10
III. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Umbi bawang dayak segar, simplisia, keripik, metanol, etanol, etilasetat, heksan, air destilata, toluen, H
2
SO
4
pekat, H
2
BO
3
3, NaOH-5, Na
2
S
2
O
3.
5H
2
O, NaOH, indikator MRB, indikator PP, pereaksi DPPH 0,5 mM, asam askorbat standar, pereaksi Folin-
Ciocalteau 50, asam galat, Na
2
C
2
O
3
2, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendorff, pereaksi Bouchardat, pereaksi Molish dan gas nitrogen N
2
.
2. Alat
Labu didih, tabung Bidwell-Sterling, cawan porselin, tanur, oven, alat Soxhlet, kertas saring, alat destilasi protein, hot plate, shaker, labu Erlenmeyer, gelas ukur, gelas
piala, tabung reaksi bertutup, rotary evaporator, spektrofotometer, vacuum evaporator, alat rancimat, timbangan analitik.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dibagi menjadi enam tahap, yaitu: 1 persiapan sampel, 2 ekstraksi sampel, 3 analisis proksimat, 4 analisis aktivitas antioksidan, 5 uji kualitatif fitokimia
dan 6 rancangan percobaan
1. Persiapan Sampel
Umbi bawang dayak yang telah dipanen, langsung dicuci bersih dan disimpan dalam refrigerator untuk memperlambat proses pembusukan. Pembuatan simplisia bawang
dayak dilakukan dengan merajang bawang sehingga diperoleh ketebalan 1-2 mm, dikeringkan dengan oven pada suhu 50
o
C selama 6 jam lalu didinginkan dan dikemas dalam kantung plastik. Pembuatan simplisia dengan cara pengeringan harus dilakukan
dengan cepat, tetapi pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang dilakukan pada suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa
aktifnya. Keripik bawang dayak dibuat dengan merendam lembaran umbi bawang dayak dalam larutan garam 12 selama 12 jam, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 70
o
C selama 4 jam. Setelah itu didinginkan dan dikemas dalam kantung plastik. Perendaman
lembaran bawang dayak bertujuan untuk mengurangi rasa sepat.
2. Ekstraksi Sampel
Metode ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode ekstraksi maserasi. Proses ekstraksi dilakukan terhadap tiga sampel, yaitu umbi bawang dayak
segar, simplisia dan keripik, dimana masing-masing sampel dihaluskan dengan blender . Setiap sampel ditimbang sebanyak 100 g, lalu dimasukkan ke dalam 5 labu Erlenmeyer
dan ditambahkan pelarut yang berbeda yaitu air, metanol, etanol, etil asetat dan heksana, sebanyak 300 ml sehingga sampel terendam sempurna lalu ditutup dengan aluminium
foil dan disimpan di dalam shaker selama 24 jam pada suhu 37 C kemudian disaring.
Ampas masing-masing sampel dimaserasi kembali selama 24 jam di dalam shaker pada suhu 37
C dan diulangi hingga hampir tidak berwarna. Hasil filtrat masing-masing
11 sampel dikumpulkan dan diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C untuk
mendapatkan ekstraknya.
3. Analisis Proksimat AOAC 1995
Pengukuran nilai proksimat meliputi kadar air dengan metode distilasi, kadar abu dengan metode pengabuan kering, kadar lemak dengan metode ekstraksi Soxhlet , kadar
protein dengan metode mikro Kjeldhal dan kadar karbohidrat by difference. a.
Pengukuran Kadar Air Metode Distilasi
Labu didih dan tabung Bidwell-Sterling dikeringkan dalam oven bersuhu 105
C, lalu didinginkan dalam desikator. Sampel sebanyak 3 gram ditimbang dan dimasukan ke dalam labu didih yang telah didinginkan dan ditambahkan 60-80 ml
toluen. Selanjutnya, sampel direfluks dengan suhu rendah selama 45 menit. Setelah selesai, volume air yang terdestilasi dibaca. Untuk mengetahui faktor destilasi, maka
dilakukan prosedur analisis seperti di atas dengan menggunakan sampel air. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar air =
Vs Ws
x FD x 100 dimana: Ws = berat contoh g
Vs = volume air yang didestilasi dari contoh ml FD = faktor destilasi gml
Faktor destilasi FD dihitung dengan rumus berikut: FD
=
W
dimana: W = berat air yang akan didestilasi g V = volume air yang terdestilasi ml
b. Pengukuran Kadar Abu Metode Pengabuan Kering
Cawan aluminium kosong dimasukan ke dalam oven selama 3 jam, kemudian dimasukan ke dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Sampel
yang telah dihaluskan dengan blender ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukan ke dalam cawan pengabuan yang telah diketahui berat konstannya. Sampel
dimasukan ke dalam tanur dengan suhu 500 C selama 6 jam. Sampel didinginkan
ke dalam desikator selam 15 menit, lalu ditimbang. Kadar abu sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar abu g100 g bahan basah =
W 1 −W2
W
X 100, atau Kadar abu g100 g bahan kering
=
kadar abu bb 100
−kadar air bb
X 100 Dimana: W = bobot contoh sebelum diabukan g
W1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan g W2 = bobot cawan kosong g
c. Pengukuran Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet
Labu lemak yang telah dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel yang yang telah dihaluskan, dimasukan ke dalam
12 kertas saring bebas lemak sebanyak 5 gram. Sampel dan kertas saring diletakkan
pada alat ekstraksi Soxhlet, kemudian alat kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Refluks dilakukan minimal 5 jam dengan pelarut heksan
sehingga pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan pelarutnya ditampung. Labu lemak yang
berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C, kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak sampel dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar lemak g100 g bahan basah =
W 1 −W2
W 0
X 100 Kadar lemak g100 g bahan kering
=
kadar lemak bb 100−kadar air bb
100 Dimana: W0 = bobot contoh g
W1 = bobot labu lemak+ lemak hasil ekstraksi g W2 = bobot labu lemak kosong g
d. Pengukuran Kadar Protein Metode Mikro Kjeldhal
Sampel yang telah dihaluskan dengan blender ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal, kemudian sampel dalam labu
ditambahkan 1.9± 0.1 gram K
2
SO
4
, 40± 10 mg H
g
O, 6.7 ± 0.1 ml H
2
SO
4
. Sampel didihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih, kemudian didinginkan dan
ditambahkan sejumlah kecil air perlahan-lahan. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi, kemudian labu dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian
dipindahkan kedalam alat destilasi. Labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml H
2
BO
3
dan 2-4 tetes indikator MRB metilen red blue diletakkan di bawah kondensor ujung tabung harus terendam dalam larutan H
2
BO
3
. Sampel ditambahkan 8-10 ml NaOH-Na
2
S
2
O
3,
kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat yang berwarna hijau dalam labu Erlenmeyer.
Tabung kondensor dibilas dengan air dan ditampung bilasannya dalam labu Erlenmeyer yang sama. Isi Erlenmeyer diencerkan kira-kira 50 ml kemudian
dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi ungu. Persentase kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
N =
ml HCL contoh −ml HCL blanko x N HCl x 14,007 mg contoh
100 Kadar Protein g100g bahan basah = N X Faktor konversi
Kadar Protein g100g bahan kering =
kadar protein bb 100
−kadar air bb
100
e. Pengukuran Kadar
Karbohidrat Secara “ by Difference”
Kadar karbohidrat dihitung secara by difference yang nilainya merupakan pengurangan 100 kandungan gizi sampel dengan kadar air, protein, abu dan
lemak. Nilainya dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: �
ℎ� = 100
− � +
+ � +
13
4. ANALISIS AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
Pengujiannya meliputi uji kapasitas antioksidan menggunakan metode DPPH Sharma dan Bhat 2009 dan metode Rancimat Beirao dan Bernardo-Gill 2005,
pengukuran jumlah total fenol Strycharz dan Shetty 2002 dan kadar vitamin C Sudarmadji et al. 1981
a. Kapasitas Antioksidan Metode DPPH Sharma dan Bhat 2009
Sebanyak 1 ml larutan sampel atau standar dimasukan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 7 ml metanol sebagai blanko adalah 8 ml metanol.
Suspensi tersebut kemudian ditambahkan 2 ml larutan DPPH 0.5 mM dan dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Seluruh reaksi dilakukan pada ruang
gelap. Campuran tersebut diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Kapasitas antioksidan
dinyatakan dalam bentuk presentase penghambatan terhadap radikal DPPH dengan perhitungan sebagai berikut:
� �
� � �
=
� �
−� �
� �
100 Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam bentuk AEAC Ascorbic Acid
Equivalent Antioxidant Capacity, yaitu dengan menggunakan asam askorbat sebagai standar antioksidan.
b. Aktivitas Antioksidan Metode Rancimat Modifikasi Metode Beirao dan
Bernardo-Gill 2005
Sebanyak 10 mg ekstrak umbi bawang dayak segar, ekstrak simplisia dan ekstrak keripik masing- masing dimasukkan ke dalam gelas piala berisi 10 ml
minyak yang mempunyai ikatan rangkap banyak seperti minyak kedelai konsentrasi akhirnya 1000 ppm. Minyak yang dipakai harus berada dalam keadaan
murni. Larutan tersebut diaduk sampai homogen. Masing-masing dari larutan diambil sebanyak 3 gram dan dimasukan ke dalam alat rancimat dengan suhu
120 C. Kontrol yang digunakan adalah minyak kedelai. Selain itu, antioksidan
tokoferol sebanyak 1000 ppm juga ditambahkan ke dalam minyak dengan prosedur yang sama sebagai faktor pembanding. Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam
waktu induksi.
c. Pengukuran Jumlah Total Fenol Strycharz dan Shetty 2002
Pembuatan kurva standar dilakukan dengan melakukan seri pengenceran asam galat dari stok asam galat. Masing-masing seri pengenceran ditambahkan
0.5 ml etanol 95, 2.5 ml aquades dan 2.5 ml perekasi Folin-Ciocalteau. Sebanyak 0.5 ml Na
2
CO
3
2 ditambahkan dan divortex hingga rata. Seri pengenceran disimpan dalam ruang gelap selama 1 jam serta dibaca absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm untuk dibuat kurva standar asam galat.
Sebanyak 0.5 ml filtrat sampel ditambahkan 0.5 ml etanol 95, 2.5 ml aquades dan 2.5 ml perekasi Folin-Ciocalteau. Campuran larutan tersebut
didiamkan selama 5 menit kemudian ditambahkan 0.5 ml Na
2
CO
3
2. Selanjutnya campuran tersebut diaduk secara homogen dan disimpan dalam ruang gelap selama
1 jam. Absorbansi masing-masing sampel dihitung menggunakan spektrofotometer
14 pada panjang gelombang 725 nm. Hasil absorbansi diplotkan dengan kurva standar
asam galat untuk diperoleh konsentrasinya. Nilai total fenol dihitung dalam satuan
mg GAE 100ml.
d. Pengukuran Kadar Vitamin C Metode Titrasi Iodin Sudarmadji et al. 1981
Sebanyak 10 gram umbi bawang dayak segar yang telah dihancurkan dan 5 g bubuk simplisia dan keripik, masing- masing dimasukkan ke dalam labu takar
100 ml dan ditambahkan dengan aquades sampai 100 ml dan dipisahkan filtratnya dengan kertas saring. Sebanyak 5 ml filtrat tersebut dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer dan ditambahkan 1 ml larutan amilum 1. Campuran dititrasi dengan 0.01 N standar iodin sampai larutan berwarna biru. Kadar vitamin C sampel dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar Vitamin C mg100 gram
=
� � 0.88 � � � 100
Dimana : P = faktor pengenceran W = berat awal sampel gram
ml iod = jumlah iod yang dipakai ml
5. UJI KUALITATIF FITOKIMIA
a. Pengujian Steroid Harbone 1987
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisi ditambahkan 2 tetes asam
asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi biru hijau menunjukkan positif + adanya
steroidatriterpenoida. Apabila tidak timbul warna merah dan biru hijau, maka sampel menunjukkan hasil negatif - untuk steroid triterpenoid.
b. Pengujian Saponin Materia Medika Indonesia 1995
Sebanyak 0,5g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksid an ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10cm. Setelah itu, ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2N. Apabila buih
tidak hilang, menunjukkan positif + adanya saponin, akan tetapi apabila buihnya hilang berarati menunjukkan hasil negatif - untuk saponin.
c. Pengujian Alkaloid Materia Medika Indonesia 1995
Sebanyak 0,5g serbuk simplisia ditimbang kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit,
didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut: a. Diambil 3 tetes filtrat lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer
b. Diambil 3 tetes filtrat lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat c. Diambil 3 tetes filtrat lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff.
Apabila terjadi endapan paling sedikit dua dari tiga percobaan di atas, maka positif + mengandung senyawa alkaloid, akan tetapi apabila endapan tersebut tidak
muncul, maka sampel menunjukkan hasil negatif - untuk senyawa alkaloid.
15
d. Pengujian Tanin Materia Medika Indonesia 1995
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml
larutan lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi III klorida. Apabila timbul warna biru atau kehitaman berarti menunjukkan positif + adanya tanin. Akan tetapi,
apabila warna biru atau kehitaman tidak muncul, maka sampel menunjukkan hasil negatif - untuk senyawa tanin.
e. Pengujian Fenol Materia Medika Indonesia 1995
Sampel sebanyak 0,5 gram ditambahkan dengan 2 ml metanol. Larutan kemudian didinginkan dan disaring. Filtrat yang dihasilkan, dicampur dengan
NaOH 10 dan dipanaskan. Apabila timbul warna merah pada sampel, maka positif + menghasilkan senyawa fenol dan apabila tidak timbul warna merah berarti
menunjukkan hasil negatif - untuk senyawa fenol.
f. Pengujian Golongan Flavonoid Materia Medika Indonesia 1995
Larutan Percobaan: sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml metanol lalu direfluks selama 10 menit, disaring panas panas melalui kertas saring,
filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml n-heksan, dikocok hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur
40°C, sisa dilarutkan dalam etil asetat, disaring. Cara Percobaan:
a. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1-2 ml etanol 96, ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam
klorida 2 N, didiamkan selama satu menit. Ditambahkan 10 ml asam klorida pekat, jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah yang intensif maka
positif - menunjukkan adanya flavonoida dan apabila tidak terbentuk warna merah, maka menunjukkan hasil negatif - untuk senyawa flavonoid.
b. Sebanyak 1 ml larutan percobaaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1 ml etanol 96, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10 tetes asam
klorida pekat, terjadi warna merah jingga sampai merah ungu intensif maka positif + menunjukkan adanya flavonoida dan apabila tidak terbentuk warna
merah jingga sampai merah ungu, maka menunjukkan hasil negatif - untuk senyawa flavonoid.
g. Pengujian glikosida Materia Medika Indonesia 1995
Sebanyak 3g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 96 - air suling 7:3 lalu ditambahkan 10 ml HCl 2N direfluks selama 10 menit,
didingkinkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring.
Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran kloroform –
isopropanol 3:2. Pada kumpulan sari ditambahkan natrium sulfat anhidrat secukupnya, disaring dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50°C,
dilarutkan sisanya dengan 2 ml metanol, kemudian diambil 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di atas penangas air. Pada sisa
ditambahkan 2 ml air dan 2 tetes pereaksi Molish, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat. Jika terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan
16 positif + adanya senyawa glikosida. Akan tetapi, apabila tidak terbentuk cincin
warna ungu maka sampel menunjukkan hasil negatif - untuk senyawa glikosida.
6. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan penelitian untuk mengetahui kapasitas antioksidan adalah rancangan acak lengakap faktorial dengan 2 faktor. Faktor yang diterapkan adalah
1 jenis bahan, yaitu umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik , 2 pelarut, yaitu air, heksan, etilasetat, etanol dan metanol. Model rancangan penelitian adalah sebagai
berikut: Yij = µ + Ai + Bj + ABij +
ε
ij Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i kelompok ke-j µ = pengaruh rata-rata umum
Ai = pengaruh jenis sampel taraf ke-i Bi = pengaruh jenis pelarut taraf ke-j
ABij = pengaruh kombinasi jenis sampel dan jenis pelarut
ε
ij = pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke –i kelompok ke-j
Apabila perlakuan memberikan pengaruh yang nyata, maka untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjut beda Duncan.
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI
Penelitian tentang umbi bawang dayak ini dilakukan tidak hanya dalam bentuk umbi segarnya Gambar 2 yang mengandung berbagai macam komponen bioaktif, akan tetapi
juga dilakukan pada bentuk olahannya berupa simplisia Gambar 3 dan keripik Gambar 4. Simplisia adalah bahan alami dari tanaman yang telah dikeringkan. Keripik dijadikan sebagai
salah satu pengolahan bawang dayak untuk mendapatkan pangan fungsional yang memiliki kandungan senyawa antioksidan yang baik. Pengolahan simplisia dan keripik dikeringkan
menggunakan oven dengan perbedaan suhu dan waktu, dimana simplisia membutuhkan waktu selama 6 jam pada suhu 50
C sedangkan keripik membutuhkan waktu 4 jam pada suhu 70
C. Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen atau zat aktif dari suatu campuran
padatan atau cairan dengan menggunakan pelarut tertentu. Kontak antara pelarut dan bahan secara intensif, menyebabkan komponen aktif pada campuran akan berpindah ke dalam
pelarut Gamse 2002. Proses ekstraksi pada penelitian ini menggunakan teknik maserasi, yaitu merendam sampel yang akan diekstrak dengan pelarutnya. Lama waktu ekstraksi
adalah 24 jam pada suhu 37 C yang disimpan dalam shaker. Maserasi merupakan metode
yang cukup sederhana karena tidak memerlukan pemanasan sehingga dapat mencegah rusaknya kandungan senyawa metabolit sekunder yang tidak tahan terhadap suhu tinggi.
Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kesempurnaan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi harus dapat
menarik komponen aktif dari campuran dalam sampel. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut di antarnya selektivitas, kemampuan pelarut untuk mengekstraksi,
tidak bersifat racun, mudah diuapkan dan relatif murah Gamse 2002. Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi dapat menembus pori-pori bahan padat sehingga bahan
yang ingin diekstrak dapat dengan mudah tertarik. Pada penelitian ini digunakan lima jenis pelarut yang berbeda berdasarakan tingkat
kepolarannya, yaitu heksan nonpolar, etilasetat semipolar, metanol polar, etanol polar serta air polar. Pemilihan ke lima jenis pelarut ini bertujuan untuk mengetahui polaritas
senyawa bioaktif dari bawang dayak. Prinsip dari proses ekstraksi adalah like dissolves like, artinya suatu pelarut akan mengisolasi komponen yang memiliki sifat yang sama dengan
pelarutnya. Oleh karena itu, pelarut nonpolar akan mengekstrak komponen yang bersifat nonpolar , dan bahan yang bersifat polar akan diekstrak oleh pelarut yang bersifat polar.
Proses ekstraksi dilakukan selama tiga kali untuk masing-masing bahan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan senyawa bioaktif yang lebih maksimal. Penghilangan pelarut
dilakukan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40 C, kemudian dipekatkan
dengan gas nitrogen N
2
. Hasil dari pemekatan ini ditimbang kemudian dihitung perbandingan berat ekstrak dengan berat awal sampel yang diekstrak, sehingga diperoleh
nilai rendemen ekstraknya. Proses pemekatan hasil ekstraksi untuk sampel yang diekstrak dengan pelarut air
dilakukan dengan cara yang berbeda dengan pelarut-pelarut lainnya. Proses pemekatannya tidak menggunakan rotary evaporator dan gas N
2
, akan tetapi proses pemekatannya menggunakan vacuum evaporator pada suhu 60
C selama 15 menit. Walaupun terjadi perebdaan proses pemekatan, diharapkan dengan penggunaan suhu yang relatif lebih tinggi