Pengembangan modul praktikum berbasis problem based learning untuk kimia Kelas X semester genap

(1)

PENGEMBANGAN MODUL PRAKTIKUM BERBASIS

PROBLEM BASED LEARNING

UNTUK KIMIA

KELAS X SEMESTER GENAP

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh:

TIKA ZAHARA

1110016200045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul praktikum berbasis

problem based learning untuk kimia kelas X semester genap dan untuk mengetahui penilaian siswa terhadap modul praktikum yang dikembangkan. Modul praktikum yang dikembangkan ini memuat langkah-langkah problem based learning yang dikemukakan oleh Arends dan mencakup dua kegiatan praktikum yaitu 1) larutan elektrolit dan non elektrolit, dan 2) reaksi reduksi oksidasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah modul praktikum berbasis problem based learning dan angket siswa. Modul praktikum dikembangkan melalui empat tahap yaitu tahap perencanaan, tahap penulisan,

review atau validasi, dan uji coba. Pada tahap review, draft produk divalidasi oleh dua orang dosen kimia dan satu orang guru mata pelajaran kimia. Sedangkan uji coba dilakukan kepada 40 orang siswa kelas X MIA 5 SMA Negeri 1 Karawang. Dari hasil penelitian diperoleh data proses pengembangan produk berupa data deskriptif meliputi langkah-langkah pengembangan modul dan data angket hasil uji coba produk dengan hasil; 1) 80,07% untuk aspek karakteristik, 2) 78,08% untuk aspek elemen mutu, 3) 78,12% untuk aspek kebahasaan, dan 4) 81,40% untuk tahap problem based leraning. Hasil ini menunjukkan bahwa pengembangan modul praktikum berbasis problem based learning untuk kimia kelas X semester genap termasuk ke dalam kategori baik.

Kata kunci: Pengembangan, Modul Praktikum, Problem Based Learning, Angket.


(6)

ABSTRACT

This research aims to develop a chemistry lab module base on problem based learning for class X on second semester and also to know student’s responses toward a developed of this chemistry lab module. It is means this module that developed contains of the following five steps of problem based learning by Arends and consist in two experiment there are; 1) electrolyte and non-electrolyte solution, and 2) reduction oxidation reaction. The instruments were chemistry lab module base on problem based learning and questionnaire sheets of student’s responses. The chemistry lab module has developed in four steps; planning, writing, reviewing, and try out the module. On reviewed step, content of the module were validated by two qualified chemistry lecturers and one chemistry teacher. On tried out, forty students of X MIA 5 SMAN 1 Karawang were chosen as subject research. From the research result, the writer got the data of development in descriptive data, including the steps of development of chemistry lab module and from questionnaire with the result; 1)80,07% for characteristic, 2)78, 08%, for quality, 3) 78,12% for linguistics and 4) 81,04% for problem based learning steps. These result showed that the development of chemistry lab module base on problem base learning is on good categorized.

Keywords: Development, Chemistry Lab Module, Problem Based Learning,


(7)

KATA PENGANTAR





Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan

ke hadirat Allah SWT tuhan semesta alam yang telah memberikan ni’mat iman,

islam, sehat, kesabara, kekuatan, serta limpahan rahmat dan hidayahnya-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengembangan Modul Praktikum Berbasis Problem Based Learning untuk

Kimia Kelas X Semester Genap”.

Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan baginda Rasulullah Muhammad SAW, kepada keluarganya, dan sahabat-sahabatnya yang telah berjuang untuk menyempurnakan akhlak manusia dalam agama islam. Semoga senantiasa dalam lindungan Allah SWT.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar sarjana (S.Pd) pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis hanyalah seorang manusia biasa yang membutuhkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas semua perhatian, motivasi, dan bantuannya sebagai amal kebaikan dan memberikan rahmat-Nya kepada:

1. Prof. Dr. H. A. Thib Raya M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dedi Irwandi, M.Si., selaku Ketua Prodi Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen pembimbing I. Terima kasih atas


(8)

segala ilmu, masukan, dan bimbingannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

4. Nanda Saridewi, M.Si., selaku dosen pembimbing II. Terima kasih atas segala ilmu, masukan, dan bimbingannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

5. Salamah Agung, M.A., Ph.D., selaku validator instrumen penelitian. Terima kasih atas segala saran dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam memperbaiki instrumen penelitian.

6. Dewi Murniati, M.Si., selaku validator instrumen penelitian. Terima kasih atas segala saran dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam memperbaiki instrumen penelitian.

7. Seluruh dosen jurusan pendidikan IPA, khususnya prodi pendidikan kimia. Terima kasih atas ilmu dan bimbingannya selama penulis menuntut ilmu di prodi pendidikan kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Drs. H Padiana Octaviana ST., M.Pd., selaku kepala SMAN 1 Karawang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Salim Munajat, M.Pd., selaku guru kimia SMAN 1 Karawang sekaligus validator instrumen penelitian, yang telah memberikan saran dan memberikan izin untuk melakukan penelitian di kelas X MIA 5. 10.Adik-adik kelas X MIA 5 SMAN 1 Karawang, terima kasih atas

bantuan dan keterbukaannya pada penulis dalam melakukan uji coba produk.

11.Keluarga tercinta, ayahanda Kisno dan nda Imas Masfufah, serta kakak dan adik tersayang Candra Nur Ihsan dan Hana Qonitah. Terima kasih atas segala motivasi, dukungan, dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12.Keluarga besar KAPAN 2010, terima kasih atas segala dukungan, saran, dan kenangan yang diberikan, semoga silaturahmi diantara kita selalu terjaga.


(9)

13.Sahabat-sahabatku tercinta di kosan limuners, Nala, Riris, Sumy, Eka, Riska, dan Husnul yang telah memberikan masukan dan dukungan, serta berbagi hari untuk canda dan tawa bersama. Terima kasih banyak atas segalanya.

14.Rizki Nurhidayah, Sumyati, dan Mardiana teman seperjuangan dalam proses bimbingan dan revisi. Terima kasih atas masukan dan motivasi yang diberikan.

15.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis satu persatu sebutkan. Terima kasih banyak atas segala bantuan yang telah diberikan.

Akhirnya, hanya doa yang dapat penulis panjatkan agar segala kebaikan yang telah dilakukan oleh semua pihak dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang sebaik-baiknya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan pembaca umumnya. Aamin yaa Rabbal „alamin.

Jakarta, Maret 2015


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teoritik 1. Modul ... 7

2. Praktikum ... 19

3. Problem Based Learning ... 22

4. Materi Pelajaran ... 30

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 34

C. Kerangka Berpikir ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 38


(11)

C. Objek dan Subjek Penelitian ... 38

D. Prosedur Penelitian... 39

E. Teknik Pengumpulan Data ... 42

F. Instrumen Penelitian... 42

G. Teknik Pengolahan Data ... 45

H. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 48

B. Pembahasan ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Contoh Outline Penulisan Modul Menurut Andi Prastowo ...17

Tabel 2.2 Perbedaan PBL dengan Metode Lain ...23

Tabel 2.3 Tahapan ProblemBased Learning Menurut Richard I Arends ...25

Tabel 2.4 Perbedaan Larutan Elektrolit Kuat, Elektrolit Lemah dan Non Elektrolit ...31

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Validasi Isi Pengembangan Modul Praktikum Berbasis Problem Based Learning untuk Kimia Kelas X Semester Genap ...43

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Angket Pengembangan Modul Praktikum Berbasis Problem Based Learning untuk Kimia Kelas X Semester Genap ...44

Tabel 3.3 Kriteria Penskoran Skala Guttman ...45

Tabel 3.4 Kriteria Penskoran Skala Linkert ...46

Tabel 3.5 Kriteria Interpretasi Skor ...47

Tabel 4.1 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar ...49

Tabel 4.2 Daftar Media yang Digunakan dalam Kegiatan Praktikum ...50

Tabel 4.3Outline PenulisanModul Praktikum Secara Keseluruhan ...52

Tabel 4.4 Rincian Outline Penulisan pada Bagian Inti...53

Tabel 4.5 Hasil Perbaikan Selama Tahap Penulisan Modul Praktikum ...54

Tabel 4.6 Pengorganisasian Judul Modul Praktikum ...56

Tabel 4.7 Skor Awal Validasi Modul Praktikum Berbasis Problem Based Learning ...63

Tabel 4.8 Hasil Validasi Modul Tahap Pertama ...64

Tabel 4.9 Hasil Skor Akhir Validasi Modul Praktikum Berbasis Problem Based Learning ...70

Tabel 4.10 Hasil presentase Angket Pengembangan Modul Praktikum Berbasis Problem Based Learning untuk Kimia Kelas X Semester Genap ...71


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tahap Perencanaan Penulisan Modul ... 15

Gambar 2.2 Contoh Outline Penulisan Modul Menurut Daryanto ...16

Gambar 2.3 Bagan Perencanaan Problem Based Learning ...27

Gambar 2.4 Bagan Kerangaka Berpikir ...37

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ...41

Gambar 4.1 (a) Cover Depan Sebelum Perbaikan (b) Cover Depan Setelah Perbaikan ... 55

Gambar 4.2 (a) Tampilan Awal Materi Pengenalan Laboratorium Kimia (b) Tampilan Akhir Materi Pengenalan Laboratorium Kimia ...56

Gambar 4.3 Tampilan Tujuan Pembelajaran Pada Salah Satu Judul Praktikum ...57

Gambar 4.4 Tampilan Wacana pada Setiap Judul Praktikum ...58

Gambar 4.5 Kegiatan Diskusi pada Setiap Judul Praktikum ...59

Gambar 4.6 Tampilan Kegiatan Eksperimen pada Salah Satu Judul Praktikum ...60

Gambar 4.7 Post Lab pada Setiap Judul Praktikum ...60

Gambar 4.8 Kegiatan Refleksi yang Terdapat pada Setiap Judul Praktikum ...61

Gambar 4.9 Kolom Did You Know pada Salah Satu Judul Praktikum ...61

Gambar 4.10 Tampilan Kegiatan Evaluasi pada Modul Praktikum ...62

Gambar 4.11 (a) Cover Depan dan Belakang Sebelum Revisi (b) Cover Depan dan Belakang Setelah Revisi ...65

Gambar 4.12 (a) Jenis dan Ukuran Huruf Sebelum Revisi (b) Jenis dan Ukuran Huruf Setelah Revisi ...66

Gambar 4.13 (a) Ruang Kosong Pada Halaman 5 Sebelum Revisi (b) Ruang Kosong Pada Halaman 5 Setelah Revisi ...66

Gambar 4.14 (a) Halaman Francis Sebelum Revisi (b) Halaman Francis Setelah Revisi ... 67

Gambar 4.15 (a) Peta Kedudukan Modul Praktikum Sebelum Revisi (b) Peta Kedudukan Modul Praktikum Sesudah Revisi ...68


(14)

(b) Tata Letak Hasil Pengamatan Halaman 11 Setelah Revisi ...69

Gambar 4.17 (a) Tata Letak Glosarium dan Daftar Pustaka Sebelum Revisi


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Analisis Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar ...90

Lampiran 2. Princian Tugas dan Pertanyaan pada Modul Praktikum ...96

Lampiran 3. Kriteria Penskoran Tugas pada Modul Praktikum ...103

Lampiran 4. Rencana Pelakasanaan Pembelajaran (RPP)...119

Lampiran 5. Lembar Validisi Isi Modul ...136

Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data Lembar Validasi Isi Modul ... .158

Lampiran 7. Lembar ValidasiAngket Siswa ...159

Lampiran 8. Hasil Validasi Instrumen Angket Siswa ...168

Lampiran 9. Hasil Pengolahan Data Angket Siswa ...171

Lampiran 10. Contoh Perhitungan Angket Siswa ... 172

Lampiaran 11. Penentuan Kriteria Hasil Penelitian per Aspek pada Angket Siswa ...173

Lampiran 12. Hasil Pengembangan Modul Praktikum ...176

Lampiran 13. Surat Permohonan Izin Penelitian ...218

Lampiran 14. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ...219

Lampiran 15. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ...220

Lampiran 16. Lembar Uji Referensi ...221


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan alam atau IPA pada hakikatnya adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen penting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal.1 Pembelajaran IPA pada prosesnya menekankan pada pemberian pengalaman langsung yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi agar dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara alamiah.2

Kimia merupakan salah satu ilmu yang termasuk ke dalam IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik yang sama dengan IPA.3 Karakteristik tersebut diharapkan dapat muncul, sehingga siswa berkesempatan mengalami proses pembelajaran secara utuh dan memahami pengetahuan melalui metode ilmiah.4 Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan mata pelajaran kimia di SMA/MA, yaitu:

Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dalam merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.5

Uraian-uraian di atas jelaslah menyatakan bahwa dalam pembelajaran kimia guru tidak hanya terfokus pada penyampaian materi dalam bentuk produk (pengetahuan berupa konsep prinsip, dan teori) saja tetapi ditekankan pula untuk memberikan pengalaman langsung kepada siswa dengan

1

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 141.

2

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet. I, h. 46.

3

BSNP, Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta, 2006) h. 177.

4

Zulfiani, op.cit., h. 47.

5

E Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2011), h.133.


(17)

menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau praktikum. Namun, pada kenyataannya masih terdapat siswa yang tidak dilibatkan langsung dalam proses penemuan dari suatu konsep melalui metode ilmiah, dikarenakan dalam kegiatan belajar mengajar guru hanya menggunakan metode ceramah saja pada materi-materi yang sebenarnya dalam kompetensi dasar dituntut untuk dilaksanakan praktikum. Padahal pembelajaran kimia tidak bisa hanya dipahami dengan membayangkan apa yang disampaikan oleh guru saja.

Melalui praktikum siswa dapat secara aktif terlibat dalam proses mengamati, mengobservasi, berhipotesis, menganalisis serta menarik kesimpulan dari fenomena yang diamatinya. Sehingga siswa dapat mengkorelasikan antara teori dan hasil yang mereka dapatkan. Selain itu juga siswa dapat menguji atau membuktikan suatu konsep dari materi yang sedang dipelajarinya. Kegiatan praktikum untuk mata pelajaran kimia sudah dirumuskan pada kompetensi dasar kurikulum 2013 sesuai dengan permendiknas no 69 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum SMA/MA, sehingga dalam hal ini guru dituntut melaksanakan kegiatan praktikum untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Beberapa diantaranya terdapat pada kompetensi dasar untuk kimia kelas X semester genap yang menuntut dilaksanakannya praktikum pada kompetensi dasar 4.8 dan 4.9 yang terdiri dari materi larutan elektrolit dan non elektrolit, dan reaksi reduksi oksidasi.

Pelaksanaan praktikum yang baik tidak terlepas pula dari ketersedian bahan ajar yang digunakan sebagai penuntun siswa dalam melakukan kegiatan praktikum. Ketersedian bahan ajar ini dimaksudkan agar dapat membantu siswa dalam menemukan dan memahami konsep materi yang sedang dipelajarinya. Keinginan menciptakan kegiatan belajar mengajar di kelas secara ideal serta tuntutan banyaknya materi yang harus dikuasi oleh siswa terkadang membuat guru kesulitan untuk memfokuskan perhatian terhadap kualitas praktikum yang dilakukan siswa.6 Hasil survei lapangan yang

6

Desy Rosmalinda, Muhammad Rusdy, dan Bambang Haryadi, Pengembangan Modul Praktikum SMA Berbasis PBL (Problem Based Learning), Edu-Sains Volume 2 No. 2, 2013, h. 2.


(18)

dilakukan peneliti ke SMAN 1 Karawang didapati belum tersedianya bahan ajar yang memuat keseluruhan kegiatan praktikum dalam satu semester, sedangkan untuk melakukan kegiatan praktikum siswa diberikan fotocopy

lembar kerja dan terkadang guru menuliskan langsung langkah kerja di papan tulis pada hari pelaksanaan praktikum. Instruksi yang diberikan tersebut bersifat sangat menuntun siswa. Oleh sebab itu, jalannya kegiatan praktikum yang dilakukan dapat dikatakan belum memberikan kesempatan secara penuh kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif, serta kurang melatih kemampuan berpikir guna memperoleh pengetahuan dan konsep secara mandiri.

Upaya yang dapat dilakukan untuk masalah tersebut salah satunya adalah mengintegrasikan bahan ajar dengan suatu model pembelajaran yang dapat melatih keterampilan berpikir siswa dalam memperoleh pengetahuan dan konsep dari suatu materi yang dipelajarinya secara mandiri tanpa menghilangkan kebermaknaan kimia sebagai proses. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah problem based learning yang selanjutnya diimplementasikan dalam bentuk bahan ajar berupa modul praktikum berbasis

problem based learning.

Moffit dalam Rusman mengemukakan bahwa problem based learing atau pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.7

Pembelajaran IPA dengan menggunakan model problem based learning

memiliki pengaruh yang baik terhadap pemahaman konsep dan kemampuan berpikir siswa, seperti penelitian yang dilakukan oleh Aslihan dan Mustafa dengan judul The Effect of Problem Based Learning Approach on Conceptual Understanding in Teaching of Magnetism Topics, memperoleh hasil yaitu

7

Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), Cet. V, h. 241.


(19)

pembelajaran dengan menerapkan model problem based learning lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran tradisional dalam meningkatkan pemahaman mahasiswa pada konsep magnet.8 Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Lutfi, dkk. yang berjudul Pembuatan dan Implementasi Modul Praktikum Fisika Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI, dihasilkan bahwa dengan diterapkannya modul praktikum berbasis masalah dapat meningkatkan kemandirian yang diikuti pula oleh peningkatan hasil belajar siswa.9

Penerapan model pembelajaran problem based learning bertujuan juga agar peserta didik terbiasa menggunakan kecerdaannya untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Karena suatu masalah dapat memicu konteks keterkaitan, rasa ingin tahu, dan inkuiri.10 Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Modul Praktikum Berbasis Problem Based

Learning Untuk Kimia Kelas X Semester Genap”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, dapat diidentifakisan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Masih terdapat guru yang menggunakan metode ceramah pada materi yang dalam kompetensi dasar yang menuntut untuk dilakukan praktikum.

2. Praktikum kimia untuk jenjang SMA yang ada saat ini masih menggunakan lembar kerja yang bersifat terlalu menuntun sehingga kreativitas dan kemandirian siswa kurang tersalurkan.

3. Guru masih kesulitan memfokuskan perhatian terhadap kualitas praktikum yang dilakukan siswa

8 Aslıhan Kartal Taşoğlu dan Mustafa Bakaç, The Effect of

Problem Based Learning

Approach on Conceptual Understanding in Teaching of Magnetism Topics, Eurasian J. Phys. & Chem. Educ. 6(2), 2014, h. 110.

9

Lutfi Fidiana, Bambang S, dan Pratiwi D, Pembuatan Dan Implementasi Modul Praktikum Fisika Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI,

Unnes Physics Education Journal, 1(1), 2012, h. 38.

10

Oon-Seng Tan, Problem-Based Learning and Cretivity, (Singapore: Cengage Learning, 2009), h. 6.


(20)

4. Belum adanya bahan ajar di sekolah yang menuntun siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuan mereka dalam menemukan konsep-konsep kimia.

C. Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas ruang lingkupnya, maka diperlukan pembatasan masalah. Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada:

1. Modul praktikum yang akan dibuat hanya berisi materi-materi kimia kelas X semester genap yaitu larutan elektrolit dan non elektrolit, dan reaksi reduksi oksidasi.

2. Proses pengembangan modul praktikum berbasis problem based learing

untuk kelas X semester genap.

3. Penilaian siswa terhadap modul praktikum berbasis problem based learning.

D. Perumusan masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses pengembangan modul praktikum berbasis problem based learning untuk kimia kelas X semester genap.

2. Bagaimana hasil penilaian siswa terhadap modul praktikum berbasis

problem based learning untuk kimia kelas X semester genap.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian pengembagan modul praktikum berbasis problem based learning ini adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan modul praktikum kimia berbasis problem based learning

khususnya pada materi kimia kelas X semester genap.

2. Mengetahui penilaian siswa terhadap modul praktikum berbasis problem based learning untuk kimia kelas X semester genap.


(21)

F. Manfaat Penelitian

Peneltian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat bagi semua pihak, antara lain:

1. Bagi siswa, memberikan pengalaman dalam kegiatan praktikum dengan menggunakan model problem based learning.

2. Bagi guru, memberikan informasi tentang penerapan model problem based learning dalam melakukan kegiatan praktikum.

3. Bagi sekolah, diperoleh modul yang dapat digunkan untuk kegiatan praktikum dalam mata pelajaran kimia kelas X semester genap.

4. Bagi peneliti, menambah pengalaman dan wawasan mengenai pengembangan modul praktikum berbasis problem based learning serta menambah bekal bagi peneliti sebagai calon pendidik untuk dapat mengembangkan sendiri bahan ajar kimia yang inovatif.

5. Bagi pihak lainnya, dapat digunakan sebagai referensi untuk turut serta menerapkan model problem based learning melalui kegiatan praktikum pada materi maupun kegiatan belajar lainnya.


(22)

1. Modul

a. Pengertian Modul

Salah satu jenis bahan ajar cetak yang ada saat ini adalah modul. Bahan ajar adalah segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh satu kompetensi yang akan dikuasai siswa dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran1. Sedangkan istilah modul dipinjam dari dunia teknologi, yaitu suatu alat ukur yang lengkap dan merupakan satu kesatuan program yang dapat mengukur tujuan.2 Menurut

Daryanto, “Modul adalah bahan ajar yang dikemas secara utuh dan

sistematis, di dalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu siswa mengasai tujuan belajar

yang spesifik”.3

Depdiknas menjelaskan bahwa “Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa

atau dengan bimbingan guru”.4

Sedangkan menurut Rudi dan Cepi,

“Modul yaitu suatu paket program yang disusun dalam bentuk satuan tertentu dan didesain sedemikian rupa guna kepentingan belajar

siswa”.5

Dari uraian di atas mengenai modul, dapat ditarik kesimpulan bahwa modul adalah sebuah bahan ajar cetak yang dibuat secara

1

Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajara Inovatif, (Jakarta: Diva Perss, 2011), Cet. I, h. 17.

2

Daryanto dan Dwicahyono, Pengembangan Perangkat Pembelajaran (Silabus, RPP, PHB, Bahan Ajar), (Yogyakarta: Gava Media, 2014), Cet. I, h.177.

3

Daryanto, Menyusun Modul, (Yogyakarta: Gava Media, 2013), h. 9.

4

Depdiknas. Panduan Pengembangan Bahan Ajar, (Depdiknas, 2008), h. 13.

5

Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h 15.


(23)

sistematis sesuai dengan kompetensi yang ada dengan tujuan membantu siswa dalam proses pembelajaran secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru.

b. Tujuan Modul

Modul dibuat dengan beberapa tujuan yakni: 1) Memperjelas atau mempermudah penyajian.

2) Mengatasi keterbatasan (waktu, tempat, dan sebagainya). 3) Meningkatkan motivasi.

4) Meningkatkan kemampuan komunikasi. 5) Meningkatkan kemandirian belajar.6 c. Karakteristik Modul

Untuk menghasilkan sebuah modul yang mampu meningkatkan motivasi belajar siswa, pengembangan modul harus memperhatikan karakteristik yang diperlukan, yaitu:

1) Self instruction

Merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan karakter tersebut memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instruction setidaknya modul harus memuat tujuan pembelajaran yang jelas, memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang kecil/spesifik, tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan, terdapat soal-soal latihan untuk mengukur penguasaan siswa, terdapat instrumen penilaian, dan terdapat informasi tentang rujukan atau referensi.

2) Self contained

Modul diaktakan self contained bila seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut.

6

Daryanto, Startegi Dan Tahapan Mengajar: Bekal Keterampilan Dasar Bagi Guru, (Bandung: Yrama Widya, 2013), Cet I, h. 80.


(24)

3) Berdiri sendiri

Berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak tergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersama-sama bahan ajar/media lain. Jika siswa masih menggunakan dan masih bergantung pada bahan ajar lain selain modul yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai modul yang berdiri sendiri.

4) Adaptif

Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel/luwes digunakan di berbagai perangkat keras.

5) Bersahabat/akrab (user friendly)

Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainnya, termasuk kemudahan pemakaian dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly. 7

d. Elemen Mutu Modul

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dapat menghasilkan modul yang mampu memerankan fungsi dan perannya dalam pembelajaran yang efektif meliputi format, organisasi, daya tarik, konsistensi, ukuran huruf, dan spasi kosong. 1) Format

a) Gunakan format kolom (tunggal atau multi) yang proporsional. Penggunaan kolom tunggal atau multi harus sesuai dengan bentuk dan ukuran kertas yang digunakan.


(25)

b) Gunakan format kertas (vertikal atau horizontal) yang tepat. Penggunaan format kertas secara fertikal atau horizontal harus memperhatikan tata letak dan format pengetikan. c) Gunakan icon yang mudah ditangkap dan bertujuan untuk

menekankan pada hal-hal yang dianggap penting atau khusus. Tanda dapat berupa gambar, cetak tebal, cetak miring, atau lainnya. 8

2) Organisasi

Bahan ajar yang terorganisasi dengan baik akan memudahkan dan meningkatkan semangat siswa untuk membaca atau belajar menggunakan bahan ajar tersebut.9 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengorganisasian sebuah modul adalah: a) Organisasikan isi materi pembelajaran dengan urutan dan

susunan yang sistematis, sehingga memudahkan siswa memahami materi.

b) Susunan dan tempatkan naskah, gambar dan ilustrasi sedemikian rupa sehingga informasi akan mudah dimengerti oleh siswa.

c) Organisasikan antar bab, antar unit, dan antar paragrap dengan susunan dan alur yang memudahkan siswa memahaminya.

d) Organisasikan antar judul, subjudul, dan uraian yang mudah diikuti oleh siswa.10

e) Kotak-kotak dapat digunakan untuk memisahkan bagian-bagian dari teks.

f) Teks disusun sedemikian rupa sehingga informasi mudah diperoleh.11

8

Ibid., h. 13.

9

Chomsin S. Widodo dan Jasmadi, Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008), h. 53.

10

Daryanto, Menyusun…, op. cit., h. 13-14.

11


(26)

3) Daya tarik

Daya tarik dari suatu modul dapat ditempatkan di beberapa bagian seperti:

a) Bagian sampul (cover) depan, dengan mengkombinasikan warna, gambar (ilustrasi), bentuk dan ukuran huruf yang serasi.

b) Bagian isi modul diberikan rangsangan-rangsangan berupa gambar atau ilustrasi, pencetakan huruf tebal, miring, garis bawah atau warna.

c) Tugas dan latihan dikemas sedemikian rupa sehingga menarik. 12

4) Bentuk dan ukuran huruf

a) Gunakan bentuk dan ukuran huruf yang mudah dibaca sesuai dengan karakteristik umum siswa.

b) Gunakan perbandingan huruf yang proporssional antar judul, sub judul, dan isi.

c) Hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks, karena akan sulit untuk dibaca. 13

5) Ruang (spasi) kosong

Gunakan ruang atau spasi kosong tanpa teks dan gambar untuk menambah kontras modul. Hal ini penting untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk beristirahat pada titik-titik tertentu.14 Selain itu spasi kosong ini berfungsi juga untuk menambahkan catatan penting. Gunakan dan tempatkan spasi kosong secara proporsional. Penempatan spasi kosong dapat dilakukan di beberapa tempat seperti:

a) Ruangan sekitar judul bab dan subbab.

b) Batas tepi (marjin), batas tepi yang luas akan memaksa siswa untuk masuk ke tengah-tengah halaman.

12

Daryanto, Menyusun…, loc .cit.

13

Ibid.

14


(27)

c) Spasi antar kolom, semakin lebar kolomnya semakin luas spasi diantaranya.

d) Pergantian antar paragrap dimulai dengan huruf kapital. e) Pergantian antar bab atau bagian. 15

6) Konsistensi

a) Gunakan bentuk dan ukuran huruf secara konsisten dari halaman ke halaman. Usahakan agar tidak menggabungkan beberapa cetakan dengan bentuk dan ukuran huruf yang banyak variasi.

b) Gunakan jarak spasi yang konsisten. Jarak antar judul dengan baris pertama dan antara judul dengan teks.

c) Gunakan tata letak pengetikan yang konsisten, meliputi pola pengetikan maupun margin/batas-batas pengetikan.16 d) Gunakan format kertas dan kolom dari halaman ke halaman

secara konsisten.17 e. Pengembangan Modul

Pendidik maupun calon pendidik haruslah memiliki kemampuan untuk dapat menciptakan suatu pembelajaran yang tidak hanya menyenangkan bagi siswa, tetapi juga harus memiliki kebermaknaan agar mereka dengan mudah dapat memahami dan mengaplikasikan materi ajar yang disampaikan. Salah satunya adalah dengan melakukan pengembangan bahan ajar berupa modul yang kreatif dan inovatif.

Dalam proses pengembangan bahan ajar tesebut guru harus cermat dan memiliki pengetahuan serta keterampilan yang memadai, karena sebuah modul paling tidak harus dapat memenuhi kriteria dengan tercapai atau tidaknya sebuah kompetensi dasar yang dikuasai oleh siswa.

15

Daryanto, Menyusun…, op. cit., h. 15.

16

Ibid.

17


(28)

Dalam mengembangkan sebuah modul terdapat beberapa tahapan yang dapat ditempuh yaitu: (1) perencanaan, (2) penulisan, (3) review, dan (4) uji coba.18 Penjelasan dari tiap tahapan pengembangan modul adalah sebagai berikut:

1) Tahap perencanaan penulisan modul

Perencanaan penulisan merupakan tahap awal dari pengembangan suatu modul. Sangat penting membuat perencanaan sebaik mungkin, karena dengan begitu modul yang dihasilkan akan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi serta kedalaman materi yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa sehingga dapat membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

Untuk dapat memenuhi unsur keterbacaan modul ada beberapa aspek yang harus dikusai oleh penulis, yaitu: (1) faktor bahasa, (2) gaya penyajian yang akrab, (3) relevansi waktu belajar, (4) tingkat kemampuan siswa, (5) menarik tidaknya materi yang disajikan, (6) pengorganisasian dan penyajian, dan (7) pendekatan penulisan yang digunakan.19

Dalam merencanakan penulisan modul, terlebih dahulu penulis harus menyusun Garis-Garis Besar Isi Modul (GBIM). GBIM yang dihasilkan selanjutnya dijadikan pedoman dalam menulis modul sebagai bahan ajar. Berikut adalah faktor-faktor yang melandasi pembuatan GBIM dalam tahapan perencanaan menulis modul:

a) Analisis kebutuhan

Ketika akan menulis modul, hendaknya memiliki informasi sejelas mungkin untuk siapa modul yang ditulis, siapa sasaran pembacanya. Dalam hal ini terdapat empat faktor yang berkaitan dengan siswa yaitu, keadaan siswa, motivasi

18 Daryanto, Menyusun…,op. cit., h. 31 19


(29)

siswa, kemampuan belajar siswa, dan latar belakang bidang studi.

b) Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus

Mempertimbangkan dan menentukan tujuan (umum dan khusus) sejak awal proses penulisan modul merupakan hal penting sebagai upaya untuk menghasilkan modul yang lebih baik. Tujuan pembelajaran umum (TPU) merupakan pernyataan tentang apa yang diharapkan dapat dikuasai siswa setelah selesai menyelesaikan pembelajaran dengan modul. Sedangkan tujuan pembelajaran khusus (TPK) merupakan pernyataan-pernyataan yang menginformasikan apa yang dapat dicapai oleh siswa setelah menyelesaikan suatu kegiatan pembelajaran, meliputi kemampuan-kemampuan (kompetensi) khusus (pengetahuan, keterampilan, sikap) yang dapat terukur.

c) Menentukan isi dan urutan materi pembelajaran

Setelah menentukan tujuan pembelajaran tahap selanjutnya adalah menenentukan isi pelajaran dan urutannya. Cara yang dilakukan adalah: (1) identifikasikan topik utama, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang akan disajikan dalam modul, (2) uraikan produk bahasan ke dalam sub-sub pokok bahasan. Pertimbangan penting yang perlu dilakukan dalam menentukan isi dan urutan materi pembelajaran, adalah:

(1) Relevansi antara materi yang disajikan dengan pembelajaran yang dirumuskan.

(2) Kesesuaian waktu dengan materi yang dipelajari. (3) Cakupan materi yang disajikan.

(4) Kesesuaian materi dengan perkembangan.

(5) Kesinambungan antara materi sekarang dengan materi yang selanjutnya.


(30)

(6) Susunan materi dibuat dengan tepat. d) Memilih dan menentukan media

Media sebagai pendukung dalam pembelajaran dengan modul tetap diperlukan, seperti misalnya kaset audio, film strip, ataupun media cetak lainnya untuk mendukung pembelajaran melalui penggunaan modul, khususnya untuk memperkuat pembelajaran yang memerlukan praktek. Pertimbangan yang perlu dilakukan dalam memilih media pendukung pembelajaran dengan modul salah satunya adalah tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

e) Menentukan strategi penilaian

Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menentukan strategi penilaian hasil belajar siswa yaitu: siapa yang akan menilai, kapan penilaian dilakukan, mengapa siswa perlu dinilai, dan bagaimana cara penilaiannya. 20

20

Ibid., h. 33-37

TAHAP PERENCANAAN Tetapkan tujuan pembelajaran Ketahui siapa peserta

didiknya

- Keadaan peserta didik - Motivasi peserta - Faktor belajar

- Latar belakang bidang

studi

Tentukan isi dan urutan materi pelajaran

- Relevansi materi dengan TPK - Kebenaran materi - Cakupan materi - Kesatuan materi

Tentukan penilaian - Siapa yang menilai - Kapan akan dilakukan - Mengapa perlu dinilai - Bagaimana cara

menilainya

Pilih media

- Tujuan penggunaan - Jenis yang akan

digunakan

- Sarana dan prasarana


(31)

2) Tahap Penulisan Modul

Langkah selanjutnya dari pengembangan modul adalah tahap penulisan modul meliputi: (1) mempersiapkan

outline/rancangan penulisan dan (2) melaksanakan penulisan. a) Mempersiapkan outline/rancangan penulisan

Kegiatan yang ditempuh dalam mempersiapkan outline

meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Menentukan topik atau bahasan yang disajikan

Dalam menentukan sebuah topik terdapat dua pertimbangan yang harus diingat, pertama daftar tentang kebutuhan belajar siswa dan tujuan pembelajaran khusus, dan yang kedua adalah fokus pada belajar secara aktif.

(2) Mengatur urutan materi sesuai dengan urutan tujuan Pengaturan urutan materi secara logis adalah upaya membantu siswa menyerap materi pelajaran yang disajikan. Penguraian materi dimulai dari yang sederhana menuju pada kegiatan yang lebih kompleks. (3) Mempersiapkan rancangan/outline penulisan

Untuk mempersiapkan rancangan penulisan modul, berikut terdapat beberapa contoh yang dapat digunakan sebagai dasar untuk memulai menulis modul. 21

Bagian utama sebuah modul

21

Ibid., h. 38-40.

PENDAHULUAN

KEGIATAN PEMBELAJARAN 1

PENUTUP

KEGIATAN PEMBELAJARAN 2 KEGIATAN PEMBELAJARAN 3


(32)

Sedangkan contoh outline penulisan sebuah modul menurut Prastowo adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Contoh Outline Penulisan Modul Menurut Andi Prastowo22

Sebelum Memulai Materi Saat Pemberian Materi Setelah Pemberian Materi 1. Judul

2. Kata Pengantar 3. Daftar Isi 4. Latar Belakang 5. Deskripsi Singkat 6. Standar Kompetensi 7. Peta Konsep

8. Manfaat

9. Tujuan Pembelajaran 10.Petunjuk Penggunaan

11.Kompetensi Dasar

12. Materi Pokok 13. Uraian Materi 14. Heading 15. Ringkasan 16. Latihan atau Tugas

17. Tes Mandiri 18. Post test 19. Tindak Lanjut 20. Harapan 21. Glosarium 22. Daftar Pustaka 23. Kunci Jawaban

Menurut Depdiknas sebuah modul berisi paling tidak tentang, petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru), kompetensi yang akan dicapai, content atau isi materi, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK), evaluasi, dan balikan terhadap hasil evaluasi. 23

b) Memulai penulisan

Outline yang telah disiapkan, selanjutnya dijadikan patokan untuk memulai menulis modul. Beberapa petunjuk penulisan yang dapat diikuti dalam memulai penulisan:

(1) Tulislah draft modul dengan menggunakan bahasa (Bahasa Indonesia) yang umum digunakan. Gunakan pula bahasa yang akrab .

22

Prastowo, op. cit., h. 142.

23


(33)

(2) Hindari penggunaan sebuah kata terlalu sering, gunakanlah alternatif kata lainnya.

(3) Gunakanlah kalimat aktif dalam uraian yang disajikan.

(4) Gunakan kalimat yang jelas, cukup pendek, dan sederhana.

(5) Tampilkan gambar jika diperlukan secara tepat sesuai dengan isi dan konteks dari penjelasan yang diungkapkan.

Hasil dari penulisan ini disebut sebgai draft 1 (draft awal) untuk selanjutnya dikaji dan dilengkapi lagi. Setelah selesai menulis draft 1 tersebut, selanjutnya tinjau ulang kembali dengan memperhatikan beberapa hal seperti membaca kembali draft modul tersebut apakah cukup jelas bagi siswa tentang apa yang mereka inginkan dan amati apakah masih terdapat bahasa yang membingungkan atau tidak. Draft 1 yang telah diperbaiki dan dilengkapi sehingga akan menghasilkan modul yang lebih sempurna atau disebut juga sebagai draft 2. 24

c) Menulis penilaian hasil belajar

Penulisan tes bagi siswa yang belajar dengan modul, pada prinsipnya tidak terlepas dar proses pengembangan modul yang dilakukan. Tentunya bagi seorang penulis modul harus mampu memilih metode, teknik, dan instrumen penilaian yang sesuai untuk dapat mengukur tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 25

3) Review

Suatu modul yang telah disusun memerlukan perbaikan baik yang menyangkut isi maupun efektivitasnya. Kegiatan

review atau validasi dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan

24

Daryanto, Menyusun…,op. cit., h. 44 25


(34)

dari beberapa orang terhadap modul yang disusun, sehingga diperoleh masukan dalam upaya perbaikan modul yang telah selesai disusun.

Review dilakukan dengan cara meminta beberapa orang ahli untuk membaca, mengkritisi, dan memberikan komentar terhadap draft modul yang telah dibuat. Orang terkait yang mereview biasanya adalah ahli materi bidang studi, ahli pembelajaran, dan guru. Hal-hal yang perlu di review pada dasarnya meliputi isi materi yang disajikan dan teknik penyajian atau efektivitas pembelajaran. 26

4) Uji Coba Modul

Uji coba modul yang dimaksudkan adalah mencobakan modul secara tebatas kepada beberapa orang sampel sasaran belajar dalam hal ini adalah siswa. Bila hasil uji coba masih kurang memberikan informasi untuk menyempurnakan modul tersebut seperti yang diperlukan, maka dapat dilanjutkan untuk melakukan uji coba secara empirik realistik di lapangan. 27

2. Praktikum

Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam yang tidak hanya teori saja tetapi juga proses penemuan melalui kegiatan eksperimen dan kerja di laboratorium yang disebut juga dengan praktikum. Lewat kegiatan praktikum siswa diberi kesempatan secara langsung untuk mengamati, mengobservasi, dan menganalisis suatu peristiwa yang timbul dari percobaan yang dilakukan.

Kegiatan praktikum merupakan suatu bentuk pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja dengan benda-benda, bahan-bahan, dan peralatan

26

Ibid., h. 49-50. 27


(35)

laboratorium yang dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok.28

Praktikum/eksperimen dapat diartikan juga sebagai cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam prosesnya siswa diberi kesempatan untuk melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan dari apa yang diamatinya.29

Sebelum melakukan suatu kegiatan praktikum guru perlu mempersiapkan dan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

a. Tetapkan tujuan praktikum

b. Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan.

c. Persipakan tempat untuk melaksanakan praktikum.

d. Pertimbangkan jumlah siswa sesuai dengan alat-alat yang tersedia. e. Perhatikan keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil

maupun menghindari resiko yang merugikan atau berbahaya selama kegiatan praktikum berlangsung.

f. Perhatikan disiplin datu tata tertib, terutama dalam menjaga peralatan dan bahan yang akan digunakan.

g. Memberikan pengarahan kepada siswa tentang hal-hal yang harus diperhatikan dan tahapan-tahapan yang harus dilakukan, termasuk yang dilarang dan yang membahayakan. 30

Dalam kegiatan praktikum guru dapat mengembangkan keterlibatan fisik dan mental, serta emosional siswa. Siswa akan mendapat kesempatan untuk melatih keterampilan proses agar memperoleh hasil belajar yang maksimal. Pengalaman yang dialami secara langsung dapat tertanam dalam ingatannya. Keterlibatan fisik dan mental serta emosional siswa

28

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 110.

29

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar-Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), Cet. 3, h. 84.

30


(36)

diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan juga prilaku yang inovatif dan kreatif.31

Kelebihan metode praktikum/eksperimen, antara lain:

a. Siswa diransang berpikir kritis, tekun, jujur, mau bekerja sama, terbuka, dan objektif.

b. Siswa dirangsang untuk memiliki keterampilan proses sains.

c. Siswa belajar secara kontruktif tidak bersifat hafalan, sehingga pemahaman terhadap suatu konsep bersifat mendalam dan bertahan lama.

d. Konsentrasi siswa terarahkan pada kegiatan pembelajaran.

e. Siswa lebih mudah memahami suatu konsep yang bersifat abstrak. 32 Sedangkan kekurangan metode praktikum/eksperimen, antara lain: a. Memerlukan bahan dan alat praktik yang banyak.

b. Apabila siswa tidak diawasi dengan baik, kaang-kadang ada yang hanya bermain-main di dalam kelompoknya.

c. Memerlukan waktu belajar lebih lama dari pada metode demonstrasi. 33

Dari pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa pengalaman belajar praktikum merupakan proses pembelajaran yang penting dilakukan pada pembelajaran IPA khususnya kimia. Pengalaman praktikum ini lebih ditekankan pada terbentuknya sikap dan tingkah laku, pengetahuan, serta keterampilan dasar perofesional melalui penciptaan kondisi belajar yang memberikan kesempatan siswa untuk berpikir sambil melakukan tindakan dalam rangka penerapan pengetahuan, teori, konsep-konsep, dan prinsip yang telah didapat melalui pengalaman belajar lainnya.

31

Trianto, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, (Jakarta: PT. Prestasi Putrakarya, 2009), h.138.

32

Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet. I, h. 104.

33

Mastur Faizi, Ragam Metode Mengajarkan Eksakta pada Murid, (Jogjakarta: Diva Press, 2013), Cet. I, h. 254.


(37)

Berdasarkan pengertian modul dan praktikum yang diuraikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan modul praktikum adalah salah satu bahan ajar yang berfungsi sebagai sarana pembelajaran yang mencakup kegiatan-kegiatan praktikum yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan tertentu tanpa atau dengan bantuan guru. Oleh karena itu keberadaan modul praktikum diperlukan sebagai salah satu sarana dalam keberlangsungan kegiatan praktikum.

3. Problem Based Learning

a. Pengertian Problem Based Learning

Problem based learning pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn pada tahun 1980 di McMaster Medical School, Kanada. Mereka melakukan mengembangkan model pembelajaran ini karena menemukan para siswa bisa belajar konten dan keahlian ilmu kesehatan, tapi mereka tidak mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam menghadapi pasien pada saat praktik.34

Moffit dalam Rusman mengemukakan bahwa problem based learing atau pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.35

Menurut Martinis Yamin problem based learning adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan pemberian masalah kepada peserta untuk dipecahkan secara individu maupun kelompok, pada intinya pembelajaran ini melatih keterampilan kognitif siswa untuk

34

Maggi Savin-Banden, A Practical Guide to Problem-Based Learning Online, (Oxon: Taylor & Francis, 2007), h. 8

35

Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), Cet. V, h. 241..


(38)

terbiasa dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menarik kesimpulan, mencari informasi, dan membuat laporan.36

Sedangkan Arends meyatakan problem based learning

merupakakan model pembelajaran yang dilakukan dengan menghadirkan masalah autentik dan bermakan bagi siswa sebagai langkah awal untuk melakukan investigasi dan penyelidikan.37

Problem based learning memiliki ciri khas yang membuat model ini berbeda dengan model atau metode pembelajaran lainnya. Perbedaan tersebut ditampilkan pada tabel berikut.

Tabel 2.2 Perbedaan PBL dengan Metode Lain38

Metode Belajar Deskripsi

Cermah Informasi dipresentasikan dan didiskusikan oleh pendidik dan siswa.

Studi kasus Pembahasan kasus biasanya dilakukan di akhir perkuliahan dan selalu disertai dengan pembahasan di kelas tentang materi (dan sumber-sumbernya) atau konsep terkait dengan kasus. Berbagai materi terkait dan pertanyaan diberikan pada siswa.

PBL Informasi tertulis yang berupa masalah diberikan sebelum kelas dimulai. Fokusnya adalah bagaimana siswa mengidentidikasi isu pembelajaran sendiri untuk memecahkan masalah. Materi dan konsep yang relevan ditemukan oleh siswa sendiri.

Berdasarkan pengertian-pengertian problem based learning yang dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa problem based learning

36

Martinis Yamin, Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran, (Ciputat: Referensi, 2013), Cet. 1, h. 81.

37

Richard I Arends, Learning to Teach, (New York: Mc Graw-Hill, 2007), h. 380.

38

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning Bagimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Cet. II, h. 23.


(39)

adalah suatu model pembelajaran yang dimulai dari pemberian masalah yang bersifat autentik untuk selanjutnya dipecahkan oleh siswa dengan melakukan pengumpulan informasi dan penyelidikan secara individu maupun kelompok belajar kecil. Selain itu model pembelajaran ini dapat melatih kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah yang dapat dijumpai dalam kehidupan siswa. b. Teori Belajar yang Melandasi Model Problem Based Learning

Terdapat beberapa teori belajar yang melandasi model problem based learning, yakni:

1) Teori belajar bermakna dari David Ausubel

Belajar bermakna merupakan proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Kaitannya dengan PBL adalah dalam hal mengkaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.

2) Teori belajar Vigotsky

Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Kaitan dengan PBL adalah dalam hal mengkaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam inetraksi sosial dengan teman-temannya.

3) Teori belajar Jerome S.Bruner

Metode penemuan merupakan metode di mana siswa menemukan kembali, bukan menemukan sesuatu yang benar-benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik, berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung


(40)

oleh pengetahuan yang menyertainya serta menghasailkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. 39

c. Karakteristik Problem Based Learning

Savoie dan Hughes dalam Made Wena menyatakan bahwa model pembelajaran problem based learning memiliki beberapa karakteristik, antara lain sebagai berikut:

1) Belajar dimulai dari suatu permasalahan.

2) Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata siswa.

3) Mengorganisasikan pembelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu.

4) Memberikan tanggung jawab yang besar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri.

5) Menggunakan kelompok kecil.

6) Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajarinya dalam bentuk produk dan kinerja. 40

d. Tahapan Problem Based Learning

Arends dalam bukunya merumuskan 5 tahapan pembelajaran model problem based learning, sebagai berikut:

Tabel 2.3 Tahapan ProblemBased Learning Menurut Richard I Arends41

Fase Perilaku Guru

Fase 1: Orientasi siswa pada masalah

Menjelaskan tujuan

pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, dan

39

Rusman, op.cit., h. 244-245.

40

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara,2009), h. 91-92

41


(41)

memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah Fase 2: Mengorganisasikan

siswa untuk belajar

Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

Fase 3: Membimbing penyelidikan individu atau kelompok

Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu siswa dalam merencankaan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya. Fase 5: Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan. e. Merencanakan Pembelajaran Problem Based Learning

Merencanakan pembelajaran problem based learning dimulai dengan mengidentifikasi topik yang akan dipelajari, menentukan tujuan belajar, mengidentifikasi masalah yang berfungsi sebagai fokus pelajaran, dan mengakses materi-materi yang diperlukan.42

Ada hal yang perlu diperhatikan pada saat memilih masalah yang akan diselesaikan oleh siswa yaitu, apakah siswa memiliki cukup

42

Paul Eggen dan Don Kauchak, Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir, (Jakarta: Indeks, 2012), h. 308.


(42)

banyak pengetahuan awal untuk secara efektif merancang satu strategi untuk memecahkan masalah yang diberikan. Oleh karena itu diusahakan untuk menampilkan masalah yang jernih, konkret, dan dekat dengan keseharian, khususnya untuk siswa yang tak berpengalaman sebelumnya.43

f. Faktor-Faktor Penulisan Modul Problem Based Learning

Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan oleh seorang penulis dalam mengambangkan modul problem based learning yaitu:44

1) Masalah yang disajikan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang ada.

2) Masalah didesain untuk memastikan para siswa menjangkau area pengetahuan yang belum dijabarkan, dan membantu siswa belajar serangkaian konsep-kosep penting, ide-ide, kemampuan, dan teknik.

3) Bentuk masalah pada umumnya berupa pernyataan deskriptif. 4) Siswa dapat bekerja dalam kelompok atau secara individu. 5) Para siswa terlibat dalam kegiatan pre-lab, dimana pemecahan

masalah yang pertama kali siswa temukan didiskusikan dengan guru.

43

Ibid., h. 309.

44

Orla C. Kelly dan Ordilla E. Finlayson, Providing Solutions Through Problem-Based Learning For The Undergraduate 1st Year Chemistry Laboratory, Chemistry Education Research and Practice, 2007, (8), 3 h. 350.

Merencanakan Pelajaran untuk Problem Based Learning

Mengidentifikasi topik

Menentukan tujuan belajar

Mengidentifikasi masalah

Mengakses materi


(43)

g. Manfaat Problem Based Learning

Beberapa manfaat dari model problem based learning adalah sebagai berikut:45

1. Menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas materi ajar

Dengan konteks yang dekat dan sekaligus melakukan deep learning (karena banyak mengajukan pertanyaan menyelidik) bukan surface learning (yang sekedar hafal saja), maka siswa akan lebih memahami materi.

2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan

Dengan kemampuan guru membangun masalah yang sarat dengan konteks praktik, siswa bisa merasakan lebih baik konteks praktiknya dilapangan

3. Mendorong untuk berpikir

Nalar siswa dilatih dan kemampuan berpikirnya ditingkatkan. Tidak sekedar tahu tapi juga dipahami.

4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial

Problem based learning dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim dan kecakapan sosial dikarenakan dilakukan pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil.

5. Membangun kecapakan belajar (life-long learning skills)

Siswa perlu dibiasakan untuk mampu belajar secara terus menerus. 6. Memotivasi siswa

Model problem based learning memiliki peluang untuk membangkitkan minat dari dalam diri siwa, karena masalah yang diciptakan berhubungan dengan konteks kehidupan sehari-hari.

45


(44)

h. Keunggulan dan Kelemahan Model Problem Based Learning

Sebagai suatu model pembelajaran, problem based learning

memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:

1) Merupakan teknik yang cukup baik untuk memahami isi suatu pelajaran.

2) Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasaan untuk melakukan penemuan pengetahuan baru.

3) Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

4) Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan barunya untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

5) Memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau buku-buku yang ada saja.

6) Lebih menyenangkan dan disukai siswa.

7) Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

8) Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.46

Disamping keunggulan tersebut, problem based learning juga memiliki kelemahan, diantaranya:

1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. 2) Keberhasilan model pembelajaran melalui problem based

learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

46

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 220-221


(45)

3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.47

4. Materi Pelajaran

a. Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit

Semua zat yang terlarut dalam air termasuk ke dalam salah satu dari dua golongan elektrolit dan non elektrolit. Elektrolit adalah suatu zat yang ketika dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Sedangkan non elektrolit tidak menghantarkan arus listrik ketika dilarutkan dalam air. Suatu larutan elektrolit dapat ditunjukkan dengan alat penguji elektrolit. Hantaran listrik melalui larutan elektrolit ditandai oleh nyala lampu atau timbulnya gelembung pada elektroda.48

Pada awalnya hantaran listrik melalui larutan telah diterangkan oleh Svante August Arrhenius dari Swedia pada tahun 1887. Menurut Arrhenius, larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik karena mengandung ion-ion yang dapat bergerak bebeas. Ion-ion tersebutlah yang menghantarkan listrik melalui larutan. Adapun zat non elektrolit dalam air tidak terurai menjadi ion-ion, tetapi tetap berupa molekul. Elektrolit dapat berupa senyawa ion atau senyawa kovalen polar yang dapat terionisasi. Diketahui bahwa semua senyawa ion yang berbentuk lelehan dan larutan tergolong elektrolit, sedangakan tidak semua kovalen polar tergolong ke dalam elektrolit.49

Banyak sedikitnya elektrolit yang mengion dinyatakan dengan

derajat ionisasi (α), yaitu perbandingan antara jumlah zat yang

mengion dengan jumlah zat yang dilarutkan. Zat elektrolit yang terionisasi sempurna mempunyai derjat ionisasi besar (α = 1) disebut

47

Ibid., h. 221.

48

Raymond Chang, Kimia Dasar Kosep-Kosep Inti Edisi Ketiga, (Jakarta: Erlanggga, 2004), h.90

49


(46)

sebagai elektrolit kuat, sedangkan zat yang terionisasi sebagian mempunyai derajat ionisasinya kecil (0 < α < 1) disebut elektrolit lemah, dan zat yang tidak dapat terionisasi mempunyai derajat ionisasi

yang bernilai 0 (α = 0) disebut sebagai non elektrolit. Larutan elektrolit

kuat dapat membuat lampu menyala terang dan menimbulkan gelembung pada kedua elektroda contohnya adalah larutan garam (NaCl), asam sulfat (H2SO4), dan asam klorida (HCl), sedangkan

elektrolit lemah hanya membuat lampu menyala redup atau menimbulkan gelembung pada kedua elektroda contohnya adalah larutan asam cuka (CH3COOH), dan larutan ammonia (NH3). Contoh

non elektrolit adalah larutan gula (C6H12O6), dan aquades.50

Tabel 2.4 Perbedaan Larutan Elektrolit Kuat, Elektrolit Lemah, dan Non Elektrolit.51

Jenis larutan Jenis zat terlarut Tes nyala lampu Tes elektroda

Elektrolit kuat Senyawa ion (lelehan dan larutan) dan senyawa

kovalen polar (larutan) yang terionisasi

sempurna (α = 1)

Terang Terbentuk

banyak gelembung gas

Elektrolit lemah

Senyawa kovalen polar yang terionisasi

sebagian 0 < α < 1

Redup Terbentuk

sedikit gelembung gas

Non elektrolit Senyawa kovalen polar yang tidak terionisasi

(α = 0)

Tidak menyala Tidak terbentuk gelembung gas

b. Reaksi Reduksi-Oksidasi (Redoks)

Reaksi kimia dapat digolongkan ke dalam reaksi redoks dan bukan redoks. Istilah redoks berkaitan dengan peristiwa reduksi dan oksidasi.

50

Ibid., h. 74-75

51

Ari Harnanto, dan Ruminten, Kimia Untuk SMA/MA Kelas X, (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. 2009), h. 121


(47)

Reaksi reduksi-oksidasi sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari seperti pembakaran bahan bakar minyak bumi, perkaratan besi, kerja cairan pemutih yang digunakan dalam rumah tangga, dan sebagian besar unsur logam dan nonlogam diperoleh dari bijihnya melalui proses oksidasi dan reduksi.52

Peristiwa reduksi dan oksidasi telah mengalami tiga kali perkembangan. Pada awalnya, reaksi reduksi dan oksidasi dikaitkan dengan pelepasan dan pengikatan oksigen. Pada perkembangan selanjutnya, reduksi dan oksidasi dikaitkan dengan pelepasan dan penangkapan elektron, dan kemudian dengan perubahan bilangan oksidasi (biloks). Berikut penjelasan konsep reduksi oksidasi ditinjau dari ke tiga aspek tersebut.

1) Konsep reaksi oksidasi dan reduksi berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen

Awalnya, reaksi redoks dipandang sebagai hasil dari perpindahan atom oksigen. Oksidasi merupakan proses terjadinya penangkapan oksigen oleh suatu zat. Sementara itu reduksi adalah proses terjadinya pelepasan oksigen oleh suatu zat.

Contoh:

Reaksi oksidasi:

a) Pembakaran gas alam (CH4)

CH4(g) + 2O2(g) 2CO2(g) + 2H2O(g)

b) Oksidasi glukosa dalam tubuh.

C6H12O6(aq) + 6O2 6CO2(g) + 6H2O(l)

Reaksi reduksi:

a) Reduksi bijih besi (Fe2O3, hematit) dengan karbon

monoksida (CO).

Fe2O3(s) + 3CO(g) 2Fe(s) + 3CO2

b) Reduksi kromium (III) oksida oleh aluminium. Cr2O3(s) + 2Al(s) Al2O3(s) + 2Cr(s)

52


(48)

2) Konsep reaksi oksidasi reduksi berdasarkan pelepasan dan penangkapan elektron

Reaksi oksidasi dan reduksi ternyata bukan hanya melibatkan oksigen, melainkan juga melibatkan elektron. Pelepasan dan penangkapan elektron terjadi secara silmutan, artinya jika suatu spesi melepas elektron berarti ada spesi lain yang menyerapnya. Hal tersebut berarti setiap oksidasi disertai reduksi. Reaksi reduksi atau oksidasi saja disebut setengah reaksi. Pemisahan reaksi redoks atas setengah reaksi hanya dalam ide saka, tidak dalam kenyataannya. Reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron, sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi penerimaan elektron.

Contoh:

Oksidasi : Ca Ca2+ + 2e Reduksi : S + 2e S2

Redoks : Ca + S Ca2+ + S2

3) Konsep reaksi oksidasi reduksi berdasarkan perubahan bilangan oksidasi

Bilangan oksidasi/biloks adalah muatan yang dimiliki oleh atom jika elektron valensinya cenderung tertarik ke atom lain yang berikatan dengannya dan memiliki keelektronegatifan lebih besar. Reaksi oksidasi adalah reaksi kenaikkan biloks. Sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi penurunan biloks. 53

Contoh:

Ca2+ + S Ca2+ + S2 Oksidasi

Reduksi

53


(49)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Skripsi yang ditulis oleh Eka Martya Widianto “Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berorientasi Problem Based Learning Pada

Materi Laju Reaksi”, LKS dikembangkan melalui 4 tahap yaitu: (1)

penentuan tujuan instruksional, (2) pengumpulan materi, (3) penyusunan elemen, (4) pemeriksaan dan penyempurnaan melalui proses validasi isi LKS berdasarkan pertimbangan satu dosen kimia dan satu orang guru kimia sebelum dilakukan uji coba. Dari hasil penelitian dihasilkan LKS beorientasi PBL yang dapat digunakan sebagai panduan praktikum laju reaksi dengan kriteria sangat baik. 2. Penelitian yang ditulis oleh Lutfi Fidiana, dkk. dengan judul

“Pembuatan dan Implementasi Modul Praktikum Fisika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI” hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan modul praktikum berbasis masalah dapat meningkatkan kemandirian siswa yang berpengaruh juga terhadap hasil belajar siswa.

3. Tesis yang ditulis oleh Desy Rosmalinda dengan judul

“Pengembangan Modul Praktikum Kimia SMA Berbasis PBL (Problem Based Learning)”, hasil penelitiannya menunjukkan modul praktikum dapat diterapkan pada siswa dengan kemampuan kognitif yang beragam, hanya saja siswa dengan kemampuan kognitif yang rendah memerlukan bimbingan guru terutama dalam memahami soal analisis.

4. Skripsi yang ditulis oleh Dwi Nurcahaya yang berjudul “Pengaruh

Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis

Pada Pembelajaran Kimia”, dari hasil uji t menunjukkan bahwa thitung

sbesear 7,64 > ttabel yaitu 2,042 dengan taraf signifikansi 5%. Hasil

tersebut membuktikan bahwa model problem based learning

berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran kimia materi kesetimbangan kimia dengan kriteria sedang.


(50)

5. Penelitian yang dilakukan oleh Claire Mc Donnell, Christine

O’Connor, and Michael K Seery yang berjudul “Developing Pratical Chemistry Skills by Means of Student-Driven Problem Based Learning mini-projects”, penelitian ini bertujuan menggunakan model problem based learning mini-project sebagai alternatif metode tradisional

recipe-stlyle” dalam pembelajaran di laboratorium. Hasil dari implementasi PBL mini-projects dalam kegiatan pembelajaran laboratoium selama 2 tahun mendapat respon baik dari para mahasiswa dan dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka.

6. The Effect of Problem Based Learning Approach on Conceptual Understanding in Teaching of Magnetism Topics adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh Aslıhan Kartal Taşoğlu dan Mustafa Bakaç. Hasil dari penelitian ini adalah pembelajaran dengan model

problem based learning lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran tradisional dalam meningkatkan pemahaman mahasiswa pada konsep magnet.

C. Kerangka Berpikir

Pada hakikatnya kimia sebagai salah satu cabang ilmu IPA adalah kimia sebagai produk dan kimia sebagai proses. Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri atas fakta, konsep, dan prinsip. Sedangkan kimia sebagai proses merupakan keterampilan dalam memecahkan masalah melalui suatu metode ilmiah.54 Metode ilmiah tersebut dapat diterapakan melalui percobaan/praktikum. Sehingga siswa diharapkan dapat terlibat langsung dalam penemuan suatu konsep dari suatu materi yang akan dipelajari dan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya secara mandiri.

Metode percobaan adalah metode mengajar dengan cara memperaktekan langsung untuk menguji atau membuktikan suatu konsep yang sedang dipelajari.55 Berdasarkan analisis kurikulum 2013 terdapat KD yang menuntut

54

Zulfiani, op.cit, h. 46.

55


(51)

untuk dilaksanakannya kegiatan praktikum kimia, termasuk di dalamnya untuk kimia untuk kelas X semester genap. Terdapat 2 kompetensi dasar yang menuntut kegiatan percobaan pada kimia kelas X semester genap yakni:

KD. 4.8 Merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan untuk mengetahui sifat larutan elektrolit dan larutan non- elektrolit.

KD. 4.9 Merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan reaksi oksidasi-reduksi.

Dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode praktikum, siswa membutuhkan bahan ajar. Bahan ajar yang digunakan dapat berupa modul praktikum yang mencakup kegiatan praktikum selama satu priode tertentu/satu semester. Dari survei lapangan yang dilakukan oleh peneliti ke sekolah, didapati bahan ajar yang digunakan biasanya berasal dari lembar kerja yang di

fotocopy ataupun langsung menuliskan langkahnya pada papan tulis. Lembar kerja maupun petunjuk yang diberikan ini terlalu menuntun siswa dalam melakukan eksperimen atau dapat dikatakan seperti bersifat cook book. Sehingga siswa kurang aktif, kreatif, serta mandiri dalam melaksanakan praktikum. Oleh sebab itu, peneliti merancang suatu modul praktikum dengan model problem based learning. Pengembangan modul dilakukan dengan prosedur yang terdiri dari beberapa langkah, yaitu: (1) perencanaan, (2) penulisan, (3) review/validasi, dan (4) uji coba.


(52)

Memilki

Melalui

Materi Pelajaran Kimia Kelas X

KD. 4.8 Merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan untuk mengetahui sifat larutan elektrolit dan larutan non- elektrolit. KD. 4.9 Merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan reaksi oksidasi-reduksi. Ragam Pengetahuan Prosedural Praktikum Problem Based Learning

Kegiatan dalam

problem based

learning:

1. Orientasi siswa pada masalah

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar 3. Membimbing

penyelidikan

individu atau kelompok

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Bahan Ajar

Modul

Modul adalah sebuah bahan ajar cetak yang dibuat secara sistematis

sesuai dengan

kompetensi yang ada

dengan tujuan

membantu siswa dalam proses pembelajaran secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru.

Memiliki manfaat: 1. Menjadi lebih ingat

dan mengingkatkan pemahamannya atas materi ajar

2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan

3. Mendorong untuk berpikir

4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial

5. Memotivasi siswa

Prosedur pengembangan modul:

1. Perencanaaan 2. Penulisan 3. Review

4. Uji Coba

Modul praktikum berbasis


(53)

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Karawang, yang berlokasi di Jln. Jendral Ahmad Yani No. 22 Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Adapun waktu pelaksanaan uji coba pada tanggal 12-22 Januari 2015.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang dilakukan untuk menggambarkan atau menjelaskan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai objek penelitian tertentu.1 Metode deskriptif ini juga dapat ditujukan untuk mengadakan kajian yang bersifat kualitatif yang nantinya data yang diperoleh tidak dituangkan ke dalam bilangan atau angka statistik, melainkan dalam bentuk kualitatif. Peneliti selanjutnya memberi pemaparan gambaran mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk naratif.2 Penelitian jenis deskriptif kualitatif juga lebih memperhatikan karakteristik, kualitas, dan keterkaitan.3

Pada penelitian ini peneliti berorientasi pada pengembangan produk dimana proses pengembangannya dideskripsikan seteliti mungkin dan produk akhirnya dievaluasi. Adapun untuk tahap pengembangan modul praktikum ini mengikuti tahapan pengembangan modul yang terdapat dalam buku Daryanto.

C. Objek dan Subjek Penelitian

1. Objek penelitian ini adalah modul praktikum berbasis problem based learning yang dikembangkan untuk kimia kelas X semester genap.

1

Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur, (Jakarta: Kencana, 2013), Cet. 1, h. 59.

2

Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 39.

3

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. 7, h. 73.


(54)

2. Subjek pada penelitian ini meliputi:

a. Dosen kimia sebagai ahli/pakar, dan guru kimia SMA sebagai praktisi pendidikan. Dosen dan guru bertindak sebagai validator untuk uji kelayakan bahan ajar sebelum dicobakan ke lapangan.

b. Siswa kelas X MIA 5 SMA Negeri 1 Karawang untuk mendapatkan penilaian dalam uji coba modul praktikum.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahap yaitu: 1. Tahap Perencanaan

a. Analisis kebutuhan

Dalam tahap ini peneliti melakukan analisis kebutuhan yang meliputi kegiatan wawancara dengan guru mata pelajaran kimia untuk mengetahui kegiatan praktikum yang dilakukan di SMAN 1 Karawang dan bahan ajar yang digunakan sebagai panduan dalam melakukan kegiatan praktikum tersebut. Selain itu peneliti melakukan analisis kesesuaian materi dengan KI dan KD. Peneliti mengkaji KI dan KD kelas X semester genap yang mencakup materi larutan elektrolit dan non elektrolit, serta reaksi redoks untuk menentukan tujuan, serta isi dan urutan materi pembelajaran.

b. Menentukan Tujuan Pembelajaran

Pada tahap ini peneliti menentukan tujuan yang akan dicapai oleh peserta didik setelah melakukan pembelajaran dengan modul praktikum sesuai dengan materi-materi terkait.

c. Menentukan Isi dan Urutan Materi Pembelajaran

Cara untuk menentukan isi dan urutan materi pembelajaran adalah dengan identifikasi topik utama, konsep, prinsip, dan teori, yang akan disajikan dalam modul praktikum.


(55)

d. Memilih dan Menentukan Media

Modul yang dikembangkan merupakan modul praktikum yang dalam proses pembelajarannya membutuhkan media alat dan bahan kimia. Pemilihan alat dan bahan kimia tersebut disesuaikan dengan materi yang akan dilakukan kegiatan praktikum.

e. Menentukan strategi penilaian

Dalam menentukan startegi penilaian terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya: siapa yang akan menilai, kapan penilaian dilakukan, dan bagaimana cara penilaiannya.

2. Tahap Penulisan Modul Praktikum

a. Mempersiapkan outline/rancangan penulisan modul praktikum

Pada tahap ini peneliti melakukan penyusunan outline penulisan modul yang dibuat berdasarkan tahap sebelumnya (perencanaan).

b. Memulai penulisan

Outline yang telah dibuat dijadikan patokan untuk menulis modul praktikum berbasis problem based learning.

c. Menulis penilaian hasil belajar

Peneliti membuat penilaian hasil belajar yang akan disajikan dalam modul prakikum.

3. Tahap Review

Setelah elemen tersusun secara sistematis, peneliti melakukan validasi terhadap modul praktikum yang sudah dikembangkan. Validasi dilakukan oleh dua orang dosen kimia dan seorang guru kimia.

4. Tahap Uji Coba

Uji coba yang dilakukan adalah uji coba terbatas setelah tahap validasi dan revisi. Modul praktikum yang dikembangkan diujikan kepada 40 orang peserta didik kelas X MIA 5 SMA Negeri 1 Karawang untuk mengetahui penilaian pesera didik terhadap modul praktikum yang dikembangkan melalui pengisian angket yang diberikan.


(56)

Tahap Perencanaan

Tahap Penulisan

Tahap Review

Revisi Revisi

(Tidak valid) (Tidak valid) Valid

TahapUji Coba

Mempersiapkan Outline/Rancangan Penulisan Modul Praktikum Menentukan Isi danUraian Materi Pembelajaran

Analisis Kebutuhan

Menentukan Tujuan Pembelajaran

Penyusunan Instrumen Penelitian Angket Siswa

Draf Modul Praktikum

Validasi Oleh Dosen dan Guru

Uji Coba Terbatas Pengambilan Data

Pengolahan dan Analsis Data Kesimpulan

Memilih dan Menentukan Media Menentukan Strategi Penilaian

Memulai Penulisan Modul Praktikum Menulis Penilaian Hasil Belajar


(57)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket siswa. Kuisioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden.4 Peneliti menggunakan angket atau kuesioner untuk mengetahui penilaian siswa terhadap modul praktikum berbasis problem based learning yang dikembangkan. Pada angket tersebut diajukan pernyataan yang dibagi menjadi pernyataan positif dan pernyataan negatif.

F. Instrumen Penelitian

1. Lembar Validasi Modul

Lembar validasi digunakan untuk validitas isi atau uji kelayakan modul praktikum yang telah dibuat beserta instrumen angket siswa sebelum dilakukan uji lapangan terbatas yang diberikan kepada dua orang ahli (dosen kimia) dan satu orang praktisi pendidikan (guru kimia). Lembar validasi yang digunakan adalah angket dengan menggunakan skala Guttman. Skala Guttman yaitu skala yang menginginkan tipe jawaban tegas dan konsisten (jawaban pernyataan adalah “Ya” atau

“Tidak”).5

Skala Guttman pada penelitian ini dibuat dalam bentuk daftar

chekhlist. Hasil validasi digunakan untuk pengecekan dan penyempurnaan bahan ajar yang dibuat dan juga instrumen penelitian lainnya (angket siswa).

4

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi),

(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 194.

5

Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Muda, (Bandung: Alfabet, 2013), Cet 9, h. 91.


(58)

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Validasi Isi Pengembangan Modul Praktikum Berbasis Problem Based Learning untuk Kimia Kelas X Semester Genap

Aspek Indikator No. Pernyataan Jumlah

Karakteristik Self Instruction 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8

8

Self Contained 9 1

Adaptif 10 1

Bersahabat/User Friendly

11, 12 1

Elemen mutu Format 13, 14 2

Organisasi 15, 16 2

Daya tarik 17, 18 2

Bentuk dan ukuran huruf

19, 20 2

Ruang (spasi kosong) 21 1

Konsistensi 22, 23, 24 3

Kebahasaan Keterbacaan 25 1

Kejelasan informasi 26 1

Kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar

27, 28 2

Pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien (jelas dan singkat)

29 1

Tahapan PBL Orientasi siswa pada masalah

30 1

Mengorganisasikan siswa untuk belajar

31 1

Membimbing penyelidikan individu/kelompok

32 1

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

33 1

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

34 1


(59)

2. Angket siswa

Angket siswa dalam penelitian ini digunakan sebagai alat pengumpul data untuk mengetahui penilaian siswa setelah melakukan kegiatan praktikum dengan menggunakan modul praktikum berbasis problem based learning. Skala yang digunakan dalam angket siswa ini adalah skala Likert

yang dibuat dalam bentuk checklist. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan presepsi orang tentang suatu fenomena.6

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Angket Pengembangan Modul Praktikum Berbasis Problem Based Learning untuk Kimia Kelas X Semester Genap

6

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet. 11, h. 134.

Aspek Indikator No. Pernyataan Jumlah

Positif (+) Negatif (-) Karakteristik Self Instruction 13, 14, 20 16,18,19,

21

7

Self Contained 24 1

Adaptif 15 1

Bersahabat/User Friendly

17 1

Elemen mutu

Format 1, 2 2

Organisasi 7 4 2

Daya tarik 8 9 2

Bentuk dan ukuran huruf

5 1

Ruang (spasi kosong) 3 1

Konsistensi 6 1

Kebahasaan Kaidah Bahasa Indonesia

10 1

Pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien (jelas dan singkat)

11 1

Keterbacaan 12 1

Kejelasan informasi 22 1

Tahapan PBL

Orientasi siswa pada masalah


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)