Studi Analisa Kadar Vitamin C Dan Kadar Beta Karoten Dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk Antara Tanaman Terung Belanda (Solanum Betaceaum CAV.) Dengan Tanaman Lancing (Solanum Mauritianum)

(1)

STUDI ANALISA KADAR VITAMIN C DAN KADAR BETA

KAROTEN DARI BUAH TERUNG BELANDA HASIL

SAMBUNG PUCUK ANTARA TANAMAN TERUNG

BELANDA (

Solanum betaceaum Cav.

)

DENGAN TANAMAN LANCING

(

Solanum

mauritianum

)

SKRIPSI

IRMA SAFITRI

070802022

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

STUDI ANALISA KADAR VITAMIN C DAN KADAR BETA

KAROTEN DARI BUAH TERUNG BELANDA HASIL

SAMBUNG PUCUK ANTARA TANAMAN TERUNG

BELANDA (

Solanum betaceaum Cav.

)

DENGAN TANAMAN LANCING

(

Solanum

mauritianum

)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

IRMA SAFITRI

070802022

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

PERSETUJUAN

Judul : STUDI ANALISA KADAR VITAMIN C DAN

KADAR BETA KAROTEN DARI BUAH TERUNG BELANDA HASIL SAMBUNG PUCUK ANTARA

TANAMAN TERUNG BELANDA (Solanum

betaceaum Cav.) DENGAN TANAMAN LANCING (Solanum mauritianum)

Kategori : SKRIPSI

Nama : IRMA SAFITRI

Nomor Induk Mahasiswa : 070802022

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Maret 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr.Yuniarti Yusak, M.S Dra. Emma Zaidar, M.Si NIP. 194901271980022001 NIP. 195512181987012001

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nasution, M.S NIP. 1954080301985032001


(4)

PERNYATAAN

STUDI ANALISA KADAR VITAMIN C DAN KADAR BETA

KAROTEN DARI BUAH TERUNG BELANDA HASIL

SAMBUNG PUCUK ANTARA TANAMAN TERUNG

BELANDA (

Solanum betaceaum Cav.

)

DENGAN TANAMAN LANCING

(

Solanum

mauritianum

)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2013

IRMA SAFITRI 070802022


(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, puji beserta syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua tercinta dan tersayang, Ayahanda T. Fuadi dan Ibunda Nurjannah yang telah membesarkan dengan kasih sayang dan mendidik Penulis agar dapat menjadi manusia yang berguna bagi agama dan bangsa serta bermanfaat bagi orang lain. Dan terima kasih juga kepada suamiku Ayudi yang selalu mendampingi serta memberi kasih sayang, perhatian dan do’a restunya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga kepada anakku Fabian Naya serta adik-adikku yang tercinta T. Julian Fajar, T. Fakhrur Reza dan Cut Dhavira Ulwani yang selalu memberi semangat serta do’anya kepada Penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dr.Yuniarti Yusak, M.S selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan arahan, bimbingan dan dukungan penuh kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nasution, M.S dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU yang telah mensahkan skripsi ini. Dr. Darwin Yunus Nasution selaku Dosen Wali Penulis yang telah banyak membantu selama Penulis dalam masa studi untuk program sarjana (SI) di FMIPA USU, dan juga kepada seluruh Dosen Departemen Kimia FMIPA USU yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi Penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat Penulis Destia Saera Daulay dan Ratih Paramitha serta sahabatku stambuk 2007, kakak-kakak dan abang-abang stambuk 2006 dan 2005, serta adik-adik stambuk 2008, 2009 dan 2010 atas dukungan dan do’a yang diberikan kepada Penulis. Kepada asisten dan laboran di Laboratorium Biokimia/KBM FMIPA USU terima kasih atas dukungan dan ide-ide yang diberikan kepada Penulis. Dan terima kasih juga kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu Penulis dalam melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu Penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun dari semua pihak demi terciptanya kesempurnaan dari skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kita dan memberikan kebahagian bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang studi analisa kadar vitamin C dan kadar β-karoten dari sampel berupa buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing. Analisa kadar vitamin C dilakukan dengan metode iodometri dan analisa kadar β-karoten dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-VIS. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kadar vitamin C dari buah Terung Belanda adalah 1,596%, kadar vitamin C dari buah Lancing adalah 0,401% dan kadar vitamin C dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk adalah 1,202%. Sedangkan kadar β-karoten dari buah Terung Belanda adalah 208,95 ppm, kadar β-karoten dari buah Lancing adalah 36,11 ppm dan kadar β-karoten dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk adalah 253,64 ppm. Jadi, dari penelitian ini dapat disimpulkan kadar vitamin C dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk mengalami sedikit penurunan. Sedangkan kadar β-karoten dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk mengalami peningkatan.


(7)

STUDIES OF ANALYSIS OF VITAMIN C AND BETA CAROTENE LEVELS OF TAMARILLO FRUIT OF GRAFTING OUTCOMES

BETWEEN TAMARILLO FRUIT (Solanum betaceaum Cav.) WITH LANCING FRUIT (Solanum mauritianum)

ABSTRACT

A research on studies analysis levels of vitamin C and β-carotene levels of a sample Tamarillo fruit grafting outcomes between Tamarillo plant with Lancing plant has been done. Analysis of the levels of vitamin C conducted by iodometric method, and β-carotene levels were calculated using UV-Vis spectrophotometer. From the research result showed that the levels of vitamin C of Tamarillo fruit is 1,596%, the levels of vitamin C of Lancing fruit is 0,401% and the levels of vitamin C of Tamarillo fruit grafting outcomes is 1,202%. While the levels of β-carotene of Tamarillo fruit is 208,95 ppm, the levels of β-carotene of Lancing fruit is 36,11 ppm and the levels of β- carotene of Tamarillo fruit grafting outcomes is 253,64 ppm. So, from this research can be concluded the vitamin C levels of Tamarillo fruit grafting outcomes decreased slightly. While the β-karoten levels of Tamarillo fruit grafting outcomes increased.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Judul i

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4

1.7 Lokasi Penelitian 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5

2.1 Tanaman Terung Belanda (Solanum betaceaum Cav.) 5

2.1.1 Klasifikasi Terung Belanda 5

2.1.2 Daerah Tumbuh 6

2.1.3 Morfologi Tumbuhan 7

2.1.4 Komposisi Kimia 8

2.1.5 Manfaat dan Kegunaan Terung Belanda 9 2.2 Tanaman Lancing (Solanum mauritianum) 10

2.2.1 Klasifikasi Tanaman Lancing 11

2.3 Teknologi Sambung Pucuk 12

2.4 Vitamin C 13

2.4.1 Sumber dan Peranan Vitamin C 14

2.4.2 Manfaat dan Defisiensi Vitamin C 14

2.4.3 Biosintesa Vitamin C 17


(9)

2.5 β-karoten 19

2.5.1 Manfaat β-karoten 21

2.5.2 Biosintesa β-karoten 22

2.5.3 Analisa β-karoten 23

Bab 3 Metode Penelitian 25

3.1 Alat dan Bahan 25

3.1.1 Alat 25

3.1.2 Bahan 26

3.2 Prosedur Penelitian 26

3.2.1 Pengambilan Sampel 26

3.2.2 Pembuatan Larutan Pereaksi 26

3.2.2.1 Pembuatan Indikator Amilum 1% 26 3.2.2 2 Pembuatan I2

3.3 Parameter yang diamati 27

0,01 N 26

3.3.1 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda 27 3.3.2 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Lancing 27 3.3.3 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda

Hasil Sambung Pucuk 28

3.3.4 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda 28 3.3.5 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Lancing 28 3.3.6 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda

Hasil Sambung Pucuk 29

3.4 Bagan Penelitian 30

3.4.1 Pembuatan Ekstrak Buah Terung Belanda 30

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Buah Lancing 30

3.4.3 Pembuatan Ekstrak Buah Terung Belanda Hasil Sambung

pucuk 30

3.4.4 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda 31 3.4.5 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Lancing 32 3.4.6 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda

Hasil Sambung Pucuk 33

3.4.7 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda 34 3.4.8 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Lancing 34 3.4.9 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda

Hasil Sambung Pucuk 35

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 36

4.1 Hasil Penelitian 36

4.1.1 Hasil Analisa Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda, Buah Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil

Sambung Pucuk 36


(10)

Buah Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil

Sambung Pucuk 37

4.2 Perhitungan 37

4.2.1 Perhitungan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda

Hasil Sambung Pucuk 37

4.2.2 Perhitungan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda

Hasil Sambung Pucuk 38

4.3 Pembahasan 38

4.3.1 Penurunan Kadar Vitamin C pada Buah Terung Belanda

Hasil Sambung Pucuk 39

4.3.2 Peningkatan Kadar ß-karoten pada Buah Terung Belanda

Hasil Sambung Pucuk 40

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 41

5.1 Kesimpulan 41

5.2 Saran 42

Daftar Pustaka 43


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Dalam 100 g Terung Belanda 9 Tabel 4.1 Data Analisa Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda, Buah

Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk 36 Tabel 4.2 Data Analisa Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda, Buah


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Buah Terung Belanda 5

Gambar 2.2 Tanaman Lancing 11

Gambar 2.3 Struktur Vitamin C 13

Gambar 2.4 Biosintesa Vitamin C di dalam Tumbuhan 17

Gambar 2.5 Reaksi antara Vitamin C dan Iodium 18

Gambar 2.6 Reaksi antara Vitamin C dan 2,6 D (2,6 Na-dikhlorofenol

indofenol) 19

Gambar 2.7 Struktur β-karoten 19


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A. Tanaman Terung Belanda, Tanaman Lancing dan Tanaman

Perpaduannya 46

Lampiran B. Sampel Penelitian 48

Lampiran C. Data Hasil Analisa Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda, Buah Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil

Sambung Pucuk 49


(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang studi analisa kadar vitamin C dan kadar β-karoten dari sampel berupa buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing. Analisa kadar vitamin C dilakukan dengan metode iodometri dan analisa kadar β-karoten dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-VIS. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kadar vitamin C dari buah Terung Belanda adalah 1,596%, kadar vitamin C dari buah Lancing adalah 0,401% dan kadar vitamin C dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk adalah 1,202%. Sedangkan kadar β-karoten dari buah Terung Belanda adalah 208,95 ppm, kadar β-karoten dari buah Lancing adalah 36,11 ppm dan kadar β-karoten dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk adalah 253,64 ppm. Jadi, dari penelitian ini dapat disimpulkan kadar vitamin C dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk mengalami sedikit penurunan. Sedangkan kadar β-karoten dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk mengalami peningkatan.


(15)

STUDIES OF ANALYSIS OF VITAMIN C AND BETA CAROTENE LEVELS OF TAMARILLO FRUIT OF GRAFTING OUTCOMES

BETWEEN TAMARILLO FRUIT (Solanum betaceaum Cav.) WITH LANCING FRUIT (Solanum mauritianum)

ABSTRACT

A research on studies analysis levels of vitamin C and β-carotene levels of a sample Tamarillo fruit grafting outcomes between Tamarillo plant with Lancing plant has been done. Analysis of the levels of vitamin C conducted by iodometric method, and β-carotene levels were calculated using UV-Vis spectrophotometer. From the research result showed that the levels of vitamin C of Tamarillo fruit is 1,596%, the levels of vitamin C of Lancing fruit is 0,401% and the levels of vitamin C of Tamarillo fruit grafting outcomes is 1,202%. While the levels of β-carotene of Tamarillo fruit is 208,95 ppm, the levels of β-carotene of Lancing fruit is 36,11 ppm and the levels of β- carotene of Tamarillo fruit grafting outcomes is 253,64 ppm. So, from this research can be concluded the vitamin C levels of Tamarillo fruit grafting outcomes decreased slightly. While the β-karoten levels of Tamarillo fruit grafting outcomes increased.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Terung Belanda awalnya dikenal dengan nama Chypomandra betaceae (Cav.), akan tetapi kemudian direvisi oleh Sendtner menjadi Solanum betaceaum Cav. yang termasuk dalam famili Solanaceae. Terung Belanda (Solanum betaceaum Cav.) merupakan tanaman jenis terung-terungan dari famili Solanaceae. Terung Belanda tumbuh di Indonesia hanya pada beberapa daerah terutama di Berastagi kabupaten Karo Sumatera Utara. Terung Belanda merupakan tanaman yang bernilai komersial, sehingga perlu dikembangkan baik kualitas maupun kuantitasnya.

Solanum mauritianum atau Lancing adalah berupa pohon kecil atau semak dari Amerika Selatan, termasuk Argentina Utara, Brazil Selatan, Paraguay dan Uruguay. Tanaman ini memiliki waktu hidup hingga tiga puluh tahun dan dapat tumbuh hingga mencapai 33 kaki. Tanaman ini memiliki daun oval yang besar berwarna hijau ke abu-abuan. Bunganya berwarna ungu dengan berwarna kuning di tengah. Tumbuhan ini dapat berbunga sepanjang tahun dan dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. (Wikipedia, diakses Oktober 2010)

Bioteknologi tanaman secara konvensional sudah banyak diaplikasikan untuk mengatasi permasalahan pangan seperti sambung pucuk. Dalam proses penyambungan, terjadi penggabungan dua jaringan hidup antara batang atas dan batang bawah. Tanaman hasil penyambungan akan memiliki sifat-sifat yang lebih unggul yang dimiliki batang atas dan batang bawah.


(17)

Inovasi dan ilmu penunjang dalam bioteknologi terus berkembang. Beberapa penelitian tentang adanya pengaruh batang atas terhadap batang bawah telah dilakukan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rieska Handayani dan Ribu Surbakti (2002) yang berhasil melakukan sambung pucuk antara tanaman Tomat dengan tanaman Kentang dengan tingkat keberhasilan 24%. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Evariani (2011) yang melakukan analisis karbohidrat produk biosintesis pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara Terung Belanda (Chiphomandra betaceae) dengan Rimbang (Solanum torvum swartz). Hasil analisis karbohidrat terhadap buah dari tanaman baru Terung Belanda dan Rimbang menunjukan bahwa terjadi peningkatan kadar karbohidrat pada buah tanaman baru Terung Belanda sebesar 40,09 %. E. safitri dan Ribu Surbakti (2000) melakukan metode yang sama pada pembuatan hibrida antara tanaman Ubi Kayu dengan tanaman Ubi Kayu racun dengan tingkat keberhasilan 93% dan tingkat produksi Ubi Kayu yang dihasilkan mencapai 3 kali lipat, dengan kadar karbohidratnya juga naik menjadi 60,8% karena terjadi penambahan umur sehingga proses fotosintesis semakin sempurna.

Metode sambung pucuk dapat dilakukan antara dua varietas tanaman yang masih dalam spesies yang sama, dan dapat juga dilakukan antara dua tanaman yang berlainan spesiesnya tetapi masih dalam satu famili. Agustina (2004) melakukan sambung pucuk antara Jeruk dengan Jeruk dengan tujuan menghasilkan bibit unggul. Selanjutnya Makhziah dan Mulyani (2008) melakukan sambung pucuk Waluh dengan Melon sehingga meningkatkan kadar glukosa buah Melon 7,79 %.

Dalam hal ini dilakukan sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing karena kedua tanaman tersebut masih dalam satu famili. Kedua tanaman yang disatukan tersebut masing-masing memiliki keunggulan. Tanaman Terung Belanda yang merupakan batang atas mempunyai kelebihan dari segi kelebatan buah, buah yang dihasilkan kaya akan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh, serta responsif terhadap pupuk kandang dan tempat-tempat kering. Sedangkan keunggulan dari tanaman Lancing yang merupakan batang bawah adalah mempunyai perakaran yang kuat sehingga dapat menopang tanaman Terung Belanda sebagai batang atasnya, tahan terhadap kekeringan, tahan terhadap serangan hama serta


(18)

memiliki umur yang panjang sampai puluhan tahun sehingga dapat dilakukan peremajaan tanpa menebang pohon tua dan tidak memerlukan bibit yang baru. Tarigan dan Pintubatu (2006) sudah mencoba menyambung pucuk tanaman Terung Belanda dengan tanaman Rimbang agar pohon Terung Belanda tidak rubuh saat berbuah. Lahimsjah (2009) menyambung pucuk Terung, Tomat dan Cabe ke batang Rimbang (takokak) dengan alasan seni dan keindahan. http://repository.usu.ac.id

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Elly Suryani Harahap (2011) yang menunjukkan adanya kandungan solasodin di dalam buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kehamilan mencit. Disamping itu, Terung Belanda juga mengandung banyak kadar nutrisi seperti vitamin C dan β-karoten. Kemungkinan Terung Belanda sambung pucuk juga mengandung komponen yang sama sehingga peneliti tertarik ingin mengetahui kadar vitamin C dan kadar β-karoten di dalam buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda (Solanum beteceaum Cav.) dengan tanaman Lancing (Solanum mauritianum) karena komponen-komponen tersebut mempunyai khasiat yang sangat baik untuk kesehatan tubuh.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini apakah buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing dapat menghasilkan suatu tanaman baru yang mempunyai kadar vitamin C dan kadar β-karoten yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman asalnya.

1.3Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah parameter uji yang dilakukan pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing adalah kadar vitamin C dan kadar β-karoten.


(19)

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar kandungan vitamin C dan β -karoten dari buah Terung Belanda yang dihasilkan dari sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing.

1.5Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat khususnya petani untuk membudidayakan tanaman Terung Belanda hasil sambung pucuk dengan tanaman Lancing sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman Terung Belanda yang memiliki kadar nutrisi yang lebih baik di bandingkan dengan tanaman asalnya.

1.6Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, yang dilakukan dengan mempersiapkan Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda sebagai batang atas dan tanaman Lancing sebagai batang bawah yang diperoleh dari Fakultas Pertanian Universitas Quality di Kabanjahe, Sumatera Utara. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk proses analisis adalah sebagai berikut:

1. Analisa kadar vitamin C dilakukan dengan metode Iodometri.

2. Analisa kadar β-karoten dilakukan dengan metode spektrofotometer UV-Visibel

1.7Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/Kimia Bahan Makanan FMIPA USU untuk analisa kadar vitamin C dan Laboratorium PT. Jasindo Testing Services Helvetia Medan untuk analisa kadar β-karoten.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Terung Belanda (Solanum betaceaum Cav.)

Terung Belanda Solanum betaceaum (syn Cyphomandra betaceae) merupakan salah satu tanaman perdu famili Solanaceae. Terung Belanda dikenal dengan nama Tamarillo yang diadopsi dari New Zealand yang dijadikan nama standar yang digunakan dalam standar industri perdagangan.

2.1.1 Klasifikasi Terung Belanda

Gambar 2.1 Terung Belanda

Klasifikasi


(21)

Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Klass : Dicotyledonae Subklass : Asteridae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Solanum

Spesies : Solanum betaceaum Cav.

(Departemen Kesehatan dan Kesehatan Sosial, 2001)

2.1.2 Daerah Tumbuh

Terung Belanda merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada ketinggian antara 1000-1800 m di atas permukaan laut sehingga dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Pada dataran rendah, pohon Terung Belanda tidak mampu berbunga, sedangkan pada daerah sejuk dapat mendorong pembungaan.

Tanaman ini berbuah matang pada musim dingin di daerah subtropis, dan jika ditanam di daerah tropis buah matang setelah udara dingin. Terung Belanda tumbuh baik di daerah yang memiliki drainase baik, kandungan organik dan kelembapan sedang serta tidak tahan terhadap genangan air. Pohonnya berbuah lebat, berumur panjang dan responsif terhadap pupuk kandang dan tempat-tempat kering. Pohon Terung Belanda mulai berbuah setelah 1,5-2 tahun dan usia produktifnya antara 5-6 tahun. (Anonim, diakses 2009)

Terung Belanda merupakan buah nonklimaterik yang tidak akan mudah rusak setelah pemanenan. Pada buah-buahan nonklimaterik, produksi karbondioksida dan gas etilen setelah pemanenan sangat rendah dan tidak terjadi peningkatan selama tahap pematangan. Lama musim panen Terung Belanda selama 6-7 bulan atau lebih. (Anonim, diakses 2009)


(22)

2.1.3 Morfologi Tumbuhan

Tanaman ini memiliki daun yang berbulu berbentuk hati besar dan berwarna hijau. Daun yang hijau ini akan mudah sekali dirusak oleh terpaan angin yang kencang. (Kumalaningsih, 2006)

Bunga Tamarillo akan muncul pada akhir musim gugur sampai pada awal musim semi. Warnanya pink dan terletak pada ujung cabang batang serta biasanya berkelompok. Tanaman ini memiliki benang sari dan putik serta kelopak bunga yang berwarna ungu hijau. Tanaman ini melakukan penyerbukan sendiri tetapi kadang juga dibantu oleh lebah dan angin meskipun sangat kecil kemungkinannya. (Kumalaningsih, 2006)

Tanaman ini memiliki tangkai panjang, satu dengan lainnya tumbuh sendirian atau ada yang berkelompok sebanyak 3-12. Buahnya berbentuk seperti telur dengan ukuran panjang antara 5-6 cm dan lebarnya di atas 5 cm. Warna kulitnya ada yang ungu gelap, merah darah, oranye atau kuning dan ada yang masih memiliki garis memanjang yang tidak jelas. Terung Belanda yang masih mentah berwarna hijau agak abu-abu. Warna ini akan berubah menjadi merah kecoklatan apabila buah sudah matang.

Di dalam buah ini terdapat daging buah yang tebal berwarna kekuningan dibungkus oleh selaput tipis yang mudah dikelupas. Rasa buah ini seperti Tomat dan tekstrurnya seperti buah Plum dengan kandungan gizi yang relatif tinggi karena banyak mengandung vitamin A, C dan serat. Lapisan luar dari daging buah banyak mengandung air, sedikit kasar dan sedikit mengandung rasa manis. Biji buah ini keras, berwarna coklat muda sampai hitam. Bentuk biji agak tumpul, bulat dan kecil, tetapi lebih besar daripada biji Tomat. (Kumalaningsih, 2006)


(23)

2.1.4 Komposisi Kimia

Terung Belanda pada awalnya dikenal dengan nama Chypomandra betaceae (Cav.), akan tetapi kemudian direvisi oleh Sendtner menjadi Solanum betaceaum Cav. yang termasuk dalam famili Solanaceae. Dalam 100 g Terung Belanda mengandung 82,7-87,8 g air; protein 1,5 g; lemak 0,06-1,28 g; karbohidrat 10,3 g; serat 1,4-4,29 g; abu 0,66-0,94 mg; β-karoten 50 mg; vitamin A 540 µg; dan vitamin C 23,3-44,9 mg. Jika buah ini dimasak, maka sebagian besar vitamin C akan hilang. (D. Suprihartini, 2007)

Terung Belanda adalah buah yang mempunyai kandungan nutrisi yang sangat baik, berisi beberapa kandungan vitamin yang sangat penting serta kaya akan besi dan potasium, kandungan sodium yang rendah serta berisi kurang dari 40 kalori (kurang lebih 160 kJ). Oleh karena kelengkapan dari kandungan gizi pada Tamarillo, maka di Amerika Serikat buah Terung Belanda terkenal sebagai buah yang mengandung rendah kalori, sumber serat, bebas lemak (jenis reds) atau rendah lemak (jenis golden), bebas kolesterol dan sodium dan sumber vitamin C dan E yang sempurna. (Kumalaningsih, 2006)

Terung Belanda selain kaya akan air juga mengandung provitamin A dan vitamin C serta mineral penting seperti potasium, fosfor dan magnesium yang mampu menjaga dan memelihara kesehatan tubuh. (Anonim, diakses 2008)

Buah Terung Belanda juga mengandung senyawa-senyawa seperti beta karoten, antosianin dan serat. Diantara senyawa antioksidan yang dikandungnya, beta karoten mempunyai peranan yang sangat penting karena paling tahan terhadap serangan radikal bebas. Beta karoten merupakan salah satu jenis karotenoid yang banyak terdapat pada buah-buahan. Senyawa ini akan dikonversikan menjadi vitamin A (retinol) di dalam tubuh sehingga sering juga disebut sebagai provitamin A. (Kumalaningsih, 2006)

Menurut Kumalaningsih (2006), hasil analisis lengkap kandungan gizi buah Terung Belanda dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:


(24)

Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi dalam 100 g Terung Belanda

Kandungan

Nutrisi Terung Belanda (tiap 100 g)

Vitamin A 540-5600 µg

Vitamin B1 0.03-0.14 mg

Vitamin B2 0.01-0.05 mg

Vitamin B6 0.01-005 mg

Vitamin C 15-42 mg

Vitamin E 2 mg

Niasin 0.3-1.4 mg

Potasium (kalium) 0.28-0.38 mg

Kalsium 6-18 mg

Fosfor 22-65 mg

Magnesium 16-25 mg

Besi 0.3-0.9 mg

Seng 0.1-0.2 mg

Protein 1.4-2 mg

Lemak 0.1-0.6 mg

Serat 1.4-4.7 mg

Kadar air 80-90 g

(Kumalaningsih, 2006)

2.1.5 Manfaat dan Kegunaan Terung Belanda

Manfaat buah Terung Belanda adalah:

1. Mencegah kerusakan sel-sel dan jaringan tubuh penyebab berbagai penyakit seperti kanker, tumor dan lain-lain.

2. Melancarkan penyumbatan pembuluh darah (arterisklorosis) sehingga dapat mencegah penyakit jantung dan stroke serta dapat menormalkan tekanan darah.


(25)

4. Meningkatkan stamina, daya tahan tubuh dan vitalitas. 5. Dapat membantu mempercepat proses penyembuhan.

Terung Belanda kaya akan provitamin A yang baik untuk kesehatan mata dan vitamin C untuk mengobati sariawan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Mineral seperti potasium, fosfor dan magnesium mampu menjaga dan memelihara kesehatan tubuh. Serat yang tinggi dalam Terung Belanda bermanfaat untuk mencegah kanker dan sembelit atau konstipasi. Komponen lainnya yang terkandung di dalam Terung Belanda adalah vitamin E dan senyawa fenolik (termasuk antosianin dan flavonoid lainnya) serta karotenoid.

Di dalam buah Terung Belanda juga mengandung antosianin yang merupakan antioksidan yang kuat dan dapat menangkal berbagai radikal bebas. Antosianin pada buah-buahan bukan saja mempunyai sifat antioksidan yang tinggi tetapi turut bertindak sebagai anti radang, anti bakteri, anti kanker (bagi pencegahan kanker), memperbaiki fungsi penglihatan, anti tumor dan juga anti penuaan.

Menurut Hasan (2009), buah yang baik untuk diolah adalah pada tingkat kematangan 75-100% matang, tidak rusak, tidak busuk ataupun pecah. Buah Terung Belanda digunakan menurut berbagai cara, seperti masakan yang lezat dan makanan yang manis-manis. Buah mentah dapat digunakan untuk masakan kari dan sambal, sedangkan buah matang untuk sirup, jus, sup, adonan pengisi dan untuk rujak. Buah yang di belah dapat digunakan sebagai bumbu. Buah yang sudah dimatangkan sebaiknya juga dapat digunakan untuk menghasilkan sirup, jeli, selai, pencuci mulut dan sebagai hiasan es krim yang berkualitas baik. (Anonim, diakses 2008)

2.2 Tanaman Lancing (Solanum mauritianum)

Solanum mauritianum adalah pohon kecil atau semak dari Amerika Selatan, termasuk Argentina Utara, Brasil Selatan, Paraguay dan Uruguay. Tanaman dapat tumbuh hingga tiga puluh tahun. Memiliki daun besar berbentuk oval dan berwarna abu-abu kehijauan dan ditutupi dengan bulu. Bunga berwarna ungu dengan pusat kuning.


(26)

Tanaman dapat berbunga sepanjang tahun dan berbuah pada akhir musim semi hingga awal musim panas. Tanaman ini toleran terhadap berbagai jenis tanah dan dengan cepat berkembang jika ditanam di sekitar perkebunan, hutan, semak dan lahan terbuka.

Tanaman ini mengandung senyawa glykoalkaloid, solasodina, dengan kandungan tertinggi pada buah mentah hijau (2% - 3,5% berat kering). Solaurisin, Solaurisidin, dan Solasodamin juga telah ditemukan di Solanum mauritianum. (Anonim, diakses 2010)

2.2.1 Klasifikasi Tanaman Lancing

Gambar 2.2 Tanaman Lancing

Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae magnoliophyta Klass : Eudicots

Subklass : Asterids Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Solanum


(27)

Selain itu tanaman ini juga memiliki sejumlah sinonim: • Solanum auriculatum

Solanum carterianum Solanum pulverulentumSolanum tabaccifolium

Solonum verbascifolium (Anonim, diakses 2010)

2.3 Teknologi Sambung Pucuk

Sambung pucuk (grafting) adalah penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan sedemikian rupa sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka sambungan atau tautannya. Bagian bawah (yang mempunyai perakaran) yang menerima sambungan disebut batang bawah (rootstock atau understock) atau sering disebut stock.

Bagian tanaman yang disambungkan atau disebut batang atas (scion) dan merupakan sepotong batang yang mempunyai lebih dari satu mata tunas (entres), baik itu berupa tunas pucuk atau tunas samping. Penyambungan batang bawah dan batang atas ini biasanya dilakukan antara dua varietas tanaman yang masih dalam spesies yang sama. Misalnya penyambungan antar varietas pada tanama kadang bisa juga dilakukan penyambungan antara dua tanaman yang berlainan spesiesnya tetapi masih dalam satu famili. Tanaman mangga (Mangifera indica) disambung dengan tanaman kweni (Mangifera odorata).

http://bogortabulampot.wordpress.com/plant-propagation/

Metode sambung pucuk atau grafting merupakan perbanyakan tanaman gabungan antara perbanyakan secara generatif (dari persemaian biji) dengan salah satu bagian vegetatif (cabang/ranting) tanaman yang berasal dari satu famili. Kedua tanaman (bagian tanaman) yang disatukan masing-masing mempunyai keunggulan misalnya dari segi kelebatan buah, ukuran besar dan rasa/khasiat serta ketahanan terhadap hama dan penyakit


(28)

Manfaat sambung pucuk pada tanaman:

1. Memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil tanaman, dihasilkan gabungan tanaman baru yang mempunyai keunggulan dari segi perakaran dan produksinya, juga dapat mempercepat waktu berbunga dan berbuah (tanaman berumur panjang) serta menghasilkan tanaman yang sifat berbuahnya sama dengan induknya.

2. Mengatur proporsi tanaman agar memberikan hasil yang lebih baik, tindakan ini dilakukan khususnya pada tanaman yang berumah dua, misalnya tanaman melinjo.

3. Peremajaan tanpa menebang pohon tua, sehingga tidak memerlukan bibit baru dan menghemat biaya eksploitasi

2.4 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176 dengan rumus molekul C6H8O6

Struktur vitamin C:

. Bersifat larut dalam air dan sedikit larut dalam aseton atau alkohol. Pada pH rendah vitamin C lebih stabil daripada pH tinggi. Vitamin C mudah teroksidasi, terlebih apabila terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat oksidase, sinar, dan temperatur yang tinggi. Oksidasi vitamin C akan terbentuk asam dehidroaskorbat.

O = C │ HO ─ C

O HO ─ C

│ H ─ C

│ HO ─ C ─ H

│ CH2OH


(29)

2.4.1 Sumber dan Peranan Vitamin C

Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayuran dan buah-buahan, terutama buah-buahan segar. Karena itu vitamin C sering disebut Fresh Food Vitamin. Buah yang masih mentah lebih banyak kandungan vitamin C nya. Semakin tua buah semakin berkurang kandungan vitaminnya. Bayam, brokoli, cabe hijau dan kubis juga merupakan sumber yang baik, bahkan juga setelah dimasak. Sebaliknya beberapa jenis bahan pangan hewani seperti susu, telur, daging, ikan, dan unggas sedikit sekali kandungan vitamin C nya. Air susu ibu yang sehat mengandung enam kali lebih banyak vitamin C nya dibandingkan susu sapi.

Peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen. Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam tulang, dentin dan vascular endothelium. Penjagaan agar fungsi itu tetap mantap banyak dipengaruhi oleh cukup tidaknya kandungan vitamin C dalam tubuh. Peranannya adalah dalam proses penyembuhan luka serta daya tahan tubuh melawan infeksi dan stress. (F.G. Winarno, 1992)

2.4.2 Manfaat dan Defisiensi Vitamin C

Manfaat utama vitamin C adalah sebagai antioksidan, pembentukan semacam jaringan tubuh, terutama untuk pembentukan jaringan ikat. Jaringan ikat adalah bahan pembungkus terpisah yang melindungi dan menyangga berbagai organ. Asam askorbat membantu absorpsi zat besi dalam usus. (P.M. Gaman, 1992)

Vitamin C selain sebagai anti oksidan juga dapat memperbaiki sel tubuh dan jaringan yang rusak akibat radikal bebas. Dalam merawat kecantikan, vitamin C mempunyai peranan penting dalam melancarkan peredaran darah sehingga kulit terlihat lebih segar. Vitamin ini juga akan merangsang pembentukan kolagen kulit dan menjaganya dari kerusakan. Vitamin C mempunyai sifat sebagai walter holder (menyimpan air) sehingga mampu menjaga kelembaban kulit dan mencegahnya dari kekeringan.


(30)

Mengkonsumsi vitamin C secara tepat dan teratur, dapat menghambat proses penuaan dini, menghaluskan kulit, sekaligus menghambat kerja enzim tirosin, yaitu enzim yang bertugas membantu pembentukan pigmen di kulit. Jika proses pigmentasi terhambat, kulit pun terlihat lebih bersih dan cerah. Dari sekian banyak manfaat yang telah dijabarkan, ternyata masih banyak lagi manfaat dari vitamin C yang belum terungkap, seperti dikutip Besthealthmag berikut ini:

1. Mencegah stroke

Ada banyak bukti bahwa antioksidan yang tinggi yang terdapat di dalam buah-buahan dan sayuran membantu menangkal penyakit radiovaskular. Namun beberapa studi penting bahwa mereka dengan tingkat vitamin C tertinggi di dalam tubuh mereka berada pada resiko terendah untuk menderita stroke.

2. Melawan kanker

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa wanita yang mengasup banyak vitamin C dari makanan seperti buah-buahan dan sayuran (bukan suplemen), memiliki resiko lebih rendah terkena kanker payudara. Bahkan beberapa riset mengindikasikan bahwa vitamin C sebagai racun bagi sel-sel kanker tertentu. 3. Meningkatkan mood

Sejak dulu sudah diketahui bahwa kekurangan vitamin C dapat menyebabkan perubahan psikologis. Belum lama ini peneliti dari Mc. Gill University menunjukkan bahwa pemberian suplemen vitamin C (500 mg dua kali sehari) bagi pasien rawat inap yang kekurangan vitamin C, secara signifikan membantu meningkatkan suasana hati mereka.

4. Memperbaiki kulit

Vitamin C adalah antioksidan yang paling banyak dibutuhkan oleh kulit, dimana vitamin C tersebut membantu menetralkan radikal bebas yang terbentuk akibat paparan sinar matahari dan usia. Pemberian vitamin C yang dikombinasikan dengan bahan lain, dapat memperbaiki beberapa tanda-tanda penuan termasuk garis-garis halus, pigmentasi yang tidak merata, warna dan tekstur kulit. (Kompas, diakses 2012)

Penyakit atau gejala yang tampak, yang disebabkan oleh defisiensi vitamin C adalah:


(31)

2. Mudah terjadi luka dan infeksi tubuh, dan jika sudah terjadi sukar untuk disembuhkan

3. Hambatan pertumbuhan pada bayi dan anak-anak

4. Pembentukan tulang yang tidak normal pada bayi dan anak-anak 5. Kulit mudah mengelupas. (A. Poedjiadi, 2006)

Vitamin C dapat terserap sangat cepat dari alat pencernaan kita masuk ke dalam saluran darah dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh. Karena itu bila seseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah yang besar (megadose) sebagian besar akan dibuang keluar, terutama bila orang tersebut biasa mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi. Tetapi sebaliknya, bila sebelumnya orang tersebut buruk keadaan gizinya, maka sebagian besar dari jumlah itu ditahan oleh jaringan tubuh. (F.G. Winarno, 1992)

Widya Karya Pangan Nasional Nas-LIPI, 1978, menyarankan konsumsi vitamin C perhari untuk anak-anak dan orang dewasa Indonesia antara 20-30 mg, sedangkan untuk ibu mengandung dan menyusui perlu ditambah 20 mg.

Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan penyakit sariawan atau skorbut. Penyakit skorbut biasanya jarang terjadi pada bayi, bila terjadi pada anak-anak, biasanya pada usia setelah 6 bulan dan di bawah 12 bulan. Gejala-gejala penyakit skorbut ialah terjadinya pelembekan tenunan kolagen, infeksi dan demam, dan timbul penyakit, pelunakan pembengkokan kaki bagian paha. Pada anak yang giginya telah tumbuh, gusinya membengkak, empuk, dan terjadi pendarahan.

Pada orang dewasa, skorbut terjadi setelah beberapa bulan menderita kekurangan vitamin C dalam makanannya. Gejalanya ialah pembengkakan dan pendarahan pada gusi, gingivalis, kaki menjadi empuk, dan deformasi tulang. Akibat yang parah dari keadaan ini ialah gigi menjadi goyah dan dapat lepas. Penyakit sariawan yang akut dapat disembuhkan dalam beberapa waktu dengan pemberian 100 sampai 200 mg vitamin C perhari. Bila penyakit sudah kronik diperlukan waktu lebih lama untuk penyembuhannya. (F.G. Winarno, 1992)


(32)

Skorbut dalam bentuk berat sekarang jarang terjadi karena sudah diketahui cara mencegahnya dan mengobatinya. Tanda-tanda awal antara lain lelah, lemas, lemah, nafas pendek, kejang otot, tulang otot persendian sakit, serta kurang nafsu makan, kulit menjadi kering, kasar dan gatal. Warna merah kebiruan di bawah kulit, pendarahan gusi, kedudukan gigi menjadi longgar, mulut serta mata kering, dan rambut rontok. Disamping itu luka sukar sembuh, terjadi anemia, kadang-kadang jumlah sel darah putih menurun, serta depresi dan timbul gangguan saraf. Gangguan saraf dapat terjadi berupa histeria, depresi diikuti oleh gangguan psikomotor. Gejala skorbut terlihat bila taraf asam askorbat dalam serum turun di bawah 0,20 mg/dl. (S. Almatsier, 2004)

2.4.3 Biosintesa Vitamin C


(33)

2.4.4 Analisa Vitamin C

Penentuan kadar vitamin C dapat ditentukan dengan titrasi Iodium. Pada saat reaksi oksidasi, Iodium akan direduksi menjadi Iodida. Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibanding Iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dari pada Iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan Iodium. (A. Rohman, 2007)

Hal ini berdasarkan sifat bahwa vitamin C dapat bereaksi dengan Iodium. Indikator yang digunakan adalah amilum. Akhir titrasi ditandai dengan terjadinya warna biru dari Iod-amilum. Vitamin C dengan iod akan membentuk ikatan dengan atom C no.2 dan 3 sehingga ikatan rangkap hilang.

O = C O = C ─ OH │ │ HO ─ C HO ─ C ─ I || O │ HO ─ C HO ─ C ─ I

│ │ H ─ C + I2

│ │ H ─ C ─ OH HO ─ C ─ H HO ─ C ─ H │ │

CH2OH CH2OH

Gambar 2.5 Reaksi antara Vitamin C dan Iodium (S. Sudarmadji, 1992) Cara lain dalam penentuan vitamin C adalah oleh 2,6 D (2,6 Na-dikhlorofenol indofenol). Asam askorbat dapat direduksi 2,6 D sehingga terjadi perubahan warna. Larutan 2,6 D dalam suasana netral atau basa akan berwarna biru sedang dalam suasana asam akan berwarna merah muda. Apabila 2,6 D direduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi larutan tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6 D maka kelebihan larutan 2,6 D sedikit saja sudah akan terlihat dengan terjadinya pewarnaan. Untuk perhitungan maka perlu dilakukan standarisasi larutan 2,6 D dengan vitamin C standar. Reaksi yang terjadi selama titrasi adalah sebagai berikut:


(34)

HO Cl Cl NH O C C C C C CH2OH O O H HO H O O + Cl OH Cl NH OH

Vit C. Teroksidasi

2,6 D.tereduksi C C C C C

CH2OH O OH OH H OH H O

+

Vit. C

Gambar 2.6 Reaksi antara Vitamin C dan 2,6 D (S. Sudarmadji, 1992)

2.5 β-Karoten

β- karoten adalah salah satu zat antioksidan yang terdapat pada buah-buahan, antara lain terdapat pada wortel, kentang dan buah peach yang lezat. Zat antioksidan sangat berguna untuk melawan zat radikal bebas yang berasal dari zat-zat beracun. Radikal bebas adalah awal dari penyakit, termasuk disini adalah penyakit jantung yang sangat ditakuti. Dengan adanya zat antioksidan yang antara lain adalah β-karoten yang terdapat pada kentang, wortel, peach dan lain-lain, diketahui telah dapat mengurangi sebanyak kurang lebih 40% dengan hanya mengkonsumsi 50 mg β-karoten setiap hari dalam menu makanannya. Tentu saja dengan cara hidup yang sehat. (L. Lidya, 2010)

Istilah karotena digunakan untuk menunjuk ke beberapa senyawa yang berhubungan yang memiliki formula C40H56.


(35)

Karotena adalah pigmen fotosintesis berwarna jingga yang penting dalam fotosintesis. Zat ini membentuk warna jingga dalam wortel dan banyak buah dan sayur lainnya. β-karoten berperan dalam fotosintesis dengan menyalurkan energi cahaya yang diserap ke klorofil. Secara biokimia, karotena termasuk ke dalam golongan terpena, yang disintesis secara biokimia dari delapan satuan isoprena. β– karoten dikenal dalam dua bentuk utama yang diberi karakter Yunani: alfa-karotena (α-karotena) dan beta-karotena (β-karotena). Gamma-, delta-, dan epsilon- (γ, δ, ε -karotena) juga dikenal dalam jumlah yang sedikit. β-karoten terdiri dari dua grup retinil, dan dipecah dalam mukosa dalam usus kecil oleh β-karoten dioksigenase menjadi retinol, sebuah bentuk dari vitamin A. Karotena dapat disimpan dalam hati dan diubah menjadi vitamin A sesuai kebutuhan, sehingga ia dapat dianggap sebagai provitamin A. (T. Salamah, 2005)

β-karoten diperkirakan memiliki banyak fungsi yang tidak dimiliki oleh senyawa lain. Jumlah yang diperlukan oleh tubuh memang hanya ukuran milligram perhari. Tetapi jika tidak terpenuhi dapat menimbulkan gangguan fungsi. Zat yang merupakan provitamin A ini terdapat dalam sejumlah sayuran dan buah-buahan. β -karoten merupakan unsur yang sangat potensial dan penting bagi vitamin A, unsur ini merupakan persenyawaan kimiawi yang hampir terlibat dalam berbagai reaksi kimiawi-fisiologik dalam rangkaian metabolisme. Biasanya, sayur-sayuran yang berwarna terang seperti wortel, banyak mengandung β-karoten.

Akibat kekurangan β-karoten tidak segera dapat dirasakan, sehingga kebutuhan unsur ini jarang menjadi perhatian. Para peneliti dari institut kanker merekomendasikan, kebutuhan tubuh akan β-karoten setiap hari hanya 5-6 mg. Sebagaimana vitamin, meskipun jumlahnya hanya sedikit, tetapi sangat diperlukan sehingga kalau tidak terpenuhi kebutuhannya dapat menimbulkan gangguan fungsi.

Menurut hasil penelitian, β-karoten bermanfaat menghambat kanker. Terutama kanker pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan dan sebagian jenis kanker serviks. Disamping itu, β-karoten juga dapat berfungsi sebagai penangkal radikal bebas karena peran antioksidannya. Radikal bebas merupakan senyawa yang dapat merusak sel, bahkan dapat memacu timbulnya kelainan minimal pada tingkat sel yang


(36)

selanjutnya berubah menjadi pre-kanker. β–karoten memberikan perlindungan pada tingkat seluler dimana DNA yang merupakan suatu inti genetik pembawa sifat keturunan diproteksi terhadap berbagai gangguan sehingga terlindung dari senyawa lain yang mengacaukan kode genetiknya. (H. Winarsi, 2007)

2.5.1 Manfaat β-karoten

Tidak hanya ampuh melawan radikal bebas serta menjauhkan tubuh dari sel kanker. Beta karoten ternyata memiliki manfaat lain yang tidak kalah hebatnya. Seperti: 1. Menjaga kesehatan jantung. Sebuah penelitian berhasil mengungkapkan bahwa

orang yang darahnya mengandung beta karoten relatif tinggi, memiliki risiko rendah terhadap serangan penyakit jantung.

2. Melidungi tubuh dari efek buruk rokok dan polusi udara. 3. Melindungi seseorang dari ancaman alergi cahaya hingga 80%.

4. Membantu meningkatkan kekebalan tubuh. Itu sebabnya suplemen β-karoten masuk dalam daftar pengobatan yang diberikan kepada pasien penderita AIDS.

Sumber lain juga menyebutkan beberapa manfaat dari β-karoten antara lain mengurangi resiko kanker payudara pada wanita. β-karoten tampaknya sangat efektif untuk wanita yang beresiko tinggi terkena kanker payudara, termasuk mereka yang memiliki riwayat keluarga dan mereka yang menggunakan alkohol secara berlebihan. β-karoten tampaknya juga dapat mencegah kanker rahim, kanker serviks, kanker tiroid, kanker kandung kemih, kanker kulit (melanoma, karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa), kanker otak dan kanker darah (leukemia).

Namun, beberapa penelitian menunjukkan kombinasi beta-karoten dengan vitamin C, vitamin E, selenium, dan seng dapat menurunkan tingkat kanker pada pria, tapi tidak perempuan. Para peneliti berspekulasi bahwa pria memiliki asupan rendah antioksidan makanan. Mengurangi risiko kanker ovarium pada wanita setelah menopause. Serta mencegah serangan asma dibantu dengan olahraga.


(37)

2.5.2 Biosintesa β-karoten


(38)

2.5.3 Analisa β-karoten

Analisa kadar β-karoten dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu: 1. Metode Spektrofotometri UV-Visibel

Metode spektroskopi Visibel berdasarkan atas absorban sinar tampak oleh suatu larutan berwarna. Oleh karena itu, metode ini dikenal juga sebagai metode kolorimetri. Hanya larutan senyawa berwarna saja yang dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa yang tidak berwarna dapat dibuat berwarna dengan mereaksikannya dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna. Contohnya, ion Fe3+ dengan CNS- menghasilkan larutan berwarna merah.

Kolorimetri dilakukan dengan membandingkan larutan standar dengan sampel yang dibuat pada kondisi yang sama dalam tabung Nessler atau kolorimetri Dubosq. Dengan kolorimetri elektronik, jumlah cahaya yang diserap (A) berbanding lurus dengan konsentrasi larutan.

Pada spektroskopi UV, yang diabsorpsi adalah cahaya ultraviolet, sehingga larutan yang tidak berwarna dapat diukur. Sebagai contoh, aseton dan asetaldehid seperti pada spektroskopi Visibel, pada spektroskopi UV maka energi cahaya yang diserap digunakan untuk transisi elektron (electron transition). Energi cahaya UV ternyata lebih besar dari energi cahaya Visibel, sehingga energi UV dapat menyebabkan transisi elektron σ atau π.

Istilah yang banyak digunakan dalam spektroskopi adalah transmitan, serapan (absorban), dan daya serapan (absorptivitas). Istilah tersebut digunakan untuk spektroskopi UV-Vis (ultraviolet dan sinar tampak), spektroskopi inframerah dan spektroskopi absorpsi atom. (M. Bintang, 2010)

2. Metode Kolorimetri

Variasi warna suatu sistem berubah dengan berubahnya konsentrasi suatu komponen, membentuk dasar apa yang lazim disebut analisis kolorimetrik. Warna itu biasanya disebabkan oleh pembentukan suatu senyawa berwarna dengan ditambahkannya reagensia yang tepat, atau warna itu dapat melekat dalam penyusun


(39)

yang diinginkan itu sendiri. Intensitas warna kemudian dapat dibandingkan dengan yang diperoleh dengan menangani kuantitas yang diketahui dari zat itu dengan cara yang sama. Kolorimetri dikaitkan dengan penetapan konsentrasi suatu zat dengan mengukur absorpsi relatif cahaya sehubungan dengan konsentrasi tertentu zat itu. (Vogel, 1994)

3. Metode Kromatografi Kolom Absorpsi

Kromatografi adsorpsi didasarkan pada retensi zat terlarut oleh adsorpsi permukaan. Proses ini terjadi secara terus-menerus selama pemisahan kromatografi karenanya sistem kromatografi berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis. Eluen akan terdistribusi diantara dua fase yang bersesuaian dengan perbandingan distribusinya untuk menjaga kesetimbangan ini. Untuk pemisahan campuran-campuran dalam kolom, eluen dikarakterisasi dengan waktu retensi dan faktor retensi. Dalam kromatografi ukuran eksklusi, solut dikarakterisasi dengan volume retensi yang merupakan volume fase gerak yang dibutuhkan untuk mengelusi solut dari kolom. (A. Rohman, 2007)

4. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. (A. Rohman, 2007)


(40)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

- Gelas beaker 250 ml Pyrex - Gelas ukur 10 ml Pyrex

- Gelas ukur 50 ml Pyrex

- Gelas erlenmeyer 250 ml Pyrex

- Pipet volum 10 ml Pyrex

- Labu takar 25 ml Pyrex

- Labu takar 100 ml Pyrex

- Neraca analitis Meller

- Buret Pyrex

- Spektrofotometer UV-Vis Milton Roy

- Statif dan Klemp - Kuvet

- Corong - Pipet tetes - Botol akuades - Blender


(41)

3.1.2 Bahan

- Buah Terung Belanda - Buah Lancing

- Buah Terung Belanda hasil sambung pucuk - Indikator Amilum 1%

- I2

- Akuades 0.01 N

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pengambilan Sampel

Sampel buah Terung Belanda diperoleh dari Pajak Sore Padang Bulan, Pajak Sei Kambing dan Pajak Kampung Lalang Medan. Sampel buah Lancing diperoleh dari Cagar Alam Sibolangit dan Tahura Berastagi. Terung Belanda hasil sambung pucuk diperoleh dari Fakultas Pertanian Universitas Quality di Kabanjahe, Sumatera Utara.

3.2.2 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.2.2.1 Pembuatan Indikator Amilum 1%

Dimasukkan 1 g amilum ke dalam gelas beaker. Ditambahkan 100 ml akuades. Kemudian dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih.

3.2.2.2 Pembuatan I2 0.01 N

Diukur 10 ml I2 0,1 N. Dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Kemudian ditambahkan akuades hingga garis tanda. Dihomogenkan.


(42)

3.3 Parameter yang diamati

3.3.1 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda

Diukur 10 ml filtrat Terung Belanda, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dihomogenkan. Dipipet 10 ml dengan menggunakan pipet volumetri dan dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1%. Dititrasi dengan larutan I2 0,01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru. Diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali. Dihitung kadar vitamin C:

3.3.2 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Lancing

Diukur 10 ml filtrat Lancing, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dihomogenkan. Dipipet 10 ml dengan menggunakan pipet volumetri dan dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1%. Dititrasi dengan larutan I2 0,01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru. Diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali. Dihitung kadar vitamin C:

3.3.3 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk

Diukur 10 ml filtrat Terung Belanda hasil sambung pucuk, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dihomogenkan. Dipipet 10 ml dengan menggunakan pipet volumetri dan dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator amilum


(43)

1%. Dititrasi dengan larutan I2 0,01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru. Diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali. Dihitung kadar vitamin C:

3.3.4 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda

Ditimbang 0,1 g Terung Belanda kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml. Diencerkan dengan akuades sedikit demi sedikit sampai garis tanda, dihomogenkan. Dipindahkan larutan ke dalam kuvet. Diukur absorbansi larutan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 446 nm. Dilakukan juga pengukuran absorbansi blanko dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 446 nm. Diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali.

3.3.5 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Lancing

Ditimbang 0,1 g Lancing kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml. Diencerkan dengan akuades sedikit demi sedikit sampai garis tanda, dihomogenkan. Dipindahkan larutan ke dalam kuvet. Diukur absorbansi larutan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 446 nm. Dilakukan juga pengukuran absorbansi blanko dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 446 nm. Diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali.

3.3.6 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk

Ditimbang 0,1 g Terung Belanda hasil sambung pucuk kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml. Diencerkan dengan akuades sedikit demi sedikit sampai garis tanda, dihomogenkan. Dipindahkan larutan ke dalam kuvet. Diukur absorbansi larutan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 446 nm.


(44)

Dilakukan juga pengukuran absorbansi blanko dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 446 nm. Diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali.

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Ekstrak Buah Terung Belanda

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Buah Lancing

500 g buah Terung Belanda

dikupas kulitnya

dimasukkan ke dalam blender diblender hingga halus

disaring

Hasil

500 g buah Lancing

dimasukkan ke dalam blender diblender hingga halus

disaring


(45)

3.4.3 Pembuatan Ekstrak Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk

3.4.4 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda 500 g buah Terung Belanda

dikupas kulitnya

dimasukkan ke dalam blender diblender hingga halus

disaring

Hasil

10 ml filtrat Terung Belanda

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dihomogenkan

dipipet 10 ml dengan pipet volumetri dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1%

dititrasi dengan larutan I2 0,01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru

dicatat volume titran yang terpakai

diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali

dihitung kadar vitamin C yang terdapat di dalam filtrat sampel


(46)

3.4.5 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Lancing

10 ml filtrat Lancing

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dihomogenkan

dipipet 10 ml dengan pipet volumetri dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1%

dititrasi dengan larutan I2 0,01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru

dicatat volume titran yang terpakai

diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali

dihitung kadar vitamin C yang terdapat di dalam filtrat sampel


(47)

3.4.6 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk

10 ml filtrat Terung Belanda

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dihomogenkan

dipipet 10 ml dengan pipet volumetri dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1%

dititrasi dengan larutan I2 0,01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru

dicatat volume titran yang terpakai

diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali

dihitung kadar vitamin C yang terdapat di dalam filtrat sampel


(48)

3.4.7 Penentuan Kadar β-Karoten dari Buah Terung Belanda

3.4.8 Penentuan Kadar β-Karoten dari Buah Lancing 0,1 g daging buah Terung Belanda yang sudah halus

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dihomogenkan

dipindahkan larutan ke dalam kuvet

diukur absorbansi blanko dan larutan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 446 nm

Hasil

0,1 g daging buah Lancing yang sudah halus

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dihomogenkan

dipindahkan larutan ke dalam kuvet

diukur absorbansi blanko dan larutan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 446 nm


(49)

3.4.9 Penentuan Kadar β-Karoten dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung pucuk

0,1 g daging buah Terung Belanda yang sudah halus

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dihomogenkan

dipindahkan larutan ke dalam kuvet

diukur absorbansi blanko dan larutan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 446 nm


(50)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Analisa Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda, Buah Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk

Tabel 4.1 Data Analisa Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda, Buah Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk

No Sampel Kadar Vitamin C

Purata (%) 1. 10 ml filtrat buah Terung Belanda 1,596

2. 10 ml filtrat buah Lancing 0,401

3. 10 ml filtrat buah Terung Belanda hasil


(51)

4.1.2 Hasil Analisa Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda, Buah Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk

Tabel 4.2 Data Analisa Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda, Buah Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk

No Sampel Kadar β-karoten

Purata (ppm)

1. 0,1 g buah Terung Belanda 208,95

2. 0,1 g buah Lancing 36,11

3. 0,1 g buah Terung Belanda hasil

sambung pucuk 253,64

4.2 Perhitungan

4.2.1 Perhitungan Kadar Vitamin C dari Buah terung Belanda Hasil Sambung Pucuk

Hasil analisa kadar vitamin C dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk dapat diketahui dengan menggunakan rumus yaitu:

tamin C x Volume sampel


(52)

Kadar vitamin C dari buah Terung Belanda Hasil sambung pucuk adalah 1,202 % sedangkan berat Vitamin C adalah 12,02 mg/100 g. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3 lampiran d.

4.2.2 Perhitungan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk

Hasil analisa kadar β-karoten dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk dapat diketahui dengan menggunakan rumus yaitu:

Kadar β-karoten dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk adalah 247,81 ppm. Hasilnya dapat dilihat pada lampiran c.

4.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kadar vitamin C dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk lebih kecil dibandingkan dengan Terung Belanda dan lebih besar daripada lancing. Sedangkan kadar β-karoten dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk lebih besar dibandingkan dengan Terung Belanda dan Lancing. Penurunan kadar vitamin C dan peningkatan kadar β-karoten ini disebabkan oleh adanya penggabungan dari dua varietas yang berbeda. Dimana varietas tersebut masing-masing memiliki gen-gen yang berbeda sifat-sifatnya satu sama lain. Penggabungan dua macam tanaman ini akan menghasilkan suatu tanaman baru yang mewarisi gen-gen dari induknya. Seperti yang diutarakan oleh Mendel yaitu tentang hukum pewarisan sifat pada organisme.


(53)

Hukum Mendel terbagi 2 yaitu hukum pemisahan (segregation) dan hukum berpasangan secara bebas (independent assortment). Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya.

Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling mempengaruhi.

Jadi, berdasarkan hukum kedua Mendel tersebut maka pewarisan sifat pada Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dan tanaman Lancing diturunkan secara bebas, sehingga kadar vitamin C dan kadar β-karoten pada buah Terung Belanda tersebut berbeda dengan kedua induknya.

4.3.1 Penurunan Kadar Vitamin C pada Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk

Kadar vitamin C pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pada proses biosintesa D-sorbitol menjadi L-sorbose oleh enzim Acetobacter soboxydans harus menggunakan katalis Ni. Jadi kemungkinan di dalam tanah yang di tumbuhi oleh tanaman Terung Belanda hasil sambung pucuk tersebut tidak mengandung unsur hara yang berupa logam Ni maka pada proses perubahan menjadi asam askorbat akan mengalami penurunan. (J. Boudrant, 1990)


(54)

4.3.2Peningkatan Kadar β-karoten pada Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk

Kadar β-karoten pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk mengalami peningkatan dari pada buah Terung Belanda dan buah Lancing. Hal ini terjadi karena terdapat 3 kemungkinan, yaitu:

1. Enzim yang mengkatalisa perubahan β-karoten menjadi canthaxanthin pada tanaman perpaduan antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing kurang aktif sehingga mengakibatkan kadar β-karoten pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk meningkat.

2. Enzim yang mengkatalisa perubahan β-karoten menjadi β-cryptoxanthin pada tanaman perpaduan antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing kurang aktif sehingga mengakibatkan kadar β-karoten pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk meningkat.

3. Enzim yang mengkatalisa perubahan α-karoten menjadi β-karoten pada tanaman perpaduan antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing sangat aktif sehingga mengakibatkan kadar β-karoten pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk meningkat. (J. Hirschberg, 1997).


(55)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai studi analisa kadar vitamin C dan kadar β-karoten dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil analisa kadar vitamin C pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk

lebih rendah dibandingkan dengan buah Terung Belanda dan lebih tinggi dari buah Lancing, yaitu:

- Pada buah Terung Belanda : 1,596%

- Pada buah Lancing : 0,401%

- Pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk : 1,202%

2. Hasil analisa kadar β-karoten pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk lebih tinggi dibandingkan dengan buah Terung Belanda dan buah Lancing, yaitu:

- Pada buah Terung Belanda : 208,95 ppm

- Pada buah Lancing : 36,11 ppm

- Pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk : 253,64 ppm

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penetapan kadar unsur hara Ni yang terkandung di dalam tanah terhadap perubahan kadar vitamin C pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing sehingga dapat meningkatkan kadar vitamin C.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Anonim. Online 2008. Panjang Umur dengan Antioksidan.

Anonim. Online 2009. Sari Buah Tamarillo.

Anonim. Online 2010. Solanum Mauritianum.

Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.

Boudrant, J. 1990. Mocrobial processes for Ascorbic Acid Biosynthesis. Volume 12. Journal of CNRS-ENSAIA France.

Departemen Kesehatan dan Kesehatan Sosial RI. (2001). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Cetakan Pertama. Jilid Kedua. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Harahap, E. S. 2011. Aktivitas Alkaloid dari Buah Terung Belanda (Solanum betaceaum) Hasil Sambung Pucuk dengan Lancing (Solanum mauritianum) Terhadap Tingkat Kehamilan Mencit (Mus musculus). Skripsi Departemen Kimia Universitas Sumatera Utara.

Gaman, P. M. dan Sherington, K. B. 1992. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.

Hirschberg, J. Molecular Genetics of the Carotenoid Biosynthesis Pathway in Plants and Algae. Volume 69. No. 10. Journal of the Hebrew University of Jerusalem.

Http://repository.usu.ac.id Kompas. Online 2012.

Kumalaningsih. 2006. Anti Oksidan Alami Terung Belanda (Tamarillo). Surabaya: Trubus Agrisarana.

Lidya, L. 2010. Stabilitas Provitamin A dalam Pembuatan Tepung Wortel (Daucus Cartota L.). Banjar Baru: Universitas Lambung Mangkurat.


(57)

Poedjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Edisi Revisi. Jakarta: UI Press.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Salamah, T. 2005. Pengaruh Suhu dan Waktu Terhadap Kandungan Antioksidan Alami pada Proses Deodorisasi Sawit Merah. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sudarmadji, S. 1992. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Jakarta: Erlangga. Suprihartini, D. 2007. Identifikasi Karyotipe terung Belanda (Solanum betaceaum

Cav). Sumatera Utara: Kultivar Berastagi.

Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.

Winarno, F. G. 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.


(58)

(59)

Lampiran A. Tanaman Terung Belanda, Lancing dan Tanaman Perpaduannya

(1) Tanaman Terung Belanda (2) Tanaman Terung Belanda yang Siap Disambung

(3) Tanaman Lancing (4) Tanaman Lancing yang Siap Disambung


(60)

(5) Tanaman Perpaduan antara Tanaman (6) Buah Terung Belanda Hasil Terung Belanda dengan Lancing Perpaduan


(61)

Lampiran B. Sampel Penelitian

(1) Buah Terung Belanda Konvensionanl (2) Buah Terung Belanda Hasil Perpaduan


(62)

Lampiran C. Data Hasil Analisa β-karoten dari Buah Terung Belanda, Buah Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk


(1)

Poedjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Edisi Revisi. Jakarta: UI Press.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Salamah, T. 2005. Pengaruh Suhu dan Waktu Terhadap Kandungan Antioksidan Alami pada Proses Deodorisasi Sawit Merah. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sudarmadji, S. 1992. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Jakarta: Erlangga.

Suprihartini, D. 2007. Identifikasi Karyotipe terung Belanda (Solanum betaceaum Cav). Sumatera Utara: Kultivar Berastagi.

Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.

Winarno, F. G. 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.


(2)

(3)

Lampiran A. Tanaman Terung Belanda, Lancing dan Tanaman Perpaduannya

(1) Tanaman Terung Belanda (2) Tanaman Terung Belanda yang Siap Disambung

(3) Tanaman Lancing (4) Tanaman Lancing yang Siap Disambung


(4)

(5) Tanaman Perpaduan antara Tanaman (6) Buah Terung Belanda Hasil Terung Belanda dengan Lancing Perpaduan


(5)

Lampiran B. Sampel Penelitian

(1) Buah Terung Belanda Konvensionanl (2) Buah Terung Belanda Hasil Perpaduan


(6)

Lampiran C. Data Hasil Analisa β-karoten dari Buah Terung Belanda, Buah Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk


Dokumen yang terkait

Pengaruh Variasi Penambahan Sari Buah Terung Belanda (Solanum Betaceum) Hasil Sambung Pucuk Dengan Lancing (Solanum Mauritianum) Pada Pembuatan Nata De Coco Dengan Menggunakan Acetobacter Xylinum

4 98 89

Aktivitas Alkaloid Dari Buah Terung Belanda (Solanum Betaceum) Hasil Sambung Pucuk Dengan Lancing (Solanum Mauritianum) Terhadap Tingkat Kehamilan Mencit (Mus Musculus)

7 76 68

Analisis Karbohidrat Produk Biosintesis pada Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk Antara Terung Belanda (Chiphomandra betaceae) dengan Rimbang (Solanum torvum swartz)

4 83 92

Ketahanan Tanaman Terung Belanda (Solanum betaceum Cav) Setelah Diinduksi Dengan Sinar Uv Terhadap Colletotrichum sp.

2 47 65

123dok ketahanan tanaman terung belanda solanum betaceum cav setelah diinduksi dengan sinar uv terhadap c

0 1 65

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Variasi Penambahan Sari Buah Terung Belanda (Solanum Betaceum) Hasil Sambung Pucuk Dengan Lancing (Solanum Mauritianum) Pada Pembuatan Nata De Coco Dengan Menggunakan Acetobacter Xylinum

0 0 23

BAB 1 PENDAHULUAN - Pengaruh Variasi Penambahan Sari Buah Terung Belanda (Solanum Betaceum) Hasil Sambung Pucuk Dengan Lancing (Solanum Mauritianum) Pada Pembuatan Nata De Coco Dengan Menggunakan Acetobacter Xylinum

0 0 7

PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN SARI BUAH TERUNG BELANDA (Solanum betaceum) HASIL SAMBUNG PUCUK DENGAN LANCING (Solanum mauritianum) PADA PEMBUATAN NATA DE COCO DENGAN MENGGUNAKAN

0 1 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Terung Belanda (Solanum betaceaum Cav.) - Studi Analisa Kadar Vitamin C Dan Kadar Beta Karoten Dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk Antara Tanaman Terung Belanda (Solanum Betaceaum CAV.) Dengan Tanaman Lancing (S

0 0 20

STUDI ANALISA KADAR VITAMIN C DAN KADAR BETA KAROTEN DARI BUAH TERUNG BELANDA HASIL SAMBUNG PUCUK ANTARA TANAMAN TERUNG BELANDA (Solanum betaceaum Cav.) DENGAN TANAMAN LANCING (Solanum mauritianum) SKRIPSI IRMA SAFITRI

0 0 13