Struktur Tegakan dan Sebaran Jenis Ramin dan Meranti di Hutan Rawa Gambut (Studi Kasus PT. Diamond Raya Timber dan PT. Riau Andalan Pulp And Paper, Provinsi Riau)

(1)

iii

ABSTRACT

RIZKI MOHFAR. Stand Structure and Distribution of Ramin and Meranti in Peat Swamp Forest (Case Studies PT. Diamond Raya Timber and PT Riau Andalan Pulp and Paper, Riau Province). Supervised by ISTOMO.

Ramin and meranti are recognized as main tree species in peat swamp forest. This study was aimed to determine stand structure and distribution of ramin and meranti, and to determine the existence and growth indicators of ramin and meranti in their natural habitat. The research was conducted in June 2010 at IUPHHK PT Diamond Raya Timber and PT Riau Andalan Pulp and Paper, Riau Province. Stem diameter of trees 10 cm up was recorded using vegetation analysis method in sampling plots size of 100 m x 100 m which was divided into sub plot of 25 m x 25 m. The result shows that the total number of tree species is 26 species at IUPHHK PT Diamond Raya Timber and 45 species at PT Riau Andalan Pulp and Paper. However, the abundance of ramin and meranti species is less than 12% from the tree total number growing in the peat swamp forest either at PT Diamond Raya Timber or PT Riau Andalan Pulp and Paper. Both ramin and meranti grow in the uniform pattern in which the distribution patterns of their stand structure did not follow usual form.


(2)

iv

ABSTRAK

RIZKI MOHFAR. Struktur Tegakan dan Sebaran Jenis Ramin dan Meranti di Hutan Rawa Gambut (Studi Kasus PT. Diamond Raya Timber dan PT Riau Andalan Pulp and Paper, Provinsi Riau). Di bawah bimbingan ISTOMO.

Ramin dan meranti merupakan jenis pohon utama di hutan rawa gambut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bentuk struktur tegakan dan sebaran jenis ramin dan meranti, dan menentukan indikator keberadaan serta pertumbuhan ramin dan meranti di habitat alaminya. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2010 di IUPHHK PT Diamond Raya Timber dan PT Riau Andalan Pulp and Paper, Provinsi Riau. Pengambilan data dilakukan dengan metode analisis vegetasi dengan ukuran plot 100 m x 100 m yang dibagi ke dalam sub-sub plot berukuran 25 m x 25 m yang digunakan untuk pengambilan data pohon berdiameter ≥10 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah jenis pohon yang terinventarisasi adalah sebanyak 26 jenis di IUPHHK PT Diamond Raya Timber dan 45 jenis di PT Riau Andalan Pulp and Paper. Namun, kelimpahan jenis ramin dan meranti tersebut adalah kurang dari 12% dari jumlah pohon yang tumbuh di hutan rawa gambut baik di PT Diamond Raya Timber maupun PT Riau Andalan Pulp and Paper. Jenis ramin dan meranti tersebut tumbuh dengan pola sebaran seragam, dimana struktur tegakannya tidak mengikuti bentuk normal.


(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Rawa Gambut

Hutan rawa gambut adalah hutan yang tumbuh di atas lapisan gambut (tumpukan bahan organik yang sedikit terurai) dengan ketebalan 1–20 m dan digenangi air gambut yang berasal dari air hujan yang miskin hara (Soerianegara 1997). Nararita et al. (1996) dalam Istomo (2002) menyatakan gambut adalah bahan organik yang berasal dari tumbuhan yang mengalami proses pelapukan atau perombakan kurang sempurna di bawah kondisi tergenang air. Hamparan gambut di daerah tropika terbentuk melalui regresi-transgresi laut karena mencairnya es di kutub pada jaman Holosen. Adanya muara sungai-sungai yang mengendapkan lumpur (aluvium), sehingga tanggul-tanggul dan rawa-rawa di belakang tanggul semakin tinggi deposit lumpur yang terjadi dan semakin berkurang salinitasnya, sehingga vegetasi bakau digantikan oleh vegetasi daratan. Luas lahan bergambut di Indonesia cukup besar (terluas ke empat di dunia) bila dibandingkan dengan negara-negara yang mempunyai lahan bergambut di dunia (Istomo 1992).

Kandungan sulfida yang tinggi dan tergenang air, menyebabkan proses dekomposisi terhambat, sehingga terjadi penumpukan serasah sampai membentuk kubah gambut (dome). Hamparan gambut yang terbentuk tidak lagi terpengaruh pasang surut air laut dan tidak lagi mendapat pasokan dari air sungai, air yang menggenangi gambut tersebut hanya dari hujan. Oleh karena itu, gambut yang terbentuk dari proses tersebut disebut gambut ombrogen yang miskin hara (oligotropik) dan bersifat masam.

2.2 Struktur dan Penyebaran Jenis

Suatu jenis tumbuhan dalam hubungannya dengan keadaan lingkungan dari suatu ekosistem akan membentuk sistem fungsi tertentu. Setiap individu jenis tersebut mempunyai toleransi yang berbeda dalam beradaptasi dengan lingkungan dan masing-masing individu tersebut mempunyai kondisi lingkungan tertentu dimana ia dapat tumbuh optimal. Oleh karena itu, pada umumnya penyebaran jenis tumbuhan akan berbeda terutama dalam hal kehadiran dan kelimpahannya (Poole


(4)

5 1974 dalam Istomo 1994). Tumbuhan mempunyai korelasi yang sangat nyata dengan tempat tumbuh (habitat) dalam hal penyebaran jenis, kerapatan, dan dominansinya (Soerianegara dan Indrawan 1998).

Soerianegara dan Indrawan (2002) mengemukakan pentingnya mengetahui komposisi. Komposisi hutan alam merupakan salah satu aspek ekologis yang penting bagi pengetahuan pengelolaan hutan. Istilah komposisi digunakan untuk menyatakan keberadaan jenis-jenis pohon dalam hutan, selanjutnya dinyatakan pula bahwa salah satu ciri hutan hujan tropika adalah mayoritas penutupnya terdiri dari tumbuhan berkayu berbentuk pohon (Richards 1964 dalam Wahyu 2002).

Struktur tegakan hutan merupakan hubungan fungsionil antara kerapatan pohon dengan diameternya. Oleh karenanya maka struktur tegakan dapat digunakan untuk menduga kerapatan pohon pada berbagai kelas diameternya, apabila dugaan parameter struktur tegakan dan jumlah pohon secara total diketahui (Suhendang 1985).

Soegianto (1994) dalam Pradiastoro (2004) menyatakan bahwa informasi yang telah didapatkan dari kerapatan populasi saja belum cukup untuk memberikan suatu gambaran yang lengkap mengenai keadaan suatu populasi yang ditemukan dalam suatu habitat. Dua populasi mungkin dapat mempunyai kerapatan yang sama, tetapi mempunyai perbedaan yang nyata dalam pola penyebaran tempatnya.

2.3 Ramin (Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz.)

Kayu Ramin dihasilkan oleh pohon yang termasuk marga (genus) Gonystylus dari suku (family) Tyhmelaeaceae yang banyak tumbuh di daerah rawa gambut dalam hutan alam. Di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 30 jenis, 10 jenis di antaranya berbentuk pohon besar, antara lain: G. affinis A. Shaw, G. brunescens A. Shaw, G. confuses A. Shaw, G. forbesii Gilg, G. keithii A. Shaw, G. macrophyllus A. Shaw, G. maingayi Hk.f, G. velutinus A. Shaw, G. xylocarpus A. Shaw dan G. bancanus (Miq.) Kurz. Ramin merupakan nama yang ditujukan untuk jenis: G. xylocarpus A. Shaw, G. velutinus A. Shaw dan G. bancanus (Miq.) Kurz. Untuk jenis G. affinis A. Shaw dan G. forbesii Gilg sering disebut sebagai kayu minyak. Di antara kesepuluh jenis tersebut, jenis G. bancanus (Miq.) Kurz paling banyak diminati untuk diperdagangkan (Newman et al. 1999).


(5)

6 Pohon ramin termasuk jenis yang memiliki kecenderungan hidup mengelompok dengan sebaran terbatas. Ramin tergolong pohon sedang, yang memiliki batang silindris, permukaan batang pecah dan bercelah, tingginya bisa mencapai 40–45 m serta memiliki garis tengahnya mencapai 120 cm. Ramin memiliki kulit kayu berwarna abu-abu sampai coklat kemerahan tergantung umur kayu ramin, tidak bergetah bermiang serta beralur dangkal. Kayunya memiliki warna putih sampai kekuningan dengan daun berbentuk jorong atau bundar telur sungsang. Kayu ramin berwarna kuning pada waktu ditebang, apabila telah dikeringkan akan berwarna keputih-putihan (Istomo 2002).

Ramin tumbuh pada tanah podsolik, tanah gambut, tanah aluvial dan tanah lempung berpasir kwarsa yang terbentuk dari bahan induk endapan. Habitat ramin mempunyai tingkat keasaman (pH) bervariasi dari 3,6 sampai dengan 4,4. Apabila meninjau dari sifat biologisnya, ramin bukanlah jenis tumbuhan yang mempunyai siklus perbuahan yang teratur pada tiap tahunnya dan akibatnya, regenerasi alam jenis ramin lebih lambat daripada jenis lain. Selain faktor di atas, kondisi lingkungan tempat tumbuh juga sangat besar pengaruhnya. Musim bunga dari pohon ramin bervariasi setiap daerah dengan interval yang tidak beraturan.

Penyebaran jenis G. bancanus (Miq.) Kurz meliputi Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Bangka, Filipina dan Burma (Soetopo et al. 1958 dalam Istomo 1994) . Di Indonesia untuk sekarang ini, jenis kayu ramin hanya dapat dijumpai di kawasan hutan rawa Pulau Sumatera, kepulauan di selat Karimata, dan Pulau Kalimantan. Kawasan konservasi merupakan habitat tersisa dari jenis ramin yang masih memiliki tegakan relatif rapat dan memiliki diameter pohon relatif besar, teridentifikasi memiliki tegakan pohon ramin antara lain Hutan Lindung Giam-Siak Kecil, Suaka Margasatwa Danau Bawah dan Danau Pulau Besar, Suaka Margasatwa Tasik Belat, Suaka Margasatwa Tasik Sekap, Suaka Margasatwa Bukit Batu dan Taman Nasional Berbak di Propinsi Jambi. Selain di kawasan konservasi, di beberapa hutan produksi yang dikelola oleh perusahaan kehutanan diindikasikan masih ada tegakan ramin dalam jumlah yang tergolong kecil.

Pulau Kalimantan, ramin dapat ditemukan di Taman Nasional Tanjung Puting, DAS Sebangau dan DAS Mentaya (Kalimantan Tengah), sementara di Propinsi Kalimantan Barat, tegakan jenis ramin dapat dijumpai di Kabupaten


(6)

7 Sambas, Cagar Alam Mandor, Cagar Alam Muasra Kaman, Taman Buru Gunung Nyiut, Suaka Margasatwa Pleihari Martapura, Taman Nasional Danau Sentarum dan Taman Nasional Gunung Palung serta sekitarnya.

2.4 Meranti

Meranti merupakan jenis pohon berkayu yang berharga karena kualitas kayunya yang baik untuk dipergunakan sebagai bahan bangunan. Selain kayu, hasil metabolisme meranti yaitu getah (damar) dan buahnya (tengkawang) juga memiliki nilai ekonomi. Damar merupakan salah satu hasil metabolit sekunder dari pohon-pohon yang termasuk Dipterocarpaceae.

Pohon meranti berukuran sedang sampai besar, tinggi pohon mencapai 45 m, diameter batang mencapai 125 cm. Pohon berbanir, daun berbentuk ovate dengan ukuran 7,5–11 cm x 3,5–7 cm, permukaan glabrous, pertulangan daun menyirip dengan jumlah tulang daun sekunder 8–11 pasang. Buah meranti bersayap dengan ukuran 1 cm x 8 cm (Istomo 2002). Meranti tergolong pohon yang lambat beregenerasi dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk sampai tahap siap disadap. Pohon ini belum dapat dimanfaatkan sebelum diameternya mencapai sekitar 25 cm. Regenerasi secara alami sulit terjadi karena masa berbunganya jarang dan tidak teratur, bijinya tidak mengalami dormansi. Meranti. tumbuh dalam hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B. Jenis ini tumbuh pada tanah latosol, podsolik merah kuning dan podsolik kuning pada ketinggian sampai 1300 m dari permukaan laut. Penyebaran di Indonesia meliputi Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, dan seluruh Kalimantan (Newman et al. 1999).

Meranti batu (Shorea havilandii Burck.) memiliki ciri-ciri utama diantaranya daun bundar telur, seluruhnya lokos, kecuali pada tulang tengah bagian atas bila mengering bagian atas menjadi keunguan, kelabu atau kekuningan di bagian bawah. Buah hampir tidak bersayap. Secara lokasi melimpah di hutan kerangas dan hutan rawa musiman dan pada hutan gambut yang menutupi batu kapur (Haviland 1901 dalam Newman et al. 1999).

Meranti bunga (Shorea teysmanniana Dyer.) tumbuh di hutan rawa gambut campuran dan hutan rawa berkala. Tajuk simetris, terbuka membentuk blumkol


(7)

8 dengan banyak cabang menanjak dan menyebar ke arah luar. Cabang tinggi, lurus, berbentuk silinder. Kisaran penyebaran: Semenanjung Malaysia, Bangka, Serawak, Brunei, Sabah Barat, Kalimantan Barat (Kapuas bawah) dan Kalimantan Tengah (Sampit). Banyak di hutan rawa gambut campuran (Teijsmann 1882 dalam Newman et al. 1999).


(8)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari proyek ITTO Puslitbang hutan dan IPB yang dilaksanakan pada bulan Juni 2010. Lokasi perolehan data penelitian didapatkan dari IUPHHK PT. Diamond Raya Timber dan IUPHHK HTI PT Riau Andalan Pulp and Paper, Propinsi Riau.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari seri PSP 12 (Permanent Sample Plot) IUPHHK PT. Diamond Raya Timber dan PSP 11 IUPHHK HTI PT RAPP. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Personal Computer (PC) dengan software Microsoft Excel untuk pengolahan data.

3.3 Teknik Pengambilan Data

Proses pengambilan data yang dilakukan oleh ITTO Puslitbang hutan dan IPB tahun 2010 dibuat dengan metode membuat jalur berpetak. Pengambilan data lapangan dilakukan berdasarkan keterwakilan komposisi dan penyebaran tumbuhan di hutan rawa gambut. Banyaknya petak contoh yang diambil sebanyak 1 petak pada ke dua lokasi dengan luas masing-masing 1 ha berbentuk bujur sangkar (100 m x 100 m) dan dibagi ke dalam sub-sub petak berukuran 20 m x 20 m seperti terlihat pada Gambar 2.

Data yang dikumpulkan dalam kegiatan analisis vegetasi ini adalah pohon berdiameter 10 cm up. Pada setiap petak diberi label: nomor PSP, nomor plot, nomor pohon, diameter dan nama jenis pohon.

Gambar 1 Sketsa plot

21 22 23 24 25

20 19 18 17 16

11 12 13 14 15

10 9 8 7 6

1 2 3 4 5

100 m


(9)

10 3.4 Analisis Data

3.4.1 Indeks Nilai Penting (INP)

Indeks nilai penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominansi suatu jenis terhadap jenis lainnya. Indeks nilai penting merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif (KR), dominansi relatif (DR) dan frekuensi relatif (FR) (Soerianegara dan Indrawan 1988).

Kerapatan = Jumlah individu suatu jenis Luas areal sampel

Kerapatan Relatif = Kerapatan suatu jenis x 100% Kerapatan seluruh jenis

Frekuensi = Jumlah plot ditemukan suatu jenis Jumlah seluruh plot

Frekuensi Relatif = Frekuensi suatu jenis x 100% Frekuensi seluruh jenis

Dominansi = Jumlah LBDS suatu jenis Luas areal sampel

Dominansi Relatif = Dominansi suatu jenis x 100% Dominansi seluruh jenis

INP = KR + FR + DR

3.4.2 Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh ganguan biotik, untuk mengetahui tingkatan suksesi atau kestabilan. Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus Shannon-Wiener (Ludwig dan Reynold 1988).

∑ [

]

H’ = indeks Keragaman Shannon–Wiener ni = jumlah jenis ke-n


(10)

11 Menurut Maguran (1988) nilai indeks keanekaragaman jenis umumnya

berada pada kisaran antara 1,0 sampai 3,5. Jika indeks keanekaragaman jenis (H’)

mendekati 3,5 maka menggambarkan tingkat keanekaragaman yang semakin tinggi.

3.4.3 Indeks Kekayaan Jenis Margallef

Indeks Margallef dapat digunakan utuk mengetahui kekayaan jenis di suatu areal (Ludwig dan Reynold 1988). Berdasarkan Magurran (1988) besaran R1 <3,5

menunjukkan kekayaan jenis tergolong rendah, R1 = 3,5–5,0 menunjukkan

kekayaan jenis tergolong sedang, R1 >5,0 kekayaan jenis tergolong tinggi.

R

1 =

R1 = indeks kekayaan jenis Margallef

S = jumlah jenis

N = jumlah total individu

3.4.4 Indeks Penyebaran Jenis

Pada umumnya jenis tumbuhan memiliki pola penyebaran yang berbeda. Morishita (1959) menyatakan bahwa untuk melihat pola penyebaran suatu jenis dihitung dengan rumus:

Iδ = indeks Morishita

Xi = jumlah individu tiap petak q = jumlah petak pengamatan

T = total jumlah individu seluruh petak

Jika:

Iδ = 1, pola penyebaran individu pohon suatu jenis acak (random)

Iδ < 1, pola penyebaran individu pohon suatu jenis seragam (uniform)


(11)

12 3.4.5 Biomassa Total

Model pendugaan biomassa dipilih dari beberapa bentuk hubungan, yaitu model logaritma, ekponensial dan polynomial. Pemilihan model didasarkan pada bentuk sebaran data, bentuk umum pertumbuhan pohon dan besarnya nilai koefisien determinasi (R2) (Istomo 2002).


(12)

BAB IV

KONDISI UMUM

4.1 PT. Diamond Raya Timber 4.1.1 Kondisi Fisik dan Administrasi

Secara geografis areal IUPHHK PT. Diamond Raya Timber (PT. DRT) terletak pada 100˚50’–101˚13’ BT dan 001˚45’–002˚18’ LU. Berdasarkan administrasi pemangkuan hutan, maka areal kerja IUPHHK PT. Diamond Raya Timber terletak di dalam kelompok hutan Sei Senepis, Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Dinas Kehutanan Kabupaten Rokan dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Dumai. Secara administrasi pemerintahan, areal IUPHHK PT. Diamond Raya Timber termasuk ke dalam kecamatan Bangko, Sinaboi, Batu Hampar dan Rimba Melintang, dan Sungai Sembilan, Kabupaten Rokan Hilir dan Kota Dumai, Propinsi Riau.

Batas Areal Kerja sebelah utara berbatasan dengan pantai Selat Malaka dan lahan masyarakat, batas timur berbatasan dengan pantai Selat Malaka. Batas selatan berbatasan dengan areal bekas HPH PT. Sunatara Gajahpati dan HPH PT. Ruas Utama Jaya, sedangkan batas barat berbatasan dengan lahan masyarakat dan perkebunan (PT. Gunung Mas Raya-kelapa sawit, PT. Sindora Seraya-kelapa sawit). Letak IUPHHK PT Diamond Raya Timber dapat dilihat pada Gambar 1.


(13)

14 Luas areal kerja IUPHHK PT. DRT berdasarkan SK. Perpanjangan IUPHHK (SK. Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 443/Kpts-II/1998 tanggal 8 Mei 1998) adalah 90.956 ha dengan etat luas tebangan 2.000 ha/tahun dan etat volume tebangan 74.411 m3/tahun. Surat izin berlaku untuk periode 20 tahun sejak 27 Juni 1999 dan akan habis pada tanggal 27 Juni 2019. PT. DRT berhak untuk memperpanjang surat izin untuk 20 tahun mendatang.

Luasan areal hutan yang dikelola oleh PT. DRT secara keseluruhan ialah 90.956 ha dengan rincian penafsiran citra landsat ETM + Band 542 skala 1:10.000 Path/Row 127/59 dan 127/58. Berdasarkan hasil liputan tanggal 19 Juli 2008 dan 10 November 2008 yaitu hutan rawa primer seluas 10.312 ha, hutan rawa bekas tebangan seluas 66.871 ha, hutan mangrove bekas tebangan 566 ha, non hutan seluas 9.799 ha, dan tertutup awan seluas 3.408 (PT. Diamond Raya Timber 2008).

4.1.2 Topografi dan Kelerengan

Fisiografi di areal IUPHHK PT. DRT berdasarkan Buku Satuan Lahan dan Tanah Lembar Dumai, dikelompokkan ke dalam 3 grup yaitu Grup Kubah Gambut, Grup Aluvial, dan Grup Marin. Grup Kubah Gambut mendominasi areal ini, yang berkembang dari endapan organik permukaan muda (Ph) dan tua (Qp).

Secara umum ketebalan gambut makin tebal jika makin jauh dari sungai. Ketebalan gambut bisa melebihi 3 m di bagian pinggir dan dapat mencapai maksimum 8 m di bagian tengah-selatan. Terdapat pula sedikit tanah Gley, Aluvial, dan Podsolik.

Grup Aluvial berkembang dari endapan Aluvial sungai dan menempati jalur aliran sungai. Grup Aluvial ditandai dengan adanya pasang surut. Dataran banjir dari sungai bermeander terutama membentuk rawa belakang yang luas dan selalu jenuh air.

Secara umum di seluruh kawasan DAS Rokan terdapat sembilan jenis tanah dengan luasan yang bervariasi. Beberapa jenis tanah menurut klasifikasi tanah Soil


(14)

15 Taxonomy (USDA) dan Pusat Penelitian dan Agroklimat secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.

Pembukaan wilayah hutan secara besar-besaran dan konversi untuk penggunaan lain ditambah pembuatan parit-parit drainase (kanalisasi) di kawasan dengan kondisi tanah tersebut dapat menyebabkan keringnya tanah gambut. Tanah gambut yang kering dapat menjadi sumber bahan bakar yang menyebabkan kebakaran pada musim kemarau (PT. Diamond Raya Timber 2009a)

Tabel 1 Tipe tanah di sekitar DAS Rokan

Kode Tekstur

Tipe Tanah

USDA Puslit Tanah Bf.6

Bf.4.5 Bf.4.3 Bf.5.5

Lempung

Hidrequents Tropaquents Sulfaquents Tropasaprist

Glei humus Glei humus Glei humus Glei humus Bf.4.4 Pasir berlempung Sufaquents Glei Humus

Au.1.1.3 Lempung berpasir,

batu sedimen Tropaquents Glei Humus

Bf.4.6 Lempung Tropaquents Glei Humus

D.2.1.2 Bahan organic Tropahemists Organosol D.2.1.3 Bahan organic Tropahemists Organosol

Kerusakan akibat kebakaran sangat penting dihindari untuk mempertahankan kondisi hutan secara alami dan menghindarkan sistem kanalisasi. Kondisi tanah hutan rawa gambut yang sangat sensitif ini menyebabkan perlindungan terhadap kandungan air tanah menjadi sangat penting untuk menghindarkan terjadinya bahaya kebakaran dan dampak ikutannya.


(15)

16 Keadaan topografi areal IUPHHK PT. DRT terdiri dari dataran rendah pantai dan dataran dengan ketinggian 2–8 m dpl yang pada umumnya merupakan daerah lahan basah tergenang air (rawa). Tinggi genangan air bervariasi tergantung pada musim, tinggi pasang air laut dan curah hujan.

4.1.3 Geologi dan Tanah

Berdasarkan peta satuan lahan dan tanah PPT dan Agroklimat, Bogor (1990) lembar Dumai dan Bagan Siapiapi (0817 dan 0818) formasi geologi areal hutan IUPHHK PT. DRT terdiri dari sedimen aluvium tersier dan kuarter. Formasi tersier menempati daerah antiklinarium yang ditempati daerah telisa (Tmt). Formasi telisa dicirikan oleh batu-batu lumpur kelabu bergamping dengan sedikit sisipan batu gamping dan busa gamping. Kandungan deposit bahan tambang di areal kerja IUPHHK PT. DRT sampai saat ini belum diketahui.

Formasi kuarter ditempati formasi endapan permukaan muda (Ph) dan endapan permukaan tua (Qp). Endapan permukaan tua merupakan daerah basah (basin) dan daerah kering (9). Endapan permukaan muda didominasi oleh bahan organik berupa kubah gambut dan hanya sebagian kecil terbentuk dari lempung yang membentuk aluvial sungai.

4.1.4 Iklim dan Intensitas Hujan

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951) areal kerja IUPHHK PT. DRT termasuk ke dalam tipe A dengan nilai Q = 10,1%. Curah hujan per tahun 2.358 mm, sedangkan curah hujan bulanan rata-rata berkisar 51,32 – 301,66 mm/bln, curah hujan tertinggi jatuh pada bulan November (301,66 mm) dan Desember (253,40 mm). Curah hujan terendah jatuh pada bulan Maret (51,33 mm) dan Juli (73,80 mm). Rata-rata hari hujan adalah 12 hari/bulan, hari hujan tertinggi jatuh pada bulan November (14 hari/bulan) dan terendah pada bulan Februari (3,3 hari/bulan).

Suhu udara rata-rata di areal kerja IUPHHK PT. DRT hampir merata sepanjang tahun yaitu berkisar antara 25o–27o C. Demikian juga kelembaban nisbi


(16)

17 bulannya yaitu antara 79–90%. Rata-rata kecepatan angin berkisar antara 8–21 km/jam. Belum pernah dilaporkan adanya angin puting beliung. Arah angin yang umum yaitu timur laut (Desember sampai dengan Maret), tenggara (April, Mei, Juli, September), selatan (Juni, Agustus), barat laut (November) dan barat daya (Oktober).

Pada umumnya, presipitasi mencukupi dan tersebar dengan baik guna mengurangi resiko kebakaran hutan. Namun demikian, iklim yang luar biasa dapat terjadi berkaitan dengan el nino yang menyebabkan musim kemarau panjang sehingga meningkatkan resiko kebakaran hutan dari aktifitas kerja masyarakat lokal sekitar batas hutan. PT. DRT telah memiliki prosedur pencegahan kebakaran dan pemadamannya yang terdapat dalam SOP-4PH-09.

4.1.5 Tipe Hutan dan Penutupan Vegetasi

Terdapat dua tipe utama ekosistem hutan di dalam areal kerja IUPHHK PT. DRT, yaitu (1) Hutan Rawa Gambut dan (2) Hutan Mangrove, diantara kedua tipe tersebut terdapat daerah peralihan yang disebut daerah ekoton. Tipe ekosistem hutan rawa gambut di areal IUPHHK PT. DRT termasuk tipe gambut pantai yang terletak di daerah depresi antara sungai Rokan dan Selat Malaka.

Berdasarkan asosiasi vegetasi terdapat tiga asosiasi vegetasi hutan rawa gambut dari mulai gambut dangkal sampai gambut dalam. Pada setiap asosiasi vegetasi diberi nama menurut jenis pohon komersil yang dominan, yaitu 1) Asosiasi Terentang (Campnosperma auriculata)-Pulai (Alstonia pneumathophra) pada ketebalan gambut <3 m, 2) Asosiasi Balam (Palaquium obovatum)-Meranti Batu (Shorea uliginosa) pada ketebalan gambut 3–6 m, dan 3) Asosiasi Ramin (Gonystylus bancanus)-Suntai (Palaquium dasyphillum) pada ketebalan gambut >6 m.


(17)

18 4.1.6 Keanekaragaman Flora

Keanekaragaman flora dan fauna di areal kerja IUPHHK PT. DRT berkaitan dengan keberadaan hutan dan tipe habitat, yaitu hutan rawa gambut dan hutan mangrove.Hasil penelitian Istomo (2002) di areal hutan yang belum ditebang pada tingkat kedalaman gambut yang berlokasi di 9 PSP dengan luas areal masing-masing 0,2 ha, menunjukkan bahwa pada tingkat pohon (diameter >20 cm) jumlah jenis berkisar antara 30–36 jenis, sedangkan jumlah total jenis pohon dalam penelitian ini adalah 38 jenis. Jenis pohon yang dominan pada kedalaman gambut 4–5 m adalah jambu-jambu (Eugenia sp., 43%), sementara pada kedalaman gambut 6–7 m didominasi oleh ramin (G. bancanaus, INP 32%). Dominasi Ramin pada tingkat pohon di gambut dalam didasarkan pada hasil penelitian Istomo (1994) di Sampit, Kalimantan Tengah.

Pada tingkat pancang, hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa jumlah jenis pada tiap petak ukur berkisar antara 20–22 jenis. Jenis dominan pada kedalaman gambut 2–3 m adalah balam (Palaquium obovatum, INP 25%), jenis dominan pada kedalaman gambut 4–5 m adalah jambu-jambu (Eugenia sp., INP 25%), dan pada kedalaman gambut 6–7 m adalah pasir-pasir (Urandra secundiflora, INP 23%).

Pada tingkat semai, jumlah jenis rata-rata pada tiap petak ukur berkisar antara 17–18 jenis. Jenis dominan pada kedalaman gambut 2–3 m adalah Pasir-pasir (Urandra secundiflora, INP 26%), pada kedalaman gambut 4–5 m adalah Milas (Parasternon urophyllum, INP 32%), dan pada kedalaman gambut 6–7 m adalah Jambu-jambu (Eugenia sp., INP 28%).

Jenis pohon yang dikategorikan sebagai pohon komersil di antaranya adalah ramin (G. bancanus), meranti batu (S. uliginosa), meranti bunga (S. teysmanniana), durian burung (Durio carinatus), suntai (Palaquium obovatum), bintangur (Calophyllum soulattri), geronggang (Cratoxylon arborescens), punak (Tetramerista glabra), jangkang (Xylopia malayana), pisang-pisang (Mezzetia parviflora), dan kelat (Eugenia sp.) (PT. Diamond Raya Timber 2009c)


(18)

19 Jenis non pohon (tumbuhan bawah, semak, epifit, dan liana) yang terdapat di areal kerja PT. DRT terdiri dari hampir 10 jenis tumbuhan bawah dan hampir 10 jenis epifit, liana, dan semak. Jenis tumbuhan bawah yang dominan adalah Palma dari jenis palas (Liquala pimula) dan salak hutan (Zalacca conferta). Kedua jenis tumbuhan tersebut ditemukan sebagai tumbuhan dominan dan rapat, mencapai tinggi 2–4 m (PT. Diamond Raya Timber 2009c)

Tumbuhan bawah yang seringkali ditemukan di lantai hutan primer adalah pandan (Pandanus sp.), tumbuhan merambat (Rhaphidophora minor), kadaka (Asplenium nidus), anggrek (Dendrobium salaccensis), dan kantung semar (Nepenthes spp.). Jenis paku-pakuan yang mendominasi areal bekas tebangan adalah Neprolepsis radicans dan Stenochlaena palustris.

4.1.7 Keanekaragaman Fauna

Keanekaragaman satwa telah dievaluasi berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh staf pemantau dan pengelola PT. DRT. Berdasarkan hasil pemantauan ditemukan sekitar 10 jenis mamalia dan 58 jenis burung. Berdasarkan niche ekologi baik secara vertikal maupun horizontal, jenis ungko (Hylobates agilis) dikategorikan sebagai umbrella species sementara harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) sebagai flag species.

Hasil pemantauan satwa liar pada tahun 2003 ditemukan 38 jenis satwa liar (mamalia, burung, dan reptil). Jenis yang sering ditemukan adalah babi hutan (Sus barbatus), kangkareng (Antrococeros malayanus), makaka ekor panjang (Macaca fascicularis), dan ungko (Hylobates agilis). Berdasarkan informasi pekerja hutan, harimau sumatera pernah ditemukan 2 ekor, beruang madu (Helartus malayanus) ditemukan ketika sedang memanjat pohon (PT. Diamond Raya Timber 2009b)

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan pada tahun 2003, ditemukan 16 jenis burung. Jenis yang sering ditemukan adalah elang jambul (Accipiter trivirgatus), elang rawa (Circus aeroginosus), kangkareng (Antrococeros malayanus), murai daun (Chloropsis venusta), dan rangkong (Buceros rhinoceros) (PT. Diamond Raya Timber 2009d)


(19)

20 4.1.8 Hidrologi

Areal kerja IUPHHK PT. DRT terletak di bagian timur DAS Sungai Rokan dengan beberapa sungai yang mengalir ke bagian barat dan selatan, utara dan timur (Selat Malaka). Sungai-sungai yang mengalir ke bagian barat-selatan yang bermuara ke Sungai Rokan yaitu Pasir Besar, Agar, Labuhan Tangga Besar, Labuhan Tangga Kecil, dan Bantayan. Sungai-sungai utara dan timur yang bermuara di Selat Malaka adalah Serusa, Pematang Nibung, Nyamuk, Sinaboi, Teluk Dalam, Sinepis Besar, dan Sinepis Kecil, sedangkan sungai yang mengalir dari bagian Selatan ke arah Utara adalah sungai Sekusut.

Air pada genangan rawa berwarna coklat tua yang keluar dari tanah gambut. Pelumpuran yang terjadi sangat sedikit, kecuali yang dekat aliran ke Sungai Rokan dimana lumpur terbentuk pada saat pasang sangat tinggi dan masa-masa banjir sungai Rokan. Hal ini disebabkan sebelumnya telah terjadi konversi wilayah hutan dalam jumlah besar pada bagian hulu dan praktek pembuatan jalan yang tidak baik. Dengan demikian strategi untuk mempertahankan hutan alam di bagian hulu sungai Rokan menjadi sangat penting. Kondisi sungai Rokan memungkinkan untuk membuat log pond pada bagian yang cukup dalam sepanjang sisi timur. Kedalaman sungai Rokan dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

4.2 PT Riau Andalan Pulp and Paper 4.2.1 Letak Administrasi dan Geografis

PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP) merupakan suatu perusahaan indstri pulp dan kertas yang berada di Provinsi Riau. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1992 dibawah Asian Pasific Resources International Limited (APRIL) Group yang dipimpin oleh Sukanto Tanoto. Perusahaan HTI RAPP merupakan pemegang SK IUPHHK HTI No 137/Kpts-II/1997 tanggal 10 Maret 1997 jo No. SK. 356/menhut-II/2004 tanggal 1 Oktober 2004, dengan luas areal 235.140 ha kelas perusahaan pulp (kayu serat) dan status permodalan swasta murni (PMDN).


(20)

21 Gambar 3 Peta lokasi PT Riau Andalan Pulp and Paper (BPS 2012)

Areal HTI RAPP terdiri dari 9 sektor (unit manajemen), yaitu Sektor Baserah, Sektor Cerenti, Sektor Langgam, Sektor Logas, Sektor Manau, Sektor Pelalawan, Sektor Tesso Timur, Sektor Tesso Barat dan Sektor Ukui. Lokasi penelitian terletak

di sektor Pelalawan secara geografis terletak pada 0o12’15’’-0o40”00” LU dan 101o57’10”-102o26’46” BT. Secara administrasi pemerintahan, Sektor Pelalawan meliputi Kecamatan Siak Indrapura, Pelalawan dan Kerumutan. Sektor Pelalawan masuk kedalam Pemangkuan Hutan Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan, Dinas Kehutanan Propinsi Riau

4.2.2 Topografi, Tanah dan Geologi

Luas kawasan hutan HTI RAPP Sektor Pelalawan 75.640 ha (datar) dengan ketinggian tempat 20-160 m dpl dan memiliki jenis tanah organosol hemik, fibrik (52.845 ha) dan organosol saprik, hemik (22.795 ha). Secara geologi, areal Sektor Pelalawan merupakan kawasan gambut dengan luasan 75.640 ha dan memiliki DAS Selampayan Kanan, Sub DAS Selampayan Kiri.

4.2.3 Iklim

Iklim di Sektor Pelalawan menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson termasuk tipe A, dengan rata-rata curah hujan 2.323 mm/tahun. Curah hujan paling tinggi rata-rata terjadi pada bulan April dan curah hujan paling rendah rata-rata pada bulan Juli dengan banyaknya hari hujan 150 hari/tahun.


(21)

22 4.2.4 Keadaan Hutan

Keadaan hutan areal kerja IUPHHK HTI PT RAPP Sektor Pelalawan memiliki luasan sebagai hutan produksi (SK IUPHHK-HT Menhut No.356/Menhut-II/2004 Tanggal 1 Oktober 2004) 75.640 ha. Keadaan penutupan lahan berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2007 yaitu untuk areal berhutan, hutan bekas tebangan 21.508 ha, hutan bertanam 51.371 ha, belukar dan terbuka 2.761 ha.

Jenis tanaman yang dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman PT RAPP adalah crassicarpa (A. crassicarpa) untuk lahan basah (gambut) dan mangium (A. mangium) untuk lahan kering. Jenis crassicarpa (A. crassicarpa) dan mangium (A. mangium) dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 0–500 m dpl. Toleran terhadap berbagai tempat tumbuh, termasuk tanah yang miskin hara dan tidak dalam. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan biji maupun terubusan. Musim berbunga antara Maret sampai dengan April, dan buah masak pada bulan September sampai dengan Oktober.


(22)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Komposisi dan Struktur

Banyaknya jumlah suatu jenis pada suatu areal diperngaruhi oleh keberhasilan permudaan suatu jenis. Keberhasilan permudaan suatu jenis dapat mempengaruhi kerapatan suatu jenis terhadap jenis lain, dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 2 Jumlah jenis pada tiap lokasi penelitian

PT. DRT Jumlah jenis PT. RAPP Jumlah jenis

Ramin 1 Ramin 1

Kelompok Meranti 2 Kelompok Meranti 3

Jenis lain 23 Jenis lain 41

Total 26 Total 45

Pada Tabel 2 di lokasi PT. Diamond Raya Timber hanya terdapat 1 jenis ramin dan 2 jenis kelompok meranti dari total keseluruhan yaitu 26 jenis, sedangkan pada lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper terdapat 1 jenis ramin, 3 jenis kelompok meranti dari total keseluruhan yaitu 45 jenis.

Tabel 3 Perbandingan kerapatan (K) ramin dan kelompok meranti dengan jenis lain

Lokasi Jenis Jumlah Pohon % perbandingan

PT. DRT Ramin 6 0,81

Kelompok meranti 35 4,70

Jenis lain 704 94,49

PT. RAPP Ramin 3 0,40

Kelompok meranti 81 10,86

Jenis lain 662 88,74

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa persen perbandingan kerapatan jumlah individu pada lokasi PT. Diamond Raya Timber yaitu jenis lain (94,49%), ramin (0,18%) dan kelompok meranti (4,70%). Pada lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper perbandingannya yaitu jenis lain (88,74%), ramin (0,40%) dan kelompok meranti (10,86%). Jika dilihat dari persentase diatas, jelas terdapat perbedaan yang jauh pada kondisi individu jenis di setiap lokasi.


(23)

24 Tabel 4 Jumlah pohon per kelas diameter lokasi penelitian

Lokasi Jenis Kelas Diameter (cm)

10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 ≥60

PT. DRT Ramin 4 0 1 0 1 0

Kelompok

Meranti 21 11 2 0 1 0

Jenis lain 435 177 48 25 11 8

PT. RAPP Ramin 0 1 2 0 0 0

Kelompok

Meranti 66 6 3 0 2 4

Jenis lain 440 160 42 8 7 5

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah pohon kelas diameter 10–19 cm untuk jenis ramin dan kelompok meranti sangat sedikit dibandingkan dengan jenis lain pada ke dua lokasi, khususnya untuk jenis ramin pada lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper, pada kelas diameter 10–19 cm tidak ditemukan kehadiran individu muda ramin. Dilihat dari jumlah individu, struktur tegakan juga dipengaruhi oleh kerapatan individu pada setiap lokasi.

Tabel 5 Perbandingan indeks nilai penting (INP) ramin dan kelompok meranti dengan seluruh jenis

Dari Tabel 5 dapat dilihat terdapat tiga jenis yang memiliki nilai INP tertinggi dibandingkan dengan jenis ramin (G. bancanus) dan kelompok meranti (Shorea spp.) pada ke dua lokasi, untuk lokasi PT. Diamond Raya Timber yaitu jenis balam (Palaquium obovatum), terentang (Campnosperma minor) dan jambu-jambu (Zysygium spp.). Pada lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper yaitu jenis balam

Lokasi No Nama Jenis INP (%)

PT. DRT 1 Balam 53,41

2 Terentang 31,01

3 Jambu-jambu 28,03

11 Meranti Batu 10,61

16 Meranti Bunga 5,95

20 Ramin 3,67

PT. RAPP 1 Balam 36,87

2 Kelat 23,44

3 Mangga-mangga 23,10

9 Meranti Batu 12,98

10 Meranti Bunga 12,60

15 Meranti 9,69


(24)

25 (Palaquium obovatum), kelat (Syzygium sp.) dan mangga-mangga (Mangifera parvifolia).

Kestabilan populasi dapat dilihat dengan melakukan perhitungan potensi jenis pohon ramin, kelompok meranti dan jenis lain berdasarkan rata-rata jumlah batang dan volume batang pada beberapa kisaran kelas diameter (10 sampai ≥ 40 cm). Jumlah rata-rata volume ramin, kelompok meranti dan jenis lain per ha berdasarkan kelas diameter dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan total volume. Tabel 6 menunjukkan banyaknya pohon dan potensi tegakan ramin dan kelompok meranti dan jenis-jenis yang berasosiasi dengan dua jenis tersebut di hutan rawa gambut.

Tabel 6 Kerapatan, potensi ramin dan kelompok meranti dengan jenis lain

Lokasi Jenis

Kerapatan

dan Kelas Diameter (cm) Total

Volume

PT. DRT 10-19 cm 20-29 cm 30-39 cm ≥ 40 cm

Ramin N (ind/ha) 4 - 1 1 6

V (m3/ha) 0,34 - 0,68 2,50 3,52

Kelompok Meranti

N (ind/ha) 21 11 2 1 35

V (m3/ha) 1,74 3,47 1,88 3,90 10,99

Jenis lain N (ind/ha) 435 177 48 44 704

V (m3/ha) 34,24 56,55 42,75 117,43 250,97

Persentase ramin

N% 0,87 - 2,00 2,17 5,04

V% 0,94 - 1,52 2,02 4,48

Persentase Kelompok Meranti

N% 4,56 5,85 4,00 2,17 16,58

V% 4,79 5,78 4,21 3,15 17,93

PT.

RAPP Ramin N (ind/ha) - 1 2 - 3

V (m3/ha) - 0,59 1,87 - 2,46

Meranti N (ind/ha) 66 6 3 6 81

V (m3/ha) 4,71 1,89 2,97 31,90 41,47

Jenis lain N (ind/ha) 440 160 42 25 667

V (m3/ha) 34,35 52,27 30,24 72,64 189,5

Persentase ramin

N% - 0,60 4,25 - 4,85

V% - 1,08 5,33 - 6,41

Persentase Kelompok Meranti

N% 13,04 3,59 6,38 19,35 42,36


(25)

26 Pada Tabel 6 terlihat bahwa diameter batang ramin dan kelompok meranti pada kedua lokasi mencapai kelas diameter ≥40 cm kecuali untuk jenis ramin pada lokasi PT. RAPP, dengan jumlah ramin dan kelompok meranti masing-masing 1 individu/ha pada areal PT. DRT dan 6 individu/ha untuk meranti pada areal PT. RAPP. Pada kelas diameter 30–39 cm, jumlah individu jenis ramin dan kelompok meranti tidak jauh berbeda seperti pada kelas diameter ≥40 cm yaitu pada PT. DRT untuk jenis ramin 1 individu/ha dan kelompok meranti 2 individu/ha, pada areal PT. RAPP untuk jumlah ramin sebanyak 2 individu/ha dan kelompok meranti sebanyak 3 individu/ha. Sementara itu, untuk jenis lain baik di PT. DRT maupun PT. RAPP mendominasi pada kelas diameter 20–29 cm dengan jumlah masing-masing 177 individu/ha dan 160 individu/ha. Untuk volume tertinggi jenis ramin sebesar 2,50 m3/ha terdapat pada areal PT. DRT, dan volume tertinggi kelompok meranti terdapat pada areal PT. RAPP yaitu sebesar 31,90 m3/ha.

5.1.2 Sebaran Jenis

Jumlah ramin paling banyak ditemukan yaitu areal PT. RAPP pada peta 21 sebanyak 1 (satu) individu dan petak 25 sebanyak 2 individu, sedangkan di areal PT. DRT hanya terdapat 2 individu yang tersebar pada petak 1 (satu) dan 25. Pada keseluruhan petak di areal penelitian, secara umum ramin termasuk jenis yang jarang ditemukan. Jumlah individu ramin setiap petak dan nilai luas bidang dasar (LBDS) ramin dibandingkan dengan LBDS non ramin dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah individu ramin setiap petak dan LBDS ramin dan non ramin

lokasi

Petak ditemukan

Ramin

Jumlah Pohon Berdasarkan Kelas Diameter

LBDS Ramin (m2 /ha)

LBDS non Ramin (m2/ha)

% Ramin terhdap non Ramin Kelas Diameter

20-29 30-39 40 up

PT. DRT

1 - 1 - 0,08

25 - - 1 0,20

Total 1 1 0,28 20,82 1,34

PT PAPP

21 - 1 - 0,10

25 - 2 - 0,17

Total 3 0,27 14,42 1,87

Jika dibandingkan dengan ramin, kelompok meranti dapat dikatakan jenis yang cukup mendominasi yang dapat dilihat dari intensitas keberadaan pada hampir setiap petak dan besarnya nilai LBDS yang dimiliki kelompok meranti. Nilai LBDS tertinggi terdapat pada areal PT. RAPP sebesar 2,17 m2/ha dan terendah pada areal


(26)

27 PT. DRT sebesar 0,94 m2/ha. Dapat dilihat pada Tabel 8 perbandingan LBDS kelompok meranti dengan jenis non meranti. Terdapat perbedaan yang cukup tinggi antara persen LBDS terhadap non meranti pada lokasi PT. Diamond Raya Timber sebesar 4,51%, sedangkan persen LBDS terhadap non meranti pada lokasi penelitian di PT. Riau Andalan Pulp and Paper sebesar 15,05%.

Tabel 8 Jumlah individu kelompok meranti setiap petak dan LBDS kelompok meranti dan non meranti

lokasi

Petak ditemukan

kelompok Meranti.

Jumlah Pohon Berdasarkan Kelas Diameter LBDS kelompok Meranti LBDS non meranti

% LBDS terhadap

non meranti (m2 /ha) (m2/ha)

Kelas Diameter

20-29 30-39 40 up

PT. DRT

2 1 0,04

3 1 0,05

5 1 0,11

6 1 1 0,12

14 1 0,03

20 2 0,11

21 1 0,04

24 2 0,09

25 2 0,35

Total 11 2 0,94 20,82 4,51

PT. RAPP

7 1 0,43

8 1 0,09

14 1 0,07

15 2 0,08

16 2 0,22

18 1 0,43

20 1 0,23

21 1 1 0,29

23 1 0,03

25 1 0,30

Total 5 3 5 2,17 14,42 15,05

Nilai indeks dominansi dan indeks keanekaragaman jenis di lokasi penelitian berdasarkan jumlah seluruh jenis yang diemukan pada kedua areal penelitian dapat dilihat pada Tabel 9. Besarnya nilai indeks dominansi (C) cukup berbeda jauh walaupun masih berada dalam kisaran nilai 0,0001 sampai 0,0045.

Tabel 9 Indeks dominansi (C) dan indeks keanekaragaman seluruh jenis

(H’) di lokasi penelitian

Lokasi Jenis C H’


(27)

28

Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) menunjukkan bahwa nilai H’

tertinggi terdapat pada areal PT. Riau Andalan Pulp and Paper pada kelompok

meranti sebesar 0,3504 dari 81 individu/ha. untuk jenis ramin, nilai H’ terendah

juga terdapat pada areal ini yaitu 0,0221 dari 3 individu/ha.

Berdasarkan hasil analisis indeks Morishita (Iδ) pada Tabel 10 menunjukkan pola penyebaran jenis dalam petak-petak pengamatan. Secara keseluruhan, baik jenis ramin maupun kelompok meranti umumnya pola penyebaran seragam (uniform) dengan nilai Iδ pada masing-masing lokasi <1.

Tabel 10 Nilai Indeks Morishita (Iδ) pada kedua lokasi penelitian

Lokasi Jenis Iδ

PT. DRT ramin 0,001353

kelompok meranti 0,053673

PT. RAPP ramin 0,000270

kelompok meranti 0,291487

Tujuan dari sistem TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia) adalah untuk meningkatkan mutu tegakan hutan bekas tebangan baik kuantitas pada rotasi-rotasi berikutnya. Berdasarkan hal tersebut, hasil analisis data pada ke dua lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 11 dan 12.

Tabel 11 Jumlah pohon inti dan pohon yang boleh ditebang berdasarkan sistem TPTI tahun 1989

PT. DRT PT. RAPP

Jenis Pohon Inti Pohon ditebang Pohon Inti Pohon ditebang

10–39 cm >40 cm 10–39 cm >40 cm

Ramin 5 1 3 0

Kelompok

Meranti 34 1 75 6

Jenis lain 660 44 642 20

Pada Tabel 11 di atas, untuk jenis ramin dan kelompok meranti, jumlah yang dapat ditebang sangat sedikit. Hal ini dikarenakan jumlah individu pada kelas diameter pohon ditebang hanya mencapai masing-masing 1 (satu) individu pada lokasi PT. Diamond Raya Timber dan pada lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper, hanya

Kelompok meranti 0,0013 0,1800

Jenis lain 0,1012 2,4500

PT. RAPP Ramin 0,0040 0,0221

Kelompok meranti 0,0045 0,3504


(28)

29 jenis kelompok meranti yang masuk kelas diameter pohon ditebang dengan jumlah 6 individu.

Namun berdasarkan sistem TPTI tahun 2009, jumlah individu dari jenis ramin dan kelompok meranti pada diameter pohon tebang jumlahnya naik, dapat dilihat pada Tabel 12. Jumlah individu tersebut naik, dikarenakan jumlah yang masuk pada kelas diameter > 40 cm sangat sedikit (sistem TPTI tahun 1989), sehingga jika memakai sistem TPTI tahun 2009 dengan kelas diameter pohon tebang yang hanya memakai kelas diameter > 30 cm, jumlah individu yang masuk kedalam kelas diameter tersebut akan bertambah.

Tabel 12 Jumlah pohon inti dan pohon yang boleh ditebang berdasarkan sistem TPTI tahun 2009

PT. DRT PT. RAPP

Jenis Pohon Inti Pohon ditebang Pohon Inti Pohon ditebang

10-29 cm >30 cm 10-29 cm >30 cm

Ramin 4 2 0 2

Kelompok

Meranti 32 3 72 9

Jenis lain 612 92 600 62

Pada lokasi PT. Diamond Raya Timber untuk pohon ditebang jenis ramin sebanyak 2 individu, kelompok meranti sebanyak 3 individu, jenis lain sebanyak 92 individu. Pada lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper, untuk pohon ditebang jenis ramin sebanyak 2 individu, kelompok meranti sebanyak 9 individu serta untuk jenis lain sebanyak 62 individu.

5.1.3 Pendugaan Biomassa

Hasil pendugaan biomassa pada jenis ramin dan kelompok meranti di kedua lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Pendugaan biomassa total pada tiap kelas diameter PT. DRT

Jenis

Kelas Diameter

10–19 20–29 30–39 40–49 50–59 ≥60 ≥10 cmTotal

Ramin 504,23 0,00 724,32 0,00 1994,42 0,00 3222,97

Kelompok

Meranti 2131,80 4428,22 1898,29 0,00 2787,95 0,00 11246,26 Jenis lain 38859,92 59379,60 32996,60 34394,73 26020,75 28913,21 220564,81 Total 41495,95 63807,82 35619,21 34394,73 30803,12 28913,21 235034,04

Dari Tabel 13, jenis ramin hanya memiliki biomassa pada kelas diameter 10–19 cm sebesar 504,23 kg dan pada kelas diameter 30-39 cm sebesar 724,32 kg serta pada


(29)

30 kelas diameter 50–59 cm sebesar 1994,42 kg. Sedangkan biomassa pada kelompok meranti di beberapa kelas diameter secara berturut-turut yaitu kelas diameter 10– 19 cm sebesar 2131,80 kg, kelas diameter 20–29 cm sebesar 4428,22 kg, kelas diameter 30–39 cm sebesar 1898,29 kg dan kelas diameter 50–59 cm sebesar 2787,95 kg.

Tabel 14 Pendugaan biomassa total pada tiap kelas diameter PT. RAPP

Jenis

Kelas Diameter

10–19 20–29 30–39 40–49 50–59 ≥ 60 ≥10 cmTotal

Ramin 0,00 0,00 2396,36 0,00 0,00 0,00 2396,36

Kelompok

meranti 6558,33 2647,00 2776,29 0,00 4896,96 17702,51 34581,09 Jenis lain 34809,71 49066,02 31489,44 11076,73 16166,14 18050,24 160658,28 Total 41368,04 51713,02 36662,09 11076,73 21063,10 35752,75 197635,73

Hasil pendugaan biomassa jenis ramin pada PT. Diamond Raya Timber memiliki total biomassa lebih besar dibandingkan dengan biomassa total ramin pada lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper yang hanya sebesar 2396,36 pada kelas diameter 30–39 cm, hal ini dipengaruhi dengan jumlah keberadaan individu yang berbeda dan total kehadiran pada kelas diameter. Namun untuk biomassa total kelompok meranti pada lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper memiliki biomassa total yang lebih besar dari pada jenis kelompok meranti pada lokasi PT. Diamond Raya Timber dengan rincian per kelas diameter yaitu kelas diameter 10– 19 cm sebesar 6558,33, kelas diameter 20–29 cm sebesar 2647,00, kelas diameter 30–39 cm sebesar 2776,29, kelas diameter 40–49 cm sebesar 0,00, kelas diameter 50–59 cm sebesar 4896,96 serta pada kelas diameter diatas 60 cm sebesar 177023,51.

Persentase pendugaan biomassa total dari masing-masing lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16 serta tergambarkan dalam grafik pada Gambar 4. Pada lokasi PT. DRT persentase perbandingan antara ramin dan kelompok meranti tidak berbeda jauh, sedangkan perbandingan persentase yang cukup jauh antara ramin dan kelompok meranti terdapat pada lokasi PT. RAPP.

Tabel 15 Persentase pendugaan biomassa total pada tiap kelas diameter PT. DRT


(30)

31 Tabel 16 Persentase pendugaan biomassa total pada tiap kelas diameter PT.

RAPP

Jenis ≥10 cm % Perbandingan

Ramin 2396,36 1,21%

Kelompok meranti 34581,09 17,50%

Jenis lain 160658,28 81,29%

Gambar 4 Persentase biomassa total tumbuhan PT. DRT dan PT. RAPP

Persentase jenis ramin pada kedua lokasi tidak mencapai angka 2 % dari total biomassa seluruh jenis. Sementara itu, hal berbeda terdapat pada jenis kelompok meranti, pada lokasi penelitian PT. Riau Andalan Pulp and Paper persentase biomassa total jenis meranti mencapai angka 17,50% dibandingkan dengan persentase biomassa kelompok meranti pada lokasi PT. Diamond Raya Timber yang hanya sebesar 4,78% dari total biomassa secara keseluruhan.

5.2 Pembahasan

jenis lain 93,85% ramin 1,37%

PT DRT

jenis lain 81,29% ramin

1,21%

PT RAPP

Ramin 3222,97 1,37%

Kelompok meranti 11246,26 4,78%

Jenis lain 220564,81 93,85%

kelompok meranti 17,50% kelompok meranti


(31)

32 5.2.1 Komposisi dan Struktur

Struktur tegakan hutan dapat dilihat dari hubungan antara kelas diameter dengan kerapatanya. Untuk menggambarkan hubungan tersebut maka diameter dari seluruh jenis akan dikelompokan berdasarkan kelas diameter dengan lebar selang kelas 10 cm. Menurut Daniel et al. (1987) dalam Prasetyo (2006), jumlah pohon tersebar berada dalam kelas diameter terkecil dan jumlahnya menurun kurang lebih sebanding dengan bertambahnya ukuran, sehingga pada akhirnya hanya tersebar sedikit batang-batang yang berukuran paling besar atau dalam kata lain jumlah batang persatuan luas berturut-turut semakin menurun dengan semakin bertambahnya ukuran diameter batang. Oleh karena itu, bentuk kurva umum dari

struktur tegakan hutan akan berbentuk huruf “J” terbalik.

Pada areal PT. Diamond Raya Timber dan PT. Riau Andalan Pulp and Paper, untuk keseluruhan jenis memiliki bentuk struktur yang sangat jauh berbeda, khususnya untuk jenis ramin dan kelompok meranti. Sedikitnya jumlah individu pada kelas diameter terkecil (d = 10–19 cm) menyebabkan ketidak sesuaian pada bentuk umum struktur tersebut. Dari hasil yang diperoleh, didapatkan bahwa umumnya pada areal tersebut, untuk seluruh jenis individu pada kelas diameter (10–19 cm) berjumlah sedikit. Hal ini dapat disebabkan jenis berdiameter kecil yang masih berumur muda belum dapat beregenerasi secara optimal, sedangkan jenis yang berukuran besar juga mendapat gangguan, seperti adanya aktivitas penebangan. Pada Gambar 5 dapat dilihat struktur tegakan pada masing-masing areal penelitian.

Menurut Prasetyo (2006), pola distribusi pada kelas diameter untuk masing-masing jenis bervariasi. Untuk jenis komersial, struktur tegakannya cenderung tidak normal. Hal ini dapat dikarenakan oleh adanya perlakuan penebangan pada jenis-jenis komersial tersebut, yang menyebabkan distribusi individu pada masing-masing kelas diameter tidak berpola. Gangguan pada pohon-pohon dewasa menyebabkan jenis-jenis komersial ini tidak dapat beregenerasi secara normal.


(32)

33 (a)

(b)

Gambar 5 Struktur tegakan hutan rawa gambut; (a) PT. DRT dan (b) PT. RAPP Berdasarkan Gambar 5 di atas, dari kedua lokasi memiliki cukup permudaan pada kelas diameter terkecilnya. Sementara itu, perbandingan jumlah antara jenis ramin dan kelompok meranti sangat jauh perbedaannya dengan seluruh jenis, dapat dilihat pada Tabel 2. Oleh karena itu, struktur hutan yang dibentuk jika dilihat dari jenis-jenis tersebut jauh dari bentuk umum.

Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukan jumlah atau banyaknya suatu jenis per satuan luas, makin besar kerapatan suatu jenis, makin banyak individu jenis tersebut per satuan luas. Dominansi suatu jenis merupakan nilai yang menunjukan peguasaan jenis terhadap komunitas (Soerianegara 1996).

Kompetisi atau persaingan mempengaruhi kemampuan individu untuk bertahan hidup dan bereproduksi, serta dapat ditunjukan dengan perubahan


(33)

ukuran-34 ukuran populasi pada suatu waktu. Dengan semakin bertambahnya waktu, individu-individu tersebut mengalami pertumbuhan yang memerlukan banyak energi sehingga terjadilah persaingan, baik itu persaingan antar individu dalam satu jenis maupun antar berbagai jenis agar tetap dapat hidup dan tumbuh. Persaingan ini dapat berupa persaingan untuk dapat mendapatkan sinar matahari, hara mineral dan pertahanan terhadap gangguan luar seperti serangan hama dan penyakit. Persaingan ini akan terus berlanjut hingga terjadilah proses seleksi alam. Persaingan ini menyebabkan kematian bagi individu-individu yang tidak mampu bertahan dan juga mengakibatkan pengurangan jumlah individu pada tiap kelas diameternya (Naughton dan Wolf 1990).

Nilai untuk menetapkan dominansi suatu jenis menggunakan indeks nilai penting (INP). Penguasaan suatu jenis terhadap jenis-jenis lain ditentukan berdasarkan INP, volume, biomassa, persentase penutupan tajuk, luas bidang dasar atau banyaknya individu atau kelimpahan (Soerianegara 1996).

Jenis ramin memiliki INP terkecil dibandingkan dengan kelompok meranti. Nilai INP ramin pada lokasi PT. Diamond Raya Timber sebesar 3,67%, nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan INP ramin pada lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper yaitu 1,99%. Akan tetapi, untuk kelompok meranti pada lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper memiliki nilai INP 35,26% lebih besar dibandingkan dengan INP meranti pada lokasi PT. Diamond Raya Timber yaitu sebesar 16,56%. INP merupakan indikator yang sesuai untuk melihat pengaruh perubahan jumlah jenis. Berkurangnya individu dalam suatu jenis menyebabkan bergesernya nilai INP jenis tersebut. Smith (1977) dalam Rosalia (2008) menyatakan jenis dominan adalah jenis yang dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara efisien. Sutisna (1981) dalam Rosalia (2008) menyatakan suatu jenis tumbuhan dikatakan berperan dominan jika INP pada tingkat pohon mencapai 15%, sehingga berdasarkan hasil INP dari kedua lokasi tersebut hanya kelompok meranti yang memiliki peran dominan dengan nilai INP masing-masing 16,56% dan 35,26%. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa jenis meranti di samping memiliki kelimpahan jenis yang cukup tinggi, juga memiliki tingkat kesesuaian terhadap tempat tumbuh yang lebih baik dibandingkan dengan jenis komersial lain. Walaupun jenis meranti merupakan jenis yang turut mengalami perlakuan penebangan, namun jenis meranti dapat mempertahankan keberadaan jenis.


(34)

35 Menurut Primack (1998) dalam Rosalia (2008), suatu populasi yang stabil biasanya mempunyai distribusi umur yang khas dalam suatu kawasan. Sering kali suatu kelas umur, terutama individu muda, tidak ditemukan atau hanya terdapat dalam jumlah yang sedikit. Gejala ini menunjukkan bahwa populasi akan menurun. Sebaliknya, apabila anakan dan individu terdapat dalam jumlah besar berarti populasi berada dalam keadaan yang stabil dan bahkan mungkin akan mengalami peningkatan.

Dalam melihat kestabilan dari populasi tersebut dilakukan perhitungan potensi jenis pohon ramin, meranti dan jenis lain berdasarkan rata-rata jumlah

batang dan volume batang pada beberapa kisaran kelas diameter (10 sampai ≥ 40

cm). Jumlah rata-rata volume ramin, meranti dan jenis lain per ha berdasarkan kelas diameter dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan total volume. Tabel 6 menunjukkan banyaknya pohon dan potensi tegakan ramin dan kelompok meranti dan jenis-jenis yang berasosiasi dengan dua jenis tersebut di hutan rawa gambut.

Gambar 6 menunjukan bahwa jenis kelompok meranti di kedua areal masih dapat menyebar pada semua kelas diameter 10–19 cm dan 20–29 cm dibandingkan dengan jenis ramin yang tidak mengisi pada kelas diameter 20–29 cm pada areal PT. Diamond Raya Timber serta pada kelas diameter 10–19 cm dan kelas diameter

≥40 cm pada areal PT. Riau Andalan Pulp and Paper. Pada Gambar 5 di atas juga terlihat bahwa secara umum semakin besar ukuran diameter batang, maka semakin menurun jumlah individunya, sehingga sesuai dengan kaidah umum dalam hutan alam secara umum struktur tegakan hutan berbentuk huruf “J” terbalik.


(35)

36 (b)

Gambar 6 Potensi ramin dan kelompok meranti di kedua areal penelitian; (a) PT. DRT dan (b) PT. RAPP

Gambar 7 Persentase potensi ramin dan kelompok meranti diameter ≥ 10 cm di kedua areal penelitian

Potensi ramin dan kelompok meranti tersaji pada Gambar 7 di atas. Terdapat perbandingan yang sangat jauh dikarenakan potensi dipegaruhi banyaknya jumlah individu dan besarnya diameter dari masing-masing individu pada lokasi penelitian.

5.2.2 Sebaran Jenis

Tingkat dominansi dan keanekaragaman jenis dapat diketahui dengan melihat besarnya nilai indeks dominansi (C) dan indeks keanekaragaman jenis (H’). Keanekaragaman jenis adalah parameter yang berguna untuk mengetahui pengaruhnya dari gangguan biotik atau untuk mengetahui tingkat suksesi atau kestabilan dari suatu jenis (Istomo dan Hidayati 2010).

Berdasarkan hasil analisis yang tersaji pada Tabel 9, secara umum untuk ramin dan kelompok meranti jika dibandingkan dengan seluruh jenis yang terdapat di lokasi penelitian, jenis kelompok meranti merupakan jenis yang mendominasi di

jenis lain 94,72% ramin

1,28%

PT DRT

jenis lain 81,39% ramin

1,05% PT RAPP

kelompok meranti 4%

kelompok meranti 17,56%


(36)

37 kedua areal penelitian dengan indeks dominansi (C) tertinggi 0,0013 pada areal PT. Diamond Raya Timber dan 0,0045 pada areal PT. Riau Andalan Pulp and Paper. Untuk besarnya nilai C cukup berbeda jauh walaupun masih berada pada kisaran 0,0001 sampai 0,0045 (C<1). Nilai C akan bernilai 1 (satu) atau mendekati 1 (satu) apabila dominansi dipusatkan pada satu atau sedikit jenis. Sebaliknya, jika beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama, maka C akan bernilai rendah atau bahkan mendekati 0 (nol) (Rosalia 2008). Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat dikatakan bahwa sama sekali tidak terjadi pemusatan terhadap suatu jenis (baik ramin ataupun kelompok meranti) melainkan beberapa jenis mendominasi kedua areal ini secara bersama-sama.

Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) pada table 9 menunjukkan bahwa

nilai H’ tertinggi terdapat pada areal PT. Riau Andalan Pulp and Paper pada jenis

kelompok meranti sebesar 0,3504 dari 81 jenis/ha. Sedangkan untuk jenis ramin,

nilai H’ terendah juga terdapat pada areal ini yaitu 0,0221 dari 3 jenis/ha. Menurut kriteria penilaian parameter vegetasi hutan tim studi IPB (1997) bahwa

keanekaragaman tinggi bila mempunyai nilai ≥3, keanekaragaman sedang memiliki

kisaran nilai 2–3, dan keanekaragaman rendah bila memiliki nilai ≤2. Semakin

tinggi nilai H’ akan maksimal apabila setiap jenis yang ada dalam tegakan mempunyai kelimpahan yang sama besar (Rosalia 2008).

Berdasarkan kriteria di atas, keanekaragaman jenis ramin dan kelompok meranti pada dua lokasi penelitian di atas memiliki nilai keanekaragaman yang rendah (H’ ≤ 2). Dengan kata lain, nilai keanekaragaman dalam tegakan di areal PT. Diamond Raya Timber dan PT. Riau Andalan Pulp and Paper menunjukan

kriteria yang rendah, karena nilai H’ menggambarkan tingkat keanekaragaman

jenis dalam tegakan dan bila nilai ini makin tinggi maka makin meningkat keanekaragamannya dalam tegakan tersebut.

Perbedaan nilai H’ pada masing-masing lokasi menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas sangat dibatasi oleh kondisi lingkungan. Dalam ekologi hutan, keanekaragaman jenis di suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh banyaknya jenis, tetapi juga oleh banyaknya individu setiap jenis.

Pada umumnya jenis tumbuhan memiliki pola penyebaran yang berbeda untuk semua tingkat pertumbuhan di semua komunitas hutan. Hal tersebut diduga


(37)

38 akibat adanya perubahan selama proses pertumbuhan dari tingkat semai sampai pohon. Berdasarkan hasil analisis indeks Morishita (Iδ) pada Tabel 10 menunjukkan pola penyebaran dalam petak-petak pengamatan.

Secara keseluruhan, baik jenis ramin maupun kelompok meranti umumnya pola penyebaran seragam (uniform) dengan nilai Iδ pada masing-masing lokasi <1. Naughton dan Wolf (1990) menjelaskan bahwa kondisi iklim dan faktor ketersediaan hara merupakan faktor lingkungan yang sangat berperan dalam penyebaran. Apabila di sekitar lokasi induk jenis tumbuhan menyediakan hara yang cukup untuk pertumbuhan, maka akan cenderung membentuk pola penyebaran mengelompok (pola penyebaran yang umum terjadi di hutan primer).

Menurut Istomo (1994), individu-individu tersebut akan berkelompok dalam tempat-tempat tertentu yang lebih menguntungkan. Hal ini kemungkinan karena adanya interaksi yang saling menguntungkan diantara individu-individu tersebut.

Jumlah ramin paling banyak ditemukan yaitu areal PT. RAPP pada peta 21 sebanyak 1 (satu) individu dan petak 25 sebanyak 2 individu, sedangkan di areal PT. DRT hanya terdapat 2 individu yang tersebar pada petak 1 (satu) dan 25.

Sedikitnya jumlah pohon ramin pada kelas diameter ≥20 cm dimungkinkan

terjadinya gejala kematian ramin pada anakan pohon (pohon muda) dengan kekurangan cahaya yang dapat diserap.

Menurut Istomo (1994), jumlah anakan pohon (semai dan pancang) yang banyak menunjukkan bahwa pada tahap pertumbuhan tersebut ramin tidak banyak memerlukan cahaya. Pada tingkat tiang (pohon muda) mulai membutuhkan cahaya, namun karena yang diterima kurang menyebabkan banyak yang mati.Perilaku tumbuh semacam ini, disebut tumbuhan setengah toleran.

Jika kondisi seperti yang tersebut diatas sudah sesuai namun jumlah yang tumbuh pada kelas diameter ≥ 10 cm tetap sedikit, maka ada faktor lain yang menyebabkan jumlah individu menurun. Pada keseluruhan petak di areal penelitian, secara umum ramin termasuk jenis yang jarang ditemukan. Jumlah individu ramin setiap petak dan nilai luas bidang dasar (LBDS) ramin dibandingkan dengan LBDS jenis lain dapat dilihat pada Tabel 7.

Jika dibandingkan dengan ramin, kelompok meranti dapat dikatakan jenis yang cukup mendominasi yang dapat dilihat dari intensitas keberadaan pada hampir setiap petak dan besarnya nilai LBDS yang dimiliki kelompok meranti. Nilai LBDS


(38)

39 tertinggi terdapat pada areal PT. RAPP sebesar 2,17 m2/ha dan terendah pada areal PT. DRT sebesar 0,94 m2/ha. Dapat dilihat pada Tabel 8 perbandingan LBDS kelompok meranti dengan jenis non meranti serta Gambar 8 dan Gambar 9 dengan

selang kelas diameter hingga ≥60 cm.

Gambar 8 Persentase LBDS ramin dan kelompok meranti diameter ≥10 cm di kedua areal penelitian

(a)

jenis lain 93,75

% ramin

1,19%

PT DRT

jenis lain 85,27% ramin

1,15%

PT RAPP

kelompok meranti 5,06%

kelompok meranti 13,58%


(39)

40 (b)

Gambar 9 Luas bidang dasar per kelas diameter pada areal penelitian; (a) PT. DRT dan (b) PT. RAPP

Namun jika di persentasekan secara keseluruhan, perbandingan LBDS yaitu: ramin (1,26%), kelompok meranti (5,38%) dan jenis lain (93,36%) di PT. Diamond Raya Timber lebih besar, sedangkan perbandingan persentase LBDS di areal PT. Riau Andalan Pulp and Paper yaitu: ramin (1,59%), kelompok meranti (13,33%),dan jenis lain (85,07%). Dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.

Gambar 10 Persentase LBDS di areal PT. DRT

Gambar 11 Persentase LBDS di areal PT. RAPP

Tujuan dari sistem TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia) adalah untuk meningkatkan mutu tegakan hutan bekas tebangan baik kuantitas pada rotasi-rotasi berikutnya. Salah satu pencapaian dari tujuan tersebut ialah pengaturan kerapatan

ramin 1,26%

kelompok meranti

5,38% jenis lain

93,36%

jenis lain 85,07% ramin

1,59%

kelompok meranti 13,33%


(40)

41 pohon yang optimal di dalam hutan, sehingga pertumbuhan pohon terutama untuk jenis-jenis komersial menjadi lebih baik dengan riap yang lebih tinggi (Prajadinata dan Komar 2011). Berdasarkan hal tersebut, hasil analisis data pada ke dua lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 11 dan 12.

Sasaran dari sistem TPTI adalah terciptanya struktur tegakan campuran dari berbagai kelas diameter yang diharapkan dapat berfungsi sebagai penghasil kayu pemasok industri. Pada Tabel 11 menunjukan untuk jenis ramin dan kelompok meranti jumlah yang dapat ditebang sangat sedikit. Hal ini dikarenakan jumlah individu pada kelas diameter pohon ditebang hanya mencapai masing-masing 1 (satu) individu pada lokasi PT. Diamond Raya Timber dan pada lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper, hanya jenis kelompok meranti yang masuk kelas diameter pohon ditebang dengan jumlah 6 individu.

Berdasarkan sistem TPTI tahun 2009, jumlah individu dari jenis ramin dan kelompok meranti pada diameter pohon tebang jumlahnya naik, dapat dilihat pada Gambar 12. Jumlah individu tersebut naik, dikarenakan jumlah yang masuk pada kelas diameter >40 cm sangat sedikit (sistem TPTI tahun 1989), sehingga jika memakai sistem TPTI tahun 2009 dengan kelas diameter pohon tebang yang hanya memakai kelas diameter >30 cm, jumlah individu yang masuk kedalam kelas diameter tersebut akan bertambah.


(41)

42 (b)

Gambar 12 Jumlah individu PT. DRT berdasarkan sistem TPTI tahun: (a) 1989 dan (b) 2009

Pada Gambar 13 dan 14 terlihat bahwa struktur tegakan ramin dan kelompok meranti tersebut tidak banyak jumlahnya pada kelas diameter baik > 30 cm maupun >40 cm dibandingkan dengan diameter kelas kecil <30 cm. Adapun untuk jenis ramin yang hanya memiliki 1 individu pada kelas diameter <30 cm di lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper. Jika menggunakan ketentuan TPTI tentang batas diameter tebangan, yaitu TPTI tahun 1989 dengan batas limit diameter tebangan >40 cm maka tidak ada satu individu pun dari jenis ramin yang ditebang di lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper.


(42)

43 (a)

(b)

Gambar 13 Jumlah individu PT. RAPP berdasarkan sistem TPTI tahun; (a) 1989 dan (b) 2009

Adapun jika menggunakan ketentuan TPTI tahun 2009, dengan limit diameter diameter tebangan >30 cm, maka akan berdampak buruk bagi keberlangsungan jenis ramin di lokasi tersebut karena hanya akan menyisakan 1 individu untuk menghasilkan permudaan. Khusus untuk jenis ramin baik di PT. Diamond Raya Timber dan PT. Riau Andalan Pulp and Paper, karena jenis ini telah masuk ke dalam CITES Appendix II, maka jatah tebangan ramin ditentukan berdasarkan rekomendasi Tim Terpadu Ramin (di bawah koordinasi otoritas ilmiah CITES yaitu LIPI) (Istomo et al. 2010).


(43)

44 5.2.3 Pendugaan Biomassa Tumbuhan

Menurut Istomo (2002), peningkatan biomassa pohon seiring dengan peningkatan ketebalan gambut di duga kuat berkaitan dengan kemampuan perakaran pohon besar yang mampu menjangkau tanah mineral di bawah gambut untuk memperbesar biomassa, selanjutnya dikembalikan pada permukaan tanah gambut melalui serasah yang jatuh. Oleh karena itu, pohon pada gambut dalam disebut sebagai pemompa hara. Hasil pendugaan biomassa pada jenis ramin dan kelompok meranti di kedua lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel 14.

Hasil pendugaan biomassa jenis ramin pada PT. Diamond Raya Timber memiliki total biomassa lebih besar dibandingkan dengan biomassa total ramin pada lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper, hal ini dipengaruhi dengan jumlah keberadaan individu yang berbeda dan total kehadiran pada kelas diameter. Namun untuk biomassa total kelompok meranti pada lokasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper memiliki biomassa total yang lebih besar dari pada jenis kelompok meranti pada lokasi PT. Diamond Raya Timber. Jika hasil analisis biomassa total tersebut digambarkan ke dalam sebuah diagram, maka hasilnya akan tersaji seperti dalam Gambar 14.


(44)

45 (b)

Gambar 14 Sebaran biomassa total; (a) PT. DRT dan (b) PT. RAPP

Persentase pendugaan biomassa total dari masing-masing lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16 serta tergambarkan dalam grafik pada Gambar 4. Persentase jenis ramin pada kedua lokasi tidak mencapai angka 2% dari total biomassa seluruh jenis. Adapun hal berbeda terdapat pada jenis kelompok meranti, pada lokasi penelitian PT. Riau Andalan Pulp and Paper persentase biomassa total jenis meranti mencapai angka 17,50% dibandingkan persentase biomassa kelompok meranti pada lokasi PT. Diamond Raya Timber yang hanya sebesar 4,78% dari total biomassa secara keseluruhan.


(1)

49

Lampiran 1 Indeks nilai penting PT. DRT

No. NamaLokal K

(ind/ha) KR F FR D (m2) DR INP H R E D

1 Balam 175,00 23,52% 1,00 8,50% 6,40 21,38% 53,41% 0,34 0,0553 2 Terentang 81,00 10,89% 0,96 8,16% 3,58 11,96% 31,01% 0,24 0,0119 3 Jambu-jambu 77,00 10,35% 0,88 7,48% 3,05 10,20% 28,03% 0,23 0,0107 4 Medang 64,00 8,60% 0,80 6,80% 2,21 7,38% 22,78% 0,21 0,0074 5 Dara-dara 50,00 6,72% 0,72 6,12% 1,46 4,87% 17,71% 0,18 0,0045 6 Suntai 26,00 3,49% 0,60 5,10% 1,99 6,67% 15,26% 0,12 0,0012 7 Pasir-pasir 42,00 5,65% 0,76 6,46% 0,84 2,79% 14,90% 0,16 0,0032 8 Kelat 38,00 5,11% 0,80 6,80% 0,79 2,63% 14,54% 0,15 0,0026 9 Timah-timah 26,00 3,49% 0,68 5,78% 0,97 3,24% 12,52% 0,12 0,0012 10 Pisang-pisang 25,00 3,36% 0,52 4,42% 1,36 4,56% 12,34% 0,11 0,0011 11 Meranti Batu 23,00 3,09% 0,48 4,08% 1,03 3,43% 10,61% 0,11 0,0010 12 Punak 13,00 1,75% 0,40 3,40% 1,39 4,66% 9,81% 0,07 0,0003 13 Milas 15,00 2,02% 0,40 3,40% 1,13 3,77% 9,19% 0,08 0,0004 14 Mangga-mangga 19,00 2,55% 0,44 3,74% 0,67 2,23% 8,53% 0,09 0,0007 15 Durian 12,00 1,61% 0,40 3,40% 0,53 1,78% 6,79% 0,07 0,0003 16 Meranti Bunga 12,00 1,61% 0,40 3,40% 0,28 0,94% 5,95% 0,07 0,0003 17 Nyatoh 9,00 1,21% 0,28 2,38% 0,30 1,00% 4,59% 0,05 0,0001 18 Arang-arang 7,00 0,94% 0,24 2,04% 0,31 1,04% 4,02% 0,04 0,0001 19 Jangkang 6,00 0,81% 0,24 2,04% 0,34 1,14% 3,99% 0,04 0,0001 20 Ramin 6,00 0,81% 0,20 1,70% 0,35 1,16% 3,67% 0,04 0,0001 21 Pasak Linggo 6,00 0,81% 0,16 1,36% 0,40 1,35% 3,52% 0,04 0,0001 22 Serapat 4,00 0,54% 0,16 1,36% 0,25 0,82% 2,72% 0,03 0,0000 23 Silumar 3,00 0,40% 0,08 0,68% 0,19 0,64% 1,72% 0,02 0,0000 24 Rengas 3,00 0,40% 0,08 0,68% 0,07 0,24% 1,32% 0,02 0,0000 25 Pulai 1,00 0,13% 0,04 0,34% 0,02 0,08% 0,55% 0,01 0,0000 26 Medang Telor 1,00 0,13% 0,04 0,34% 0,01 0,05% 0,52% 0,01 0,0000 TOTAL 744,00 100,00% 11,76 100,00% 29,91 100,00% 300,00% 2,66 3,78 0,82 0,1025


(2)

50

Lampiran 2 Potensi kayu PT. DRT

No Jenis kayu

Kelas Diameter

10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60 up

N/Ha V(m3)/Ha N/Ha V(m3)/Ha N/Ha V(m3)/Ha N/Ha V(m3)/Ha N/Ha V(m3)/Ha N/Ha V(m3)/Ha

1 Arang-arang 4,00 0,24 1,00 0,22 1,00 0,68 1,00 1,59 - - - - 2 Balam 116,00 8,67 39,00 12,58 10,00 8,62 6,00 9,95 3,00 9,80 1,00 4,64 3 Dara-dara 37,00 2,92 10,00 2,87 2,00 1,27 - - - - 1,00 4,27 4 Durian 5,00 0,46 5,00 1,77 2,00 1,92 - - - - - - 5 Jambu-jambu 49,00 3,77 20,00 5,99 3,00 2,79 3,00 5,09 - - 2,00 10,46 6 Jangkang 2,00 0,19 2,00 0,65 2,00 2,12 - - - -

7 Kelat 29,00 1,84 8,00 2,22 1,00 0,65 - - - -

8 Mangga-mangga 13,00 1,13 4,00 1,31 1,00 0,90 1,00 1,73 - - - - 9 Medang 41,00 3,66 17,00 5,25 3,00 2,72 3,00 5,30 - - - -

10 Medang Telor 1,00 0,07 - - - -

11 Meranti Batu 12,00 0,90 8,00 2,63 2,00 1,88 - - 1,00 3,90 - - 12 Meranti Bunga 9,00 0,83 3,00 0,84 - - - - 13 Milas 6,00 0,66 4,00 1,04 1,00 1,15 3,00 4,86 - - 1,00 4,27

14 Nyatoh 8,00 0,88 - - - - 1,00 1,39 - - - -

15 Pasak Linggo 2,00 0,17 2,00 0,46 1,00 0,78 - - 1,00 2,83 - - 16 Pasir-pasir 34,00 2,39 8,00 2,34 - - - - 17 Pisang-pisang 13,00 1,16 7,00 2,44 2,00 1,79 1,00 1,98 2,00 6,20 - -

18 Pulai 1,00 0,13 - - - -

19 Punak 3,00 0,25 4,00 1,48 2,00 1,95 1,00 1,94 2,00 6,42 1,00 4,64

20 Ramin 4,00 0,34 - - 1,00 0,68 - - 1,00 2,50 - -

21 Rengas 2,00 0,12 1,00 0,32 - - - -

22 Serapat 2,00 0,19 - - 2,00 1,99 - - - -

23 Silumar 2,00 0,30 - - - - 1,00 1,55 - - - -

24 Suntai 13,00 0,75 4,00 1,31 5,00 4,75 1,00 1,62 1,00 3,95 2,00 12,39 25 Terentang 37,00 3,16 35,00 12,49 4,00 3,51 3,00 4,67 2,00 5,91 - -


(3)

51

Lampiran 3 Indeks nilai penting PT. RAPP

No

Nama Lokal

K (ind/ha)

KR

(%)

F

FR

(%)

D

(m2)

DR

(%)

INP

(%)

H

R

E

D

1 Ara

2.00

0.27

0.04

0.30

0.07

0.24

0.81 0.015788

0.0000

2 Arang-arang

28.00

3.73

0.64

4.83

0.64

2.36

10.92 0.122633

0.0014

3 Balam

143.00

19.04

0.88

6.65

3.04

11.19

36.87 0.315811

0.0363

4 Balam merah

1.00

0.13

0.04

0.30

0.02

0.09

0.52 0.008817

0.0000

5 Belawan

1.00

0.13

0.04

0.30

0.01

0.04

0.47 0.008817

0.0000

6 Bintangur

16.00

2.13

0.40

3.02

0.42

1.53

6.68 0.081999

0.0005

7 Cempedak

1.00

0.13

0.04

0.30

0.01

0.05

0.48 0.008817

0.0000

8 Darah-darah

29.00

3.86

0.84

6.34

0.94

3.46

13.67 0.125658

0.0015

9 Garam-garam

2.00

0.27

0.08

0.60

0.13

0.49

1.36 0.015788

0.0000

10 Geronggang

12.00

1.60

0.36

2.72

0.53

1.95

6.27 0.066096

0.0003

11 Jambu

26.00

3.46

0.56

4.23

0.67

2.47

10.16 0.116439

0.0012

12 Jangkang

38.00

5.06

0.56

4.23

2.37

8.71

18.00 0.150979

0.0026

13 Jelutung jantan

13.00

1.73

0.28

2.11

0.28

1.02

4.87 0.070218

0.0003

14 Kandis

12.00

1.60

0.36

2.72

0.49

1.79

6.11 0.066096

0.0003

15 Kelat

67.00

8.92

0.76

5.74

2.39

8.78

23.44 0.215606

0.0080

16 Kempas

2.00

0.27

0.08

0.60

0.03

0.12

0.99 0.015788

0.0000

17 Kempinis

2.00

0.27

0.04

0.30

0.05

0.19

0.76 0.015788

0.0000

18 Keruing

2.00

0.27

0.08

0.60

0.03

0.13

1.00 0.015788

0.0000

19 Kuras/kapur

2.00

0.27

0.04

0.30

0.07

0.26

0.83 0.015788

0.0000

20 Mahang

1.00

0.13

0.04

0.30

0.01

0.04

0.48 0.008817

0.0000

21 Malam

1.00

0.13

0.04

0.30

0.02

0.07

0.51 0.008817

0.0000

22 Malas

5.00

0.67

0.12

0.91

0.19

0.69

2.26 0.033369

0.0000

23 Mangga-mangga

62.00

8.26

0.96

7.25

2.07

7.59

23.10 0.205919

0.0068

24 Manggis Hutan

5.00

0.67

0.16

1.21

0.07

0.25

2.12 0.033369

0.0000


(4)

52

26 Medang Basah

1.00

0.13

0.04

0.30

0.01

0.05

0.49 0.008817

0.0000

27 Meranti

22.00

2.93

0.48

3.63

0.85

3.13

9.68 0.103419

0.0009

28 Meranti Batu

17.00

2.26

0.44

3.32

2.01

7.39

12.98 0.085751

0.0005

29 Meranti Bunga

42.00

5.59

0.60

4.53

0.67

2.47

12.60 0.161274

0.0031

30 Mersawa

2.00

0.27

0.08

0.60

0.04

0.15

1.02 0.015788

0.0000

31 Nyatoh

17.00

2.26

0.48

3.63

0.99

3.63

9.52 0.085751

0.0005

32 Pampaning

1.00

0.13

0.04

0.30

0.02

0.07

0.50 0.008817

0.0000

33 Pasir

37.00

4.93

0.88

6.65

1.11

4.10

15.67

0.14832

0.0024

34 Petatal

2.00

0.27

0.04

0.30

0.04

0.14

0.70 0.015788

0.0000

35 Pisang

20.00

2.66

0.60

4.53

0.80

2.93

10.13 0.096556

0.0007

36 Punak

33.00

4.39

0.60

4.53

2.25

8.26

17.19 0.137312

0.0019

37 Putat

1.00

0.13

0.04

0.30

0.04

0.14

0.57 0.008817

0.0000

38 Ramin

3.00

0.40

0.08

0.60

0.27

0.99

1.99 0.022062

0.0000

39 Seminai

5.00

0.67

0.16

1.21

0.12

0.42

2.30 0.033369

0.0000

40 Setepung

1.00

0.13

0.04

0.30

0.01

0.04

0.48 0.008817

0.0000

41 Suntai

12.00

1.60

0.24

1.81

2.09

7.67

11.08 0.066096

0.0003

42 Tembasah

2.00

0.27

0.08

0.60

0.04

0.15

1.03 0.015788

0.0000

43 Tenggayun

3.00

0.40

0.04

0.30

0.10

0.36

1.06 0.022062

0.0000

44 Terentang

1.00

0.13

0.04

0.30

0.01

0.05

0.49 0.008817

0.0000

45 Terpis

1.00

0.13

0.04

0.30

0.05

0.18

0.61 0.008817

0.0000


(5)

53

Lampiran 4 Potensi kayu PT. RAPP

No.

JENIS KAYU

KELAS DIAMETER

10-19

20-29

30-39

40-49

50-59

60 up

N/Ha

V/Ha

N/Ha

V/Ha

N/Ha

V/Ha

N/Ha

V/Ha

N/Ha

V/Ha

N/Ha

V/Ha

1 Ara 1.00 0.13 1.00 0.31 - - - - 2 Arang-arang 23.00 1.79 4.00 1.58 1.00 0.59 - - - - 3 Balam 113.00 7.82 26.00 7.17 4.00 3.13 - - - - 4 Balam merah 1.00 0.13 - - - - 5 Belawan 1.00 0.04 - - - - 6 Bintangur 14.00 1.25 1.00 0.50 1.00 1.04 - - - - 7 Cempedak 1.00 0.05 - - - - 8 Darah-darah 20.00 1.98 5.00 1.76 4.00 2.39 - - - - 9 Garam-garam - - 1.00 0.07 1.00 1.01 - - - - 10 Geronggang 9.00 0.47 2.00 0.82 - - - - 1.00 4.80 11 Jambu 17.00 1.10 8.00 2.31 1.00 0.86 - - - - 12 Jangkang 14.00 1.29 12.00 4.33 8.00 6.12 2.00 3.26 1.00 3.07 1.00 4.80 13 Jelutung jantan 10.00 0.58 3.00 1.12 - - - - 14 Kandis 6.00 0.75 5.00 1.90 1.00 0.84 - - - - 15 Kelat 46.00 3.64 17.00 5.98 1.00 0.60 - - 3.00 10.07 - - 16 Kempas 2.00 0.18 - - - - 17 Kempinis 2.00 0.29 - - - - 18 Keruing 2.00 0.17 - - - - 19 Kuras/kapur 1.00 0.10 1.00 0.35 - - - - 20 Mahang 1.00 0.05 - - - - 21 Malam 1.00 0.10 - - - - 22 Malas 1.00 0.04 4.00 1.24 - - - - 23 Mangga-mangga 31.00 2.76 27.00 8.50 4.00 2.66 - - - - 24 Manggis Hutan 5.00 0.32 - - - - 25 Medang 45.00 3.17 9.00 2.66 1.00 0.88 - - - - 26 Medang Basah 1.00 0.07 - - - - 27 Meranti 19.00 1.41 1.00 0.22 1.00 0.80 - - - - 1.00 7.49 28 Meranti Batu 7.00 0.49 3.00 1.02 2.00 2.17 - - 2.00 6.54 3.00 17.87 29 Meranti Bunga 40.00 2.81 2.00 0.65 - - - - -


(6)

54

30 Mersawa 1.00 0.04 1.00 0.21 - - - - 31 Nyatoh 7.00 0.72 4.00 1.83 4.00 3.19 2.00 2.74 - - - - 32 Pampaning 1.00 0.09 - - - - 33 Pasir 22.00 1.36 12.00 4.24 3.00 2.03 - - - - 34 Petatal 2.00 0.19 - - - - 35 Pisang 10.00 1.04 7.00 2.29 3.00 1.57 - - - - 36 Punak 18.00 1.40 4.00 1.19 4.00 2.28 4.00 8.03 2.00 6.14 1.00 4.96 37 Putat - - 1.00 0.24 - - - - 38 Ramin - - 1.00 0.59 2.00 1.87 - - - - 39 Seminai 4.00 0.43 1.00 0.24 - - - - 40 Setepung 1.00 0.05 - - - - 41 Suntai 1.00 0.15 2.00 0.77 1.00 1.05 3.00 3.61 2.00 5.76 3.00 15.40 42 Tembasah 2.00 0.24 - - - - 43 Tenggayun 2.00 0.30 1.00 0.32 - - - - 44 Terentang 1.00 0.07 - - - - 45 Terpis - - 1.00 0.34 - - - - TOTAL 506.00 39.06 167.00 54.75 47.00 35.08 11.00 17.64 10.00 31.58 10.00 55.32