Analisis Respon dan Proyeksi Penawaran Ubi Kayu di Indonesia

(1)

ANALISIS RESPON DAN PROYEKSI PENAWARAN

UBI KAYU DI INDONESIA

Oleh

GINNA AYU PUTERI H14050080

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(2)

RINGKASAN

GINNA AYU PUTERI. Analisis Respon dan Proyeksi Penawaran Ubi Kayu di Indonesia (dibimbing oleh Nunung Nuryartono).

Sektor pertanian masih menjadi sektor yang sangat penting di Indonesia sebagai negara berkembang yang memiliki kelimpahan akan sumberdaya alam. Melihat kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), terutama saat terjadi krisis dimana sektor pertanian merupakan sektor yang mampu bertahan, sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi untuk mencapai sasaran mensejahterakan rakyat, menyediakan pangan dan bahan baku industri lainnya, meningkatkan pendapatan nasional, menyediakan lapangan pekerjaan, menghasilkan devisa serta mempertahankan kelestarian sumberdaya.

Sektor pertanian memiliki beberapa sub sektor dimana sub sektor tanaman pangan menyumbang kontribusi terbesar terhadap PDB sektor pertanian. Selain itu, tanaman pangan juga berperan sebagai penyedia kebutuhan pangan dan gizi. Tanaman yang termasuk dalam sub sektor tanaman pangan adalah padi sebagai komoditi utama yang merupakan tanaman pokok masyarakat Indonesia, dan kemudian jagung, ubi kayu, kedelai dan ubi jalar sebagai tanaman pangan alternatif. Selain perannya sebagai penyedia pangan, beberapa tanaman pangan juga berperan dalam penyedia pakan ternak dan bahan baku industri seperti ubi kayu.

Dengan dikeluarkannya Perpres No. 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional yang didukung dengan dikeluarkannya Inpres No. 1 Tahun 2006, peran sektor pertanian menjadi semakin penting karena komoditi-komoditi pertanian juga berpotensi untuk menjadi bahan baku bahan bakar nabati (BBN) sebagai energi alternatif dimana pada tahun 2025 kontribusinya diharapkan sebesar lima persen lebih. Ubi kayu merupakan salah satu komoditi yang potensial untuk menjadi bahan baku BBN khususnya dalam bentuk bioetanol.

Seiring dengan peranan ubi kayu yang semakin meluas, maka kebutuhan (konsumsi) ubi kayu juga akan semakin besar. Hal ini juga harus diiringi dengan produksi yang semakin meningkat agar kebutuhan ubi kayu dapat terpenuhi. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah membahas perkembangan ubi kayu di Indonesia bila dilihat dari sisi produksi dan konsumsi serta akan dibahas pula perkembangan harga ubi kayu. Penelitian ini juga akan menganalisis respon penawaran ubi kayu yang didekati dengan respon luas areal panen dan respon produktivitasnya. Dan kemudian di akhir penelitian ini akan dianalisis mengenai proyeksi penawaran ubi kayu pada tahun 2025.

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan time series mulai tahun 1969-2006. Data sekunder diperoleh dari Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik, InterCAFE serta Food and Agriculture Organization (FAO). Analisis respon penawaran ubi kayu dilakukan dengan menggunakan model penyesuaian parsial Nerlove dengan metode estimasi Ordinary Least Square pada E-views 5.1.


(3)

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan Microsoft Excel untuk menghitung pertumbuhan dan proyeksi penawaran.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ubi kayu memiliki tren yang meningkat dalam hal produksi, konsumsi dan harga dimana harga merupakan faktor pembentuk permintaan dan penawaran. Namun peningkatan harga yang terjadi tidak direspon secara baik pleh petani untuk meningkatkan produksinya. Hal ini terlihat dari tren luas areal panen yang menurun dan tren produktivitas yang meningkat secara perlahan, tidak beriringan dengan peningkatan harga ubi kayu yang cukup tajam.

Hasil estimasi respon penawaran ubi kayu menunjukkan bahwa nilai elastistas respon penawaran ubi kayu adalah 0,08634 dalam jangka pendek dan 0,052794 dalam jangka panjang. sehingga dapat disimpulkan bahwa harga ubi kayu bersifat inelastis terhadap penawarannya (produksi) dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan hasil perhitungan proyeksi, penawaran ubi kayu pada tahun 2025 adalah sebesar 9.896.217,338 ton.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ubi kayu merupakan salah satu komoditi pangan yang harus segera dikembangkan melihat potensinya sebagai penyedia pangan, pakan dan sebagai komoditi ekspor. Pengembangan bahan bakar nabati juga menjadi alasan kenapa ubi kayu harus dikembangkan lagi. Dari hasil estimasi respon penawaran ubi kayu, menunjukkan harga ubi kayu direspon secara positif dan relatif kecil oleh petani dengan meningkatkan luas areal panennya. Sedangkan pada produktivitas dapat disimpulkan bahwa peningkatan harga ubi kayu bukan merupakan insentif bagi petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Hasil estimasi respon penawaran sangat mempengaruhi hasil perhitungan proyeksi penawaran, oleh karena itu diharapkan pada penelitian selanjutnya, peneliti dapat lebih mendalami karakteristik ubi kayu dan menambahkan variabel-variabel yang relevan dan berpengaruh nyata terhadap respon penawaran ubi kayu.


(4)

ANALISIS RESPON DAN PROYEKSI PENAWARAN

UBI KAYU DI INDONESIA

Oleh

GINNA AYU PUTERI H14050080

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPERTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN


(5)

Judul Skripsi : ANALISIS RESPON DAN PROYEKSI PENAWARAN UBI KAYU DI INDONESIA Nama Mahasiswa : Ginna Ayu Puteri

Nomor Registrasi Pokok : H14050080

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Nunung Nuryartono, Ph.D NIP. 19690909 199403 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Rina Oktaviani, Ph.D NIP 19641023 198903 2 002


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

Ginna Ayu Puteri H14050080


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ginna Ayu Puteri lahir pada tanggal 16 Agustus 1988 di Bogor, sebuah kota di Provinsi Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Lukmono dan Tri Idayani. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Polisi V Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 5 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun tersebut penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu di Institut Pertanian Bogor.

Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan setahun kemudian setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima sebagai mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis memilih jurusan Ilmu Ekonomi atas keinginannya sendiri dimana pertanian merupakan sektor terpenting bagi negara Indonesia yang perlu didukung dan memberi kontribusi terhadap perekonomian negara.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi) dengan menjadi Staff d’coupies

(division of information, promotion and external relationship) pada periode 2007 sedangkan pada periode 2008, penulis menjadi Ketua Divisi INTEL (Information, Promotion and External Relationship). Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitian seperti Economics Contest, Hipotex-R dan Masa Perkenalan Departemen Ilmu Ekonomi.


(8)

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Analisis Respon dan Proyeksi Penawaran Ubi Kayu di Indonesia”. Ubi kayu merupakan komoditi tanaman pangan terpenting setelah padi dan jagung. Oleh karena itu, penelitian mengenai ubi kayu sangat menarik untuk dilakukan ditambah dengan meluasnya peran ubi kayu sebagai bahan bakar. Selain itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, doa dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yaitu :

1. Nunung Nuryartono, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan ilmu dan nasehat-nasehat yang sangat berguna demi berkembangnya pemikiran penulis di sela-sela kesibukan beliau yang sangat luar biasa.

2. Dr. Wiwiek Rindayanti, selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan berupa kritik maupun saran demi berkembangnya pemikiran penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. Jaenal Effendi, MA, selaku dosen komisi pendidikan yang juga telah

memberikan masukan-masukan terkait penulisan dan isi skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

4. Orang tua penulis yaitu Lukmono dan Tri Idayani yang selalu memberikan doa, semangat, dan perhatian kepada penulis setiap waktu dengan berbagai cara yang luar biasa. Penulis juga berterimakasih kepada Oldy Erdian selaku adik, kitties family dan Harry Gustara Pambudi atas doa, canda tawa, semangat, perhatian dan nasehat yang telah diberikan selama ini.


(9)

5. Seluruh keluarga besar Ambran dan Soegianto, yang tentunya selalu memberikan doa, semangat, nasehat serta menyajikan canda tawa di setiap pertemuan keluarga yang selalu penulis nantikan.

6. Seluruh tim SRT (Supply Response Team) yaitu Rani, Renny, Joger, Lukman, Thomson, Arum (jarak), Grace, Reza, Acun, Iqbal atas ilmu-ilmu, informasi, keliling-keliling mencari data (Deptan-BPS-PSE-InterCAFE-Pancong) serta kerjasamanya selama ini. Dan yang terpenting adalah rasa terima kasih yang sangat dalam untuk kak Ade dan kak Tony yang sudah bersedia mendengar keluh kesah kami, juga atas ilmu dan waktu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Sahabat-sahabat selama 3 tahun terakhir ini yaitu Inna, Anggi, Riri, Bebeh, Tyas, Arisa, Dewinta, Adit, Bayu atas perhatian, canda tawa dan kebersamaan selama tiga tahun bersama di Ilmu Ekonomi. Juga kepada seluruh teman-teman Ilmu Ekonomi 42 yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

8. Teman-teman yang selalu ada selama hampir tujuh tahun terakhir yaitu Arditta, Lena, Shiro, Dini, Nia, Thicky, Nkur dan Lukman atas pertemuan-pertemuan berharga yang hanya sesekali tapi bermakna.

9. Kepengurusan HIPOTESA 2007 dan 2008 terutama untuk semua anggota

d’coupies dan INTEL atas canda tawa, ilmu bermanfaat, doa serta perhatian selama berada dalam kepengurusan HIPOTESA.

10. Dan yang terkahir adalah kepada seluruh pembaca skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skirpsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.

Bogor, Agustus 2009 Ginna Ayu Puteri


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... 12

DAFTAR GAMBAR ... 13

DAFTAR LAMPIRAN ... 14

I. PENDAHULUAN ... 15

1.1 Latar Belakang ... 15

1.2 Perumusan Masalah ... 22

1.3 Tujuan Penelitian ... 22

1.4 Manfaat Penelitian ... 23

1.5 Ruang Lingkup ... 24

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

2.1 Tinjauan Teori ... 25

2.1.1 Teori Penawaran ... 25

2.1.2 Teori Elastisitas Penawaran ... 27

2.2 Tanaman Ubi Kayu ... 29

2.2.1 Sejarah Ubi Kayu... 29

2.2.2 Jenis Tanaman ... 30

2.2.3 Manfaat Tanaman ... 31

2.2.4 Budidaya Tanaman Ubi Kayu ... 33

2.3 Definisi ... 35

2.3.1 Produk Domestik Bruto (PDB)... 35

2.3.2 Bahan Bakar Nabati (Biofuel) ... 36

2.3.2.1 Bioethanol ... 37

2.3.2.2 Biodiesel ... 38

2.4 Penelitian Terdahulu ... 38

2.5 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 39

2.5.1 Respon Penawaran ... 39

2.5.2 Respon Beda Kala dalam Komoditi Pertanian ... 40

2.6 Hipotesis ... 41

2.7 Kerangka Operasional ... 42

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 44

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 44

3.2 Metode Analisis ... 44

3.3 Spesifikasi Model Analisis ... 49

3.3.1 Respon Penawaran ... 50


(11)

ANALISIS RESPON DAN PROYEKSI PENAWARAN

UBI KAYU DI INDONESIA

Oleh

GINNA AYU PUTERI H14050080

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(12)

RINGKASAN

GINNA AYU PUTERI. Analisis Respon dan Proyeksi Penawaran Ubi Kayu di Indonesia (dibimbing oleh Nunung Nuryartono).

Sektor pertanian masih menjadi sektor yang sangat penting di Indonesia sebagai negara berkembang yang memiliki kelimpahan akan sumberdaya alam. Melihat kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), terutama saat terjadi krisis dimana sektor pertanian merupakan sektor yang mampu bertahan, sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi untuk mencapai sasaran mensejahterakan rakyat, menyediakan pangan dan bahan baku industri lainnya, meningkatkan pendapatan nasional, menyediakan lapangan pekerjaan, menghasilkan devisa serta mempertahankan kelestarian sumberdaya.

Sektor pertanian memiliki beberapa sub sektor dimana sub sektor tanaman pangan menyumbang kontribusi terbesar terhadap PDB sektor pertanian. Selain itu, tanaman pangan juga berperan sebagai penyedia kebutuhan pangan dan gizi. Tanaman yang termasuk dalam sub sektor tanaman pangan adalah padi sebagai komoditi utama yang merupakan tanaman pokok masyarakat Indonesia, dan kemudian jagung, ubi kayu, kedelai dan ubi jalar sebagai tanaman pangan alternatif. Selain perannya sebagai penyedia pangan, beberapa tanaman pangan juga berperan dalam penyedia pakan ternak dan bahan baku industri seperti ubi kayu.

Dengan dikeluarkannya Perpres No. 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional yang didukung dengan dikeluarkannya Inpres No. 1 Tahun 2006, peran sektor pertanian menjadi semakin penting karena komoditi-komoditi pertanian juga berpotensi untuk menjadi bahan baku bahan bakar nabati (BBN) sebagai energi alternatif dimana pada tahun 2025 kontribusinya diharapkan sebesar lima persen lebih. Ubi kayu merupakan salah satu komoditi yang potensial untuk menjadi bahan baku BBN khususnya dalam bentuk bioetanol.

Seiring dengan peranan ubi kayu yang semakin meluas, maka kebutuhan (konsumsi) ubi kayu juga akan semakin besar. Hal ini juga harus diiringi dengan produksi yang semakin meningkat agar kebutuhan ubi kayu dapat terpenuhi. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah membahas perkembangan ubi kayu di Indonesia bila dilihat dari sisi produksi dan konsumsi serta akan dibahas pula perkembangan harga ubi kayu. Penelitian ini juga akan menganalisis respon penawaran ubi kayu yang didekati dengan respon luas areal panen dan respon produktivitasnya. Dan kemudian di akhir penelitian ini akan dianalisis mengenai proyeksi penawaran ubi kayu pada tahun 2025.

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan time series mulai tahun 1969-2006. Data sekunder diperoleh dari Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik, InterCAFE serta Food and Agriculture Organization (FAO). Analisis respon penawaran ubi kayu dilakukan dengan menggunakan model penyesuaian parsial Nerlove dengan metode estimasi Ordinary Least Square pada E-views 5.1.


(13)

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan Microsoft Excel untuk menghitung pertumbuhan dan proyeksi penawaran.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ubi kayu memiliki tren yang meningkat dalam hal produksi, konsumsi dan harga dimana harga merupakan faktor pembentuk permintaan dan penawaran. Namun peningkatan harga yang terjadi tidak direspon secara baik pleh petani untuk meningkatkan produksinya. Hal ini terlihat dari tren luas areal panen yang menurun dan tren produktivitas yang meningkat secara perlahan, tidak beriringan dengan peningkatan harga ubi kayu yang cukup tajam.

Hasil estimasi respon penawaran ubi kayu menunjukkan bahwa nilai elastistas respon penawaran ubi kayu adalah 0,08634 dalam jangka pendek dan 0,052794 dalam jangka panjang. sehingga dapat disimpulkan bahwa harga ubi kayu bersifat inelastis terhadap penawarannya (produksi) dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan hasil perhitungan proyeksi, penawaran ubi kayu pada tahun 2025 adalah sebesar 9.896.217,338 ton.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ubi kayu merupakan salah satu komoditi pangan yang harus segera dikembangkan melihat potensinya sebagai penyedia pangan, pakan dan sebagai komoditi ekspor. Pengembangan bahan bakar nabati juga menjadi alasan kenapa ubi kayu harus dikembangkan lagi. Dari hasil estimasi respon penawaran ubi kayu, menunjukkan harga ubi kayu direspon secara positif dan relatif kecil oleh petani dengan meningkatkan luas areal panennya. Sedangkan pada produktivitas dapat disimpulkan bahwa peningkatan harga ubi kayu bukan merupakan insentif bagi petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Hasil estimasi respon penawaran sangat mempengaruhi hasil perhitungan proyeksi penawaran, oleh karena itu diharapkan pada penelitian selanjutnya, peneliti dapat lebih mendalami karakteristik ubi kayu dan menambahkan variabel-variabel yang relevan dan berpengaruh nyata terhadap respon penawaran ubi kayu.


(14)

ANALISIS RESPON DAN PROYEKSI PENAWARAN

UBI KAYU DI INDONESIA

Oleh

GINNA AYU PUTERI H14050080

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPERTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN


(15)

Judul Skripsi : ANALISIS RESPON DAN PROYEKSI PENAWARAN UBI KAYU DI INDONESIA Nama Mahasiswa : Ginna Ayu Puteri

Nomor Registrasi Pokok : H14050080

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Nunung Nuryartono, Ph.D NIP. 19690909 199403 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Rina Oktaviani, Ph.D NIP 19641023 198903 2 002


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

Ginna Ayu Puteri H14050080


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ginna Ayu Puteri lahir pada tanggal 16 Agustus 1988 di Bogor, sebuah kota di Provinsi Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Lukmono dan Tri Idayani. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Polisi V Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 5 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun tersebut penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu di Institut Pertanian Bogor.

Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan setahun kemudian setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima sebagai mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis memilih jurusan Ilmu Ekonomi atas keinginannya sendiri dimana pertanian merupakan sektor terpenting bagi negara Indonesia yang perlu didukung dan memberi kontribusi terhadap perekonomian negara.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi) dengan menjadi Staff d’coupies

(division of information, promotion and external relationship) pada periode 2007 sedangkan pada periode 2008, penulis menjadi Ketua Divisi INTEL (Information, Promotion and External Relationship). Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitian seperti Economics Contest, Hipotex-R dan Masa Perkenalan Departemen Ilmu Ekonomi.


(18)

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Analisis Respon dan Proyeksi Penawaran Ubi Kayu di Indonesia”. Ubi kayu merupakan komoditi tanaman pangan terpenting setelah padi dan jagung. Oleh karena itu, penelitian mengenai ubi kayu sangat menarik untuk dilakukan ditambah dengan meluasnya peran ubi kayu sebagai bahan bakar. Selain itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, doa dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yaitu :

1. Nunung Nuryartono, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan ilmu dan nasehat-nasehat yang sangat berguna demi berkembangnya pemikiran penulis di sela-sela kesibukan beliau yang sangat luar biasa.

2. Dr. Wiwiek Rindayanti, selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan berupa kritik maupun saran demi berkembangnya pemikiran penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. Jaenal Effendi, MA, selaku dosen komisi pendidikan yang juga telah

memberikan masukan-masukan terkait penulisan dan isi skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

4. Orang tua penulis yaitu Lukmono dan Tri Idayani yang selalu memberikan doa, semangat, dan perhatian kepada penulis setiap waktu dengan berbagai cara yang luar biasa. Penulis juga berterimakasih kepada Oldy Erdian selaku adik, kitties family dan Harry Gustara Pambudi atas doa, canda tawa, semangat, perhatian dan nasehat yang telah diberikan selama ini.


(19)

5. Seluruh keluarga besar Ambran dan Soegianto, yang tentunya selalu memberikan doa, semangat, nasehat serta menyajikan canda tawa di setiap pertemuan keluarga yang selalu penulis nantikan.

6. Seluruh tim SRT (Supply Response Team) yaitu Rani, Renny, Joger, Lukman, Thomson, Arum (jarak), Grace, Reza, Acun, Iqbal atas ilmu-ilmu, informasi, keliling-keliling mencari data (Deptan-BPS-PSE-InterCAFE-Pancong) serta kerjasamanya selama ini. Dan yang terpenting adalah rasa terima kasih yang sangat dalam untuk kak Ade dan kak Tony yang sudah bersedia mendengar keluh kesah kami, juga atas ilmu dan waktu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Sahabat-sahabat selama 3 tahun terakhir ini yaitu Inna, Anggi, Riri, Bebeh, Tyas, Arisa, Dewinta, Adit, Bayu atas perhatian, canda tawa dan kebersamaan selama tiga tahun bersama di Ilmu Ekonomi. Juga kepada seluruh teman-teman Ilmu Ekonomi 42 yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

8. Teman-teman yang selalu ada selama hampir tujuh tahun terakhir yaitu Arditta, Lena, Shiro, Dini, Nia, Thicky, Nkur dan Lukman atas pertemuan-pertemuan berharga yang hanya sesekali tapi bermakna.

9. Kepengurusan HIPOTESA 2007 dan 2008 terutama untuk semua anggota

d’coupies dan INTEL atas canda tawa, ilmu bermanfaat, doa serta perhatian selama berada dalam kepengurusan HIPOTESA.

10. Dan yang terkahir adalah kepada seluruh pembaca skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skirpsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.

Bogor, Agustus 2009 Ginna Ayu Puteri


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... 12

DAFTAR GAMBAR ... 13

DAFTAR LAMPIRAN ... 14

I. PENDAHULUAN ... 15

1.1 Latar Belakang ... 15

1.2 Perumusan Masalah ... 22

1.3 Tujuan Penelitian ... 22

1.4 Manfaat Penelitian ... 23

1.5 Ruang Lingkup ... 24

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

2.1 Tinjauan Teori ... 25

2.1.1 Teori Penawaran ... 25

2.1.2 Teori Elastisitas Penawaran ... 27

2.2 Tanaman Ubi Kayu ... 29

2.2.1 Sejarah Ubi Kayu... 29

2.2.2 Jenis Tanaman ... 30

2.2.3 Manfaat Tanaman ... 31

2.2.4 Budidaya Tanaman Ubi Kayu ... 33

2.3 Definisi ... 35

2.3.1 Produk Domestik Bruto (PDB)... 35

2.3.2 Bahan Bakar Nabati (Biofuel) ... 36

2.3.2.1 Bioethanol ... 37

2.3.2.2 Biodiesel ... 38

2.4 Penelitian Terdahulu ... 38

2.5 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 39

2.5.1 Respon Penawaran ... 39

2.5.2 Respon Beda Kala dalam Komoditi Pertanian ... 40

2.6 Hipotesis ... 41

2.7 Kerangka Operasional ... 42

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 44

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 44

3.2 Metode Analisis ... 44

3.3 Spesifikasi Model Analisis ... 49

3.3.1 Respon Penawaran ... 50


(21)

3.4.1 Uji Statistik ... 55

3.4.2 Uji Ekonometrika ... 58

3.4.3 Uji Normalitas ... 61

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 62

4.1 Perkembangan Komoditi Ubi Kayu di Indonesia ... 62

4.1.1 Produksi ... 66

4.1.2 Konsumsi ... 71

4.1.3 Harga Produsen Ubi Kayu ... 79

4.2 Hasil Analisis Respon Penawaran ... 81

4.2.1 Keragaan Hasil Dugaan Parameter Model Ekonometrika ... 81

4.2.2 Respon Penawaran ... 83

4.2.2.1 Respon Luas Areal Panen ... 83

4.2.2.2 Respon Produktivitas ... 89

4.2.2.3 Elastisitas Respon Penawaran ... 94

4.3 Proyeksi Penawaran Ubi Kayu Tahun 2025 ... 95

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ... 97

5.1 Kesimpulan ... 97

5.2 Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

2.1 Pemanfaatan Biofuel 23

4.1 Produksi Ubi Kayu Menurut Negara Penghasil Terbesar Di Dunia 48 4.2 Nilai R-Squared dan Probabilitas (F-statistik) 69 4.3 Hasil Estimasi Model Respon Luas Areal Panen Ubi Kayu 70 4.4 Hasil Estimasi Model Respon Produktivitas Ubi Kayu 75 4.5 Nilai Elastisitas Respon Penawaran (Produksi) Ubi Kayu 80


(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1 Perkembangan PDB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000,

2001-2004 4

2.1 Kurva Penawaran 13

2.2 Kurva Elastisitas Penawaran 15

2.3 Bagan Kerangka Operasional 29

4.1 Pohon Industri Tanaman Ubi Kayu 51

4.2 Perkembangan Luas Areal Panen Ubi Kayu 53

4.3 Perkembangan Produktivitas Ubi Kayu 55

4.4 Perkembangan Produksi Ubi Kayu 56

4.5 Perkembangan Konsumsi Ubi Kayu 58

4.6 Perkembangan Konsumsi Ubi Kayu Untuk Pangan 59 4.7 Perkembangan Konsumsi Ubi Kayu Untuk Pakan 61 4.8 Bauran Energi Mix Sesuai Dengan Perpres No. 5 Tahun 2006 63


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1. Hasil Estimasi Model Respon Luas Areal Panen Ubi Kayu 90 Lampiran 2. Hasil Uji Pelanggaran Asumsi Model Respon Luas Areal Panen

Ubi Kayu 90

Lampiran 3. Hasil Estimasi Model Respon Produktivitas Ubi Kayu 92 Lampiran 4. Hasil Uji Pelanggaran Asumsi Model Respon Produktivitas

Ubi Kayu 92

Lampiran 5. Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi


(25)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki negara tersebut. Dalam hal ini, Indonesia sebagai negara agraris harusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai suatu proses pertumbuhan output perkapita dalam jangka panjang yang mencerminkan kesejahteraan sekaligus memberikan banyak alternatif dalam mengkonsumsi barang dan jasa, serta diikuti oleh daya beli masyarakat yang semakin meningkat.

Proses transformasi sektor pertanian yang mampu menghasilkan produksi atau surplus pertanian di tingkat domestik dalam jumlah yang besar juga dianggap sebagai syarat pokok pertumbuhan ekonomi, pembangunan jati diri dan identitas suatu bangsa, dan bahkan mewarnai suatu peradaban serta interaksi antarpelaku pergaulan dunia yang semakin kompleks.

Menurut data BPS, pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan yang positif pada era tahun 1980-an hingga sebelum krisis 1997. Pada periode 1997-1998 terjadi krisis multidimensi sehingga membawa dampak penurunan pertumbuhan ekonomi hingga minus 13,68 persen. Memasuki awal tahun 2000, perekonomian Indonesia kembali optimis untuk bangkit sejalan dengan penurunan inflasi yang saat itu sangat tinggi. Pertumbuhan ekonomi tahun 2000 diatas angka yang diperkirakan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 4,86 persen dari perkiraan


(26)

hanya sebesar 3-4 persen saja. Setelah itu pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan nilai yang lebih baik dan stabil dibanding saat masa krisis berlangsung.

Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indikator untuk mengukur kinerja suatu perekonomian. Konsep dasar PDB menurut pendekatan produksi adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu Negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada periode tertentu. Produk Domestik Bruto (PDB) dapat digunakan untuk menghitung pertumbuhan ekonomi pada suatu Negara.

Indonesia mengalami peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) dari tahun ke tahun setelah terjadi krisis multidimensi. Hingga saat ini nilai PDB atas dasar harga konstan tahun 2000 terus meningkat mencapai 2.082,1 triliun rupiah pada tahun 2008 dari 1.963,1 triliun rupiah pada tahun 2007 dengan laju pertumbuhan sebesar 6,1 persen. Selama tahun 2008, semua sektor ekonomi mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Sektor pertanian tumbuh sebesar 4,8 persen. Selain itu, bila dilihat dari struktur PDB menurut lapangan usaha sektor pertanian secara umum mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 13,7 persen menjadi 14,4 persen pada tahun 2008. Sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi juga meningkat masing-masing menjadi 27,9 persen dan 8,3 persen pada tahun 2008 sementara sektor lainnya mengalami penurunan (BPS, 2008).


(27)

Dilihat dari kontribusinya terhadap PDB nasional, sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor pertanian lebih luas lagi dapat dikatakan memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi dalam mencapai sasaran : 1) mensejahterakan petani, 2) penyediaan pangan, 3) sebagai wahana pemerataan pembangunan untuk mengatasi kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun antar daerah, 4) menyediakan bahan baku industri, 5) menghasilkan devisa, 6) menyediakan lapangan pekerjaan, 7) meningkatkan pendapatan nasional, dan 8) mempertahankan kelestarian sumberdaya.

Sektor pertanian masih menjadi sektor yang sangat penting bagi Indonesia sebagai Negara berkembang yang memiliki kelimpahan sumber daya alam. Oleh karena itu dapat digaris bawahi beberapa alasan yang mendasari pentingnya sektor pertanian di Indonesia adalah : 1) potensi sumberdayanya yang besar dan beragam, 2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar, 3) besarnya masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, 4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan.

Kemampuan sektor pertanian untuk memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani tergantung pada tingkat pendapatan usaha tani dan surplus yang dihasilkan oleh sektor tersebut. Dengan demikian, tingkat pendapatan usaha tani disamping merupakan penentu utama kesejahteraan rumah tangga petani juga menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.


(28)

Sektor pertanian ini terbagi menjadi beberapa sub sektor yaitu sub sektor tanaman bahan makanan (tanaman pangan), perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Kaitannya dengan PDB sektor pertanian, kontribusi terbesar disumbang oleh sub sektor tanaman bahan makanan yang memiliki trend terus meningkat (Gambar 1.1).

Sumber : Departemen Pertanian, 2004.

Gambar 1.1 Perkembangan PDB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000, 2001-2004

Selain kontribusinya terhadap PDB, tanaman pangan juga sangat berperan dalam penyediaan kebutuhan pangan dan gizi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah melakukan intervensi yang cukup besar dalam pengembangan produksi, pemasaran dan aspek pengembangan lainnya seperti peningkatan teknologi budidaya yang digunakan. Namun sayangnya, perhatian pemerintah cenderung lebih fokus pada komoditi utama yaitu padi dan kurang memperhatikan komoditi lainnya yang sebenarnya juga memiliki peranan penting sebagai komoditi pangan alternatif seperti jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, dan


(29)

lain-lain. Sebagian besar dari komoditi tersebut juga berperan sebagai penyedia pakan termasuk ubi kayu.

Disamping peran utamanya sebagai penyedia pangan, kini komoditi pertanian juga mempunyai peran bagi penyedia energi nasional. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak nasional yang disebabkan menurunnya secara alamiah (natural decline) cadangan minyak pada sumur-sumur yang berproduksi. Di lain pihak, pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan kebutuhan sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi minyak nasional. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah mau tidak mau harus meningkatkan impor sebagian kebutuhan tersebut termasuk bahan bakar minyak (BBM). Namun hal ini akan mengakibatkan defisit neraca pembayaran dan dibutuhkan suatu energi alternatif untuk dapat mensubstitusi kebutuhan akan energi, dalam hal ini khususnya minyak.

Hal ini direspon dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional mengenai pengembangan energi alternatif khususnya yang bersumber dari nabati. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menjamin pasokan energi dalam negeri dan sekaligus mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan. Dalam Perpres itu disebutkan bahwa diharapkan pada tahun 2025 mendatang kontribusi biofuel terhadap energi nasional sebesar lebih dari 5 persen. Hal ini didukung dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006, yang salah satunya berisi himbauan kepada Menteri Pertanian yang mendapat tugas untuk : 1) mendorong penyediaan


(30)

tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel) termasuk benih dan bibitnya, 2) melakukan penyuluhan pengembangan bahan baku bahan bakar nabati (biofuel), 3) memberikan fasilitas penyediaan benih dan bibit tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel), 4) mengintegrasikan kegiatan pengembangan dan kegiatan pasca panen tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel).

Indonesia memiliki 60 jenis tanaman yang berpotensi sebagai bahan bakar nabati (biofuel), diantaranya adalah : 1) biodiesel yang berasal dari kelapa sawit dan jarak pagar, 2) bioethanol yang berasal dari tebu, ubi kayu serta sorgum. Khusus untuk komoditi ubi kayu, selain digunakan sebagai bahan baku nabati ternyata ubi kayu juga memiliki kontribusi penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan pakan.

Seiring dengan peran ubi kayu sebagai penyedia pangan (food), pakan (feed), dan bahan bakar (fuel), maka permintaan akan ubi kayu pun secara otomatis akan meningkat. Peningkatan produksi akhirnya menjadi sebuah tuntutan demi terpenuhinya kebutuhan akan ubi kayu tersebut serta agar pemenuhan kebutuhan ubi kayu sebagai bahan bakar tidak mengganggu pemenuhan kebutuhan sebagai pangan dan pakan. Peningkatan produksi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu perluasan areal dan peningkatan produktivitas melalui teknik budidaya yang sesuai sehingga dapat dihasilkan tingkat produksi yang maksimal yaitu 40 ton/ha. Menurut data Direktorat Jendral Tanaman Pangan Departemen Pertanian, hingga tahun 2006, potensi hasil tanaman ubi kayu baru mencapai 16,3 ton/ha. Berarti ubi kayu masih dapat dikembangkan lagi produksinya terutama melalui peningkatan produktivitas.


(31)

Faktor harga menjadi sangat penting untuk menjadi pertimbagan petani dalam menanam suatu komoditi. Harga ubi kayu yang cenderung merosot saat panen tiba mengurangi keinginan petani menanam tanaman ini. Hal ini menuntut peran pemerintah untuk melindungi harga ubi kayu mengingat peran ubi kayu yang saat ini semakin besar. Bukan hal yang tidak mungkin peran ubi kayu ini akan menyumbang lebih besar pada pendapatan nasional bila ada keseriusan dari semua pihak yang terkait.

Dengan adanya Perpres yang telah dijelaskan diatas maka akan bermunculan industri-industri yang bergerak dalam bidang pengembangan bahan bakar nabati (biofuel). Situasi ini membentuk peluang pasar bagi para petani ubi kayu untuk mngembangkan usahanya. Namun sayangnya, tidak semua produsen atau petani ubi kayu dapat melihat dan menangkap peluang tersebut. Hal ini terjadi karena petani menganggap bahwa komoditi ubi kayu merupakan usaha sampingan, sehingga belum diarahkan sebagai komoditas yang komersial.

Masalah terakhir yang tidak kalah penting adalah persaingan lahan, bukan hanya persaingan dengan industri dan rumah tangga namun juga persaingan antar komoditi. Petani yang rasional secara ekonomi akan memilih komoditi yang lebih menguntungkan dari segi penghasilan untuk ditanam dilahan yang terbatas. Untuk itu petani akan memilih komoditi yang memiliki nilai jual paling tinggi. Masalah kebutuhan juga menjadi perhatian petani karena seringkali hasil panen bukan hanya untuk dijual melainkan untuk dikonsumsi sendiri terutama bagi ubi kayu. Selain itu faktor input juga cukup berperan, terutama dalam potensi hasil di kemudian hari.


(32)

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut dapat menjadi menarik untuk melihat faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan tingkat produksinya. Keputusan petani dalam merespon perubahan harga komoditi ubi kayu, harga input yang dipakai serta harga komoditi alternatifnya dapat dilihat melalui dua pendekatan yaitu respon luas areal panen dan respon produktivitas. Hal ini menjadi penting untuk dilakukan karena permintaan ubi kayu akan meningkat di masa yang akan datang sehingga diperlukan suatu analisis proyeksi produksi (penawaran) ubi kayu yang digunakan untuk memperkirakan produksi ubi kayu di masa mendatang terutama karena ada kebutuhan ubi kayu untuk memenuhi penyediaan pangan (food), pakan (feed) dan bahan bakar (fuel) khususnya pada tahun 2025 seperti apa yang tertuang dalam Perpres No. 5 Tahun 2006.

1.2 Perumusan Masalah

Beberapa permasalahan yang dapat diambil dari uraian di atas adalah : 1. Bagaimana perkembangan komoditi ubi kayu dari segi produksi dan

konsumsi di Indonesia?

2. Bagaimana respon produksi (penawaran) komoditi ubi kayu melalui pendekatan respon luas areal panen dan respon produktivitas?

3. Bagaimana proyeksi penawaran komoditi ubi kayu pada tahun 2025?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Melihat perkembangan komoditi ubi kayu dari segi produksi maupun konsumsi.


(33)

2. Menganalisis respon produksi (penawaran) komoditi ubi kayu terhadap variabel-variabel yang mempengaruhinya melalui pendekatan respon luas areal panen dan respon produktivitas.

3. Menganalisis proyeksi penawaran ubi kayu di masa yang akan datang terutama pada tahun 2025 akibat isu permintaan ubi kayu yang akan meningkat.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam membuat kebijakan terkait pengembangan produksi komoditi ubi kayu dan kebijakan-kebijakan yang dapat melindungi petani ubi kayu.

2. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan motivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut terutama pada sisi permintaan.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya dan dapat menjadi motivasi bagi petani untuk meningkatkan produksinya.

4. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu proses belajar untuk mengaplikasikan ilmu dan materi yang telah didapatkan selama masa perkuliahan serta proses yang dapat membawa penulis untuk menjadi lebih baik lagi dalam menerapkan ilmu yang sudah didapat dengan berkontribusi kepada masyarakat.


(34)

1.5 Ruang Lingkup

Dalam penelitian ini, pembahasan hanya difokuskan pada sisi penawaran komoditi ubi kayu. Respon penawaran ubi kayu dapat didekati dari respon luas areal panen dan respon produktivitas. Selain harga komoditi ubi kayu, penulis juga memasukkan variabel harga komoditi alternatif yaitu jagung, ubi jalar, dan kacang tanah yang merupakan komoditi pesaing dalam hal penggunaan lahan. Harga faktor input juga digunakan untuk melihat respon penawaran komoditi ubi kayu. Faktor input yang dipakai dalam penelitian ini adalah pupuk urea, pupuk TSP dan upah tenaga kerja. Selanjutnya dari elastisitas yang didapat dari respon luas areal dan respon produktivitas maka penulis akan menghitung proyeksi penawaran komoditi ubi kayu.


(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Teori Penawaran

Penawaran adalah banyaknya barang atau komoditi yang ditawarkan oleh penjual pada suatu pasar tertentu, periode tertentu dan tingkat harga tertentu. Penawaran dapat dikenal juga sebagai gabungan seluruh barang yang ditawarkan oleh penjual pada pasar tertentu, dan pada berbagai macam tingkat harga tertentu (Putong, 2004).

Penawaran suatu komoditi berhubungan positif dengan harga komoditi tersebut, cateris paribus. Jika harga barang naik maka produsen akan meningkatkan jumlah barang yang ditawarkan dan sebaliknya. Secara umum jumlah penawaran suatu komoditas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti harga komoditi itu sendiri, harga komoditi alternatif, harga faktor produksi, tujuan perusahaan, tingkat penggunaan teknologi, pajak, subsidi, dan harapan harga yang akan datang (Lipsey, 1995).

1. Harga komoditi

Hipotesa dasar ekonomi menyatakan bahwa hubungan antara harga suatu komoditi dengan jumlah penawarannya adalah positif, artinya semakin tinggi harga suatu komoditi maka semakin besar jumlah komoditi yang ditawarkan, demikian pula sebaliknya, cateris paribus. Dengan adanya peningkatan harga maka akan merangsang produsen untuk meningkatkan produksinya dan menjualnya dengan tujuan peningkatan keuntungan (Lipsey, 1995).


(36)

2. Harga komoditi alternatif

Komoditi alternatif dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu komoditi komplemen (joint product) dan komoditi substitusi (competitive product). Suatu komoditi X dengan komoditi komplemennya memiliki hubungan elastisitas penawaran yang positif sehingga peningkatan harga suatu komoditi komplemen akan meningkatkan jumlah penawaran komoditi X. Beda halnya dengan hubungan yang dimiliki suatu komoditi X dengan komoditi substitusinya yang memiliki hubungan elastisitas penawaran negatif. Artinya, peningkatan harga suatu komoditi substitusi akan menurunkan jumlah penawaran komoditi X.

3. Harga faktor produksi

Harga suatu faktor produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen dalam memproduksi suatu barang. Semakin tinggi harga faktor produksi yang harus dikeluarkan oleh produsen sehingga laba yang diperoleh menjadi lebih kecil. Hal ini menyebabkan produsen mengurangi produksinya sehingga jumlah komoditi yang ditawarkan menjadi berkurang.

4. Tingkat penggunaan teknologi

Penggunaan teknologi baru akan meningkatkan efisiensi waktu dan tenaga. Adanya efisiensi ini akan menurunkan biaya penggunaan faktor produksi yang sama dan meningkatkan penerimaan sehingga keuntungan produsen meningkat. Peningkatan keuntungan ini sebagian dialokasikan sebagai


(37)

modal untuk memperluas skala usaha yang pada akhirnya akan meningkatkan penawaran, cateris paribus.

Pergeseran kurva penawaran dapat terjadi karena dua hal. Pertama, perubahan tujuan yang ingin dicapai produsen atau adanya kenaikan harga barang-barang faktor produksi akan menyebabkan kurva penawaran bergeser ke kiri yaitu dari S0 ke S1. Kedua, adanya peningkatan penawaran harga barang-barang faktor produksi menyebabkan kurva penawaran bergeser ke kanan yaitu dari S0 ke S2. (Gambar 2.1)

Harga

S1 S0

S2

0 Jumlah Sumber: Lipsey, 1995.

Gambar 2.1 Kurva Penawaran

2.1.2 Teori Elastisitas Penawaran

Elastisitas penawaran adalah tingkat perubahan penawaran atas barang dan jasa yang diakibatkan karena ada perubahan harga barang dan jasa tersebut. Elastisitas harga penawaran mengukur seberapa banyak penawaran atas suatu barang dan jasa berubah ketika harganya berubah.

Elastisitas penawaran menurut Lipsey (1995) adalah mengukur rasio persentase perubahan jumlah yang ditawarkan terhadap persentase perubahan


(38)

harganya. Sedangkan menurut Limbong dan Sitorus (1985) elastisitas penawaran juga merupakan ukuran tingkat kepekaan dari jumlah barang yang ditawarkan terhadap perubahan harga.

Koefisien elastisitas penawaran dapat dirumuskan sebagai berikut : Es = Persentase perubahan jumlah yang ditawarkan

Persentase perubahan harga Beberapa bentuk dari elastisitas penawaran adalah : 1. Elastis (Es > 1)

Penawaran yang elastis terjadi jika perubahan harga lebih kecil dari perubahan jumlah yang ditawarkan, Gambar 2.2 (i).

2. Elastis Uniter (Es = 1)

Penawaran yang elastis uniter terjadi bila perubahan harga sebanding dengan jumlah yang ditawarkan, Gambar 2.2 (ii).

3. Elastis Sempurna (Es = ~)

Penawaran elastis sempurna terjadi jika perubahan harga sangat mempengaruhi jumlah penawaran, Gambar 2.2 (iii).

4. Inelastis (Es < 1)

Penawaran yang inelastis terjadi jika perubahan harga lebih besar dari perubahan jumlah yang ditawarkan, Gambar 2.2 (iv).

5. Inelastis Sempurna (Es = 0)

Penawaran inelastis sempurna terjadi jika perubahan harga yang terjadi tidak mempengaruhi jumlah penawaran, Gambar 2.2 (v).


(39)

P P P

Es >1 Es = 1 Es = ~

Q Q

(i) (ii) (iii)

P P

Es < 1 Es = 0

Q Q

(iv) (v)

Gambar 2.2 Kurva Elastisitas Penawaran

2.2 Tanaman Ubi Kayu 2.2.1 Sejarah Ubi Kayu

Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong atau kasape, atau bahasa Inggris disebut cassava. Ubi kayu berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Negara Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, diantaranya Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Ubi kayu berkembang di negara-negara yang terkenal wilayah pertaniannya dan mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1982.


(40)

2.2.2 Jenis Tanaman

Ubi kayu termasuk kedalam species manihot esculenta yang termasuk dalam divisi tumbuhan berbiji. Ubi kayu termasuk tanaman tropis namun dapat pula tumbuhn di daerah subtropis. Sebenarnya ubi kayu tidak menuntut iklim yang spesifik bagi pertumbuhannya tapi ubi kayu akan baik ditanam pada daerah yang memiliki ketinggian 0-1000 diatas permukaan laut (dpl), bercurah hujan 750-1000 mm/tahun dan memiliki suhu 25-28 derajat celsius.

Ubi kayu (manihot esculenta) termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif.

Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah. Ubi kayu diperbanyak dengan stek batang. Stek batang diperoleh dari hasil panenan tanaman sebelumnya. Stek diambil dari bagian tengah batang agar matanya tidak terlalu tua, tetapi juga tidak terlalu muda. Perbanyakan dengan biji hanya dilakuan oleh pemulia tanaman dalam mencari varietas unggul. Asal stek, diameter bibit, ukuran stek, dan lama penyimpanan bibit berpengaruh terhadap daya tumbuh dan produksi ubi kayu. Bibit yang dianjurkan adalah : 1) stek berasal dari batang bagian tengah yang sudah berkayu, 2) panjang 15-20 cm, 3) diameter 2-3 cm dan 4) tanpa penyimpanan, 5) umur genjah 7-9 bulan, 6) tahan terhadap hama dan penyakit.


(41)

Ubi kayu merupakan tanaman yang bibitnya mudah didapat dan mudah pula dibudidayakan, yaitu dapat ditanam di lahan yang kurang subur sekali pun, risiko gagal panen 5 persen, dan tidak memiliki banyak hama. Di sisi lain, dibandingkan dengan tanaman pangan lain yang rata-rata hanya berumur 4 bulan, ubi kayu memiliki umur yang lebih panjang yaitu 7-12 bulan.

Varietas-varietas ubi kayu unggul yang biasa ditanam adalah Valenca, Mangi, Betawi, Basiorao, Bogor, SPP, Muara, Mentega, Adira 1, Adira 2, Adira 4, Gading, Malang 1, dan Malang 2.

2.2.3 Manfaat Tanaman

Di Indonesia ubi kayu menjadi makanan bahan pangan pokok setelah beras dan jagung. Manfaat daun ubi kayu sebagai bahan sayuran memiliki protein cukup tinggi karena mengandung asam amino metionin, atau untuk keperluan yang lain seperti bahan obat-obatan. Ubi kayu bisa digunakan sebagai pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan sebagai kayu bakar untuk memasak. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula pada industri obat-obatan. Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang memerlukan waktu lama ubi kayu harus diolah terlebih dahulu menjadi bentuk lain yang lebih awet.

Berbeda dengan daunnya, umbi ubi kayu merupakan sumber energi yang kaya akan karbohidrat namun sangat miskin protein. Tanaman ini memiliki berbagai varietas yang dapat langsung dikonsumsi sebagai makanan atau menjadi bahan baku bagi industri tapioka dan gaplek (manihok) ataupun tepung gaplek,


(42)

yang selanjutnya dipergunakan untuk berbagai macam industri seperti makanan, makanan ternak, kertas, kayu lapis dan lainnya.

Dewasa ini, ubi kayu juga bermanfaat sebagai bahan baku bioethanol yang merupakan bahan bakar alternatif pengganti BBM. Ubi kayu untuk bahan baku

bioethanol harus memiliki kadar pati 25-45 persen dan biasanya itu adalah ubi kayu yang berasa pahit dan harus melalui proses pencucian yang benar bila ingin dikonsumsi manusia. Menurut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dari 6,5 kg ubi kayu segar dapat dihasilkan 1 liter ethanol berkadar 95 persen.

Untuk mendukung bahan baku bioethanol, ada empat varietas ubi kayu disarankan mempunyai karakteristik berikut, yaitu 1) berkadar pati tinggi, 2) potensi hasil tinggi, 3) tahan tekanan cekaman biotik dan abiotik, 4) fleksibel dalam usaha tani dan umur panen. Keempat varietas tersebut adalah :

a. Adira-4 : kandungan pati 25-30 persen, tahan penyakit layu, potensi hasil 25-40 ton/ha, umurnya 8 bulan.

b. Malang-6 : kandungan pati 25-32 persen, potensi hasil 36,4 ton/ha, agak tahan hama kutu merah, umurnya 9 bulan.

c. UJ-3 : kandungan pati 25-30 persen, potensi hasil 25-40 ton/ha, tahan penyakit bakteri, umur mencapai 8 bulan.

d. UJ-5 : kandungan pati 20-30 persen, potensi hasil 25-38 ton/ha, tahan penyakit bakteri, umur mencapai 9-10 bulan.

Dari keempat varietas tersebut, varietas yang paling bagus adalah Adira-4 karena tahan terhadap penyakit layu, yang merupakan penyakit penting pada tanaman ubi kayu.


(43)

2.2.4 Budidaya Tanaman Ubi Kayu

Budidaya tanaman ubi kayu yang baik adalah budidaya dengan menggunakan teknik yang dapat meningkatkan hasil panen. Teknik tersebut dapat dijelaskan melalui tahapan-tahapan berikut :

1. Pengolahan tanah

Pengolahan tanah ini bertujuan untuk membuat tanah agar menjadi gembur sehingga pertumbuhan akar dan umbi berkembang dengan baik. Waktu pengolahan tanah sebaiknya tidak dilakukan pada saat tanah dalam keadaan becek atau berair sehingga struktur tanah tidak rusak. Pada tanah ringan atau gembur, pengolahan tanah ini dilakukan dengan cara mencangkul 1-2 kali sedalam kurang lebih 20 cm, lalu setelah itu diratakan dan ditanami bibit. Sedangkan pada tanah becek atau berair, tanah dicangkul 1-2 kali sedalam kurang lebih 20 cm, lalu dibuat bedengan-bedengan atau guludan yang berguna sebagai saluran drainase lalu kemudian dapat ditanam.

2. Penanaman

Penanaman bibit dapat dilakukan setelah tanah disiapkan. Waktu yang baik untuk menanam bibit ubi kayu adalah pada saat musin hujan. Hal ini dikarenakan ubi kayu memerlukan air terutama pada pertumbuhan vegetatif yaitu umur 4-5 bulan, selanjutnya kebutuhan air relatif sedikit. Cara menanam ubi kayu dianjurkan bibit tegak lurus atau minimal membentuk sudut 60 derajat dengan tanah dan kedalamannya 10-15 cm.


(44)

Jarak tanam ubi kayu secara monokultur adalah 100 x 100, 100 x 60, atau 100 x 40.

3. Pemupukan

Untuk mendapatkan potensi hasil yang tinggi pemupukan dengan pupuk organik (pupuk kandang, pupuk kompos dan pupuk hijau) dan pupuk anorganik (urea, TSP, dan KCL) perlu dilakukan. Pupuk organik sebaiknya diberikan pada saat pengolahan tanah dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah. Sedangkan pupuk anorganik yang diberikan tergantung dari tingkat kesuburan tanah. Pada umumnya dosis yang dianjurkan untuk digunakan pada tanaman ubi kayu adalah : urea sebanyak 60-120 kg/ha, TSP sebanyak 30 kg P205/ha, dan KCL sebanyak 50 kg K20/ha. Cara pemberian pupuk yang benar dibagi dalam dua waktu, pertama pada saat tanam (pupuk dasar) sebanyak 1/3 bagian urea dan KCL serta seluruh dosis TSP, kedua pada saat tanaman ubi kayu berumur 3-4 bulan yaitu 2/3 bagian urea dan KCL.

4. Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi dengan kriteria tanaman yang baik, sehat dan seragam. Pemeliharaan ubi kayu meliputi :

a. Penyulaman

Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman yang mati atau tumbuh sangat merana. Waktu penyulaman paling lambat 5 minggu setelah tanam.


(45)

b. Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan dilakukan bila sudah tampak timbul gulma (tanaman pengganggu). Penyiangan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 2-3 bulan sekaligus dengan melakukan pembumbunan. Pembumbunan dilakukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga ubi kayu dapat tumbuh dengan sempurna, serta dapat memperkokoh tanaman agar tidak rebah.

c. Pembuangan tunas

Pembuangan tunas dilakukan pada saat tanaman berumur 1-1,5 bulan. Ini dilakukan bila dalam satu tanaman tumbuh dua tunas.

2.3 Definisi

2.3.1 Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam batas wilayah suatu negara (domestik) dalam satu tahun. Produk Domestik Bruto juga memasukkan hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan atau orang asing yang beroperasi di wilayah yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya karena perhitungan PDB masih bersifat bruto atau kotor.

Produk Domestik Bruto nominal atau disebut dengan PDB Atas Dasar Harga Berlaku merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan Produk Domestik Bruto riil atau disebut dengan PDB Atas Dasar Harga Konstan merujuk kepada nilai PDB yang memperhatikan pengaruh harga.


(46)

2.3.2 Bahan Bakar Nabati (Biofuel)

Biofuel adalah setiap bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian. Ada tiga cara untuk pembuatan biofuel: 1) pembakaran limbah organik kering (seperti buangan rumah tangga, limbah industri dan pertanian), 2) fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan) tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas (mengandung hingga 60 persen metana), atau fermentasi tebu, ubi kayu atau jagung untuk menghasilkan alkohol dan ester, 3) energi dari hutan (menghasilkan kayu dari tanaman yang cepat tumbuh sebagai bahan bakar).

Cara memproduksi biofuel dengan menghasilkan alkohol dan ester dapat dilakukan dengan memproduksi bahan baku penghasil alkohol dan ester. Caranya adalah menanam tanaman yang mengandung gula (tebu, bit gula, ubi kayu dan sorgum manis) atau tanaman yang mengandung pati atau polisakarida (jagung), lalu menggunakan fermentasi ragi untuk memproduksi etil alkohol. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan menanam berbagai tanaman yang kadar minyak sayur atau nabatinya tinggi seperti kelapa sawit, kedelai, alga, atau jarak. Setelah itu minyak nabati bisa diproses secara kimia untuk menghasilkan bahan bakar seperti biodiesel. Selain itu, kayu dan produk-produk sampingannya bisa dikonversi menjadi biofuel seperti gas kayu, metanol atau bahan bakar etanol.

Biofuel yang merupakan bahan bakar dari sumber hayati (renewable energi) apabila diartikan untuk pengganti BBM, maka biofuel merupakan salah


(47)

satu bentuk energi dari biomassa dalam bentuk cair, seperti biodiesel, bioethanol

dan biooil, biokerosin, biogas. Tabel 2.1 Pemanfaatan Biofuel

Jenis Penggunaan Bahan Baku

Biodiesel Pengganti solar Minyak nabati seperti minyak kelapa sawit dan jarak pagar

Bioethanol Pengganti bensin Tanaman yang mengandung pati atau gula seperti sagu, ubi

kayu, tebu, sorghum

Biooil Biokerosin

Minyak bakar

Pengganti minyak tanah Pengganti HSD

Minyak nabati Biomass melalui proses

pirolisa

Biogas Pengganti minyak tanah Limbah cair dan limbah kotoran ternak Sumber: DESDM, 20071.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa bioethanol dan biodiesel adalah jenis

biofuel yang berbahan baku dari komoditi pertanian.

2.3.2.1 Bioethanol

Bioethanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bahan baku

bioethanol dapat berasal dari bahan sebagai berikut :

a. Nira bergula (sukrosa) : nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari-buah mete.

b. Bahan berpati : tepung-tepung sorgum biji (jagung cantel), sagu, singkong atau gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia.

c. Bahan berselulosa ( lignoselulosa) : kayu, jerami, batang pisang, bagas, dll.

1


(48)

Pemanfaatan bioethanol sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin, digunakan dalam bentuk neat 100 persen (B100) atau dicampur dengan premium (EXX). Selain itu, gasohol sampai dengan E10 bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa tanpa mengharuskan mesin dimodifikasi.

2.3.2.2 Biodiesel

Biodiesel adalah bahan bakar motor diesel yang berupa ester alkil atau alkil asam-asam lemak (biasanya ester metil) yang dibuat dari minyak nabati melalui proses trans atau esterifikasi. Istilah biodiesel identik dengan bahan bakar murni. Campuran biodiesel (BXX) adalah biodiesel sebanyak XX` persen yang telah dicampur dengan solar sejumlah 1-XX persen.

Bahan bakar mesin diesel yang berupa ester metal atau etil asam-asam lemak yang terbuat dari minyak-lemak nabati dengan proses metanolisis atau etanolisis. Produk-ikutan : gliserin atau dari asam lemak (bebas) dengan proses esterifi-kasi dengan methanol atau etanol.

2.4 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (2005) mengenai Proyeksi Permintaan dan Penawaran Komoditas Utama Pertanian, permintaan ubi kayu meningkat sebesar 0,9 persen per tahun yang berasal dari pertumbuhan penduduk sebesar 1,8 persen per tahun dan pertumbuhan konsumsi per kapita yang menurun sebesar -1,1 persen per tahun. Sementara produksi ubi kayu meningkat sebesar 1,57 persen per tahun yang hanya disumbang dari pertumbuhan produktivitas sebesar 2,06 persen,


(49)

sedangkan pertumbuhan luas areal negatif 0,48 persen per tahun. Selanjutnya, sejak tahun 1989, Indonesia mengalami surplus perdagangan atau net ekspor, kecuali tahun 2003. Dengan demikian, kedepan produksi ubi kayu dalam negeri perlu terus dipacu agar mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor.

Sementara itu, Nkang dkk (2006) melakukan penelitian mengenai Staple Food Policy and Supply Response in Nigeria : A Case of Cassava. Penelitian ini mengkaji respon penawaran dari petani ubi kayu di Nigeria, selama periode 1972 sampai 2002. Estimasi kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan dalam jangka pendek terhadap harga sendiri, harga komoditi substitusi yaitu padi, penggunaan modal dan lag luas area, secara signifikan menjelaskan respon petani ubi kayu selama periode waktu penelitian. Secara spesifik, elastisitas harga ubi kayu menunjukkan bahwa luas area ubi kayu sangat sensitif terhadap perubahan harga ubi kayu dalam jangka panjang. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa ubi kayu bersubtitusi dengan padi dalam hal produksi dengan respon harga silang yang elastis, yang mengindikasikan terjadinya kompetisi dalam penggunaan lahan.

2.5 Kerangka Pemikiran Konseptual 2.5.1 Respon Penawaran

Dalam hipotesa ekonomi dijelaskan bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga komoditi memiliki hubungan positif dengan jumlah komoditi yang ditawarkan, apabila faktor lain konstan atau cateris paribus. Faktor lain tersebut adalah harga input yang digunakan, harga komoditi alternatif, teknologi, iklim, gangguan hama serta faktor kelembagaan.


(50)

Secara umum yang dapat menyebabkan perubahan penawaran (pergeseran kurva penawaran) adalah perubahan harga input, perubahan harga komoditi alternatifnya, perubahan teknologi yang berpengaruh pada biaya produksi atau efisiensinya, perubahan harga komoditi yang diproduksi bersamaan (joint products), serta kebijakan pemerintah (Tomek dan Robinson, 1972). Pendugaan respon penawaran yang sederhana dapat didekati melalui konsep bahwa jumlah produksi pertanian merupakan hasil perkalian antara luas areal tanam dan produktivitasnya (Ghatak dan Ingersent, 1984). Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

Q = A.Y (2.1)

dimana : Q = Jumlah Produksi, A = Luas Areal, Y = Produktivitas.

Produk pertanian memiliki elastisitas penawaran yang cenderung inelastis karena pada saat permintaan turun, alokasi input seperti tanah, tenaga kerja dan mesin yang ditujukan untuk pemakaian pertanian tidak ditransfer dengan cepat ke pemakaian bukan pertanian. Juga sebaliknya saat permintaan meningkat (Lipsey

et all, 1995).

2.5.2 Respon Beda Kala dalam Komoditi Pertanian

Dalam sektor pertanian, proses produksi selalu membutuhkan waktu sehingga bila terjadi perubahan harga atau informasi lainnya seperti kebijakan pemerintah berupa intensifikasi, kredit usahatani, dan sebagainya tidak dapat direspon dengan cepat sehingga dampaknya tidak terlihat dalam waktu singkat.


(51)

Pada dasarnya petani dapat merespon perubahan harga, tapi respon tersebut baru bisa direalisasikan pada waktu yang akan datang karena untuk mengubah proses produksi diperlukan tenggang waktu. Keputusan produksi yang diambil pada waktu t yang didasarkan pada harga saat itu (Pt) tidak akan terealisasi pada waktu t, melainkan pada waktu t+1. Oleh karena itu, fungsi penawaran melibatkan peubah beda kala (lagged variabel) sebagai peubah penjelas (explanatory variabel).

Ada beberapa alasan yang mendasari petani tidak merespon stimulus pasar dengan segera, yaitu : 1) alasan psikologis yang disebabkan karena kebiasaan sehingga perlu adanya adaptasi bila terjadi perubahan baru, 2) alasan teknis yaitu adanya perbedaan waktu menanam dan memanen (gestation period) sehingga penawaran komoditi pertanian sangat tergantung pada peubah-peubah beda kala, 3) alasan kelembagaan seperti penyesuaian kontrak serta aturan yang dipengaruhi oleh waktu.

Secara umum model fungsi respon penawaran hasil-hasil pertanian dipengaruhi oleh tingkat penawaran periode sebelumnya, harga-harga input dan output periode sebelumnya serta faktor-faktor lain. Salah satu model yang cukup terkenal dalam sektor pertanian adalah model penyesuaian parsial Nerlove, dimana respon produksi ditentukan oleh respon luas areal dan respon produktivitas.

2.6 Hipotesis


(52)

1. Harga ubi kayu memiliki pengaruh yang positif terhadap penawaran sehingga apabila harga ubi kayu meningkat maka penawaran akan ubi kayu pun akan meningkat.

2. Harga komoditi alternatif ubi kayu memiliki hubungan elastisitas penawaran yang negatif terhadap penawaran ubi kayu bila komoditi tersebut merupakan komoditi substitusi dari ubi kayu. Sehingga apabila harga komoditi pesaing meningkat maka penawaran ubi kayu akan menurun. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai komoditi pesaing adalah jagung, ubi jalar, dan kacang tanah.

3. Harga input ubi kayu dalam hal ini harga pupuk urea, harga pupuk TSP dan upah tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap jumlah ubikayu yang ditawarkan. Dalam hal ini bila harga input meningkat maka jumlah ubi kayu yang ditawarkan akan menurun.

4. Elastisitas penawaran ubi kayu bersifat inelastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

2.7 Kerangka Operasional

Perkembangan ubi kayu dapat dilihat dari sisi permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan akan dijelaskan secara deskriptif bahwa kebutuhan akan ubi kayu saat ini bukan hanya sebagai penyedia pangan dan pakan ternak, tapi juga sebagai bahan bakar nabati (biofuel). Dari sisi penawaran akan dijelaskan secara deskriptif dengan melihat luas areal ubi kayu, produktivitasnya dan produksinya. Setelah itu, perkembangan ubi kayu akan dibahas melalui harga ubi kayu. Kemudian pendugaan respon penawaran ubi kayu yang dilakukan dengan


(53)

pendekatan respon luas areal panen dan respon produktivitas untuk mendapatkan nilai elastisitas yang menggambarkan sensitifitas perubahan harga-harga baik harga ubi kayu itu sendiri, harga komoditi alternatif maupun harga input terhadap penawaran ubi kayu. Model respon luas areal dan respon produktivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptive expectations model yang merupakan model penyesuaian parsial Nerlove. Setelah itu baru dapat dihitung proyeksi penawaran ubi kayu pada tahun 2025.

.

Nerlovian Model

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Operasional

Perkembangan Ubi Kayu Di Indonesia

Produksi Konsumsi

Luas Areal Panen Produktivitas Food Feed Fuel

Respon Luas Areal Panen

Respon Produktivitas

Respon Produksi (Penawaran) Ubi Kayu

Proyeksi Penawaran Ubi Kayu Tahun 2025


(54)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan deret waktu (time series) selama 38 tahun yaitu dari tahun 1969-2006. Data yang digunakan meliputi data luas areal panen ubi kayu, produktivitas ubi kayu, produksi ubi kayu, harga produsen ubi kayu, harga produsen komoditi alternatif (jagung, kacang tanah, dan ubi jalar), harga input (pupuk urea, pupuk TSP dan upah). Data harga yang digunakan dalam penelitian ini telah dideflasi dengan Indeks Harga Konsumen (IHK). Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian (Direktorat Jendral Tanaman Pangan), FAO (Food Agriculture Organization), InterCAFE serta sumber-sumber pustaka lain yang relevan dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software E-Views 5.1 dan

Microsoft Excel.

3.2 Metode Analisis

Produksi suatu komoditi pertanian memiliki dua unsur pokok, yaitu luas areal dan produktivitas. Oleh karena itu, produsen yang rasional secara ekonomi akan menempuh dua tahapan dalam pengambilan keputusan tentang jumlah produksi suatu komoditi pertanian, yaitu: 1) keputusan tentang alokasi lahan optimal yang akan ditanami dengan komoditi tersebut berdasarkan pertimbangan harga output dan faktor-faktor lainnya; dan 2) keputusan tentang alokasi input secara optimal yang akan digunakan untuk memproduksi komoditi pertanian berdasarkan harga output, harga input, teknologi, dan faktor-faktor lainnya.


(55)

Dalam pembentukan model respon penawaran diperoleh secara tidak langsung, yaitu melalui respon areal dan respon produktivitas. Model respon areal dan produktivitas terdiri atas peubah bebas dan peubah tak bebas dimana yang menjadi peubah tak bebas adalah luas areal panen (A) dan produktivitas (Y). Peubah bebas terdiri dari tiga yaitu, 1) unsur-unsur ekonomi yang mempengaruhi keputusan petani dalam berproduksi (harga komoditi itu sendiri, harga komoditi lain yang memiliki kaitan erat, harga faktor produksi); 2) peubah yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah terhadap komoditi tersebut; 3) peubah lain (teknologi, curah hujan).

Model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model parsial Nerlove yang telah disesuaikan yang dikembangkan oleh Marc Nerlove (1958). Dari semua model ekonometrika yang bisa digunakan untuk mengestimasi respon penawaran suatu komoditi pertanian, model Nerlovian adalah salah satu model yang dipertimbangkan sebagai model yang paling berpengaruh dan berhasil, dilihat dari jumlah penelitian yang menggunakan model ini (Braulke, 1982). Menurut Gujarati (1995), sebuah model dijelaskan sebagai model yang dinamis jika periode waktu dari variabel tidak bebasnya dijelaskan oleh nilai sebelumnya. Bentuk yang telah diturunkan dari model Nerlovian adalah sebuah model autoregresif karena mencakup lagged values dari variabel tidak bebas (output) diantara variabel-variabel penjelasnya.

Bentuk sederhana dari model Nerlovian untuk tanaman tahunan terdiri dari tiga persamaan (Askari dan Cummings, 1977) :


(56)

P*t = P*t-1 + ß(Pt-1– P*t-1) (3.2)

At = At-1 + ã(A*t– At-1) (3.3)

dimana:

A*t = Luas areal yang diinginkan produsen tahun t (ha), At = Luas areal aktual pada tahun t (ha),

At-1 = Luas areal aktual pada tahun t-1 (ha),

P*t = Harga output yang diinginkan produsen tahun t (Rp/Kg), Pt-1 = Harga output tahun sebelumnya (Rp/Kg),

Zt = faktor eksogen lainnya yang mempengaruhi penawaran pada tahun t, Ut = Galat tahun t,

ã = Koefisien penyesuaian (adjustment coefficient) Nerlove.

Dalam model asli, Nerlove menyusun harga sebenarnya sesuai dengan harga yang berlaku di pasar pada saat itu, sedangkan harga yang diharapkan dijelaskan oleh harga yang berlaku di pasar pada waktu sebelumnya (Askari dan Cummings, 1977). Pada persamaan (3.2), â adalah koefisien ekspektasi yang nilainya 0<â≤1. Ini dikenal sebagai adaptive expectations model, dan model ini menyatakan bahwa pelaku ekonomi merevisi harga harapan mereka pada masing-masing periode dengan sebuah fraksi â dari perbedaan antara harga sebenarnya pada tahun t-1 dan harga harapan pada tahun t-1 (Gujarati, 1995). Dengan demikian, produsen diasumsikan memasukkan harga periode sebelumnya dalam perhitungan untuk membentuk harga harapan mereka. Sedangkan persamaan (3.3) menunjukkan bahwa perubahan luas areal tanam aktual dari tahun lalu (t-1) ke


(57)

tahun sekarang (t) merupakan fraksi dari perubahan luas areal tanam yang diinginkan pada tahun sekarang dari areal tanam aktual tahun sebelumnya.

Untuk mengestimasi respon penawaran dengan menggunakan model Nerlovian, harus terlebih dahulu dilakukan eliminasi variabel yang tidak diketahui nilainya (unobservable) pada persamaan (3.1) dan (3.2) (Braulke, 1982). Dengan mengeliminasi variabel-variabel ini maka reduced form dari model Nerlovian akan didapatkan. Seluruh proses penting untuk mendapatkan persamaan reduced form hanya secara sebagian disertakan dalam literatur (Nerlove, 1958). Bentuk persamaan awal yang diberikan (3.3) adalah :

At = ãA*t + (1-ã) At-1 (3.4)

substitusikan persamaan (3.1) ke persamaan (3.4), dan didapat :

At = ãá0 + ãá1P*t + ãá2Zt + ãut + (1-ã)At-1 (3.5) bentuk persamaan asli (3.2) adalah :

P*t = âPt-1 + (1-â)P*t-1 (3.6)

kemudian substitusikan persamaan (3.6) ke persamaan (3.5) dan didapat : At = ãá0 + ãá1âPt-1 + ãá1(1-â)P*t-1 + ãá2Zt + ãut + (1-ã)At-1 (3.7) lag (3.5) dengan satu periode waktu, dan didapat :

At-1 = ãá0 + ãá1P*t-1 + ãá2Zt-1 + ãut-1 + (1-ã)At-2 (3.8) persamaan (3.8) dikalikan dengan (1-â), dan didapat :

At-1(1-â) = ãá0(1-â) + ãá1P*t-1(1-â) + ãá2Zt-1(1-â) + ãut-1(1-â) + (1-ã)(1-â) At-2

(3.9) setelah itu, kurangkan persamaan (3.7) dengan persamaan (3.9) lalu hasilnya disederhanakan sehingga didapat :


(58)

At = ãá0â + ãá1âPt-1 + [(1-â)+(1-ã)]At-1 + [ãut – ã(1-â)ut-1] + [ãá2Zt – ãá2

(1-â)Zt-1– (1-ã)(1-â)At-2 (3.10)

At = b0 + b1Pt-1 + b2At-1 + b3At-2 + b4Zt + b5Zt-1 + vt (3.11) Persamaan diatas adalah persamaan yang sangat sederhana sehingga dapat dikembangkan lagi sesuai dengan kebutuhan penelitian dengan memasukkan peubah-peubah selain harga komoditi yang bersangkutan misalnya harga komoditi pesaing, harga faktor produksi dan peubah non-harga seperti luas total lahan dan curah hujan.

Pengambilan keputusan oleh produsen mengenai alokasi optimal input dapat dituliskan dalam bentuk persamaan struktural input-output pada persamaan (3.12) berikut:

Y = f(Py, Px, T) (3.12)

dimana:

Y = Produktivitas (kg/ha), Py = Harga output (Rp/kg),

Px = Harga input tidak-tetap (Rp/satuan),

T = Trend sebagai proksi perkembangan teknologi.

Hubungan fungsional dari persamaan (3.12) dengan menggunakan data deret waktu (time series) dan jika jenis input tidak-tetap lebih dari satu, maka dapat ditulis dalam persamaan (3.13) sebagai berikut:

n

Yt = â0 + â1 PYt + ∑ âx PXt + â3 T + ut (3.13) x=1


(59)

3.3 Spesifikasi Model Analisis

Model penawaran komoditi pangan dapat diduga dengan menggunakan pendekatan dua tahap, yaitu pendugaan fungsi luas areal dan fungsi produktivitas. Estimasi model Nerlovian dapat menghasilkan residual yang melanggar asumsi kenormalan dari error terms. Hal ini menyederhanakan asumsi model regresi linier klasik, oleh karena itu harus digunakan metode ordinary least square untuk mendapatkan estimasi linier unbiased terbaik. Untuk memastikan normalitas dari residual, persamaan estimasi yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan dalam bentuk logaritma. Perubahan menjadi bentuk logaritma ini dibenarkan karena hal ini memastikan bahwa error akan menyebar normal (Maddala, 2001). Keuntungan lainnya dari bentuk logaritma adalah bahwa koefisien dari variabel harga dapat secara langsung diinterpretasikan sebagai elastisitas penawaran jangka pendek.

Berikut adalah asumsi-asumsi yang harus terpenuhi dalam model regresi

Ordinary Least Square (Winarno, 2007) :

1. Hubungan antara yi dan x1i dan x2i bersifat linear (dalam parameter). 2. x1i dan x2i bersifat tetap pada setiap observasi, atau dengan kata lain

nilainya tidak berubah-rubah (tidak stokastik). 3. Nilai x harus bervariasi.

4. Nilai ei yang diharapkan (expected value) adalah nol, yaitu E(eiʜxi)=0, karena nilai y yang diharapkan hanya dipengaruhi oleh variabel independen E(y)=â0+â1xi.


(60)

5. Varian variabel pengganggu ei adalah sama atau bersifat homoskedastisitas yaitu var(eiʜxi)=ó2.

6. Tidak ada korelasi serial antar residual.

7. Tidak ada hubungan antar ei dan xi sehingga cov(ui,xi)=0. 8. Variabel pengganggu antara ei berdistribusi normal.

9. Tidak ada multikolinearitas sempurna antar variabel independen.

10. Jumlah observasi n harus lebih besar daripada jumlah parameter yang diestimasi (sebanyak variabel independen).

3.3.1 Respon Penawaran

Keputusan petani dalam menentukan luas areal panen dan tingkat produktivitas merupakan refleksi langsung dari respon petani terhadap perubahan harga. Selain itu, secara teoritis faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal panen adalah harga riil ubi kayu, harga riil komoditi alternatif (ubi jalar, jagung dan kacang tanah), upah riil dan luas areal panen tahun lalu. Dengan demikian, respon luas areal panen ubi kayu dapat dituliskan sebagai berikut:

At = f(HUKIt-1, HJIt-1, HUJIt-1, HKTIt-1, WIt-1, At-1)

Secara ekonometrik persamaan linear aditif respon luas areal panen ubi kayu dapat ditulis sebagai berikut :

Ln At = a0 + a1 LnHUKIt-1 + a2 LnHJIt-1 + a3 LnHKTIt-1 + a4 LnHUJIt-1 + a5

LnWIt-1 + a6 LnAt-1+ U1 (3.14)

dimana :

t : Periode waktu tahun 1980-2006, At : Luas areal panen pada waktu t (ha),


(61)

At-1 : Luas areal panen komoditas ubi kayu pada waktu t-1 (ha), HUKIt-1 : Harga riil ubi kayu pada waktu t-1 (Rp/Kg),

HJIt-1 : Harga riil jagung pada waktu t-1 (Rp/Kg), HUJIt-1 : Harga riil ubi jalar pada waktu t-1 (Rp/Kg), HKTIt-1 : Harga riil kacang tanah pada waktu t-1 (Rp/Kg), WIt-1 : Upah riil tenaga kerja pada waktu t-1 (Rp/HOK), U1 : Variabel galat.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas ubi kayu adalah harga riil ubi kayu, harga faktor input yaitu harga riil pupuk urea, pupuk TSP dan upah riil, tren waktu serta produktivitas tahun sebelumnya. Sehingga respon produktivitas dapat ditulis sebagai berikut :

Yt = f(HUKIt, HUIt, HTSPIt, Yt-1, T)

Secara ekonometrik persamaan linear aditif respon produktivitas adalah sebagai berikut :

Ln Yt = bo + b1 LnHUKIt + b2 LnHUIt + b3 LnHTSPIt + b4 Ln Yt-1

+ b5 T + U2 (3.15)

Dimana :

Yt : Produktivitas pada waktu t (ton/ha), HUKIt : Harga riil ubi kayu pada waktu t (Rp/Kg), HUIt : Harga riil pupuk urea pada waktu t (Rp/Kg), HTSPIt : Harga riil pupuk TSP pada waktu t (Rp/Kg), Yt-1 : Produktivitas ubi kayu pada waktu t-1 (ton/ha), T : Tren sebagai proksi dari teknologi,


(1)

(2)

Lampiran 1. Hasil Estimasi Model Respon Luas Areal Panen Ubi Kayu Dependent Variable: LOG(AT)

Method: Least Squares Date: 08/24/09 Time: 21:48 Sample (adjusted): 1970 2006

Included observations: 37 after adjustments

Variable

Coefficien

t Std. Error t-Statistic Prob. C 10.84621 2.189760 4.953150 0.0000 LOG(HUKIT(-1)) 0.141055 0.054178 2.603542 0.0142 LOG(AT(-1)) 0.256257 0.152198 1.683711 0.1026 LOG(HJIT(-1)) -0.095845 0.056210 -1.705133 0.0985 LOG(HUJIT(-1)) -0.137836 0.072105 -1.911613 0.0655 LOG(WIT(-1)) -0.094952 0.028707 -3.307657 0.0024 LOG(HKTIT(-1)) 0.083999 0.069797 1.203483 0.2382 R-squared 0.566535 Mean dependent var 14.09941 Adjusted R-squared 0.479842 S.D. dependent var 0.061890 S.E. of regression 0.044636 Akaike info criterion -3.211893 Sum squared resid 0.059771 Schwarz criterion -2.907125 Log likelihood 66.42002 F-statistic 6.534962 Durbin-Watson stat 2.066924 Prob(F-statistic) 0.000172

Lampiran 2. Hasil Uji Pelanggaran Asumsi Model Respon Luas Areal Panen Ubi Kayu

1. Uji Multikolinearitas

LOG(HUKI T(-1)) LOG(AT(-1)) LOG(HJIT( -1)) LOG(HUJIT (-1)) LOG(WIT( -1)) LOG(HKTI T(-1)) LOG(HUKI

T(-1)) 1.000000 -0.248347 0.315045 0.703116 0.373562 0.304451

LOG(AT(-1)) -0.248347 1.000000 0.095433 -0.313587 -0.595930 -0.360060

LOG(HJIT(-1)) 0.315045 0.095433 1.000000 0.315524 -0.133057 0.145301

LOG(HUJIT

(-1)) 0.703116 -0.313587 0.315524 1.000000 0.360233 0.638707

LOG(WIT(-1)) 0.373562 -0.595930 -0.133057 0.360233 1.000000 0.629625

LOG(HKTI


(3)

2. Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 1.192691 Prob. F(11,25) 0.340952

Obs*R-squared 12.73427 Prob. Chi-Square(11) 0.311048

3. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.273537 Prob. F(2,28) 0.762693

Obs*R-squared 0.709066 Prob. Chi-Square(2) 0.701501

4. Uji Normalitas

0 2 4 6 8 10 12 14

-0.10 -0.05 -0.00 0.05 0.10

Series: Residuals Sample 1970 2006 Observations 37

Mean -6.61e-16

Median -0.005623

Maximum 0.092175

Minimum -0.093411

Std. Dev. 0.040747

Skewness 0.386816

Kurtosis 3.139188

Jarque-Bera 0.952564


(4)

Lampiran 3. Hasil Estimasi Model Respon Produktivitas Ubi Kayu Dependent Variabel: LOG(YT)

Method: Least Squares Date: 08/19/09 Time: 09:06 Sample (adjusted): 1970 2006

Included observations: 37 after adjustments

Variabel

Coefficien

t Std. Error t-Statistik Prob. C 0.877854 0.297079 2.954949 0.0059 LOG(HUKIT) -0.054715 0.031986 -1.710623 0.0971 LOG(YT(-1)) 0.600217 0.129607 4.631059 0.0001 LOG(HTSPIT) -0.132764 0.047348 -2.804039 0.0086 LOG(HUIT) 0.114544 0.045394 2.523329 0.0170 T 0.010373 0.003161 3.281480 0.0026 R-squared 0.978342 Mean dependent var 2.395562 Adjusted R-squared 0.974849 S.D. dependent var 0.207407 S.E. of regression 0.032893 Akaike info criterion -3.843742 Sum squared resid 0.033540 Schwarz criterion -3.582512 Log likelihood 77.10922 F-statistik 280.0734 Durbin-Watson stat 1.797674 Prob(F-statistik) 0.000000

Lampiran 4. Hasil Uji Pelanggaran Asumsi Model Respon Produktivitas Ubi Kayu

1. Uji Multikolinearitas

LOG(HUKIT )

LOG(YT(-1))

LOG(HTSPI

T) LOG(HUIT) T

LOG(HUKIT

) 1.000000 0.230080 0.406210 0.294783 0.379288

LOG(YT(-1)) 0.230080 1.000000 0.581189 0.263133 0.955029

LOG(HTSPI

T) 0.406210 0.581189 1.000000 0.849665 0.735394

LOG(HUIT) 0.294783 0.263133 0.849665 1.000000 0.406391


(5)

2. Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.935036 Prob. F(10,26) 0.518517

Obs*R-squared 9.786701 Prob. Chi-Square(10) 0.459402

3. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.271695 Prob. F(2,29) 0.764005

Obs*R-squared 0.680539 Prob. Chi-Square(2) 0.711579

4. Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5 6 7

-0.05 0.00 0.05

Series: Residuals Sample 1970 2006 Observations 37

Mean -5.91e-16

Median 0.001053

Maximum 0.068649

Minimum -0.077501

Std. Dev. 0.030523

Skewness -0.168893

Kurtosis 3.152902

Jarque-Bera 0.211946


(6)

Lampiran 5. Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu di Indonesia Tahun 2007-2025

Tahun

Proyeksi Luas Areal Panen (ha)

Proyeksi Produktivitas

(ton/ha)

Proyeksi Produksi

(ton)

2007 1,215,675.39 16.09 19,560,217.03

2008 1,204,004.91 15.88 19,119,597.97

2009 1,192,446.46 15.67 18,685,636.03

2010 1,180,998.98 15.47 18,270,054.22

2011 1,169,661.39 15.27 17,860,729.43

2012 1,158,432.64 15.07 17,457,579.88

2013 1,147,311.68 14.88 17,071,997.80

2014 1,136,297.49 14.69 16,692,210.13

2015 1,125,389.04 14.50 16,318,141.08

2016 1,114,585.30 14.31 15,949,715.64

2017 1,103,885.28 14.13 15,597,899.01

2018 1,093,287.98 13.95 15,251,367.32

2019 1,082,792.42 13.77 14,910,051.62

2020 1,072,397.61 13.59 14,573,883.52

2021 1,062,102.59 13.41 14,242,795.73

2022 1,051,906.41 13.24 13,927,240.87

2023 1,041,808.11 13.07 13,616,432.00

2024 1,031,806.75 12.90 13,310,307.08