PENELITIAN BAGIAN KETIGA HASIL DAN PEMBAHASAN

49 Stabilnya zat besi pada produk kecap dan saus cabe selama penyimpanan dua bulan kemungkinan besar didukung oleh faktor pengemasan yang baik. Pengemas yang ada cukup mampu melindungi produk dari kelembaban. Selain itu, pengemasan secara hermetis mampu pula untuk mencegah adanya uap air dalam produk selama penyimpanan. Gambar 17 Grafik kadar zat besi selama penyimpanan

C. PENELITIAN BAGIAN KETIGA

Bagian ketiga dari penelitian ini dilakukan untuk menguji nilai biologi zat besi dan vitamin A dari produk kecap dan saus cabe menggunakan hewan coba tikus induk umur 30 hari berdasarkan penilaian biokimia darah. Serta dilakukan pengujian manfaat iodium pada kedua produk dalam mempengaruhi perkembangan jumlah sel neuron otak dan kemampuan belajar tikus percobaan.

1. Pengaruh Perlakuan terhadap Profil Biokimia Darah a. Hemoglobin

Penelitian ini bertujuan untuk melihat keefektifan pemberian zat besi Fe yang difortifikasilan pada kecap dan saus cabe. Efektifitas pemberian Fe dari kecap dan saus cabe akan dibandingkan dengan pemberian Fe yang berasal dari mineral mix dalam ransum standar. Parameter yang yang digunakan dalam hal ini adalah kadar hemoglobin Hb serum darah tikus percobaan, didasarkan pada pendugaan fungsional 40 45 50 55 60 65 70 10 20 30 40 50 60 Lama penyimpanan hari Kadar Fe ppm Saus Kecap 50 secara langsung dari zat besi yang terabsorbsi. Hemoglobin merupakan bentuk komponen Fe terbesar dalam tubuh. Zat besi dalam bahan pangan agar berfungsi bagi tubuh harus dapat diabsorbsi dengan baik dalam saluran pencernaan. Fortifikasi zat besi ke dalam bahan pangan harus memperhatikan hal tersebut. Zat besi dari makanan yang dapat diserap akan dibawa oleh plasma darah bersama- sama dengan zat besi dari simpanan dan dari pemecahan Hb ke bagian- bagian tubuh yang membutuhkan. Sebagian besar dari keseluruhan zat besi tersebut dimanfaatkan untuk pembentukan Hb, umumnya sebesar 20-25 mghari. Hasil pengukuran kadar hemoglobin Gambar 18 menunjukkan bahwa kelompok perlakuan yang mendapat asupan Fe dari mineral mix dalam ransum normal memiliki kadar hemoglobin rata-rata sebesar 12.1 mgdl. Sedangkan kelompok perlakuan yang mendapat asupan Fe dari kecap dan saus cabe, masing- masing memiliki kadar Hb rata-rata sebesar 11.72 mgdl dan 11.32 mgdl. Gambar 18 Kadar Hemoglobin Hb Tikus pada berbagai kelompok perlakuan Dapat disimpulkan bahwa tikus dari ketiga kelompok perlakuan yang mendapatkan asupan Fe ternyata tidak menderita anemia. Berdasarkan nilai fisiologis tikus, tikus dinyatakan normal jika memilki kadar hemoglobin diantara 11-18 mgdl Malole dan Pramono, 1989. Sedangkan, tikus kelompok perlakuan yang tidak mendapat asupan Fe yaitu tikus kontrol - dan KIO 3 dapat dikatakan menderita anemia, karena 9.68b 11.32a 11.72a 9.45b 12.1a 2 4 6 8 10 12 14 Normal Kontrol - Kecap Saus cabe KIO3 Perlakuan Kadar Hb mgdl 51 hanya memiliki kadar Hb rata-rata sebesar 9.13 mgdl dan 9.68 mgdl. Anemia terjadi akibat kekurangan suplai zat besi. Adapun hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pemberian Fe dan pemberian Fe, baik dari ransum yang mengandung mineral mix maupun dari kecap dan saus cabe berpengaruh nyata terhadap kadar Hb Lampiran 15. Kelompok perlakuan yang tidak mendapat asupan Fe kontrol - dan KIO 3 antar keduanya tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan kelompok perlakuan yang mendapat asupan Fe dari mineral mix, serta berbeda nyata pula dengan kelompok perlakuan yang diberi Fe dari kecap maupun saus cabe. Sedangkan kelompok perlakuan yang diberi Fe dari kecap dan saus cabe ternyata juga tidak berbeda nyata dengan kelompok perlakuan yang mendapat asupan Fe dari mineral mix Lampiran 16. Sumber zat besi yang digunakan dalam mineral mix berbentuk ferro sulfat. Zat besi dalam bentuk ini telah diketahui memiliki ketersediaan yang sangat tinggi baik pada manusia maupun pada tikus. Hal ini disebabkan karena kelarutan ferro sulfat yang tinggi sehingga memudahkannya untuk diserap oleh tubuh. Dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang mengandung besi lainnya, ferro sulfat mempunyai sifat mudah larut dalam air Clydesdale, 1985. Berdasarkan hasil penelitian ketersediaan zat besi yang difortifikasi, bentuk fortifikan zat besi pada kecap dan saus cabe yang diteliti ternyata memiliki ketersediaan biologis yang serupa dengan ferro sulfat. Fortifikan yang digunakan kemungkinan bisa berbentuk ferro sulfat itu sendiri ataupun bentuk senyawa besi yang lain, karena mengingat bahwa ferro sulfat memiliki beberapa kelemahan apabila akan digunakan sebagai fortifikan. Ferro sulfat mudah bereaksi dengan bahan pangan menghasilkan perubahan yang tidak diinginkan, diantaranya perubahan warna, bau dan rasa. Dengan alasan tersebut, terkadang beberapa industri pangan memilih alternatif untuk menggunakan senyawa besi lain yang lebih tidak reaktif walaupun ketersediaan biologisnya relatif lebih kecil dibandingkan ferro sulfat. 52 Penelitian yang dilakukan oleh Fidler et al. 2003 memberikan contoh bahwa fortifikasi produk condiment diantaranya kecap dengan menggunakan senyawa NaFeEDTA sangat menguntungkan. Selain karena senyawa ini cenderung tidak mengendap selama penyimpanan, ternyata juga senyawa ini memilki ketersediaaan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan ferro sulfat.

b. Vitamin A Serum

Retinol merupakan salah satu bentuk vitamin A dalam serum atau plasma. Dalam keadaan normal, proporsi retinol dapat mencapai 90 . Oleh karena itu, kadar vitamin A serum seringkali digambarkan sebagai kadar retinol serum yang sekaligus menggambarkan status vitamin A dalam tubuh seseorang. Status vitamin A dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu : 1 10 µ gdl menunjukkan defisiensi; 2 10 - 20 µ gdl me nunjukkan kadar pada tingkat marginal; 3 20 - 30 µ gdl menunjukkan kadar cukup; dan 4 30 µ gdl menunjukkan kadar yang baik Underwood, 1990. Pengukuran retinol serum seringkali juga digunakan di dalam menilai keberhasilan penelitian proyek fortifikasi. Fortifikasi yang berarti menambahkan zat gizi tertentu, dalam hal ini vitamin A ke dalam saus cabe dan kecap sehingga konsentrasi vitamin A-nya meningkat. Dengan meningkatnya konsentrasi vitamin A menyebabkan serum vitamin A meningkat dan vitamin A tersedia dalam jumlah yang cukup banyak untuk jaringan-jaringan tubuh yang membutuhkannya. Derajat keberhasilan fortifikasi dapat dilihat dari seberapa banyak serum vitamin A yang dapat dinaikkan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian kecap dan saus cabe yang difortifikasi vitamin A terhadap status vitamin A tikus percobaan. Vitamin A yang dikonsumsi dari kecap dan saus cabe dalam hal ini dapat berfungsi sebagai tambahan asupan vitamin A dari yang sudah ada, yaitu yang berasal dari vitamin mix dalam ransum standar. Jadi, dalam hal ini semua tikus perlakuan mendapatkan asupan vitamin A yang 53 sama dari ransum standar. Hanya saja untuk perlakuan kecap dan saus cabe masing- masing mendapatkan tambahan intik vitamin A dari kecap dan saus cabe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian tambahan asupan vitamin A dari kecap dan saus cabe tidak berpengaruh nyata terhadap kadar retinol serum Lampiran 17. Gambar 19 menunjukkan hasil pengukuran kadar vitamin A serum. Meskipun secara kuantitatif kadar retinol serum kelompok perlakuan yang diberi saus cabe paling tinggi dibandingkan yang lain yaitu sebesar 36.10 µ gdl, namun sesungguhnya nilai tersebut tidak berbeda dengan kelompok perlakuan lainnya. Sedangkan kelompok perlakuan yang diberi kecap tidak menunjukkan peningkatan retinol serum, kadarnya hanya sebesar 29.54 µ gdl. Sedangkan kadar retinol serum untuk masing- masing kelompok yang hanya mendapatkan asupan vitamin A dari ransum yaitu kelompok perlakuan normal sebesar 33.16 µ gdl, kelompok perlakuan kontrol - sebesar 28.91 µ gdl dan kelompok perlakuan KIO 3 sebesar 25.27 µ gdl. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kelompok perlakuan kontrol -, kecap dan KIO 3 memiliki kadar retinol serum pada tingkat yang cukup, sedangkan kelompok perlakuan normal dan saus cabe dikategorikan baik. Gambar 19 Kadar retinol serum pada berbagai kelompok perlakuan Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian kecap dan saus cabe tidak berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin A serum, dalam artian pemberian kedua produk tidak meningkatkan vitamin A serum 25.27a 36.1a 29.54a 28.91a 33.16a 10 20 30 40 Normal Kontrol - Kecap Saus cabe KIO3 Perlakuan Kadar Retinol Serum ugdl 54 secara signifikan. Sebenarnya pemberian vitamin A saja dari ransum sudah mampu memberikan status vitamin A yang cukup ≥ 20 mgdl. Dengan tercukupinya kadar retinol dalam serum berarti simpanan vitamin A di dalam hati cukup mampu untuk mengatur vitamin A yang disirkulasikan di dalam darah. Vitamin A dalam darah akan kurang dari normal, hanya apabila cadangan vitamin A di dalam hati sudah sangat menipis atau habis. Oleh karena itu, penambahan vitamin A yang diperoleh dari fortifikasi kemungkinan akan disimpan di dalam hati, sedangkan vitamin A di dalam darah akan tetap konstan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Husaini 1982 bahwa vitamin A yang difortifikasikan pada garam tidak menunjukkan kenaikan yang nyata pada anak dengan status vitamin A ≥ 20 mgdl. Tidak terjadinya peningkatan yang nyata pada serum vitamin A akibat fortifikasi diduga karena kadar vitamin A dalam produk belum cukup jumlahnya. Kadar vitamin A dalam saus cabe rata-rata sekitar 132.87 IUg dan pada kecap rata-rata sekitar 51.58 IUg. Adapun rata-rata konsumsi vitamin A dari saus cabe hanyalah sekitar 47.8 IU 14.3 RE per hari, sedangkan untuk kecap hanyalah sekitar 18.6 IU 5.58 RE per hari. Jumlah vitamin A yang dikonsumsi tersebut berdasarkan diet takaran saji sebesar 0.36 ghari.

2. Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Sel Neuron Otak Pada Induk Tikus Umur 30 Hari

Penghitungan jumlah sel neuron otak dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian iodium. Iodium bertanggung jawab terhadap produksi hormon tiroksin, sedangkan hormon ini sangat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan pertumbuhan sel dan jaringan Ganong, 1989, salah satunya adalah sel otak. Pengamatan dilakukan terhadap otak kiri tikus pada bagian korteks serebri. Dikarenakan bagian ini mempunyai keunggulan dalam hal kemampuan untuk berpikir, komunikasi, mengingat dan menganalisis input oleh sistem syaraf pusat. 55 Pengamatan terhadap sel-sel neuron dipermudah dengan melakukan pewarnaan Hematoksilin- Eosin. Hematoksilin akan mewarnai inti sel sedangkan Eosin akan mewarnai sitoplasma. Jumlah sel neuron otak dihitung per lapang pandang dengan pembesaran 200 kali. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 20 dan Lampiran 18. Gambar 20 Jumlah sel neuron otak induk tikus Gambar 20 menunjukkan bahwa perlakuan selama 30 hari terhadap induk tikus umur 30 hari mengakibatkan perbedaan jumlah sel neuron otak. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 19 menunjukkan bahwa perlakuan variasi pemberian iodium berpengaruh nyata terhadap jumlah sel neuron p0.05. Tikus yang tidak mendapatkan asupan iodium kelompok kontrol- memiliki jumlah sel neuron yang paling sedikit 47 sellapang pandang. Penyebab sedikitnya jumlah sel neuron disebabkan oleh kondisi hipotiroidisme ringan, akibat sangat rendahnya suplai iodium ke dalam tubuh. Bila kadar iodium yang disuplai ke dalam tubuh lebih kecil dari kebutuhan normal maka pertumbuhan sel dan jaringan akan terhambat. Hasil uji beda Duncan Lampiran 20 menunjukkan bahwa kelompok kontrol - berbeda nyata dengan kelompok normal yang mendapat asupan iodium dari ransum. Secara biologis kelompok normal memiliki jumlah sel yang lebih banyak yaitu sebesar 62 sellapang pandang. Kemungkinan suplai iodium yang didapatkan dari ransum mampu untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk melakukan proses metabolisme secara optimal. 78c 86c 83c 47b 62a 20 40 60 80 100 Normal Kontrol - Kecap Saus KIO3 Perlakuan Jumlah sel neuron sellapang pandang 56 Kelompok kecap, saus cabe dan KIO 3 memiliki jumlah sel yang lebih banyak dibandingkan dengan dua kelompok sebelumnya. Jumlah sel yang terhitung untuk masing- masing kelompok perlakuan tersebut berturut- turut adalah 83, 86, 78 sellapang pandang. Hasil uji beda Duncan Lampiran 20 menunjukkan ketiga kelompok ini berbeda nyata dengan kelompok normal dan kontrol -. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa konsumsi kecap dan saus cabe secara teratur mampu mencukupi kebutuhan tubuh akan iodium. Selain itu, hal tersebut membuktikan bahwa fortifikasi iodium ke dalam kecap dan saus cabe secara efektif mampu meningkatkan jumlah sel neuron otak. Bakal calon induk tikus yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berusia tiga minggu umur sapih. Pada usia tersebut kemungkinan besar organ otaknya belum berhenti tumbuh, karena 30 dari bagian otak terbentuk pada kurun waktu tersebut. Oleh karena itu kecukupan berbagai mikronutrien yang terkait dengan perkembangan otak menjadi sangat penting, diantaranya adalah iodium. Iodium dibutuhkan dalam pembentukan hormon tiroid, untuk sintesis tri- iodotironin dan tiroksin. Hormon tiroksin sangat penting dalam proses pembentukan neurofil di berbagai tempat pada otak. Dalam hal ini, iodium khususnya berfungsi untuk pembentukan dendrit dan pemanjangan akson dalam sel neuron. Jumlah sel neuron otak yang terhitung untuk masing- masing perlakuan ternyata berkorelasi positif terhadap kerapatan dan penyebaran sel. Semakin banyak jumlahnya cenderung tingkat kerapatannya semakin tinggi. Seperti yang terlihat pada Gambar 21, tingkat kerapatan sel yang rendah serta penyebaran yang tidak merata ditunjukkan oleh tikus kelompok perlakuan yang kekurangan iodium perlakuan kontrol -. 57 Gambar 21 Gambaran histologi otak kiri bagian korteks induk tikus perbesaran 200 kali 3. Pengaruh Jumlah Sel Neuron terhadap Kemampuan Belajar Tikus Percobaan Umur 30 Hari Kemampuan belajar tikus percobaan diuji dengan menggunakan kotak labirin berukuran 120 cm x 60 cm x 15 cm. Bagian dalam kotak diberi banyak penyekat yang dimaksudkan untuk membingungkan tikus dan menguji sejauh mana tikus mampu menghafal jalan yang sebenarnya. Tiga fase diperlukan dalam pengujian ini, yaitu : a fase pengenalan terhadap sasaran, b fase pelatihan dan c fase pengujian untuk mencapai sasaran. Fase pelatihan dan pengujian diulang sebanyak tiga kali. Hasil pengukuran pada fase pengujian menunjukkan derajat kemampuan belajar tikus percobaan. Pada prinsipnya, semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mancapai sasaran berarti kemampuan belajar semakin baik. Hasil uji kemampuan belajar dari lima kelompok tikus percobaan dapat dilihat pada Gambar 22 : Normal Kontrol - Kecap Saus cabe KIO 3 58 Gambar 22 Kemampuan belajar induk tikus percobaan Hasil analisis sidik ragam Lampiran 21 menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap kemampuan belajar tikus percobaan. Tikus kelompok perlakuan KIO 3 memiliki waktu tempuh tercepat 14.89 detik, diikuti kelompok perlakuan kecap 18.35 detik, saus cabe 21.26 detik, normal 29.63 detik dan kontrol - 50.10 detik. Uji lanjut dengan menggunakan Duncan Lampiran 22 memperlihatkan bahwa kelompok yang mendapatkan asupan iodium dari KIO 3 secara oral tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan kelompok perlakuan tikus yang mendapat konsumsi kecap. Sedangkan antara kelompok perlakuan yang diberi kecap dan kelompok perlakuan yang diberi saus tidak berbeda nyata, namun berbeda dengan kelompok perlakuan nomal yang mendapat asupan iodium dari mineral mix dalam ransum. Kelompok perlakuan kontrol negatif yang tidak mendapatkan asupan iodium juga berbeda nyata dengan empat kelompok lainnya dan menunjukkan waktu tempuh terlama. Dengan demikian derajat kemampuan belajar tikus ditentukan salah satunya oleh pemberian iodium, karena iodium berperan secara langsung terhadap jaringan otak yang terlihat pada jumlah sel neuron korteks serebri. Jumlah sel neuron ini berkorelasi positif terhadap kemampuan belajar tikus. Semakin banyak jumlah sel neuron otak maka semakin banyak memori yang dapat disimpan sehingga kemampuan belajarnya semakin baik. Dan juga, dengan semakin banyak jumlah sel neuron maka impuls- impuls syaraf dapat disampaikan dalam waktu yang relatif lebih singkat. Memori yang cukup 14.89a 21.26b 18.35ab 50.1d 29.63c 10 20 30 40 50 60 Normal Kontrol - Kecap Saus KIO3 Perlakuan Waktu tempuh detik 59 serta kecepatan impuls syaraf merupakan prasyarat proses belajar yang baik, karena dalam suatu proses belajar melibatkan pembiasaan, kondisional alat, belajar pengertian dan mengesankan suatu proses. Selain itu, kecukupan asupan iodium berpengaruh positif terhadap tercukupinya hormon tiroid bagi tubuh. Hormon tiroid akan mempengaruhi kecepatan fungsi mental dan kepekaan terhadap rangsang.

D. PENELITIAN BAGIAN KEEMPAT

Dokumen yang terkait

Identifikasi Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe Naga Dengan Metode Kromatografi Kertas

66 435 42

Defisiensi Zat Besi, Asam Folat, Vitamin B12 Sebagai Salah Satu Predisposisi Stomatitis Aftosa Rekuren

1 50 38

Efikasi dan Preferensi Biskuit yang Difortifikasi Vitamin A dan Zat Besi (Fe) dan Kaitannya dengan Konsumsi, Status Gizi, dan Respons Imun Anak Balita

0 3 149

Perubahan Sifat Fisikokimia dan Pendugaan Umur Simpan Minuman Fungsional Susu Skim yang Disuplementasi Tepung Kedelai Kaya Isoflavon Serta Difortifikasi Vitamin C Dan E

3 19 116

Efikasi dan Preferensi Biskuit yang Difortifikasi Vitamin A dan Zat Besi (Fe) dan Kaitannya dengan Konsumsi, Status Gizi, dan Respons Imun Anak Balita

0 8 308

Stabilitas Minyak Goreng Sawit Curah yang Difortifikasi dengan Vitamin A terhadap Fotooksidasi

0 5 46

HUBUNGAN KONSUMSI PROTEIN, ZAT BESI, VITAMIN C DAN VITAMIN A DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA WANITA Hubungan Konsumsi Protein, Zat Besi, Vitamin C Dan Vitamin A Dengan Kadar Hemoglobin Pada Wanita Usia Subur Di Kecamatan Cangkringan, Sleman.

0 1 18

Komposisi Zat Gizi Tempe yang Difortifikasi Zat Besi dan Vitamin A pada Tempe Mentah dan Matang | Astuti | Agritech 9505 17590 1 PB

0 0 9

ASUPAN ZAT BESI, VITAMIN A DAN ZINK ANAK INDONESIA UMUR 6-23 BULAN

0 0 9

DAMPAK FORTIFIKASI MIE INSTAN DENGAN VITAMIN A DAN ZAT RESl TERHADAP STATUS VITAMIN A DAN STATUS BESI ANAK BALITA ABSTRAK - DAMPAK FORTIFIKASI MIE INSTAN DENGAN VITAMIN A DAN ZAT BESI TERHADAP STATUS VITAMIN A DAN STATUS BESI ANAK BALITA

0 0 11