Peran Modal Sosial Dalam Penerapan Pengelolaan Kegiatan Pnpm Mandiri Perdesaan (Studi Deskriptif Pengelolaan Kegiatan Pnpm Mandiri Perdesaan Di Desa Saitagaramba Kecamatan Gido Kabupaten Nias)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Badaruddin. 2008. Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Masyarakat Melalui Pemanfaatan Potensi Modal Sosial. Medan: USU Press

Faisal, Sanapiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo persada

Field, Jhon. 2005. Modal Sosial. Medan: Bina Media Perintis.

Fau, Albinus. 1999. Fondrakho Dalam Kehidupan Masyarakat Nias. Gunungsitoli : Kohana Press

Fukuyama, Francis. 2002. Trust : Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Yokyakarta: Penerbit Qalam.

Harefa Yas, Zega Fon. 2006. Fondrakho Bonio Ni’owulu-wulu. Nias: Dinas Pariwisata Kabupaten Nias.

Hasbullah, Jousari. 2006. Sosial Capital (Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia ). Jakarta: MR.United Press.

Koestoro, L. Pratanda, Wiradnyana Ketut. 2006. Tradisi Megalitik di Pulau Nias. Medan: Balai Arkelogi Medan

Rahmad K. Dwi, Susilo. 2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Yogyakarta: Ar-ruzz Media Sarwono Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:


(2)

Soekanto, Soerjono. 2008. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung: Alfabeta

Supsiloani, S.Sos, Ekomila Sulian, S.Sos. 2006. Fungsi budaya megalitik Di orahili-gomo kabupaten Nias Selatan. [tanpa penerbit]

Suyanto Bagong, Sutinah. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Prenada Media Group Wiradyana, Ketut. 2010. Legitimasi Kekuasaan Pada Budaya Nias. Jakarta: Pustaka

Obor

Zebua, Faondrago. 1996. Kota Gunungsitoli : Sejarah Lahirnya Dan Berkembangnya. di sunting oleh Martinus Telaumbanua. Gunungsitoli : [tanpa Penerbit],


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Adapun bentuk dari penelitian ini adalah penelitian studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuaitatif dapat diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang di dapat dari apa yang diamati. (Nawawi, 1994: 203). Penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan apa yang diteliti dan berusaha memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang menjadi pokok penelitian.

3. 2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Gido Kabupaten Nias. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena pada Desa Saitagaramba Kecamatan Gido Kabupaten Nias ini masih kentara penggunaan hukum adat dalam sistem sosial masyarakat.

3. 3. Unit Analisis Dan Informan

3. 3. 1. Unit analisis

Yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah masyarakat sebagai pelaksana kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Saitagaramba Kecamatan Gido Kabupaten Nias.


(4)

3. 3. 2. Informan

Informan dalam penelitian ini Meliputi Pemerintah daerah Kabupaten Nias dan pelaku-pelaku PNPM Mandiri Perdesaan serta tokoh-tokoh adat pada masyarakat Desa Saitagaramba Kecamatan Gido Kabupaten Nias.

3. 3. 2. 1. Informan Kunci

Informan kunci dalam penelitian ini Pemerintah daerah Kabupaten Nias dan pelaku-pelaku (stake holder) PNPM Mandiri Perdesaan serta tokoh adat yang dilibatkan dalam kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Saitagaramba Kecamatan Gido Kabupaten Nias.

3. 3. 2. 2. Informan Biasa

Informan biasa yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bertanggung jawab menjalankan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Saitagaramba Kecamatan Gido Kabupaten Nias.

3. 4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk melakukan pengumpulan data dalam penelitian ini, maka alat-alat yang digunakan untuk memperoleh data adalah sebagai berikut :

1. Observasi Partisipatif

Observasi merupakan salah satu bentuk atau alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Melalui observasi maka peneliti dapat melihat perilaku dalam keadaan (setting) alamiah, melihat dinamika, melihat gambaran perilaku berdasarkan


(5)

situasi yang ada dilapangan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipatif, yaitu peneliti adalah bagian dari keadaan alamiah, tempat dilakukannya observasi. Seorang peneliti dapat menjadi anggota dari sebuah kelompok khusus atau organisasi dan menetapkan untuk mengamati kelompok itu dengan menggunakan satu atau beberapa cara, atau dapat pula peneliti melakukan kerjasama dengan sebuah kelompok dalam tujuannya mengamati kelompok dengan beberapa cara. Tanpa melihat bagaimana peneliti bisa menjadi bagian dari lingkungannya, maka yang pengting partisipan aktif sebagai bagian yang menyeluruh yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian ini.

2. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam yaitu peneliti mengadakan tanya jawab dengan pedoman pertanyaan yang telah disusun dengan ditujukan sedemikian rupa untuk menggali informasi dan mendapatkan data yang dipergunakan untuk menjawab permasalahan penelitian.

Dalam penelitian ini, informasi yang digali oleh peneliti adalah hal-hal apa saja yang menjadi bentuk peran modal sosial adat dalam penerapan pengelolaan PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Gido Kabupaten Nias.

3. Data Sekunder

Teknik pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, majalah, atau surat kabar dan bentuk tulisan lainnya yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti.


(6)

3. 5. Interpretasi data

Interpretasi data merupakan tahap penyederhanaa data. Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diukur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu. Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu pengamatan dan wawancara mendalam yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan. Data tersebut setelah dibaca, dipelajari, ditelaah maka langkah berikutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan cara membuat abstraksi.

Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuannya. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan. Berbagai kategori tersebut dilihat kaitannya satu dengan yang lain dan diinterpretasikan secara kualitatif.


(7)

3.6. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan

Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Proposal

2 ACC Judul X

3 Penyusunan Proposal X

4 Seminar Proposal X X X

5 Revisi Proposal X

6 Penelitian ke Lapangan X

7 Pengumpulan Data dan Analisis Data X

8 Bimbingan Skripsi X X X

9 Penulisan Laporan Akhir X X

10 Sidang Meja Hijau X

3. 7. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan data sekunder atau tambahan berupa buku, dokumen, jurnal maupun yang lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini menyebabkan peneliti mengalami kesulitan di dalam melakukan penganalisaan data lapangan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Dan juga peneliti setelah terjun ke lapangan memiliki kendala dalam mewawancarai pekerja kontrak. Karena peneliti memiliki waktu yang tidak banyak untuk melakukan wawancara karena pekerja kontrak harus melakukan rutinitas


(8)

atau kerja mereka. Tetapi pada akhirnya penelitian berjalan lancar karena adanya bantuan dan pengertian baik dari pekerja kontraknya itu sendiri maupun dari pihak menejemen.


(9)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Kecamatan Gido

Kecamatan Gido merupakan sebuah kecamatan yang terletak di Kabupaten Nias, dan Ibu kota Kecamatan Gido adalah Lahemo. Luas wilayah Kecamatan Gido adalah 338,58 km2 dengan total jumlah penduduk sebanyak 48.710 dan rata-rata kepadatan penduduk 144 jiwa/km2 (2010). Berdasarkan letak geografisnya Kecamatan Gido terletak pada 00 12` - 10 32` LU 970 98` BT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Utara berbatasan dengan Kotamadya Gunungsitoli

Selatan berbatasan dengan Kecamatan Ulugawo dan Kecamatan Somolo-Molo Timur berbatasan dengan Kecamatan Idanogawo

Barat berbatasan dengan Kabupaten Nias Barat dan Kecamatan Mau.

Kecamatan Gido merupakan kecamatan dengan luas wilayah terbesar ke dua di Kabupaten Nias setelah Kecamatan Idanogawo. Dengan wilayah pemerintahan yang cukup luas Kecamatan Gido rentan mengalami pemekaran desa. Hingga saat ini kecamatan gido telah memiliki 25 desa, diantaranya yaitu :


(10)

1. Desa Akhelauwe 2. Desa Baruzo 3. Desa Hilibadalu 4. Desa Hilimbana 5. Desa Hiliotalua 6. Desa Hilisebua 7. Desa Hiliweto Gido 8. Desa La’uri

9. Desa Lahemo 10.Desa Ladea

11.Desa Loloana’a Gido 12.Desa Lolozasai 13.Desa Lasara Idanoi

14.Desa Sihareo Sogaeadu 15.Desa Saitagaramba 16.Desa Sisarahili Sogaeadu 17.Desa Sogaeadu

18.Desa Sisobahili 19.Desa Soewe 20.Desa Somi 21.Desa Sirete 22.Desa Tulumbaho 23.Desa Tuhembuasi 24.Desa Umbu 25.Desa Wea-wea


(11)

STRUKTUR KEORGANISASIAN PEMERINTAHAN KECAMATAN GIDO

Sumber : Data kecamatan Gido

Gambar : 1.1

Camat Gido Marulam Sianturi

Sekretaris Camat Meiman B. Zebua

Kasubbag umum dan keuangan Yuliusman Baeha, SE

Kasubbag Program


(12)

(13)

4.1.2. Sejarah Kecamatan Gido

Kabupaten Nias memiliki sembilan kecamatan yang tersebar meliputi wilayah Pemerintahan Kabupaten Nias. Ada yang merupakan kecamatan yang telah lama terbentuk dan ada pula kecamatan yang berdiri karena adanya pemekaran wilayah dari wilayah kecamatan lain. Seiring dengan terbentuknya beberapa kabupaten di Pulau Nias, maka daerah atau wilayah yang sebelumnya merupakan wilayah pemerintahan Kabupaten Nias mengalami pemekaran wilayah atau ada pula yang menjadi wilayah kabupaten lain. Akibatnya, wilayah kabupaten Nias yang resmi saat ini berjumlah sembilan kecamatan.

Kecamatan Gido merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Pemerintahan Kabupaten Nias. sejak masa Orde Baru, Kecamatan Gido telah menjadi kecamatan awal yang ada di Kabupaten Nias. Wilayah pemerintahan Kecamatan Gido pada masa Orde Baru merupakan salah satu wilayah kecamatan yang terbesar di Kabupaten Nias, meliputi daerah Sihareo, Saitagaramba, sebagian wilayah Kabupaten Nias Barat yang sekarang (Mandrehe, Lahusa, dan Tetehosi) Ma’u dan Somolo-molo. Namun wilayah Kecamatan Gido saat ini telah dimekarkan menjadi 25 desa. Meskipun memiliki jumlah desa yang sangat banyak, namun wilayah Kecamatan Gido tidaklah seluas di masa Orde Baru.

Pusat pemerintahan Kecamatan Gido terletak di desa Lahemo. Di mana desa tersebut merupakan desa yang terdekat dengan akses jalan raya dan kantor pemerintahan Kecamatan Gido. Sebelumnya pusat pemerintahan Kecamatan Gido terletak di desa


(14)

Sihareo. Pemilihan daerah tersebut sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Gido di karenakan dekat dengan tempat tinggal para tokoh-tokoh adat dan tokoh agama daerah setempat.

4.1.3. Struktur Masyarakat Dan Hukum Adat Nias (Fondrakho)

Fondrakho adalah hukum adat yang dipatuhi dan dijalankan oleh masyarakat suku Nias yang terhimpun dalam kampung atau biasa disebut ori. Dalam struktur masyarakat Nias secara operasional fondrakho berbeda antar wilayah karena alasan teritorial dan situasional. Kendati demikian fondrakho tiap wilayah ini pada dasarnya mengungkapkan nilai yang sama. Nilai fondrakho menyentuh realitas hidup masyarakat Nias. Fondrakho mengandung nilai yang berdimensi religius, etis, dan berbagai aspek kehidupan sosial. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat dalam keseharian aspek kehidupan sosial masyarakat Nias, antara lain :

4.1.3.1. Kampung (Ori)

Kampung dalam bahasa daerah Nias Ori merupakan basis masyarakat Nias dan berperan penting dalam kehidupan masyarakat Nias. Dalam terminologi Nias, kampung juga sering disebut banua. Istilah banua dapat diartikan sebagai desa yang bersifat lokal dan sosial (komuniter). Perbedaan pengertian antara keduanya sebanarnya agak kabur dengan istilah Ori. Dalam keseharian masyarakat Nias saat ini sering digunakan istilah banuagu misalnya, bisa berarti desaku dalam arti lokal tetapi bisa juga dimaksudkan sebagai masyarakatku dalam arti sosial. Kampung merupakan satuan sosial tertinggi dalam masyarakat Nias. Ruang gerak sosial masyarakat dibatasi oleh norma-norma yang


(15)

berlaku dalam banua dan ketetapan fondrakho. Segala hal yang digariskan dalam banua, yang disebut nifakhoi mbanua, menjadi acuan bagi semua anggota masyarakat. Dengan kata lain apa yang digariskan oleh banua menjadi sebuah peraturan penuh yang berlaku dalam masyarakat setempat.

Peristiwa-peristiwa dan aktifitas hidup yang beraneka ragam belangsung dalam batasan-batasan kampung di Nias. Dalam pemahaman masyarakat Nias, kampung adalah tatanan terkecil dari lingkup alam semesta. Karena itu istilah kampung atau banua bukan hanya berarti kampung dalam arti lokal, tetapi sudah mencakup dunia bagi masyarakat Nias. Refleksi dunia bagi masyarakat Nias terhadap kampung atau banua ini tercermin dalam hubungan sosial dan stratifikasi sosial. Untuk lebih jelasnya maka penulis akan menjabarkan makna banua dalam kedua variabel di atas.

4.1.3.2. Hubungan Sosial

Refleksi dari istilah banua bagi masyarakat Nias adalah menjadi perekat kekerabatan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Hubungan kekerabatan ini menuntun seseorang untuk lebih memahami pola dan gerak laku sosialnya. Hubungan kekerabatan dan kesatuan masyarakat lebih didasari pada kampung bukan hanya dalam arti fisik-empiris, tetapi juga berdimensi meta-empiris.

Albinus Fau (1999 : 68) mengelompokkan masyarakat terdiri dari sejumlah unit kekerabatan, yakni : ngambato, sifatalifuso/faiwasa, sifahato, dan sisambua banua. Ngambato adalah keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak. Sifatalifuso/faiwasa terdiri dari bagian keluarga garis keturunan kakek yang sama.


(16)

Sifahato adalah dari sifatalifuso (kerabat luas). Sedangkan sisambua banua adalah penghuni kampung yang hidup dalam satu wilayah yang sama, walaupun berasal dari marga yang berbeda dan setiap orang merasa dirinya terikat dengan kuat dalam memperluas jangkauan kekerabatan tersebut.

Dalam masyarakat Nias, kekeluargaan dan afinitas (pertalian keturunan) terasa kuat. Warga masyarakat akan turut serta dalam segala kegiatan sosial masyarakat sebagai tanda hubungan dan kesatuan sosial teritorial masyarakat tersebut.

Realisasi fondrakho dalam kerangka hubungan sosial ini kembali terlihat dalam setiap prosesi kegiatan sosial dan juga dalam adat perkawinan. Solidaritas kekeluargaan didemonstrasikan sungguh-sungguh, bahkan segenap anggota masyarakat desa ikut terlibat. Begitu pula halnya dalam kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Setiap unit kerja dari tiap-tiap elemen pelaku PNPM Mandiri sebagian besar adalah masyarakat kampung itu sendiri terkecuali pada segmen Pelaku PNPM Mandiri Kabupaten dan Provinsi yang ditunjuk langsung oleh Pemerintah Daerah.

4.1.3.3. Stratifikasi Sosial

Berbicara tentang stratifikasi sosial dalam masyarakat Nias tidak dapat dipisahkan dengan pemahaman masyarakat Nias tentang penciptaan alam semesta, para leluhur dan dewa-dewa. Dalam pemahaman masyarakat Nias, dunia dan fungsi para dewa dimanifestasikan dalam kampung atau banua. Banua dianggap sebagai simbol dan representasi alam semesta, sementara fungsi dewa itu didelegasikan kepada manusia yang diemban oleh para si ulu.


(17)

Berdasarkan hasil wawancara penulis denga salah satu tuhenori Kecamatan Gido Bapak Bambowo Laiya menyebutkan bahwa: “Strata masyarakat Nias terdiri dari Kaum Bangsawan (Si Ulu) dan Rakyat Kebanyakan (Niha Sato). Fungsi lowalangi atau dewa didelegasikan kepada bangsawan (si ulu) yang merupakan representasi dari pencipta, pendiri dan pemimpin kampung yang merupakan tatanan kosmos terkecil seperti halnya lowalangi yang mencipta dan memerintah alam semesta. Sedangkan rakyat memiliki fungsi menjaga dan memelihara kampung atau banua. (wawancara penulis, 20 Juni 2011)

Karena si ulu memiliki fungsi yang merepresentasikan dewa atau lowalangi, maka sifat-sifat lowalangi harus tampak dalam diri dan kepemimpinan si ulu. Seorang si ulu harus mampu menyatukan seluruh rakyat yang dipimpinnya. Si ulu harus mampu menjadi sosok yang diteladani dalam masyarakat. Persoalan yang terjadi dalam masyarakat harus mampu dinetralisir dengan mengedepakan wibawa dari si ulu tersebut. Hal yang sama berlaku pada masyarakat kebanyakan (niha sato). Niha sato harus mampu mempertahankan stabilitas kampung. Tugas ini juga berati menempatkan niha sato pada tugas-tugas personal dari setiap prosesi adat ataupun prosesi sosial kemasyarakatan lainnya. Yang artinya niha sato adalah masyarakat pekerja dan penggerak aktifitas sosial masyarakat. Niha sato juga harus memperhatikan nasehat si ulu dan taat pada ketetapan fondrakho yang di tetapkan dalam musyawarah banua. Ketaatan niha sato terhadap si ulu merupakan wujud ketaatan mereka kepada lowalangi. Semua ini bertujuan untuk menjaga harmoni dalam banua. (Albinus, 1999 : 88)


(18)

4.1.3.4. Kelompok Kampung

J. Danandjaja dan Koentjaraningrat dalam (Albinus, 1998 : 94) mencatat bahwa pada masa sebelum kedatangan belanda (1669), masyarakat Nias terbagi dalam beberapa kesatuan setempat yang otonom, yang disebut ori. Ori (negeri) adalah kumpulan, kesatuan atau kelompok beberapa kampung. Dalam pengertian ini, ori dapat dipandang sebagai wilayah teritorial yang sama dalam satu marga. Setiap ori dikepalai oleh seorang tuhenori (kepala negeri). Tuhenori dipilih di antara para si ulu yang kemudian si ulu yang terpilih (tuhenori) ini menjadi pemimpin dari ori.

Ori menyebar di berbagai tempat wilayah di pulau Nias. Pertumbuhan penduduk Nias yang tergolong cepat mendorong terjadinya penyebaran pemukiman dan pendirian kampung. Penaikan status sosial para pemimpin kampung mendorong juga munculnya keinginan membentuk ori yang baru, lalu melepaskan diri dari ori yang sebelumnya. Seseorang dapat memperoleh penaikan status sosial yang tinggi dengan mendirikan banua dan ori yang baru. Ori bukan merupakan satuan sosia tertinggi dalam masyarakat Nias walaupun cakupannya lebih luas dari pada kampung. Ori hanya merupakan gabungan kampung yang muncul dan kemudian berkembang menjadi kesatuan dari tiap-tiap kampung atau banua.

4.1.4. Fondrakho Masyarakat Nias

Fondrakho merupakan pegangan hidup bagi masyarakat Nias, peranannya yang fundamental dalam menata kehidupan masyarakat tidak bisa dipungkiri, sebab di dalam fondrakho diberikan petunjuk dasar bagaimana masyarakat Nias dapat hidup secara


(19)

harmonis dalam masyarakat dan alam semesta. Di dalam fondrakho terurai aneka hal yang mengacu pada kepentingan menusia. Fondrakho mengikat masyarakat Nias, baik sebagai individu maupun masyarakat. (Albinus,1999 : 97)

4.1.4.1. Pengertian Fondrakho

Secara etimologis, istilah fondrakho berasal dari kata rako. Rako berarti tetapkan dengan sumpah yang bersanksi kutuk bagi pelanggarnya. Kata fo berfungsi sebagai prefiks yang berarti pe atau ke. Setelah mengalami proses afiksasi, kedua unsur di atas dikombinasikan menjadi fondrakho. Jadi fondrakho berarti penetapan atau ketetapan-ketetapan yang berdasarkan sumpah serta mempunyai sanksi kutuk bagi orang yang melanggarnya.

Fondrakho ditempuh melalui musyawarah para si ulu dan tuhenori dan baru disahkan setelah tercapai kemufakatan bersama. Keterlibatan rakyat dalam fondrakho menunjukkan kesediaan mereka untuk melaksanakan dan menaatinya. Bila dikemudian hari seseorang melanggar fondrakho, maka ia akan mendapatkan hukuman menurut ketetapan tersebut. Unsur kebersamaan, musyawarah, dan konsensus cukup menonjol dalam fondrakho.

Ragam norma, hukum, dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat setempat merupakan hasil kesepakatan dalam forum adat paripurna itu. Itulah sebabnya fondrakho merupakan kumpulan hukum karena memuat berbagai aspek hukum yang diberlakukan dalam masyarakat Nias. Sebagai sumber hukum, fondrakho menjadi dasar


(20)

pemikiran dan patokan untuk menyelesaikan aneka masalah yang dihadapi dalam masyarakat.

Fondrakho merupakan forum adat tertinggi dalam masyarakat Nias. Berbagai aturan dan hukum dimusyawarahkan dan disepakati bersama dalam fondrakho. Sejumlah koreksi dan revisi terhadap hukum, peraturan, adat istiadat yang berlaku sebelumnya turut ditinjau dalam forum ini. Apa yang disepakati dalam fondrakho, kemudian disebarluaskan untuk diberlakukan dalam masyarakat. Unsur revisi tersebut menunjukkan sifat fleksibilitas fondrakho. Fleksibilitas fondrakho tampak manakala ada peraturan dan hukum yang tidak lagi menjawab kebutuhan masyarakat pendukungnya. 4.1.4.2. Asal Mula Fondrakho

Masyarakat Nias memiliki mitos tentang penciptaan alam semesta. Fondrakho lahir dalam kerangka mitos penciptaan itu sebagai amanat yang adikodrati kepada manusia. Keberadaan fondrakho tidak terlepas dari relasi vertikal antara manusia dan sang penciptanya serta relasi horizontal antara manusia dan sesama juga dengan lingkungan alam. Dalam mitos masyarakat Nias disebutkan bahwa negeri asal sirao atau nenek moyang masyarakat Nias adalah teteholi ana’a (kerajaan emas). Sebelum mengutus puteranya turun ke bumi sebagai manusia pertama, sirao mengamanatkan fondrakho yang terdiri dari 5 hal bagi anaknya, diantaranya yaitu : Kultus, tata krama, tatanan hidup sosial, dan kasih mengasihi. Isi kelima pokok ini dijabarkan sebagai berikut.


(21)

1. Kultus

Kultus, amanat sirao yang pertama disebut foadu. Secara etimologis istilah foadu berasal dari kata adu (patung). Foadu berarti penyembahan dan pemujaan kepada patung. Patung merupakan benda yang sakral (suci) dalam kepercayaan tradisional masyarakat suku Nias. Foadu maksudnya berbuat hal-hal yang suci, murni, dan hikmat sesuai dengan arti dan simbol yang terkandung dalam adu itu sendiri. Petung menjadi mediator untuk merealisir dan menghadirkan oknum gaib, suci, murni dan agung. Masyarakat Nias kerap mengungkapkan ungkapan foadu ndraugo, ungkapan ini bertujuan agar seseorang bersikap baik, membuat dirinya tampak mempesona, berwibawa, anggun, terhormat, dan disegani. Jadi foadu dimaksudkan sebagai cara untuk berbuat hal-hal yang terpuji dan baik dalam kehidupan seseorang serta berbakti kepada satu zat yang dihormati dan dipuja.

2. Kekayaan

Dalam hoho amanat sirao, perihal pengadaan harta milik disebut fangaso atau foharato (kekayaan). Hal itu mencakup cara bercocok tanam, beternak, dan hubungan pinjam-meminjam. Semua hal di atas harus ditempuh dengan cara yang jujur dan meurut jalur hukumyang telah ditentukan.

3. Tata Krama

Fondrakho yang ketiga adalah fo’olo-olo (tata krama) berfungsi sebagai dasar pelaksanaan amanat terhadap fondrakho. Fo’olo-olo menyatakan tinggi atau rendahnya mental seseorang, dalam atau dangkalnya cita rasa seseorang untuk melaksanakan fondrakho, serta rapi atau kacaunya susunan kemasyarakatan dalam suatu kampung


(22)

(ori). Tata krama berperan penting dalam melaksanakan hal-hal yang menyangkut tata hidup sehari-hari, relasi sosial antar individu maupun antar keluarga. Dengan kata lain, semua tata sopan santun dalam menghadapi segala situasi di dalam masyarakat berdasar pada amanat ini.

4. Tatanan Hidup Sosial

Tatanan hidup sosial dalam fondrakho adalah fobaharao. Istilah fobarahao berasal dari pokok kata bahafao yang berarti kelompok-kelompok atau pengelompokan masyarakat. Dengan demikian, fobarahao berarti cara menyusun, menata, dan mengelompokkan masyarakat mulai dari kelompok yan besar hingga kelompok yang kecil.

5. Kasih Mengasihi

Kasih mengasihi disebut dengan istilah bowo masimasi. Bowo masimasi diharuskan bagi siapa saja yang berhak dan layak menerimanya, entah sebagai kawan ataupun lawan. Bowo masimasi ini terwujud bila seseorang memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya menurut fondrakho di setiap wilayah teritorial.

4.1.5. Profil Informan

4.1.5.1. Informan Kunci (Key Informan)

1. Camat Gido

Kecamatan Gido dikepalai oleh seorang camat yang bukan berasal dari suku Nias melainkan dari suku Batak. Beliau adalah Bapak Marulam Sianturi. Menjabat sebagai Camat Gido sejak periode 2009 hingga 2011. Alumni Fakultas Ekonomi


(23)

USU Angkatan tahun 1988 ini sebelumnya menjabat sebagai kepala kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Dan Kelurahan (BPMDK) Kabupaten Nias. Sebagai seorang Camat tentunya beliau sangat mengetahui struktur masyarakat Gido. Maklum saja beliau telah berdomisili di Kecamatan Gido sejak tahun 1993 dan bahkan beliau mahir berbahasa Nias. Sejak pertama bertatap muka dengan Bapak Marulam Sianturi penulis menggunakan bahasa daerah Nias sebagai bahasa percakapan disaat melakukan wawancara. Dalam sesi wawancara dengan beliau, penulis mendapati keramahan dan keterbukaan akan segala pertanyaan yang diajukan penulis menyangkut pokok masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Selama penelitian yang dilakukan penulis di kecamatan Gido, penulis kerap diundang kerumah beliau sekedar untuk beristirahat atau makan siang dan bahkan tidak jarang pula penulis menginap di rumah beliau selama penelitian. Sebagai seorang Camat, beliau dikenal sangat dihormati oleh masyarakat setempat. Andai saja beliau terlahir sebagai putra daerah Kecamatan Gido, mungkin saja beliau juga akan menjabat sebagai tuhenori di daerah tersebut. Namun karena beliau berasal dari suku Batak maka beliau tidak bisa mendapatkan gelar dan jabatan tersebut. Seperti yang beliau katakan kepada penulis: “menjadi putra daerah Nias itu adalah hal yang membanggakan, apalagi jika dibarengi dengan keberhasilan menapaki pendidikan yang tinggi dan mampu berbakti membangun daerah sendiri, ganjarannya akan diangkat sebagai seorang tuhenori. Tapi sayangnya saya bukan orang daerah sini, hanya istri saya saja yang asli orang sini (Nias)


(24)

Penulis kerap mendapati kesulitan jika bertemu dengan informan kunci yang satu ini. Jadwal padat dan sering berpindah-pindah tempat dalam menangani proyek PNPM menyebabkan penulis hanya memiliki waktu yang singkat dalam mewawancarai Fasilitator Kabupaten ini. Beliau bernama Bapak Ali Azmi Batubara. Bapak Ali Azmi Batubara ditugaskan sebagai Fasiltator Kabupaten dalam kegiatan program PNPM Mandiri Kabupaten Nias sejak tahun 2009. Sebelumnya beliau menjabat sebagai Fasilitator Kabupaten di Kabupaten Asahan. Alumni Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara ini terkenal sangat serius dalam bekerja sehingga ketika penulis ingin mewawancarai beliau, penulis kerap mendapati kendala dan harus membuat jadwal jika ingin bertemu mewawancarainya. Akhirnya kesempatan wawancara dengan beliau penulis dapatkan dan berhasil mewawancarainya di rumah kontrakannya di Jalan Yos Sudarso No. 182. Kegiatan wawancara dilakukan selepas Sholat Isya. Dalam wawancara tersebut penulis mendapati ternyata beliau orang yang humoris dan terbuka jika diajak ngobrol. Beliau juga merasa senang dengan kegiatan penulis yang mengangkat penelitian tentang PNPM Mandiri di Kecamatan Gido. Walaupun hanya bisa bertemu sekali dalam sesi wawancara dengan beliau namun penulis mendapati banyak masukan dan bantuan informasi dari beliau tentang segala kegiatan program PNPM Mandiri di Kecamatan Gido.

3. Fasilitator Teknik Kabupaten

Namanya Bapak Anwar Rambe berasal dari kota Padang Sidimpuan dan bertugas sebagai Fasilitator Teknik Kabupaten di Kabupaten Nias sejak 2010. Tidak sulit bagi penulis untuk menjumpai informan kunci yang satu ini dikerekan


(25)

beliau sering berada di Kantor Kecamatan Gido. Bahkan penulis mewanwancarai beliau tidak hanya di Kantor Kecamatan saja tetapi di lapangan pun ketika penulis bertemu dengan beliau langsung dapat mewawancarainya. Beliau adalah orang yang pendiam, lebiih tepatnya tidak begitu terbuka dalam wawancara dengan penulis, sehingga penulis merasa harus mewawancarai beliau pada banyak kesempatan ketika di lapangan (lokasi kegiatan PNPM Mandiri). Namun dalam banyak sesi wawancara dengan beliau akhirnya penulis dapat menemukan hasil wawancara yang dirasa sesuai dan terjawab dari setiap draft interview yang penulis rancang. Sebenarnya jika dipikirkan, beliau berusaha mengarahkan penulis bukan dalam metode wawancara untuk menjawab segala pertanyaan dalam draft interview tetapi beliau mengarahkan penulis langsung pada fakta dilapangan tentang segala hal yang menyangkut PNPM Mandiri. Terlepas dari semua hal yang penulis alami ketika mewawancarai beliau, penulis berpendapat bahwa beliau adalah orang yang sangat total dalam mengemban tugas dan memiliki visi kerja yang total pula.

4. Kepala Kantor BPMDK (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kelurahan) Drs. Ajran Chaniago, Msi adalah kepala kantor BPMDK Kabupaten Nias. BPMDK selaku Kuasa Pengguna Anggaran dalam Proyek PNPM Mandiri Kabupaten Nias memiliki andil yang besar dalam mengakomodasi setiap anggaran dalam proyek PNPM Mandiri di Kabupaten Nias. Oleh karena itu penulis merasa perlu menempatkan Beliau sebagai informan Kunci dalam penelitian ini. Drs. Ajran Chaniago, Msi sebelumnya menjabat sebagai Staf Ahli di Kantor Bupati Kabupaten Nias. Namun periode 2009 hingga 2011 beliau


(26)

ditugaskan sebagai kepala kantor BPMDK. Tidak sulit untuk bertemu beliau dalam melakukan sesi wawancara. Hal ini dikarenakan rumah penulis berjarak tidak begitu jauh dari rumah beliau sehingga penulis gampang bertemu dan berbincang-bincang dengan beliau. Dalam kesehariannya penulis juga pernah mewawancarai beliau di kantornya dan disambut hangat oleh beliau dengan antusias menjawab semua pertanyaan yang penulis ajukan. Peranan beliau dalam PNPM Mandiri Kabupaten Nias lebih dititikberatkan pada program Penyuluhan bagi warga masyarakat dalam tahapan sosialisasi PNPM Mandiri.

5. Fasilitator Kecamatan

Deta Ardiansyah Harefa, SE. Adalah fasilitator kecamatan Gido. Penulis sangat mengenal sosoknya dengan sapaan Deta. Kedekatan penulis dengan sosok Fasilitator Kecamatan Gido ini di mulai sejak kecil, bisa dikatakan penulis telah mengenal saudara Deta sejak masih anak-anak. Tapi usia saudara Deta terpaut 5 tahun lebih tua dari penulis. Proses wawancara penulis dengan deta berjalan sangat akrab dan sesekali dibarengi dengan lelucon yang kerap terlontar ketika wawancara mengarah serius. Menjabat sebagai Fasilitator Kecamatan sejak 2010 tidak lantas mengubah percakapan antara penulis dan saudara Deta menjadi sangat serius, meskipun begitu hasil wawancara penulis dan deta sangat memuaskan. Saudara Deta terbilang sangat baru bekerja sebagai salah satu pelaku PNPM Mandiri. Sejak lulus dari seleksi rekruitment anggota sebagai Fasilitator Kecamatan, saudara Deta langsung ditempatkan di Kecamatan Gido. 6. Fasilitator Teknik Kecamatan


(27)

Waoziduhu Ndraha, ST adalah Fasilitator Teknik Kecamatan yang bertugas sebagai salah satu pelaku PNPM Mandiri Kecamatan Gido. Sering disapa dengan sebutan Ama Tinus bertugas sejak tahun 2009 di Kecamatan Gido. Saudara Ama Tinus telah berkeluarga dan dikaruniai satu orang Anak yang diberinama Yustinus Ndraha. Tidak sulit bagi penulis menjumpai saudara Ama Tinus untuk diajak wawancara seputar PNPM Mandiri di Kecamatan Gido, sebab Ama tinus sangat aktif dalam kegiatan penggarapan proyek PNPM Mandiri. Penulis sering menjumpai Ama Tinus di Kantor Kecamatan ataupun di kantor PNPM Mandiri yang berada tidak jauh dari Kantor Kecamatan. Saat penulis masih berada di Kecamatan Gido menjalankan kegiatan wawancara, Ama Tinus sedang memantau pengerjaan pembangunan jalan setapak di Desa Wea-wea Kecamatan Gido.

7. PjOK Kecamatan Gido

Peenanggungjawab Operasinal Kegiatan PNPM Mandiri Kecamatan Gido adalah seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) di Kantor Kecamatan Gido bernama Sokhiatulo Zai atau sering disapa Ama Dewi. Beliau adalah salah satu tokoh pemuda di Desa Hiliweto Gido. Beliau juga adalah anak dari seorang tuhenori di Kecamatan Gido. Selain berprofesi sebagai PNS beliau juga adalah seorang petani yang mengurusi sawah warisan keluarga yang berada di Desa Hiliweto Gido. Penulis kerap bercakap-cakap dengan beliau dikala jam istirahat kantor di kantin Kantor Kecamatan Gido. Disela-sela percakapan tersebut penulis menyempatkan diri untuk mewawancarai beliau seputar masalah PNPM Mandiri Kecamatan Gido. Beliau sangat ramah bila diajak berbincang-bincang, tidah


(28)

hanya seputar masalah PNPM Mandiri beliau juga orang humoris sehingga tidak jarang penulis sering mendapati beliau melontarkan guyonan-guyonan yang mengundang gelak tawa.

8. Yaduhu Wa’auri Zai

Beliau adalah salah satu tuhenori yang sangat dihormati tidak hanya di desa beliau Desa Hiliweto Gido bahkan di Kecamatan Gido pun beliau memiliki pengaruh yang besar. Bapak Yaduhu Wa’auri Zai adalah ayah dari PjOK Kecamatan Sokhiatulo Zai.

Bapak Yaduhu Wa’auri Zai menempati posisi ketua BPD (Badan Perwakilan Desa) Kecamatan Gido. Posisi tersebut dipercayakan pada beliau sejak tahun 2009. Keberadaan beliau sebagai salah satu tuhenori di Kecamatan Gido membuatnya dipercaya juga sebagai penengah masalah apabila terjadi dalam pengerjaan kegiatan PNPM Mandiri di Kecamatan Gido. Penulis sangat senang bertemu dengan Bapak Yaduhu Wa’auri Zai. Betapa tidak, keberadaan tuheori yang sudah jarang bisa ditemui menyebabkan penulis merasa bangga dapat menjumpai dan bertemu langsung dengan beliau. Begitu pula halnya dalam mewawancarai beliau, penulis tidak mendapati kesulitan dalam proses wawancara karena beliau juga memahami setiap pertanyaan yang penulis ajukan sehingga penulis bisa mendapatkan jawaban-jawaban yang memuaskan dari beliau. Tidak hanya seputar masalah PNPM Mandiri yang penulis tanyakan pada beliau tetapi juga peran beliau sebagai salah satu tuhenori juga turut penulis tanyakan pada beliau.


(29)

Beliau adalah Kepala Desa Saitagaramba Kecamatan Gido. Penulis bertemu dengan beliau ketika penulis dan tim dari BPMDK Kab. Nias mengunjungi Desa Saitagaramba pasca serah terima hasil pembangunan gedung sekolah di Desa Saitagaramba. Disela-sela waktu luang pada saat itu penulis menyempatkan mewawancarai beliau seputar masalah PNPM Mandiri Desa Saitagaramba. Selain berprofesi sebagai Kepala Desa Saitagaramba, Bapak Arozatulo Giawa juga adalah seorang petani. Walaupun hanya bertemu sekali dengan beliau namun penulis merasa telah mendapatkan jawaban memuaskan dari beliau seputar PNPM Mandiri di desa saitagaramba kecamatan gido.

10.Tema Wa’auri Hulu

Bapak Tema Wa’auri Hulu Adalah anggota Tim UPK Kecamatan Gido. Penulis pertama kali bertemu dengan beliau pada saat beliau berkonsultasi dengan ketua UPK di kantor PNPM Mandiri kecamatan Gido. Tetapi ketika itu penulis tidak langsung mewawancarai beliau, kesempatan mewawancarai beliau penulis dapatkan ketika berkunjung ke rumah beliau. Percakapan penulis dengan bapak Tema Wa’auri Hulu dilakukan dengan menggunakan bahasa daerah Nias. Beliau kurang lancar jika diajak bercakap-cakap dengan bahasa Indonesia, itulah sebabnya beliau meminta penulis untuk mewawancarainya dengan bahasa daerah Nias saja.

11.Iman Selamat Lase

Bapak Iman Selamat Lase adalah salah seorang tokoh pemuda di Desa Saitagaramba Kecamatan Gido. Bapak Iman Selamat Lase juga menjabat sebagai Ketua UPK (Unit Pengelola Kegiatan) PNPM Mandiri kecamatan Gido.


(30)

Keseharian waktu beliau banyak dihabiskan di Kantor PNPM Mandiri Kecamatan Gido. Selain banyak menghabiskan waktu di kantor, beliau juga aktif dalam memantau kegiatan program PNPM Mandiri.

12.Fanuhu Wa’asogo Laia

Beliau adalah salah satu tuhenori di Desa Hilibadalu Kecamatan Gido. Beliau juga adalah salah seorang anggota BPD di Kecamatan Gido. Sebagai salah seorang tuhenori di Kecamatan Gido, beliau sangat dihormati dan didengarkan setiap pemikirannya jika menengahi masalah-masalah yang didapati oleh beliau di desanya. Termasuk setiap masalah yang terjadi dalam kegiatan PNPM Mandiri. Keseharian beliau tidak begitu sering muncul di tengah masyarakat, termasuk dalam kegiatan PNPM Mandiri. Hal ini dikarenakan kondisi beliau yang sudah lanjut usia dan diharuskan banyak beristirahat oleh keluarga karena kondisi beliau yang sakit. Penulis berhasil mewawancarai beliau ketika berkunjung kerumah beliau di Desa Hilibadalu. Dengan menggunakan bahasa daerah Nias, penulis banyak menanyakan seputar fondrakho dan fungsinya dalam masyarakat Kecamatan Gido. Walaupun beliau hanya menjelaskan secara umumnya saja namun penulis merasa telah mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang adat daerah nias dari beliau.

13.Toro Ziduhu Lase

Beliau adalah anggota BPD (Badan Permusyawarahan Desa). Penulis mewawancarai beliau ketika menjumpai beliau di sawah, ketika itu beliau sedang istirahat siang. Bapak Toro Ziduhu Lase juga merupakan salah seorang tokoh masyarakat di desanya. Lazimnya seorang tokoh masyarakat, masyarakat Desa


(31)

Sirete sangat menghormati beliau sebagai seorang salawada (tokoh adat). Beliau juga aktif dalam kegiatan PNPM Mandiri dengan tidak jarang turut langsung bekerja membantu pembangunan jalan setapak yang menghubungkan Desa Sirete, Sogaeadu dan Saitagaramba.

14.Sanohugoli mendrofa

Bapak Sanohugoli Mendrofa adalah Kepala Desa Hiliotalua Kecamatan Gido. Desa Hiliotalua adalah desa pemerakan dari desa sebelumnya, desa Hilibadalu yang baru dimekarkan pada tahun 2010 silam. Bapak Sanohugoli adalah Kepala Desa pertama di desa tersebut. Sebagai Kepala Desa pertama, Bapak Sanohugoli cukup memiliki andil dalam memperjuangkan desanya mendapatkan program PNPM Mandiri. Beliau memperjuangkan desanya mendapatkan pembangunan sarana MCK (Mandi Cuci Kakus) sebagai kegiatan program PNPM Mandiri. Penulis berhasil menjumpai beliau ketika berkunjung kerumahnya di desa Hiliotalua. Alumnus IKIP Gunungsitoli ini sebelumnya adalah pensiunan PNS, setelah tidak aktif lagi sebagai PNS beliau ditunjuk sebagai Kepala Desa di desa kelahirannya Desa Hiliotalua.

15.Sozanolo Zendrato

Beliau adalah Kepala Desa Hilisebua Kecamatan Gido. Selain sebagai kepala desa beliau juga seorang wiraswasta yang aktif berniaga pada pasar mingguan atau dalam masyarakat Nias disebut harimbale. Penulis hanya sekali bertemu dengan Bapak Sozanolo Zendrato dan kesempatan untuk menjumpai beliau penulis dapati ketika beliau selesai dari kegiatan dagangnya di harimbale. Tidak begitu lama perbincangan penulis dengan beliau tentang PNPM Mandiri, hanya


(32)

sebatas wawancara seputar draft interview saja yang penulis dapati dari beliau. Namun dapat penulis simpulkan dari penuturan beliau tentang kegiatan PNPM Mandiri di desanya, Program PNPM Mandiri di desa kurang berjalan baik dikarenakan masih banyak masalah yang dihadapi beliau dalam pengerjaan program PNPM Mandiri. Salah satunya masalah kegiatan simpan pinjam yang dijalankan oleh ibu-ibu rumah tangga di desanya. Banyak dari mereka yang tidak tepat waktu dalam mengembalikan pinjaman sehingga pemerintah daerah menghentikan untuk sementara program PNPM Mandiri di desanya.

4.1.5.2. Informan Biasa

1. Niati Hulu

Ibu 3 anak ini adalah masyarakat Desa Saitagaramba Kecamatan Gido. Ibu Niati Hulu tergabung dalam kelompok Usaha Talifuso yaitu kelompok usaha yang beranggotakan 30 orang ibu rumah tangga yang bergerak dalam usaha pembuatan makanan ringan. Ibu Niati Hulu adalah ketua dari kelompok Usaha Talifuso. Kelompok Usaha Talifuso ini mendapat bantuan dana BLM dari program PNPM Mandiri. Besar nya modal usaha yang didapatkan oleh kelompok usaha tersebut adalah Rp.15.000.000 dengan perjanjian pengembalian dilakukan dalam 24 bulan. Sebagai seorang ketua beliau sangat bertanggungjawab dalam mengelola amanat bantuan modal usaha ini. Dari hasil wawancara penulis dengan Ibu Niati Hulu, penulis mendapati bahwa kegiatan kelompok Usaha Talifuso adalah binaan dari kantor BPMDK Kab. Nias. Sehingga sering sekali


(33)

penyuluhan dan sosialisasi usaha di dapatkan langsung oleh kelompok usaha ini dari Pemerintah Daerah Kabupaten Nias.

2. Fitaeman Harefa

Fitaeman Harefa adalah masyarakat Desa Saitagaramba yang berprofesi sebagai petani. Fitaeman Harefa belum berkeluarga dan masih tinggal bersama orang tuanya. Namun dengan adanya kegiatan Program PNPM Mandiri di desanya Fitaeman Harefa menyempatkan diri untuk menjadi bagian dari anggota masyarakat yang turut berpartisipasi dalam pengerjaan proyek PNPM Mandiri di desanya yaitu pembangunan jalan setapak. Motivasi Fitaeman Harefa atas keikutsertaannya dalam kegiatan PNPM Mandiri didesanya adalah gaji yang dari kegiatan proyek PNPM tersebut yang dirasanya cukup untuk membantu kehidupan keluarganya. Selain itu, Fitaeman Harefa juga senang dengan kegiatan PNPM Mandiri di desanya. Seperti yang disampaikannya kepada penulis ketika berbincang-bincang dengan nya disela waktu istirahat makan, Fitaeman menuturkan bahwa : “Sudah lama sekali masyarakat desa mengharapkan jalan untuk dibangun. Karena pembangunan jalan ini sangat membantu mempercepat proses pengangkutan hasil pertanian dari desa ke tempat penjualan. Saya merasa sebagai masyarakat hiliotalua sangat senang dan bersukur atas pembangunan jalan ini.”

3. Haris Jaya Putra Zebua

Haris Jaya Putra Zebua adalah masyarakat Desa Sirete Kecamatan Gido. Alumnus Universitas Methodis ini kini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di kecamatan Gido. Haris, biasa penulis sapa, sering ditugaskan oleh


(34)

Camat Gido untuk membantu memantau pengerjaan kegiatan program PNPM di setiap desa di Kecamatan Gido. Tidak sulit bagi penulis untuk bertemu dan berbincang-bincang dengan saudara Haris karena selain sering bertemu di Kantor Kecamatan Gido, saudara Haris juga merupakan teman akrab penulis ketika masih SMA di SMA Negeri 1 Gunungsitoli. Keseharian saudara Haris banyak disibukkan dengan membuat laporan kegiatan peninjauan hasil kerja PNPM Mandiri kepada Camat Gido. Saudara haris adalah sosok yang sangat santai dan bersahabat. Banyak bantuan data penelitian yang penulis dapatkan dari saudara hari ketika melakukan kegiatan penelitian PNPM Mandiri di Kecamatan Gido. Selain dari seringnya saudara Haris mengantarkan penulis menjumpai setiap informan saudara Haris juga membantu penulis dalam informasi-informasi terbaru tentang kegiatan program PNPM Mandiri di Kecamatan Gido. Seperti info tentang kegiatan sosialisasi dan info-info lainnya seputar kegiatan PNPM Mandiri di Kecamatan Gido.

4.2. Interpretasi Data

4.2.1. Latar Belakang PNPM Mandiri Perdesaan Di Desa Saitagaramba Kecamatan Gido

Desa Saitagaramba adalah salah satu desa penerima bantuan program PNPM Mandiri Perdesaan, dan masuk dalam kelompok desa lokasi baru 2008, yaitu desa yang belum mendapatkan program serupa pada tahun-tahun sebelumnya, dan pengembangan siklusnya mulai dilaksanakan pada tahun 2007. Sampai saat ini kegiatan telah berjalan selama 2 tahun dan memasuki tahapan BLM tahun kedua. Pada tahap I BKM Desa


(35)

Saitagaramba mendapat alokasi BLM sebesar Rp. 300.000.000,- pada tahun anggaran 2008 dan 2009 dan anggaran tersebut telah terserap 100%, sedangkan pada Tahap kedua Desa Saitagaramba mendapat lagi alokasi BLM sebesar Rp.200.000.000,- yang masuk dalam tahun anggaran 2009. Pada tahun 2010 atau memasuki tahun ketiga BLM, Desa Saitagaramba mendapatkan alokasi dana sebesar Rp. 150.000.000,-

Sumber : Hasil Analisis Penulis (Data UPK Kecamatan Gido) Gambar : 1.1

Besaran dana BLM dari Pemerintah Untuk desa Saitagaramba 4.2.2. Kondisi Geografis Dan Kependudukan

Desa Saitagaramba adalah salah satu desa di Kecamatan Gido Kabupaten Nias. Desa ini merupakan wilayah barat dari kecamatan gido yang memiliki batas-batas

0 50.000.000 100.000.000 150.000.000 200.000.000 250.000.000 300.000.000 350.000.000

2008 2009 2010

Besaran dana BLM Dari

Pemerintah


(36)

administrasi Utara berbatasan dengan Kecamatan Hilibadalu, Timur berbatasan dengan desa Ladea, Selatan berbatasan dengan Desa Lahomi dan Barat Berbatasan dengan kabupaten Nias Barat. Desa Saitagaramba terbagi menjadi 8 dusun dengan luas tanah sebesar 146,045 Hektar, yang terdiri dari 85,989 Hektar tanah sawah dan 60,056 Hektar tanah kering.

Sumber : Hasil Analisis Penulis

Gambar : 1.2

Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari data Pemerintah Desa Saitagaramba per-Nopember 2010 diketahui jumlah penduduk Desa Saitagaramba adalah sebanyak 1536 jiwa yang terdiri dari 856 penduduk laki-laki dan 780 penduduk perempuan. Berdasarkan data mengenai agama yang dianut penduduk, diketahui bahwa 85% penduduk beragama kristen dan 15% penduduk

Laki-laki 52% Perempuan

48%

Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis

Kelamin


(37)

beragama Islam. Berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk yang ada, maka dapat diketahui kepadatan penduduk di Desa Saitagaramba adalah sebesar 987 penduduk per Km2.

Tingkat pendidikan penduduk Desa Saitagaramba rata-rata masih cukup rendah, dimana untuk penduduk berusia di atas 5 tahun sebanyak 130 orang tidak sekolah, 225 orang belum tamat SD, 160 orang tidak tamat SD, 186 orang tamat SD, 116 orang tamat SLTP, 98 orang tamat SLTA, dan 22 orang tamat perguruan tinggi.

Sumber : Hasil Analisis Penulis

Gambar : 1.3

Struktur Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tidak bersekolah

29%

Belum tamat SD 21% Tidak tamat SD

19% Tamat SD

10%

Tamat SLTP 8%

Tamat SLTA 3%

Tamat Perguruan Tinggi

10%

Sturktur Penduduk Berdasarkan Tingkat

Pendidikan


(38)

4.2.3. Kondisi Sarana dan Prasarana

Kondisi sarana dan prasarana lingkungan di Desa Saitagaramba masih belum cukup baik dan masih kurang memadai memadai. Sarana dan prasarana jalan yang ada di Desa Saitagaramba hanyalah jalan poros antar desa dan jalan lingkungan, dan tidak terdapat ruas jalan kecamatan, maupun jalan kabupaten. Kondisi jalan poros saat ini masih menggunakan konstruksi jalan berbatu-batu dan kondisinya tidak cukup baik.

Sarana ibadah dan pendidikan yang terdapat di Desa Saitagaramba tidaklah banyak, dimana terdapat 1 bangunan Gereja dan 1 Mushola, 1 buah SD dan 1 buah PAUD. Tidak terdapat Sarana olahraga yang terdapat di Desa Saitagaramba hanya sebidang tanah bekas persawahan yang dijadikan sarana bermain sepak bola dan bermain bola volly oleh masyarakat. Sarana kesehatan yang ada yaitu poliklinik desa, yang lokasinya menyatu dengan kantor balai desa.

4.2.4. Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Saitagaramba

4.2.4.1 Struktur Organisasi kegiatan PNPM Mandiri di desa Saitagaramba

Kegiatan PNPM Mandiri di desa Saitagaramba Kecamatan Gido Dibawahi oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK) yang berkoordinasi dengan Pemerintah Kecamatan Gido. Dalam mengelola kegiatan PNPM Mandiri di desa Saitagaramba, masyarakat desa setempat yang merupakan subjek penting dari pengerjaan setiap kegiatan PNPM Mandiri akan dibantu oleh pemerintah daerah setempat untuk membentuk struktur kerja dari setiap kegiatan PNPM Mandiri. Struktur kerja ini yang nantinya akan dibawahi oleh


(39)

UPK Kecamatan untuk diarahkan dan dipantau kinerjanya di lapangan dalam mengelola dan menjalankan proyek PNPM Mandiri.

Di Desa Saitagaramba, telah terbentuk struktur kerja desa yang dinamakan BKM “Lalawanolo”. BKM ini dibawahi langsung oleh UPK kecamatan dan tergabung dalam BKAD (Badan Kerjasama Antar Desa) di setiap desa yang terdapat di Kecamatan Gido. 4.2.4.2. Peran Modal Sosial Dalam Tahap Sosialisasi dan Implementasi

4.2.4.2.1. Tahapan Sosialisasi Kegiatan Program PNPM Mandiri Perdesaan

Masyarakat Desa Saitagaramba Kecamatan Gido memiliki peran yang sangat penting dalam menjalankan kegiatan pengelolaan program PNPM Mandiri Perdesaan. Keberadaan masyarakat dalam menunjang terselenggaranya tahapan demi tahapan kegiatan Program PNPM Mandiri sangatlah memiliki andil yang besar. Dalam tahapan sosialisasi, kesadaran akan pentingnya pembentukan kelembagaan dalam mendorong partisipasi aktif masyarakat menjadi tolak ukur utama yang akan menentukan jalannya keberhasilan tahap awal dari proses pengenalan awal bagi masyarakat akan apa itu program PNPM Mandiri. Terangkumnya aspirasi dari seluruh masyarakat Desa Saitagaramba dalam memusyawarahkan pemilihan jenis kegiatan PNPM Mandiri yang akan dilaksanakan menjadi patokan terhadap mampu tidaknya masyarakat memainkan perannya sebagai subsistem dari pelembagaan dalam tata kelola kegiatan sosial di sekitar lingkungan daerahnya.

Dalam memulai setiap kegiatan yang bersifat sosial dan menyeluruh bagi warga masyarakat seperti halnya kegiatan pengelolaan program PNPM Mandiri, diperlukan


(40)

unsur trust atau sikap percaya terhadap struktur kelembagaan dan perilaku individu yang tergabung didalamnya. Begitu pula halnya dalam pengelolaan kegiatan program PNPM Mandiri. Masyarakat dan seluruh subsistem sosial yang ada didalamnya diharapkan mampu menembus batas sisi individualisme dalam mengarahkan jalannya program PNPM Mandiri ke arah keberhasilan. Kesadaran akan besarnya nilai kolektifitas dan kebersamaan dalam proses pembangunan merupakan poin penting dari siapnya masyarakat menjadi agen perubahan dan pembangunan bagi daerahnya.

Nilai-nilai dari sikap percaya masyarakat terhadap kemufakatan bersama dalam pembentukan kelembagaan kegiatan PNPM Mandiri dijumpai dalam peninjauan penulis di lokasi penelitian ini dilakukan. Desa Saitagaramba yang memiliki jumlah penduduk sebesar 1536 jiwa dengan jumlah rata-rata penduduk berusia 17 tahun ke atas berjumlah 1093 jiwa mampu dimaksimalkan oleh pemerintah dan tokoh masyarakat setempat untuk bermusyawarah dalam memufakatkan dan memantapkan langkah awal dari tahapan sosialisasi PNPM Mandiri. Temuan penulis ketika melakukan penelitian di desa Saitagaramba dapat digambarkan dengan kekompakan dan antusiasme masyarakat dalam memilih dan menentukan pengurus BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) untuk menjalankan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Saitagaramba serta dalam menentukan program kegiatan apa yang tepat dan memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa setempat.


(41)

Sumber : UPK Kecamatan Gido

Gambar : 1.4

Struktur Organisasi BKM Lalawanolo Desa Saitagaramba

Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Gido

BKM Lalawanolo Arozatulo Giawa

Moniati Ndruru Torotodo Harefa Berkat Selamat Zai Imanueli Harefa

Kesekretariatan

Wa’oziduhu Laoli

Pengawas Faogolo Harefa (Tuhenori)

Tuhenori

Unit Pengelola Sosial Sadarman Hia

Unit Pengelola Keuangan Juliani Laoli

Unit Pengelola Lingkungan Nifaema Hulu


(42)

Masyarakat Desa Saitagaramba sebagian besar memeluk agama kristen protestan dan hanya menyisakan sekitar 15 persen penduduk yang memeluk agama islam. Namun dalam tahapan awal Sosialisasi PNPM Mandiri di desa tersebut penulis tidak mendapati perbedaan keyakinan menjadi faktor pembeda dan penghambat dalam pengambilan keputusan. Kejadian sebaliknya yang didapati oleh penulis ketika mengikuti jalannya tahapan proses sosialisasi, yaitu masyarakat Kristen dan Muslim yang berdomisili di Desa Saitagaramba terlihat duduk bersama dan secara bersama pula mengesampingkan perbedaan yang memisahkan keyakinan masing-masing untuk memufakatkan kepentingan bersama dalam Program PNPM Mandiri di Desa Saitagaramba.

Fakta dilapangan yang penulis temukan terkait dengan fenomena pengesampingan sisi perbedaan dalam masyarakat, menjadi tolak ukur penting akan jalannya modal sosial dalam masyarakat. Sikap partisipastif, sikap saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma yang mendukungnya, merupakan beberapa nilai dan unsur modal sosial. Seperti yang telah ditunjukkan oleh masyarakat Desa Saitagaramba dari sikap dan perilaku masyarakatnya dalam menjalankan dan merumuskan tujuan sosialisasi program PNPM Mandiri. Nilai-nilai sosial yang positif dapat dilihat dari besarnya tingkat kepercayaan dalam masyarakat yang bertahan dan dikembangkan oleh setiap warga desa.


(43)

4.2.4.2.2. Tahap Implementasi Kegiatan Program PNPM Mandiri Perdesaan

Proses pembentukan BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) merupakan proses penumbuhan kesadaran kritis masyarakat terhadap hakikat kelembagaan masyarakat menuju masyarakat yang madani. Keberadaan BKM sebagai representasi dari kesatuan fikiran masyarakat dalam membangun dan mengembangkan potensi SDM desa adalah awal dari pengembangan kesadaran berorganisasi dan bermusyawarah dengan mengesampingkan status sosia dan strata sosial yang kerap terdapat dalam struktur sosial masyarakat. Proses awal dalam pembangunan BKM adalah menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya membangun organisasi masyarakat untuk menanggulangi persoalan bersama yaitu penanggulangan kemiskinan melalui pembentukan kelembagaan masyarakat dan pemilihan pemimpin-pemimpin masyarakat yang mengakar dan representatif. Proses pembangunan BKM ini terdiri dari penyusunan Anggaran Dasar organisasi BKM, penyusunan panitia pembentukan BKM dan pemilihan anggota BKM.

Tahap selanjutnya dari pelaksanaan Program PNPM Mandiri desa Saitagaramba adalah tahapan implementasi dari kekompakan masyarakat dalam menjalankan dan melaksanakan program PNPM Mandiri yang telah dipilih sebagai Program PNPM Mandiri di desanya. Dalam tahapan inplementasi terhadap kegiatan pengelolaan program PNPM Mandiri di Desa Saitagaramba penulis memfokuskan pengamatan terhadap kuatnya jaringan kelembagaan antara masyarakat dengan pemerintahan desa dan kecamatan serta dengan pelaku-pelaku stake holder PNPM Mandiri lainnya. Kelmbagaan PNPM Mandiri yang telah terbentuk akan terlihat memiliki faktor


(44)

pedorong kemajuan sistem kerja apabila tercipta keharmonisan hubungan kelembagaan antara warga masyarakat yang dibawahi oleh BKM sebagai kesatuan kelompok kerja masyarakat, pemerintah desa dan kecamatan serta stake holder atau pelaku-pelaku PNPM Mandiri lainnya.

Jaringan yang terbentuk antara warga masyarakat desa setempat dengan pemerintah desa dan kecamatan serta dengan pelaku-pelaku PNPM Mandiri Perdesaan yang PNPM Mandiri di Kecamatan Gido adalah salah satu faktor penting dalam kelanjutan tahapan implementasi kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Penulis mendapati bahwa dalam struktur sosial masyarakat Desa Saitagaramba yang mengenal fondrakho sebagai tata hukum masyarakat yang mengatur sistem sosial yang ada di dalamnya dan mengedepankan kekompakan dan kebersamaan dalam membangun desa. Azas fondrakho yang mngedepankan hakikat kebersamaan dan sanksi yang berat terhadap pelanggaran tata kehidupan yang tercantum sebagai peraturannya menjadi dasar terhadap mudahnya masyarakat mengambil langkah bersama dan mengesampingkan perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam struktur sosial masyarakat Desa Saitagaramba.

Wujud nyata pelaksanaan aturan-aturan fondrakho dalam pengelolaan PNPM Mandiri Perdesaan yang dilaksanakan di Desa Saitagaramba Kecamatan Gido didapati dalam keseharian pelaksanaan kegiatan pengerjaan program PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Saitagaramba. Bentuk wujud nyata dari kesetiaan masyarakat mengelaborasikan aturan-aturan fondrakho dalam pengerjaan program PNPM Mandiri adalah kebiasaan masyarakat memusyarahkan setiap permasalahan yang terjadi disaat pengerjaan program


(45)

PNPM Mandiri sedang dilaksanakan. Musyawarah pada hakikatnya dilakukan agar penyelesaian masalah yang terjadi dapat diselesaikan dengan jalan kemufakatan yang mencerminkan keadilan terhadap pihak manapun yang bersengketa didalamnya. Cara-cara yang seperti ini didapati ketika terjadi mark up dana pembayaran HOK yang telah 1 bulan berturut-turut diduga telah dilakukan oleh Unit Pengelola Keuangan BKM.

Permasalahan ini telah diselesaikan dengan jalan musyawarah dengan mempertemukan oknum yang menjabat sebagai Unit Pengelola Keuangan dengan masyarakat Unit Pengelola Kegiatan yang membawahi setiap kegiatan PNPM Mandiri Kecamatan Gido. Hasil yang diperoleh adalah penetapan sanksi bagi oknum tersebut dengan konsekuensi mencabut kembali jabatan Unit Pengelola Keuangan yang diembannya dan bertanggungjawab penuh mengembalikan setiap dana yang telah di-mark up oleh oknum tersebut. Cara-cara musyawarah seperti ini mencerminkan tingginya nilai kultus fondrakho yang tetap dijalankan di segala bidang kegiatan sosial pada masyarakat Desa Saitgaramba Kecamatan Gido.

PNPM Mandiri pada hakikatnya adalam program pemerintah yang mencoba memberdayakan dan mendayagunakan setiap SDM dan SDA serta kebiasaan dan kearifan lokal masyarakat sebagai faktor pendorong terselenggaranya pengelolaan PNPM Mandiri yang tertata rapi dan sukses. Sejalan dengan tujuan PNPM Mandiri, fondrakho juga dapat dielaborasikan penerapannya dalam pengimplementasian setiap kegiatan pengerjaan program PNPM Mandiri di Desa Saitagaramba Kecamatan Gido. Fondrakho yang sejatinya dapat menyesuaikan dengan keadaan kekinian dari struktur


(46)

masyarakat Nias terasa pantas dan layak jika diimplementasikan dalam pengelolaan PNPM Mandiri.

Nilai modal sosial yang tercermin dari trust masyarakat terhadap BKM yang berfungsi sebagai lembaga pengelola kegiatan PNPM Mandiri Desa Saitagaramba tampak pada kepercayaan masyarakat dalam menjadikan lembaga BKM “Lalawanolo” sebagai mediator konflik dan pengabil keputusan yang adil dan tidak memihak kepada siapapun yang bersalah di dalamnya.

4.2.4.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Tahap Pengawasan Dan Pelestarian Program PNPM Mandiri Perdesaan

Pengendalian PNPM Mandiri Perdesaan dilakukan melalui kegiatan pemantauan, pengawasan, evaluasi dan pelaporan terhadap pelaksanaan kegiatan serta tindak lanjutnya.

4.2.4.3.1. Pemantauan dan Pengawasan

Pemantauan dan pengawasan adalah kegiatan pengumpulan informasi dan mengamati perkembangan pelaksanaan suatu kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk memastikan apakah kegiatan tersebut sudah dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tujuan pemantauan dan pengawasan juga untuk memastikan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan prinsip dan prosedur PNPM Mandiri Perdesaan, melihat kinerja semua pelaku PNPM Mandiri Perdesaan, serta melakukan identifikasi dan mengantisipasi timbulnya permasalahan.


(47)

Dalam pengelolaan program PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Saitagaramba Kecamatan Gido, semua pihak baik itu masyarakat dan pemerintah kecamatan dan desa serta para stake holde atau Pelaku-pelaku PNPM Mandiri bertanggungjawab mengawasi dan memantau jalannya setia kegiatan dan pendanaan program PNPM Mandiri. Tugas pemantauan dan monitoring kegiatan, administrasi dan keuangan diemban oleh Badan Pengawan Unit Pengelola Kegiatan (BP-UPK). Badan ini sekurang-kurangnya beranggotakan 3 orang yang dipilih pada sosialisasi MAD I.

Khususnya di Desa Saitagaramba Kecamatan Gido, BP-UPK terdiri dari 5 orang anggota dengan dua diantaranya adalah salawa (tokoh adat) dari yang ditunjuk oleh masyarakat untuk diposisikan sebagai pengawas terhadap jalannya kegiatan pengelolaan program PNPM Mandiri Perdesaan. Penempatan 2 salawa dan 3 anggota BP-UPK yang merupakan masyarakat biasa merupakan bentuk tingginya kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas tokoh masyarakat.

Penghunjukan tokoh masyarakat di posisi pengawasan kegiatan pengelolaan program PNPM Mandiri sesuai dengan penjelasan PTO PNPM Mandiri yang menegaskan bahwan “Keberadaan tokoh masyarakat, tokoh adat dan pemuka agama merupakan representasi dari kepercayaan masyarakat terhadap existensi dan kredibilitas mereka ditengah-tengah masyarakat.” (Penjelasan PTO PNPM Mandiri, 2010)

Pemantauan dan pengawasan merupakan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap pelaku PNPM Mandiri Perdesaan, yaitu: masyarakat, aparat


(48)

pemerintahan di berbagai tingkatan, konsultan, fasilitator, LSM, wartawan, lembaga donor, dan lain-lain.

4.2.4.3.2. Tahap Dampak/Pelestarian Program Pengelolaan PNPM Mandiri Perdesaan

Pelestarian Program PNPM Mandiri Perdesaan diserahkan sepenuhnya pada masyarakat setempat dengan diawasi dan dipantau oleh pemerintah kecamatan dan desa setempat. Pelestarian (dalam bahasa PTO PNPM Mandiri) adalah proses dari tahapan pemanfataan dan pendayagunaan dalam jangka waktu yang lama setiap program PNPM Mandiri Perdesaan yang telah diserahterimakan melalu rapat MDST (Musyawarah Desa Serah Terima).

Program PNPM Mandiri Perbedaan yang telah diserahterimakan kepada masyarakat Desa Saitagaramba adalah pebangunan sarana jalan lintas desa yang pengerjaannya telah selesai dilaksanakan pada bulan September 2011. Melalui rapat MDST yang difasilitasi oleh Pemerintah Kecamatan dan Fasilitator Kecamatan Gido, diambil satu kesepakatan bahwa masyarakat setempat menerima hasil kegiatan PNPM Mandiri yang dikerjakan secara swadaya oleh masyarakat setempat dan juga menerima tanggung jawab untuk memelihara dan mendayagunakan dengan sebaik-baiknya hasil program PNPM Mandiri tersebut.

Penunjukan terhadap pihak yang menjadi pengelola pertanggungjawaban pelestarian hasil Program PNPM Mandiri ini diserahkan pada BP-UPK (Badan Pengawas Unit Pengelola Kegiatan). BP-UPK sendiri adalah tim gabungan yang


(49)

dibentuk sejak sosialisasi tahap awal dari kegiatan pengelolaan PNPM Mandiri yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat desa setempat. Desa Saitagaramba Kecamatan Gido mengamanatkan Keanggotaan BP-UPK diisi oleh 5 orang anggota dengan 2 orang di antaranya salawa (tokoh adat) yang merupakan sosok yang disegani oleh masyarakat Desa Saitagaramba. Penghunjukan 2 orang salawa sebagai bagian dari BP-UPK adalah legitimasi masyarakat terhadap sikap percaya pada eksistensi keberadaan salawa di tengah-tengah masyarakat. Selain itu penghunjukan salawa juga didasari oleh hubungan relasi yang terjalin erat antara pemerintah dengan para salawa yang tidak hanya sebagai tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh terhadap sistem sosial masyarakat desa saja melainkan keberadaan salawa juga merupakan manifestasi dari sistem sosial masyarakat Nias pada umumnya yang memandang posisi wibawa para salawa terhadap pemerintahan di masing-masing kabupaten yang terdapat di Pulau Nias. Relasi tersebut tercermin dari kecenderungan posisi Bupati di tiap-tiap kabupaten Nias yang merupakan anggota keluarga tuhenori ataupun salawa dari masing-masing daerahnya.


(50)

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Saitagaramba Kecamatan Gido. Masyarakat desa setempat menjadi pioner dari setiap kegiatan pelaksanaan program PNPM Mandiri Perdesaan yang dijalankan di desanya. Namun pada hakikatnya laju perkembangan PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Gido tidak terlepas dari peranan tokoh masyarakat dan tokoh adat yang memiliki pengaruh besar dalam sturktur sosial masyarakat. Keberadaan tokoh masyarakat yang dihormati dan disegani oleh masyarakat desa setempat menjadikan posisi tokoh masyarakat dan tokoh adat menjadi sangat vital dalam menengahi masalah-masalah yang didapati dalam pengerjaan kegiatan PNPM Mandiri.

Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan yang pada hakikatnya merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa sejalan dengan konsep fondrakho yang terdapat dalam hukum adat Nias. Jiwa fondrakho yang mengakar dalam sistem sosial masyarakat Nias yang menitikberatkan pada kekompakan, saling menghormati dan menghargai serta memiliki nilai musyawarah untuk mufakat, menjadi sejalan dengan konsep pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Pada akhirnya, keberadaan setiap stakeholder PNPM Mandiri Perdesaan yang melakukan tugasnya dengan baik pada Kegiatan Program PNPM Mandiri menjadisangat terbantu dengan


(51)

dibarengi adanya pengaruh para tuhenori \yang menjadi sosok yang dihormati di tengah masyarakat Desa Saitagaramba.

5.2. Saran

Dalam penulisan skripsi ini penulis tak lupa menyampaikan masukan terhadap pemerintah daerah Kabbupaten Nias yang seharusnya dapat lebih mengakomodir posisi para tokoh adat dan tokoh masyarakat yang ada di Kabupaten Nias agar lebih diberdayakan pada posisi-posisi yang vital sebagai stake holder atau pelaku PNPM Mandiri. Seperti memfasilitasi mereka menjadi Fasilitator teknik dan Fasilitator Kabupaten.

Hal ini sejalan dengan keberadaan tokoh masarakat, tokoh adat dan pemuka agama dalam sistem sosial masyarakat Desa Saitagaramba Kecamatan Gido Kabupaten Nias yang sangat menghormati dan menyegani sosok tokoh masyarakat desa Setempat. Selain agar nantinya pemerintah daerah Kabupaten Nias juga lebih memberikan perhatian kebih pada khasanah budaya Nias untuk tetap dikembangkan dan dilestarikan di masa-masa yang akan datang.

Pemahaman masyarakat Nias khususnya kalangan remaja yang kini tidak peduli dengan budaya Nias menyebabkan banyaknya remaja sekarang ini tidak mengetahui lagi akar budaya fondrakho daerahnya. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan agar nantinya pemerintah daerah Nias dapat membaca dan menyimak skripsi ini sebagai acuan dalam pengembangan budaya fondrakho Nias dalam segala hal.


(52)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

II.1. Modal Sosial (Social Capital)

”Semakin banyak orang yang anda kenal dan semakin banyak anda berbagi pandangan umum dengan mereka, semakin kayalah modal sosial anda” (Field, 2005:1).

Istilah "modal sosial" (social capital) pertama kali muncul dalam kajian masyarakat (community studies) untuk menunjukkan pentingnya jaringan hubungan pribadi yang kuat dan dalam (crosscutting), yang berkembang perlahan-lahan sebagai landasan bagi saling percaya, kerjasama, dan tindakan kolektif dari komunitas yang bersangkutan. Jaringan ini menentukan bertahannya dan berfungsinya sebuah kelompok masyarakat. Walaupun pada awalnya kajian tentang modal sosial ini lebih merupakan upaya untuk memahami kehidupan kelompok-kelompok penduduk perkotaan dan para penghuni daerah-daerah kumuh (slums), dalam perkembangan selanjutnya teori tentang modal sosial banyak membantu para peneliti kajian organisasi (organization studies) dan praktisi bisnis.

Teori tentang modal sosial menyatakan bahwa jaringan hubungan merupakan sebuah sumberdaya yang dapat digunakan untuk pelaksanaan kegiatan sehari-hari. Para anggota jaringan memiliki "modal", misalnya dalam bentuk hak istimewa (credential) yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, akses ke informasi, ketersediaan peluang, dan status sosial.


(53)

Dari berbagai penelitian dikenal adanya tiga dimensi dari modal sosial, yaitu dimensi struktural, relasional, dan kognitif. Ketiganya saling berkaitan dan dalam kenyataannya tak mudah dipisahkan. Pemisahan ketiganya hanya perlu dilakukan untuk kepentingan analisis :

1. Dimensi struktural menyangkut pola hubungan antar anggota jaringan yang dapat dilihat dari konfigurasi, hirarki, dan sebagainya.

2. Dimensi relasional merujuk kepada sifat hubungan (misalnya rasa hormat, saling menghargai, dan persahabatan) yang menentukan perilaku anggota jaringan. 3. Dimensi kognitif mengacu kepada berbagai sumberdaya yang menyediakan

simbol komunikasi, cara interpretasi, dan sistem artian yang dipakai bersama oleh anggota jaringan.

Kemampuan masyarakat untuk dapat saling bekerjasama tidak dapat terlepas dari adanya peran modal sosial yang mereka miliki. Hakikat modal sosial adalah hubungan sosial yang terjalin dalam kehidupan sehari-hari warga masyarakat. Dengan membangun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, tujuan bersamapun akan dapat tercapai. Modal sosial bukan milik individual, melainkan sebagai hasil dari hubungan sosial antara individu. Modal sosial menentukan bagaimana orang dapat bekerjasama dengan mudah (Ibrahim, 2002: 76).

Modal sosial menjadi hal yang sangat vital dibutuhkan dalam perkembangan ekonomi. Francis Fukuma menunjukkan hasil-hasil studi di berbagai negara bahwa modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan diberbagai sektor ekonomi, karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan keeratan hubungan dalam jaringan


(54)

yang luas tumbuh antar sesama pelaku ekonomi. Ia mendefinisikan modal sosial adalah segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan dan didalamnya diikat oleh nilai-nilai yang akan menjadi resep kunci bagi keberhasilan pembangunan disegala bidang ekonomi dan demokrasi (Hasbullah, 2006:8).

Sikap partisipastif, sikap saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma yang mendukungnya, merupakan beberapa nilai dan unsur modal sosial. Nilai-nilai sosial yang positif dapat dilihat dari besarnya tingkat kepercayaan dalam masyarakat dan organisasi sosial yang bertahan.

Lubis, dalam (Badaruddin, 2005: 31) menjelaskan bahwa modal sosial adalah sumber daya yang berintikan elemen-elemen pokok yang mencakup: 1) Saling percaya (trust), yang meliputi adanya kejujuran (honesty), kewajaran (fairness), sikap egaliter (egalitarianisme), toleransi (tolerance) dan kemurahan hati (generosity) 2) Jaringan sosial (networks), yang meliputi adanya partisipasi (participations), pertukaran timbal balik (reciprocity), solidaritas (solidarity), kerjasama (collaboration/cooperation) dan keadilan (equity), 3) Pranata (institution), yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama (shared value), norma-norma dan sanksi-sanksi (norm and sanctions), dan aturan-aturan (rules).

Rusdi Syahra, dkk, dalam (Kristina, 2003:60) menyebutkan bahwa modal sosial dapat dilihat dari:

1. Kepercayaan (trust) adalah: kecenderungan untuk menempati sesuatu yang telah dikatakan baik secara lisan maupun tulisan. Adanya sifat kepercayaan ini


(55)

merupakan landasan utama bagi seseorang untuk menyerahkan sesuatu kepada orang lain, dengan keyakinan bahwa yang bersangkutan akan menepati janji atau memenuhi kewajibannya.

2. Solidaritas, kesediaan untuk secara sukarela ikut menanggung suatu konsekuensi sebagai wujud adanya rasa kebersamaan dalam menghadapi suatu masalah. 3. Toleransi, kesediaan untuk memberikan konsensi atau kelonggaran, baik dalam

bentuk materi maupun non-materi sepanjang tidak berkenaan dengan hal-hal yang bersifat prinsipil.

2.1.1. Kepercayaan (Trust)

Kepercayaan adalah salah satu unsur penting dalam modal sosial yang merupakan tali pengikat antara satu sama lain sehingga tercipta suatu dukungan yang solid dan tahan lama. Trust adalah pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur, dan kooperatif, berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, dan kepentingan anggota yang lain dari komunikasi itu (Fukuyama, 2002:36).

Robert D. Putnam (1993), mendefinisikan trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Hasbullah, 2006:11).

Kepercayaan akan menimbulkan kewajiban sosial, dengan mempercayai seseorang akan menimbulkan kepercayaan kembali dari orang tersebut (resiprositas). Dalam kaitannya dengan resiprositas dan pertukaran, pretty dan ward, dalam


(56)

(Badruddin, 2005: 32) mengemukakan bahwa adanya hubungan-hubungan yang dilandasi oleh prinsip resiprositas dan pertukaran akan dibayar kembali (repaird and balanced). Hal ini merupakan pelicin dari suatu hubungan kerja sama yang telah dibangun agar tetap konsisten dan berkesinambungan.

Colemen, dalam (Kristina, 2003: 60) menegaskan ”bahwa kelansungan setiap transaksi sosial ditentukan adanya dan terjaganya trust (amanah dan kepercayaan) dari pihak-pihak yang terlibat”. Artinya hubungan transaksi antara manusia sebagai individu maupun kelompok baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi, hanya mungkin terjadi dan berkelanjutan apabila ada trust atau rasa saling percaya dari pihak-pihak yang melakukan interaksi. Individu-individu yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, memungkinkan terciptanya organisasi-organisasi bisnis (dagang) yang fleksibel yang mampu bersaing dalam ekonomi global.

Elemen modal sosial yang menjadi pusat kajian Fukayama adalah kepercayaan (trust) karena menurutnya erat kaitannya antara modal sosial dengan kepercayaan. Suatu kelompok yang memiliki modal sosial yang tinggi akan membuka kemungkinan untuk menyelesaikan permasalahan dengan lebih mudah. Hal ini memungkinkan terjadi terutama pada masyarakat yang terbiasa hidup dengan rasa saling mempercayai yang tinggi. Perkembangan ekonomi yang dialami oleh Asia Timur yang begitu cepat, terutama dikarenakan pembentukan jaringan rasa percaya yang dibangun melampaui batas-batas keluarga, suku, negara dan agama.

2.1.2. Jaringan Sosial

Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok


(57)

lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun informal. Hubungan sosial adalah cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar warga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat resiprosikal (Ibrahim, 2002: 67) George, Ritzer-Goodman J Daungleas (2004: 383) mengatakan bahwa satu ciri khas teori jaringan adalah pemusatan perhatiannya pada struktur mikro hingga makro. Artinya, bagi teori jaringan, aktor (pelaku) mungkin saja individu tetapi mungkin pula kelompok, perusahaan dan masyarakat. Hubungan dapat terjadi struktur sosial skala luas maupun ditingkat yang lebih mikroskopik. Granoveter melukiskan hubungan ditingkat

mikro itu seperti tindakan yang ”melekat” dalam hubungan pribadi konkrit dan dalam

struktur (jaringan) hubungan itu. Hubungan ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor (individu atau kolektifitas) mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya yang bernilai (kekayaan, kekuasaan, informasi) akibatnya adalah bahwa sistem yang berstruktur cenderung terstratifikasi komponen tertentu dan tergantung pada komponen yang lain.

Jaringan sosial di hubungan dengan bagaimana individu terkait satu dengan yang lainnya dan bagaimana ikatan aplikasi melayani baik sebagai pelicin untuk memperoleh sesuatu yang dikerjakan maupun sebagai perekat yang memberikat tatanan dan makna pada kehidupan sosial (Damsar, 2002: 35). Jaringan telah lama dilihat sangat penting bagi keberhasilan bisnis. Pada tingkat permulaan fungsi jaringan diterima dengan luas sebagai suatu sumber informasi penting, yang sangat menentukan dalam mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang-peluang bisnis. Jaringan-jaringan itu dapat juga menyediakan akses finansial. (John Field, 2005: 16-17).


(58)

2.1.3. Pranata

Menurut Koentjaraningrat, pranata sosial adalah suatu sistem tatakelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan bermasyarakat (Soerjono, 1990: 217). Definisi tersebut menekankan pada sistem tata kelakuan, atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan. Pranata merupakan elemen inti yang tidak bisa dilepaskan dari konsepsi modal sosial. Pranata merupakan pendorong bagi terciptanya hubungan kerjasama yang saling menguntungkan.

Fukuyama, dalam (Lawang, 2004: 180) menunjuk pada serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Norma-norma akan berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk hubungan antar individu. Norma yang tercipta diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh individu pada suatu entitas sosial tertentu. Aturan-aturan tersebut biasanya tidak tertulis, namun demikian dipahami oleh setiap individu dalam konteks hubungan sosial, ekonomi. Aturan-aturan tersebut misalnya, bagaimana cara menghormati dan menghargai orang lain, norma untuk tidak mencurigai orang lain, norma untuk selalu bekerjasama dengan orang lain, merupakan contoh norma yang ada. Norma dan aturan yang terjaga dengan baik akan berdampak positif bagi kualitas hubungan yang terjalin serta merangsang berlangsungnya kohesifitas sosial yang hdiup dan kuat (Hasbullah, 2006: 13)


(59)

1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat terutama menyangkut kebutuhan

2. Menjaga keutuhan masyarakat

3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial.

Norma dan nilai-nilai yang ada pada suatu masyarakat merupakan unsur yang terkandung dalam pranata sosial. Norma dan nilai-nilai dapat menjadi pengikat anggota masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran, karena norma dan nilai-nilai mempunyai sanksi sosial. Dalam rumusan Robert D. Putnam, modal sosial menunjuk pada ciri-ciri organisasi social yang berbentuk jaringan-jaringan horizontal yang didalamnya berisi norma-norma yang memfasilitasi koordinasi, kerjasama, dan saling mengendalikan yang manfaatnya bisa dirasakan bersama anggota organisasi.

Dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat hal yang perlu diperhatikan adalah kualitas partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dimana pengambilan keputusan sangat bergantung dari sejauh mana terdapat hubungan partnership antara masyarakat dan stakeholder lain yang dalam hal ini adalah Pemerintah (Dritasto, 2005).

Pada tingkatan citizen power atau terdapat partisipasi aktif, masyarakat dapat bermitra dengan pemegang kekuasaan yang memungkinkan mereka bernegoisasi. Dan jika tingkat partisipasi diperdalam hingga level tertinggi yaitu citizen control,


(60)

masyarakat memiliki kekuasaan penuh untuk membuat keputusan. Tingkatan partisipasi masyarakat dapat diidentifikasikan dengan mengkaji darimana asal partisipasi apakah dari pemerintah, masyarkaat ataukah bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Secara sederhana, masyarakat dapat berpartisipasi dengan berbagai bentuk diantaranya (Herawatty, 2006):

1. Keterlibatan dalam prakarsa pembangunan, dimana masyarakat secara aktif menjadi prakarsa terlaksananya pembangunan misalnya melalui penyusunan rencana kerja 2. Keterlibatan dalam pembiayaan pembangunan, dimana secara swadaya masyarakat

membiayai pelaksanaan pembangunan. Pembiayaan swadaya ini dapat berupa material, uang, maupun tenaga.

3. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan, dimana masyarakatlah yang berperan aktif dalam memberikan keputusan yang terkait pelaksanaan proyek pembangunan 4. Keterlibatan dalam memobilisasi tenaga, dimana masyarakatlah yang mengerjakan

proyek pembangunan tersebut, baik dengan menyediakan tenaga maupun melibatkan kontraktor lokal.

5. Keterlibatan dalam menyelesaikan permasalahan, dimana masyarakat dilibatkan dalam menyelesaikan permsalahan yang timbul dari proyek pembangunan yang diselenggarakan.


(61)

2. 2. Pemberdayaan Masyarakat

Pengalaman pembangunan di Indonesia yang dijalankan selama beberapa puluh tahun dengan menggunakan pola sentralistik terbukti memiliki banyak kekurangan, terutama dalam memberdayakan masyarakat dan menempatkan masyarakat sebagai pelaku dalam pembangunan, dari mulai perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya, sehingga berkembanglah otonomi daerah di Indonesia yang dimulai sejak tahun 1999. Hakikat otonomi adalah meletakkan landasan pembangunan yang tumbuh dan berkembang dari rakyat, diselenggarakan secara sadar dan mandiri oleh rakyat, sehingga dalam program pembangunan masyarakat tidak lagi dianggap sebagai objek dari pembangunan, tetapi menjadi subjek/pelaku dari pembangunan (Sumaryadi, 2005: 84)

Meskipun tujuan utama yang hendak dicapai dari pembangunan adalah meningkatkan taraf hidup dan menciptakan masyarakat sejahtera secara fisik, mental maupun sosial, namun pendekatan yang digunakan dalam pembangunan harus senantiasa mengutamakan proses daripada hasil. Pendekatan proses lebih memungkinkan pelaksanaan pembangunan yang memanusiakan manusia. Dalam pandangan ini pelibatan masyarakat dalam pembangunan lebih mengarah kepada bentuk partisipasi, bukan dalam bentuk mobilisasi. Partisipasi masyarakat dalam perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta terlibat dalam proses pembuatan dan perumusannya, sehingga masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut dan mempunyai tanggungjawab bagi keberhasilannya serta memiliki motivasi yang lebih bagi partisipasi pada tahaptahap berikutnya (Soetomo, 2006).


(1)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dengan segala keterbatasan dan kemampuan penulis miliki. Oleh karena itu, masukan dan kritik yang membangun sangat penulis hargai. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua kalangan. Akhir kata penulis banyak mengucapkan terima kasih.

Medan, April 2013


(2)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... xi

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

I. 1 Latar Belakang ... 1

I. 1. 1. Adat Dalam Masyarakat Suku Nias ... 2

I. 1. 2. Pemerintahan suku Nias (Ori) ... 4

I. 1. 3. PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri ... 8

I. 2. Perumusan Masalah ... 10

I. 3. Tujuan Penelitian ... 10

I. 4. Manfaat Penelitian ... 10

I. 5. Definisi Konsep ... 11

BAB II ... 13


(3)

2.1. Modal Sosial (Social Capital) ... 13

2.1.1. Kepercayaan (Trust) ... 16

2.1.2. Jaringan Sosial ... 17

2.1.3. Pranata ... 19

2. 2. Pemberdayaan Masyarakat ... 21

2. 2. 1. Siklus dan Proses Pemberdayaan Masyarakat ... 23

2. 2. 2. Faktor yang Mempengaruhi Pemberdayaan Masyarakat ... 28

2. 2. 3. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat ... 31

BAB III ... 32

METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis Penelitian ... 32

3. 2. Lokasi Penelitian ... 32

3. 3. Unit Analisis Dan Informan ... 32

3. 3. 1. Unit analisis ... 32

3. 3. 2. Informan ... 32

3. 3. 2. 1. Informan Kunci ... 33

3. 3. 2. 2. Informan Biasa ... 33


(4)

3. 5. Interpretasi data ... 34

3. 6. Jadwal Kegiatan ... 36

3. 7. Keterbatasan Penelitian ... 37

BAB IV ... 38

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN ... 38

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 38

4.1.1. Gambaran Umum Kecamatan Gido ... 38

4.1.2. Sejarah Kecamatan Gido ... 40

4.1.3. Struktur Masyarakat Dan Hukum Adat Nias (Fondrakho) ... 41

4.1.3.1. Kampung (Ori) ... 41

4.1.3.2. Hubungan Sosial ... 42

4.1.3.3. Stratifikasi Sosial ... 43

4.1.3.4. Kelompok Kampung ... 44

4.1.4. Fondrakho Masyarakat Nias ... 45

4.1.4.1. Pengertian Fondrakho ... 45

4.1.4.2. Asal Mula Fondrakho ... 47


(5)

4.1.5.1. Informan Kunci (Key Informan) ... 49

4.1.5.2. Informan Biasa ... 58

4.2. Interpretasi Data ... 61

4.2.1. Latar Belakang PNPM Mandiri Perdesaan Di Desa Saitagaramba Kecamatan Gido ... 61

4.2.2. Kondisi Geografis Dan Kependudukan ... 62

4.2.3. Kondisi Sarana dan Prasarana ... 64

4.2.4. Kegiatan PNPMMandiri Perdesaan di Desa Saitagaramba ... 65

4.2.4.1. Struktur OrganisasiKegiatan PNPM Mandiri Di Desa Saitagaramba ... 65

4.2.4.2. Peran Modal Sosial Dalam Tahap Sosialisasi dan Implementasi ... 65

4.2.4.2.1. Tahapan Sosialisasi Kegiatan Program PNPM Mandiri Perdesaan ... 65

4.2.4.2.2. Tahap Implementasi Kegiatan Program PNPM Mandiri Perdesaan ... 69


(6)

4.2.4.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Tahap

Pengawasan Dan Pelestarian

Program PNPM Mandiri Perdesaan ... 73

4.2.4.3.1. Pemantauan dan Pengawasan ... 73

4.2.4.3.2. Tahap Dampak/Pelestarian Program Pengelolaan PNPM Mandiri Perdesaan . 74 BAB V ... 76

PENUTUP ... 76

5.1. Kesimpulan ... 76


Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Program Pnpm Mandiri Perkotaan Bidang Infrastruktur Terhadap Pendapatan Masyarakat Di Kota Tebing Tinggi

0 35 104

Efektivitas Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Tigalingga Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi

8 81 118

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Kampung Bilah Kecamatan Bilah Hilir Kabupaten Labuhan Batu

0 57 124

Dampak Program Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kecamatan Medan Kota

0 95 100

Efektifitas Pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir (PNPM Mandiri Perkotaan) di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan

0 27 245

Sosialisasi Pemanfaatan Fasilitas Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan (Study Deskriptif di Desa Purbadolok, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbanghasundutan)

4 63 111

Efektivitas Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan Efektivitas Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan (Studi evaluasi CIPP Efektivitas Komunikasi Pembangunan Unit Pengelolaan Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah).

0 1 15

BAB 1 Pendahuluan Efektivitas Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan (Studi evaluasi CIPP Efektivitas Komunikasi Pembangunan Unit Pengelolaan Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah).

0 2 27

Efektifitas Kegiatan Komunikasi Pembangunan PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Matesih Efektivitas Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan (Studi evaluasi CIPP Efektivitas Komunikasi Pembangunan Unit Pengelolaan Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Mate

0 2 18

Bargaining Power Perempuan dalam Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan.

0 0 6