Risk and Return Rangkuman

50 Kegiatan pembelajaran 6 ANALISIS PERPAJAKAN

A. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran diklat tentang analisis perpajakan adalah agar peserta diklat : 1 Mengidentifikasi potensi pemasukan negara dari sektor pajak melalui mengkaji referensi. 2 Menganalisis implementasi peraturan perpajakan di Indonesia melalui diskusi 3 Menganalisis kesadaran membayar pajak bagi wajib pajak di Indonesia melalui diskusi 4 Memberi contoh kasus kasus permadalahan pelanggaran pajak di Indonesia melalui diskusi 5 Menganalisis kemungkinan potensi wajib pajak di Indonesia melaksanakan kewajiban melalui diskusi 6 Menyusun strategi yang efisien dalam meningkatkan kesadaran untuk membayar pajak melalui diskusi ..

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

1 Mengidentifikasi potensi pemasukan negara dari sektor pajak. 2 Menganalisis implementasi peraturan perpajakan di Indonesia 3 Menganalisis kesadaran membayar pajak bagi wajib pajak di Indonesia 4 Memberi contoh kasus kasus permadalahan pelanggaran pajak di Indonesia 5 Menganalisis kemungkinan potensi wajib pajak di Indonesia melaksanakan kewajiban 6 Menyusun strategi yang efisien dalam meningkatkan kesadaran untuk membayar pajak.

C. Uraian Materi

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak DJP yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 51 Hukum pajak harus memberikan jaminan hukum dan keadilan yang tegas, baik untuk negara selaku pemungut pajak Fiskus maupun kepada rakyat selaku wajib pajak. Di negara-negara yang menganut faham hukum, segala sesuatu yang menyangkut pajak harus ditetapkan dalam undang-undang. Dalam undang-undang Dasar 1945 dicantumkan pasal 23 ayat 2 sebagai dasar hukum pemungutan pajak oleh negara. Dalam pasal itu ditegaskan bahwa pengenaan dan pemungutan pajak termasuk bea dan cukai untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-udang. Masyarakat harus bisa memahami Pajak adalah salah satu pilar penting perekonomian. Tanpa pajak, negara tidak mampu membiayai pembangunan. Tanpa pajak, pemerintah mustahil bisa menggaji pegawai dan menyejahterakan rakyat. Karena itu, pemerintah harus sangat serius menindak pengemplang pajak. Analisa Kasus Pajak adalah salah satu tiang yang sangat penting bagi perekonomian di sebuah Negara. Tanpa pajak, Negara tidak mampu membiayai pembangunan. Tanpa pajak pula, pemerintah mustahil bisa menggaji para pegawai dan mensejahterakan rakyatnya. Karena itu, pemerintah harus sangat serius dalam menindak para pengemplang pajak. Tapi, apa buktinya, premis itu jauh lebih gampang diucapkan dari pada dilakukan. Faktanya pemerintah kerap gagal menghadapi para pengemplang dan penggelap pajak. Mencari Celah Hukum Meski asas pembuktian terbalik, dianggap kontradiktif dengan kitab undang-undang kita, namun terdapat beberapa aspek hukum yang patut dijadikan pertimbangan dalam pemberantasan tindak pidana penggelapan, korupsi dan pencucian uang. Asas pembuktian terbalik, meski tidak secara utuh, namun ruang permberlakuan asas tersebut cukup jelas disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tidak secara utuh disini, dimaksudkan bahwa, meski seseorang telah gagal membuktikan asal-usul harta kekayaannya yang patut dicurigai dari hasil tindak pidana, jaksa sebagai penuntut umum tetap memiliki kewajiban untuk membuktikan dakwaannya diproses pengadilan. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, pasal 37 ayat 1, ddikatakan bahwa, “terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi”. Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti. Pada pasal 37A ayat 1 dan 2, lebih menguatkan posisi beban pembuktian terbalik tersebut, dengan menegaskan bahwa, “Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang didakwakan”. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan