besi di sentral cincin yang berperan mengangkut oksigen pada hemoglobin dalam eritrosit
dan mioglobin dalam otot Susiloningtyas, 2012.
2.3.2. Metabolisme Besi
Besi banyak terdapat pada hemoprotein, seperti hemoglobin, mioglobin, dan sitokrom. Penyerapan besi di duodenum proksimal diatur secara ketat karena
tidak ada jalur fisiologis untuk mengeluarkan besi dari tubuh. Enterosit di duodenum proksimal berperan menyerap besi. Besi yang masuk dalam bentuk
Fe
3+
direduksi menjadi Fe
2+
oleh ferrireduktase yang terdapat pada permukaan enterosit. Pemindahan besi dari permukaan apikal enterosit ke dalam sel tersebut
dilakukan oleh divalent metal transporter DMT1 Murray, Granner, Rodwell, 2009.
Hepcidin adalah polipeptida yang terdiri dari 25 asam amino yang dihasilkan oleh sel hati. Hepcidin merupakan pengatur hormonal utama
homeostasis besi. Hepcidin menghambat pelepasan besi dari makrofage dan sel epitel usus melalui interaksinya dengan suatu pengangkut besi transmembran
yaitu ferroportin. Kadar hepcidin yang meningkat menurunkan absorpsi besi dan pelepasan besi dari makrofage. Hemojuvelin yang terikat membran adalah ko-
reseptor dengan protein morfogenetik tulang yang menstimulasi ekspresi hepcidin Hoffbrand Moss, 2013.
Setelah berada di dalam enterosit, besi dapat disimpan sebagai ferritin atau diangkut menembus membran basolateral diperantai oleh kerja protein lain yaitu
ferroportin. Protein ini dapat berinteraksi dengan hephaestin yang memiliki aktivitas ferroksidase penting dalam membebaskan besi dari sel. Oleh karena itu,
Fe
2+
diubah kembali menjadi Fe
3+
, bentuk yang dapat diangkut oleh transferrin di dalam plasma. Transferrin adalah suatu glikoprotein dan disintesis di hati.
Universitas Sumatera Utara
Transferrin mengangkut besi ke jaringan yang mempunyai reseptor transferrin, khususnya eritroblast dalam sumsum tulang yang menggabungkan besi tersebut ke
dalam hemoglobin. Transferrin kemudian kembali digunakan. Ketika sel darah merah dihancurkan dalam makrofage sistem retikuloendotel, besi dilepaskan dari
hemoglobin dan masuk ke dalam plasma yang merupakan sumber sebagian besar besi dalam transferrin Murray, Granner, Rodwell, 2009.
Sebagian besi disimpan dalam makrofage sebagai ferritin dan hemosiderin, jumlahnya sangat bervariasi tergantung status besi dalam tubuh secara
keseluruhan. Ferritin merupakan kompleks protein-besi yang larut dalam air. Ferirtin terbentuk dari suatu apoferritin. Apoferritin mengandung besi sampai
dengan 20 beratnya. Tiap molekul apoferitin dapat mengikat sampai dengan 4.000-5.000 atom besi. Hemosiderin adalah kompleks protein-besi yang tidak
larut dengan komposisi yang bervariasi, mengandung sekitar 37 besi berdasarkan berat. Hemosiderin berasal dari pencernaan parsial agregat molekul
ferritin oleh lisosom. Besi dalam ferritin dan hemosiderin adalah dalam bentuk Fe
3+
Hoffbrand Moss, 2013.
2.3.3. Fungsi Zat Besi
Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh yaitu: sebagai alat angkut oksigen di dalam tubuh, alat angkut elektron di dalam sel, dan
berperan dalam berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Sekitar 80 besi berada di dalam hemoglobin. Selebihnya terdapat di dalam mioglobin dan protein
lainnya. Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan ke paru-paru untuk
dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen: menerima, menyimpan, dan melepas oksigen di dalam sel-sel otot. Produktivitas kerja
menurun pada defisiensi besi disebabkan oleh berkurangnya enzim-enzim yang membutuhkan besi sebagai kofaktor yang terlibat dalam metabolisme energi dan
menurunnya hemoglobin darah. Akibat metabolisme energi di dalam otot terganggu akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang menimbulkan rasa
Universitas Sumatera Utara
lelah. Selain itu, besi juga berperan dalam kemampuan belajar, sistem kekebalan, dan sebagai pelarut obat-obatan tertentu Almatsier, 2004.
Sekitar 70 zat besi yang terdapat dalam tubuh merupakan zat besi fungsional atau esensial dan 30 merupakan zat besi yang nonesensial. Zat besi
esensial terdapat pada hemoglobin ± 66, mioglobin 3, enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron sitokromoksidase, suksinil dehydrogenase, dan
xantin oksidase sebanyak 5, dan transferrin 0,1. Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin sebanyak 25 dan pada
parenkim jaringan sekitar 5. Cadangan zat besi pada wanita hanya 200-400 mg sedangkan pria sekitar 1 gram Dewoto Wardhini, 2012.
2.3.4. Sumber Zat Besi
Makanan hewani seperti daging, ayam, dan ikan merupakan sumber zat besi yang baik. Sumber baik lainnya adalah telur, serelia tumbuk, kacang-
kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah. Selain jumlah besi, kualitas besi di dalam makanan bioavailabilitas juga perlu diperhatikan. Pada umumnya,
besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai bioavailabilitas tinggi, besi di dalam serelia dan kacang-kacangan mempunyai bioavailabilitas sedang, dan besi
di dalam sayuran, seperti bayam, mempunyai bioavailabilitas rendah Almatsier, 2004. Kandungan zat besi pada beberapa bahan makanan adalah:
Tabel 2.2 Kandungan besi pada bahan makanan, mg100 gram
Bahan Makanan Kandungan Besi
Tempe 10,0
Udang 8,0
Kacang hijau 6,7
Hati sapi 6,6
Bayam 3,9
Sawi 2,9
Ayam 1,5
Sumber: Almatsier,2004
Universitas Sumatera Utara
2.3.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Absoprsi Zat Besi
Tabel 2.3 Absorpsi besi
Faktor yang mendukung absorpsi Faktor yang mengurangi absorpsi
Besi heme Besi anorganik
Bentuk ferro Fe
2+
Bentuk ferri Fe
3+
Asam HCl, vitamin C Basa antasida, sekresi pankreas
Zat-zat yang melarutkan gula, asam amino
Zat-zat yang mengendapkan phytates, fosfat, teh
Hepcidin serum menurun pada defisiensi besi
Hepcidin serum meningkat pada kelebihan besi
Eritropoiesis inefektif Eritropoiesis menurun
Kehamilan Peradangan
Hemokromatosis herediter Peningkatan ekspresi DMT-1 dalam
eritrosit duodenum Berkurangnya ekspresi DMT-1
dalam eritrosit duodenum Sumber: Hoffbrand Moss, 2013
2.3.6. Kebutuhan Zat Besi pada Masa Kehamilan
Jumlah zat besi yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: umur, jenis kelamin berhubungan dengan kehamilan dan laktasi
pada wanita, dan jumlah darah dalam tubuh hemoglobin walaupun simpanan zat besi memegang peranan yang penting. Dalam keadaan normal, laki-laki
dewasa membutuhkan asupan sebesar 10 mghari dan wanita sebesar 12 mghari. Sedangkan pada wanita hamil dibutuhkan tambahan asupan 5 mghari Dewoto
Wardhini, 2012. Kebutuhan zat besi selama masa kehamilan yaitu rata-rata 800 mg-1040
mg. Zat besi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan janin ±300 mg, pembentukan plasenta ±50-75 mg, meningkatkan massa hemoglobin
maternalsel darah merah ±500 mg, diekskresikan lewat usus, urin, dan kulit ±200 mg, dan ketika persalinan ±200 mg. Perhitungan makan 3 kali sehari atau
Universitas Sumatera Utara
1000-2500 kalori akan menghasilkan sekitar 10-15 mg zat besi perhari, namun hanya 1-2 mg yang dapat diabsorpsi. Jika ibu hamil mengkonsumsi 60 mg zat
besi, diharapkan 6-8 mg zat besi dapat diabsorpsi. Konsumsi selama 90 hari maka total zat besi yang diabsorpsi adalah sebesar 720 mg dan 180 mg dari konsumsi
harian Susiloningtyas, 2012.
2.3.7. Suplementasi Zat Besi
Masukan zat besi setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui feses, urine, dan kulit. Kehilangan zat besi pada laki-laki dewasa
0,9 mg dan wanita dewasa 0,8 mg. kebutuhan zat besi pada ibu hamil berbeda setiap trimester, trimester I naik 0,8 mghari dan menjadi 6,3 mghari pada
trimester III. Pada trimester II dan III zat besi tidak dapat dipenuhi dari makanan saja walaupun makanan yang dimakan cukup baik kualitas dan bioavailabilitas
tinggi. Zat besi harus disuplai dari sumber lain agar kebutuhan ketika masa kehamilan tercukupi Susiloningtyas, 2012. Pemberian zat besi disesuaikan
dengan usia kehamilan atau kebutuhan zat besi tiap trimester, yaitu: 1. Trimester I
: kebutuhan zat besi ±1 mghari ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah merah.
2. Trimester II : kebutuhan zat besi ±5 mghari ditambah kebutuhan sel
darah merah 300 mg dan janin 115 mg. 3. Trimester III : kebutuhan zat besi 5 mghari ditambah kebutuhan sel
darah merah 150 mg dan janin 223 mg. Indikasi pemberian sediaan zat besi adalah pencegahan dan pengobatan
anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi paling sering disebabkan oleh kehilangan darah dan pada wanita hamil serta masa pertumbuhan ketika
kebutuhan akan zat besi meningkat Dewoto Wardhini, 2012. Besi dalam bentuk ferro paling mudah diabsorpsi maka preparat besi
untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk garam ferro seperti: ferro sulfat, ferro glukonat, dan ferro fumarat. Tidak terdapat perbedaan absorpsi di antara ketiga
obat tersebut. Jika ada, mungkin disebabkan oleh perbedaan kelarutan pada asam lambung. Dosis dan jumlah elemen besi yang terdapat di sediaan adalah:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Jenis preparat besi oral
Preparat Tablet
Elemen besi tiap tablet
Ferro sulfat 325 mg
65 mg Ferro glukonat
325 mg 36 mg
Ferro fumarat 200 mg
66 mg Ferro fumarat
325 mg 106 mg
Sumber: Dewoto Wardhini, 2012
Selain sediaan oral, terdapat juga sediaan parenteral yang digunakan jika pemberian oral tidak memungkinkan misalnya pada pasien yang intoleran
terhadap sediaan oral atau pemberian oral tidak memberikan respon teraupetik. Sediaan parenteral adalah iron-dextran mengandung 50 mg zat besi setiap mL
larutan 5 untuk pemberian secara IM dan IV. Respon teraupetik pemberian secara IM tidak lebih cepat dibandingkan dengan pemberian oral. Dosis total yang
diberikan berdasarkan beratnya anemia, yaitu 250 mg zat besi untuk setiap gram kekurangan hemoglobin. Sedangkan pemberian secara IV, dosis permulaan tidak
melebihi 25 mg dan diikuti dengan peningkatan bertahan selama 2-3 hari sampai tercapai dosis 100 mghari. Obat diberikan secara perlahan dengan menyuntikkan
25-50 mgmenit. Preparat suntikan lainnya yaitu iron-sucrose dan iron sodium gluconate Dewoto Wardhini, 2012.
Di Indonesia, pemberian suplemen zat besi sudah rutin dilakukan melalui pelayanan antenatal untuk ibu hamil. Suplemen zat besi yang diberikan
mengandung 60 mghari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr per bulan Susiloningtyas, 2012. Kementerian Kesehatan 2010 menganjurkan agar ibu
hamil mengkonsumsi paling sedikit 90 pil zat besi selama kehamilannya. Ibu hamil disarankan untuk mengonsumsi satu tablet tambah darah perhari selama
kehamilan dan masa nifas.
Universitas Sumatera Utara
2.3.8. Efek Samping Pemberian Suplementasi Zat Besi
Efek samping yang sering timbul berupa intoleransi terhadap sediaan oral. Hal ini bergantung pada jumlah zat besi yang dapat larut dan yang diabsorpsi
setiap pemberian. Gejala yang ditimbulkan adalah mual, nyeri lambung, konstipasi, diare, dan kolik. Gangguan ini bersifat ringan dan bisa dikurangi
dengan pengurangan dosis atau pemberian sesudah makan walaupun absorpsi akan berkurang. Perubahan warna feses menjadi berwarna hitam.
Pemberian zat besi secara IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat suntikan yaitu berupa rasa sakit, warna coklat, dan peradangan lokal dengan
pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih sering terjadi pada pemberian IM. Selain itu, reaksi sistemik bisa juga terjadi dalam waktu 10 menit
setelah pemberian. Reaksi yang muncul adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolysis, takikardi, flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme,
hipotensi, pusing, dan kolaps sirkulasi. Reaksi yang timbul dalam 30 menit-24 jam adalah sinkop, demam, menggigil, rash, urtikaria, nyeri dada, perasaan sakit
seluruh badan, dan enselofatia. Reaksi sistemik lebih sering terjadi pada pemberian IV, demikian pula syok atau henti jantung Dewoto Wardhini,
2012.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Teori
Gambar 3.1 Kerangka Teori Ibu Hamil
Hipervolemia Konsumsi zat
besi sedikit Kebutuhan zat
besi meningkat Gangguan
absorpsi
Volume plasma jumlah eritrosit
Cadangan besi ferritin menurun
Hemodilusi Tidak mampu
membentuk eritrosit
Kadar hemoglobin menurun
11 gdL
Anemia defisiensi besi
Dampak terhadap janin
Dampak terhadap ibu
Universitas Sumatera Utara
3.2. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian
3.3. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi operasional dan skala pengukuran Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur Cara
Ukur Hasil
Ukur Skala
Suplemen Zat Besi
Sulfas ferosus
Suatu mikroelemen
yang dibutuhkan
tubuh untuk proses
pembentukan darah yaitu
sintesis hemoglobin
Dosis 300 mg mengandung
zat besi 60 mg -
- Nominal
Hemoglobin Hemoglobin
adalah komponen dari
sel darah merah yang
mempunyai fungsi untuk
menyalurkan oksigen ke
jaringan seluruh tubuh
dan membawa kembali
karbondioksida dari jaringan
ke paru EasyTouch
≥11 gdL 10-10,9
gdL 7-9,9
gdL 7 gdL
Normal Anemia
ringan Anemia
sedang Anemia
berat Rasio
Pemberian Suplemen Zat Besi
Peningkatan Kadar Hemoglobin
Universitas Sumatera Utara
3.3. Hipotesis