analisis materi pembelajaran; dan d merumuskan tujuan pembelajaran. Langkah yang dilakukan pada tahap design adalah membuat rancangan awal komponen
modul. Langkah ini terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu: a mengkontruksi materi pembelajaran; b menetapkan alat, bahan, dan media; c menentukan
format modul. Pada tahap develop, kegiatan yang dilakukan adalah mengembangkan modul yang telah dirancang. Pada tahap design sebagian besar
modul telah disusun, namun perlu adanya perbaikan demi tercapianya bahan ajar yang optimum. Adapun langkah
– langkah dalam tahapan ini adalah : a menyusun modul awal; b menelaah modul awal; c merevisi modul awal; d
melakukan validasi; e melakukan uji coba terbatas; f menganalisis dan merevisi hasil validasi dan uji coba terbatas; dan g menghasilkan produk berupa
modul.
2.2 Sumber Belajar Mandiri
AECT Association of Education and Communication Technology 1977 mendefinisikan sumber belajar adalah berbagai atau semua sumber baik yang
berupa data, orang dan wujud tertentu yang digunakan oleh siswa dalam belajar baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam
mencapai tujuan belajar. Sedangkan menurut Sujana dan Riva’i 2003, sumber
belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk membantu setiap orang dalam belajar. Sumber belajar meliputi, pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan
lingkungan. Belajar mandiri adalah belajar yang dilakukan oleh siswa secara bebas dala
menentukan tujuan belajarnya, arah belajarnya, merencanakan proses belajarnya,
strategi belajarnya, menggunakan sumber – sumber belajar yang dipilihnya,
membuat keputusan akadenik, dan melakukan kegiatan – kegiatan untuk
tercapainya tujuan belajar Paulina, 1997.
2.3 Modul
2.3.1 Pengertian Modul
Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang
terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik Daryanto, 2013: 9. Modul biasanya hanya berisi satu materi pokok
dan berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga siswa dapat belajar secara mandiri sesuai dengan kecepatan masing
– masing. Modul dirancang secara khusus dan jelas sesuai dengan kecepatan
pemahaman masing – masing siswa terhadap suatu materi sehingga mendorong
siswa untuk belajar sesuai dengan kemampuannya. Menurut Nasution 2003: 205,
mengemukakan modul dapat dirumuskan sebagai: suatu unit yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar
yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Suatu modul minimal memuat tujuan
pembelajaran, materisubstansi belajar, dan evaluasi.
2.3.2 Tujuan Pembelajaran Modul
Depdiknas 2008, mengemukakan tujuan pembelajaran modul adalah sebagai berikut:
“1 Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal, 2 Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera,
baik siswa maupun guruinstruktur, 3 Agar dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti untuk meningkatkan motivasi dan gairah belajar,
4 Mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya yang memungkinkan siswa
belajar secara mandiri sesuai kemampuan dan minatnya, 5 Memungkinkan siswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil
belajarnya.” Modul sebagai sumber belajar mandiri hendaknya disusun secara efektif dan
terperinci sehingga siswa dapat dengan mudah menangkap isi dari modul tersebut. Selain itu penulisan modul juga harus dapat membangkitkan gairah siswa dengan
penyampaian materi yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Hal ini dikarenakan inti dari pembuatan modul sendiri adalah agar siswa dapat leluasa
dalam belajar meskipun tidak didampingi guru atau dilingkungan sekolah. Sebagai salah satu bentuk bahan ajar, modul memiliki peran penting dalam
proses pembelajaran. Menurut Prastowo 2012: 107-108, modul berfungsi sebagai berikut.
a. Bahan ajar mandiri, siswa dapat belajar sendiri tanpa tergantung kehadiran
guru. b.
Pengganti fungsi guru, modul mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan mudah dipahami oleh siswa.
c. Sebagai alat evaluasi, untuk mengukur dan menilai tingkat penguasaan materi
siswa. d.
Sebagai bahan rujukan bagi siswa. Modul sebagai salah satu bentuk bahan ajar cetak memiliki kelebihan
dibandingkan dengan bahan ajar cetak lainnya karena modul memiliki komponen yang paling lengkap. Menurut Prastowo
2012: 112-113 dalam penulisan struktur
bahan ajar modul, paling tidak harus memuat 7 komponen utama yaitu judul, petunjuk belajar,kompetensi dasar, informasi pendukung, latihan, tugaslangkah
kerja, dan penilaian. Selain memiliki kelebihan, modul juga memiliki kelemahan menurut
Wulandari 2011 yaitu antara lain: a
Modul biasanya masih menunjukan adanya paksaan kepada siswa agar ia mengikuti acara, selera, kebiasaan penulis modul.
b Tidak ada kesempatan bagi siswa untuk memilih jalur urutan topik – topik
yang lebih sesuai dengan seleranya c
Sedikit sekali menggunakan media pendidikan, karena boleh dikatakan semua materi diutamakan menggunakan tulisan
2.3.3 Pengembangan Modul
Pengembangan modul merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk meningkatkan produk berupa modul menjadi lebih sesuai dengan tingkat
kebutuhan sehingga penggunaannya menjadi lebih efektif bagi siswa. Menurut Sukmadinata yang diacu oleh Indaryati 2008, dalam pembelajaran menggunakan
modul siswa belajar secara individual dalam arti mereka dapat menyesuaikan kecepatan belajarnya dengan kemampuan masing
– masing. Pengembangan suatu modul perlu memperhatikan sejumlah prinsip. Modul
harus dikembangkan atas dasar hasil analisis kebutuhan dan kondisi. Menurut Daryanto 2013: 11,
pengembangan modul harus memperhatikan materi belajar apa yang saja yang perlu disusun menjadi suatu modul, berapa jumlah modul yang
diperlukan, siapa yang akan menggunakan, sumberdaya apa saja yang diperlukan
dan yang telah tersedia untuk mendukung penggunaan modul, dan hal – hal lain
yang dinilai perlu. Dalam mengembangkan modul harus memperhatikan karakteristik yang
diperlukan sebagai modul. Menurut Sungkono 2009, karakteristik modul dapat diketahui dari formatnya yang disusun atas dasar:
a. Prinsip – prinsip desain pembelajaran yang berorientasi kepada tujuan
objective model b.
Prinsip – prinsip mandiri self instructional c.
Prinsip belajar maju berkelanjutan continuous progress d.
Penataan materi secara modular yang utuh dan lengkap self contained e.
Prinsip rujuk silang cross referencing antar modul dalam mata pelajaran f.
Penilaian belajar mandiri terhadap kemajuan belajar self evaluation
2.4 Problem Based Learning
Problem Based Learning merupakan strategi pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahan
– permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan
– permasalahan. Menurut Duch 1995 PBL merupakan model pembelajaran yang
m enantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok
untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Pada pembelajaran berbasis masalah, masalah dimunculkan sedemikian rupa hingga siswa perlu
menginterpretasi masalah, mengumpulkan informasi sebagai bantuan yang diperlukan, mengevaluasi alternative solusi, dan mempresentasikan solusinya
Devi, dkk.,2014.
Akcay 2009 menyatakan bahwa “PBL includes three main characteristics: 1 engages students as stakeholders in a problem situation; 2 organizes
curriculum around this holistic problem, enabling student learning in relevant and connected ways; 3 creates a learning environment in which teachers coach
student thinking and guide student inquiry, facilitating deeper levels of understanding
”. Tujuan dari PBL adalah untuk mengembangkan keterampilan tangan dan
kemampuan berpikir siswa serta melatih siswa untuk dapat menerapkan materi pembelajaran dengan masalah
– masalah dalam kehidupan nyata. Bilgin et al 2009
menyatakan bahwa “PBL aims improve students’ ability to work in a team, showing their co-ordinated abilities to acces information and turn it into viable
knowledge”. Menurut Savoie dan Hughes dalam Wena, 2009, menyatakan bahwa
strategi belajar berbasis masalah memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut. Belajar dimulai dengan suatu permasalahan.
a. Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata siswa.
b. Mengorganisasikan pembelajaran di seputar permasalahan, bukan diseputar
disiplin ilmu. c.
Memberikan tanggung jawab yang besar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri.
d. Menggunakan kelompok kecil
e. Menuntut siswa untuk mendemontrasikan apa yang telah dipelajarinya dalam
bentuk produk dan kinerja.
Sedangkan menurut Arends 2007: 42, model PBL memiliki lima
karakteristik, sebagai berikut: 1
Pertanyaan atau masalah perangsangan PBL mengorganisasikan pengajaran di seputar pertanyaan dan masalah yang
penting secara social dan bermakna secara personal untuk siswa. Siswa menghadapi situasi kehidupan nyata, menghindari jawaban sederhana dan
memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi tersebut. 2
Fokus interdisipliner Masalah yang akan di selidiki telah di pilih sesuai dengan kehidupan nyata
agar dalam pemecahannya menuntun siswa untuk menggali berbagai mata pelajaran.
3 Investigasi autentik
PBL mengharuskan siswa untuk melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang nyata. siswa harus menganalisis dan
mengidentifikasi masalah , mengembangkan hipotesis , dan membuat prediksi , mengumpulkan dan menganalisis informasi ,melakukan eksperimen , membuat
referensi , dan menarik kesimpulan 4
Produk artefak dan exhibit PBL menuntut siswa untk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya
nyata dan penyampaian yang menjelaskan solusi siswa 5
Kolaborasi PBL dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu dengan yang lainnya.
Pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 fase dan perilaku. Fase – fase
dan perilaku tersebut merupakan tindakan pola. Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran dengan pengembangan berbasis masalah dapat diwujudkan. Adapun
sintak pembelajaran berbasis masalah pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Sintak Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase - fase Perilaku guru
Fase 1: Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada
peserta didik Guru
menyampaikan tujuan
pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan
logistik penting
dan memotivasi peserta didik untuk terlibat
dalam kegiatan mengatasi masalah Fase 2: Mengorganisasikan peserta
didik untuk meneliti Guru
membantu peserta
didik mendifinisikan dan mengorganisasasikan
tugas-tugas belajar
terkait dengan
permasalahannya Fase 3 : Membantu investigasi
mandiri dan kelompok Guru mendorong peserta didik untuk
mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari
penjelasan dan solusi
Fase 4: Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan
exhibit Guru membantu peserta didik dalam
merencanakan dan menyiapkan artefak –
artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model serta
membantu mereka
untuk menyampaikannnya kepada orang lain
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi
masalah Guru membantu peserta didik melakukan
refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan
Suprijono,2011: 74
2.5 Modul Kimia Berbasis PBL pada Materi Sistem koloid