BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Peningkatan prevalensi penyakit kronik degeneratif yang berhubungan dengan usia merupakan outcome
utama akibat pertambahan usia yang progresif pada populasi penduduk dunia. Diantara
berbagai penyakit tersebut, demensia merupakan salah satu penyakit yang cukup penting. Dari berbagai studi epidemiologi didapatkan bahwa
pada negara yang berkembang dan sedang berkembang ditemukan bahwa prevalensi demensia meningkat 2 kali lipat setiap 5 tahun pada
usia di atas 65 tahun. Pemeriksaan neurofisiologi yang sensitif dapat mengidentifikasi gangguan kognitif preklinik dan mengkateristikkan fungsi
kognitif dengan memori yang terganggu. Banyak faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif, seperti usia, genetik, tingkat sosiokultural,
intelligence quotients IQ dan pekerjaan. Disamping itu latar belakang pendidikan memainkan peranan penting dalam melakukan penilaian
fungsi kognitif Paquay dkk. 2007. Akibat gaya hidup rata – rata yang semakin meningkat terhadap
perawatan medis, maka terdapat keinginan yang semakin besar untuk mengetahui faktor – faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup
pada usia lanjut. Usia berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif, termasuk di dalamnya gangguan memori dan fungsi eksekutif. Meskipun
Universitas Sumatera Utara
mekanisme yang mendasari hubungan antara usia dan fungsi kognitif belum sepenuhnya diketahui. Namun usia yang dihubungkan dengan
inflamasi sepertinya memainkan peranan penting Simen dkk. 2011
.
Penelitian Hartmaeir SL. dkk. tahun 1995 didapatkan bahwa Cognitive Performance Scale CPS menunjukkan persamaan yang
substansial dengan Mini Mental State Examination MMSE dalam mengidentifikasi gangguan kognitif, dengan sensitifitas 94 95
confidence interval [CI]: .0,90 - 0,98 dan spesifisitas 94 95 CI: 0,87– 0,96 dan akurasi diagnostik 0,96 95 CI: 0,88 – 1,0 Hartmaeir dkk.
1995. Pemeriksaan CPS pada awalnya dibuat untuk menilai fungsi
kognitif pada orang yang dirawat dalam jangka waktu yang panjang di berbagai tempat tinggal. Kemudian CPS ini juga digunakan pada populasi
yang mendapatkan perawatan di rumah. Pada penelitian Bula C.J. dan Wietlisbach V. tahun 2009 didapatkan bahwa subjek dengan nilai CPS
yang abnormal, mempunyai resiko kematian yang meningkat. Dan menariknya, subjek dengan nilai CPS abnormal mempunyai resiko
kematian yang meningkat hanya bila subjek tersebut mempunyai nilai MMSE yang abnormal juga. Kombinasi CPS dan MMSE dapat
memberikan informasi prediksi tambahan dalam menilai fungsi kognitif Bula dkk. 2009.
Penelitian Jones dkk. tahun 2010 didapatkan bahwa nilai CPS berhubungan secara signifikan dengan nilai MMSE. Semakin tinggi nilai
Universitas Sumatera Utara
CPS dihubungkan dengan semakin meningkatnya gangguan fungsional dan semakin meningkatnya prevalensi diagnosis demensia, dibandingkan
dengan nilai CPS yang rendah Jones dkk. 2010. Penelitian Wellens dkk. tahun 2012 didapatkan bahwa skor rata –
rata MMSE berbeda secara signifikan antara grup dengan skor CPS yang rendah dibandingkan dengan grup dengan skor CPS yang tinggi p0,05.
Dengan skor MMSE di bawah 24 menjadi gold standard, akurasi diagnostik CPS didapati moderate area under curve = 0,73 dengan
sensitifitas yang rendah, tapi spesifisitasnya memuaskan. Apabila cutoff MMSE diturunkan menjadi kurang dari 18 dan terfokus pada pasien
dengan gangguan kognitif yang berat, maka sensitifitas CPS meningkat tapi spesifitasnya menurun Wellens dkk. 2012.
Penilaian gangguan kognitif dengan menggunakan CPS mengklasifikasikannya menjadi 7 tingkat kemampuan kognitif yaitu mulai
dari nilai 0 intak sampai nilai 6 gangguan fungsi kognitif sangat berat Carpenter dkk. 2006.
Mini Mental State Examination MMSE kemungkinan merupakan penilaian fungsi kognitif yang paling luas dipakai. Pada MMSE berbagai
domain yang dinilai meliputi orientasi waktu dan tempat, atensi, memori, bahasa dan konstruksi visual. Dimana nilai maksimumnya adalah 30, yang
menunjukkan bahwa fungsi kognitifnya sangat baik. Dahulu skala CPS dihubungkan secara erat dengan skor MMSE, meskipun tidak ada studi
Universitas Sumatera Utara
tentang akurasi standar diagnostik yang membandingkan CPS dan MMSE dengan gold standard yang telah digunakan Paquay dkk. 2007.
Pada penelitian Tangalos E.G., dkk. tahun 1996 ditemukan bahwa dengan cutoff score MMSE
≤ 23 memiliki sensitifitas 69 dan spesifisitas 99. Penggunaan cutoff score yang spesifik sesuai usia dan pendidikan,
meningkatkan sensitifitas menjadi 82 tanpa penurunan spesifisitas Tangalos dkk. 1996.
The Cambridge Examination for Mental Disorders of the Elderly CAMDEX merupakan suatu struktur interview dan pemeriksaan yang
terstandarisasi untuk mendiagnosa gangguan mental secara umum. Pemeriksaan ini telah tervalidasi dalam berbagai bahasa. The Cambridge
Cognitive Examination CAMCOG merupakan bagian dari CAMDEX, yang mengevaluasi gangguan fungsi kognitif. Pemeriksaan CAMCOG
merupakan uji klinis yang banyak digunakan dan dipertimbangkan sebagai pengukuran yang sensitif untuk mendeteksi demensia pada tahap awal
Moreira dkk. 2009. Terdapat berbagai bentuk alternatif dari CAMCOG yaitu Revised
CAMCOG CAMCOG-R, Rotterdam CAMCOG R-CAMCOG dan General Practioner Assessment of Cognition GPCOG.
Pada penelitian Brodaty dkk. tahun 2002 didapatkan bahwa GPCOG reliable dan superior terhadap MMSE dengan sensitifitas 0,85
dan spesifisitas 0,86 Brodaty 2002.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian Thomas dkk. tahun 2006 didapatkan bahwa GPCOG dalam mendiagnosa demensia memiliki sensitifitas 96,
spesifisitas 62 , positive predictive value 83 dan negative predictive value 90. Pemeriksaan GPCOG akurat dan merupakan instrumen yang
mudah diterima dalam melakukan skrining demensia Thomas dkk. 2006. Pada penelitian Ebell tahun 2009 didapatkan bahwa pemeriksaan
GPCOG memiliki sensitifitas 82 dan spesifitas 70 dengan cut-off point ≤ 7 Ebell dkk. 2009.
I.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian–penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas dirumuskanlah masalah sebagai berikut :
Bagaimana perbandingan akurasi Cognitive Performance Scale CPS dan Mini Mental State Examination MMSE terhadap General
Practioner Assessment of Cognition GPCOG untuk menilai gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut ?
I.3. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan :
I.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perbandingan akurasi CPS dan MMSE terhadap
GPCOG untuk menilai gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut.
Universitas Sumatera Utara
I.3.2. Tujuan Khusus I.3.2.1. Untuk menilai fungsi kognitif usia lanjut di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai - Medan dan Panti Jompo Karya Kasih Medan dengan CPS, MMSE dan GPCOG.
I.3.2.2. Untuk mengetahui sensitifitas dan spesifisitas CPS dalam menilai gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai - Medan dan Panti Jompo Karya Kasih Medan.
I.3.2.3. Untuk mengetahui Nilai Duga Positif NDP atau Positive Predictive Value PPV dan Nilai Duga Negatif NDN atau Negative Predictive
Value NPV CPS dalam menilai gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita
Wilayah Binjai - Medan dan Panti Jompo Karya Kasih Medan. I.3.2.4. Untuk mengetahui Rasio Kemungkinan Positif RKP atau Positive
Likehood Ratio LR + dan Rasio Kemungkinan Negatif RKN atau Negative Likehood Ratio LR - CPS dalam menilai gangguan
fungsi kognitif pada usia lanjut di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai - Medan dan Panti Jompo Karya
Kasih Medan. I.3.2.5. Untuk mengetahui sensitifitas dan spesifisitas MMSE dalam
menilai gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai - Medan dan
Panti Jompo Karya Kasih Medan.
Universitas Sumatera Utara
I.3.2.6. Untuk mengetahui Nilai Duga Positif NDP atau Positive Predictive Value PPV dan Nilai Duga Negatif NDN atau Negative Predictive
Value NPV MMSE dalam menilai gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita
Wilayah Binjai - Medan dan Panti Jompo Karya Kasih Medan. I.3.2.7. Untuk mengetahui Rasio Kemungkinan Positif RKP atau Positive
Likehood Ratio LR + dan Rasio Kemungkinan Negatif RKN atau Negative Likehood Ratio LR - MMSE dalam menilai gangguan
fungsi kognitif pada usia lanjut di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai - Medan dan Panti Jompo Karya
Kasih Medan. I.3.2.8. Untuk mengetahui perbandingan akurasi CPS dan MMSE
terhadap GPCOG dalam menilai gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita
Wilayah Binjai - Medan dan Panti Jompo Karya Kasih Medan. I.3.2.9. Untuk mengetahui karakteristik demografi usia lanjut di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai - Medan dan Panti Jompo Karya Kasih Medan.
I.4. HIPOTESIS
Terdapat perbedaan akurasi CPS dan MMSE terhadap GPCOG untuk menilai gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut.
Universitas Sumatera Utara
I.5. MANFAAT PENELITIAN
I.5.1. Manfaat Penelitian untuk Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian
selanjutnya dalam pengembangan untuk membuat skala yang lebih baik lagi dalam menilai gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut.
I.5.2. Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan Dengan mengetahui perbandingan akurasi CPS dan MMSE dalam
menilai gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut, maka diharapkan penelitian ini dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk
menggunakan skala yang lebih tepat dalam menilai gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut dan dapat membuat keputusan klinis
pada pasien. I.5.3. Manfaat Penelitian untuk Masyarakat
Dengan mengetahui perbandingan akurasi CPS dan MMSE dalam menilai gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut maka dapat
diketahui skala mana yang lebih tepat dalam menilai gangguan fungsi kognitif sehingga dapat dijadikan sebagai dasar untuk
meningkatkan kewaspadaan dalam perawatan pasien dengan skala yang mengarah pada diagnosa gangguan fungsi kognitif.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA