Kualitas Air TINJAUAN PUSTAKA

Di samping faktor ketersediaan nutrien dan oksigen, faktor lingkungan lainnya yang cukup berpengaruh terhadap laju degradasi bahan organik limbah tambak adalah: suhu, pH, salinitas, dan alkalinitas air Choo dan Tanaka 2000. Setiap jenis mikroba, baik itu bakteri, jamur, protozoa maupun mikro alga mempunyai kisaran optimum terhadap faktor lingkungan untuk pertumbuhannya. Misalnya, bakteri Nitrobacter berkembang dengan baik pada pH optimum 7,2 - 7,8 dan bila pH turun pH 6 maka proses nitrifikasi akan terhambat Mitchell 1992. Faktor lain yang mempengaruhi laju biodegradasi bahan organik adalah karakteristik mikroba pengurai dan jenis subsrat limbah. Setiap jenis mikroba mempunyai laju yang berbeda dalam oksidasi senyawa organik, sintesa materi sel, dan laju oksidasi materi sel. Demikian juga jenis substrat, apakah didominasi bahan karbohidrat, protein atau lemak, akan sangat menentukan jenis bakteri yang berkembang dan kemampuannya untuk mengkonversi bahan organik menjadi senyawa yang lebih sederhana.

2.6. Kualitas Air

Salah satu faktor yang berperan menentukan keberhasilah produksi udang budidaya adalah pengelolaan kualitas air, karena udang adalah hewan air yang segala kehidupan, kesehatan dan pertumbuhannya tergantung pada kualitas air sebagai media hidupnya Tricahyo 1995. Kualitas air secara luas dapat diartikan sebagai setiap faktor fisik, kimiawi dan biologi yang mempengaruhi penggunaan air. Untuk keperluan budidaya udang kualitas air secara umum dapat diartikan sebagai setiap peubah variabel yang mempengaruhi pengelolaan dan kelangsungan hidup, kembang biak, pertumbuhan atau produksi. Boyd1982 Pengukuran kualitas air selama pemeliharaan udang menurut Hendrajat dan Mangampa 2007 penting dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala yang terjadi sebagai akibat perubahan salah satu parameter kualitas air. Dengan mengetahui gejala-gejala tersebut maka dapat diambil suatu tindakan untuk mengatasi perubahan-perubahan yang kurang baik terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang yang dipelihara. Beberapa peubah kualitas air penting yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang di tambak meliputi oksigen terlarut, salinitas, suhu, warna, pH, serta senyawa beracun seperti amoniak dan asam belerang yang berkaitan erat satu sama lain Ahmad 1991. Suhu air dapat mempengaruhi kelangsungan hidup, pertumbuhan, morfologi, reproduksi, tingkah laku, pergantian kulit dan metabolisme udang. Disamping itu suhu juga berpengaruh terhadap kelarutan gas-gas, kecepatan reaksi unsur dan senyawa yang terkandung dalam air. Udang vaname hidup pada toleransi suhu 16 – 36 C dan optimal pada suhu 28 – 31 C Anonim 2003. Menurut Suprapto 2005 bahwa temperatur optimal untuk budidaya udang vaname berkisar 27 – 32 C. Haliman dan Adijaya 2005 menambahkan bahwa suhu optimal pertumbuhan udang vaname antara 26-32 C. Jika suhu lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam tubuh udang akan berlangsung cepat sehingga kebutuhan oksigen terlarut meningkat. Temperatur optimal untuk udang vaname menurut Zweig et al. 1999 berkisar antara 28 – 30 C. Menurut Boyd 1990 bahwa temperatur yang umum untuk spesies daerah tropik yang memberikan pertumbuhan optimal berkisar 29 – 30 C, sedangkan suhu yang dapat menyebabkan pertumbuhan rendah 26 – 28 C dan batas tingkat lethal 10 – 15 C. Temperatur juga sangat mempengaruhi pertumbuhan. Udang akan mati jika berada pada suhu dibawah 15 C atau diatas 33 C dalam waktu 24 jam atau lebih. Sub lethal stress terjadi pada 15 – 22 C dan 30 – 33 C. Temperatur optimum untuk udang vaname adalah antara 23 – 30 C Wyban dan Sweeny 1991; Soemardjati dan Suriawan 2007. Menurut Adiwijaya et al. 2003 bahwa kecerahan air yang baik pada petak pembesaran udang vannamei berkisar antara 40–60 cm, sedangkan Anonim 2003 mengemukakan bahwa kecerahan transparansi untuk budidaya udang vannamei berkisar 30 – 60 cm. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, padatan tersuspensi serta ketelitian dalam melakukana pengukuran Effendie 2000. Poernomo 1989 mengemukkan bahwa penyebab utama menurunnya daya cerah dan seringnya terjadi blooming karena makin suburnya dasar tambak akibat timbunan sisa-sisa makanan serta tinggi kepadatan plankton , batas kecerahan yang layak adalah antara 30 – 40 cm. batas kecerahan tersebut biasanya didominasi oleh kepadatan plankton jenis Chlorella hijau dan Diatomae coklat sehingga warna air berwarna coklat muda hijau kecoklatan. Menurut Suprapto 2005, kecerahan optimal untuk budidaya udang vaname berkisar 30 – 40 cm. Bila kondisi tambak sudah siap, segera tambak diisi air sampai penuh 120 cm, jangan dilakukan secara bertahap untuk mencegah tumbuhnya klekap. Bray et al. 1994 menyatakan bahwa udang vanname dapat dipelihara di daerah perairan pantai coastal dengan kisaran salinitas 1-40 ppt. Udang vaname dapat tumbuh baikoptimal pada kisaran kadar garam 15-25 ppt, bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada salinitas 5 ppt masih layak untuk pertumbuhannya. Samocha dan Lawrence 1993 ; Zweig 1999 ; Clifford 1994 ; Soemardjati dan Suriawan, 2007. Menurut Mc Grow dan Scarpa 2002 bahwa udang vaname dapat hidup pada kisaran yang lebar dari 0,5 – 45 ppt. Sugama 2002 melaporkan bahwa kisaran salinitas selama pemeliharaan udang vannamei di tambak air tawar berkisar 1,2-5,0 ppt. Haliman dan Adijaya 2005 mengemukakan bahwa udang vanname memiliki sifat euryhalin. udang muda yang berumur 1–2 bulan memerlukan kadar garam 15–25 ppt agar pertumbuhannya dapat optimal, setelah umurnya lebih dari 2 bulan , pertumbuhan relatif baik pada kisaran salinitas 5 –30 ppt. Lebih lanjut dikatakan bahwa salinitas yang tinggi diatas 40 ppt sering terjadi pada musim kemarau menyebabkan pertumbuhan udang menjadi lambat karena proses osmoregulasi terganggu. Pada salinitas yang tinggi pertumbuhan udang akan melambat karena energi lebih banyak terserap untuk proses osmoregulasi. Kisaran salinitas optimal untuk udang vaname berkisar 15 – 30 ppt. Kandungan oksigen terlarut DO dalam air merupakan faktor kritis bagi kesehatan ikanudang. Clifford 1998 melaporkan bahwa level DO minimum untuk kesehatan udang 3,0 mgL dan DO yang potensial menyebabkan kematian adalah 2,0 mgL. Menurut Anonim 2003 bahwa kandungan oksigen terlarut yang optimal untuk budidaya udang vaname harus 4 mgL dengan nilai toleransi 0,8 mgL. Sedangkan Suprapto 2005 berpendapat bahwa nilai DO optimal untuk budidaya vaname 3 mgL dengan tolerasi 2 mgL. Adiwijaya et al . 2003 mengemukakan bahwa kisaran optimal oksigen terlarut selama masa pemeliharaan berkisar 3,5 – 7,5 mgL. Sugama 2002 menambahkan bahwa kadar oksigen selama pemeliharaan udang vaname harus 3,5 mgL. Menurut Seidman dan Lawrence 1985, diacu dalam CP.Prima 1993 bahwa oksigen terlarut yang rendah merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kelambatan pertumbuhan udang pada tambak intensif. Nilai DO Dissolved oksigen kritis untuk pertumbuhan Penaeus vannamei adalah 1,9 mgL. Haliman dan Adijaya 2005 menngemukakan bahwa tanda-tanda sederhana terjadinya kekurangan oksigen yaitu udang berenang dipermukaan air atau berkumpul disekitar inlet air tambak. Upaya untuk meningkatkan angka DO dilakukan dengan pemakaian kincir air. Nilai DO minimal pada malam hari dianjurkan tidak kurang dari 3 mgL. Sedangkan untuk mengantisipasi oksigen yang terlalu tinggi akibat blooming plankton dilakukan dengan pergantian air pengenceran dan pengaturan jam operasional kincir air. Kebutuhan oksigen biokimia BOD menggambarkan banyaknya pemakaian oksigen oleh mikroba untuk merombak bahan organik didalam sampel air yang diinkubasi pada periode tertentu dengan temperatut tetap, misalnya BOD 5 dalam kondisi aerobik diinkubasi pada suhu 20 C selama 5 hari Wardoyo 1994. Menurut Abel 1989, nilai BOD merupakan ukuran yang digunakan sebagai kandungan bahan organik diperairan dengan asumsi bahwa oksigen dikonsumsi oleh mikroorganisme selama masa penguraian bahan organik. Keberadaan BOD akan mempengaruhi ketersediaan oksigen terlarut dalam perairan karena proses oksidasi limbah organik, oksigen terlarut yang tersedia akan cepat dikonsumsi untuk proses metabolisme bakteri. Lee et al. 1978, diacu dalam Sudibyaningsih 1983 menggolongkan tingkat kualitas air berdasarkan nilai BOD 5 yakni kisaran konsentrasi BOD 5 2,9 mgL tergolong kriteria kualitas air tidak tercemar, kisaran 3,0 – 4,9 mgL tergolong tercemar ringan, kisaran 5,0 – 14,9 mgL tergolong tercemar sedang dan konsentrasi 15,0 mgL tergolong tercemar berat. Standar pH untuk budidaya vaname yaitu 7,5 – 8,5 Anonim 2003. Menurut Suprapto 2005 bahwa kondisi pH air yang optimal untuk budidaya vaname berkisar 7,3 – 8,5 dengan torelansi 6,5 – 9. Wyban dan Sweeny 1991 mengemukakan bahwa kisaran pH air yang cocok untuk budidaya udang vaname secara intesif sebesar 7,4 – 8,9 dengan nilai optimum 8,0. Nilai pH air tambak bagi pertumbuhan udang berkisar antara 7,5 – 8,7 dengan batas optimum antara 8,0 – 8,5 Poernomo 1989. Perairan dengan pH ekstrim dapat membuat udang tertekan , pelunakan karapaks, serta kelangsungan hidup rendah. Mortalitas tinggi pada udang terjadi pada pH perairan dibawah 6,0 sedangkan pada pH 3,0 dalam 20 jam terjadi kematian 100 Law 1988. Buwono 1993 menyatakan bahwa pengaruh langsung dari pH rendah menyebabkan kulit udang keropos dan selalu lembek karena tidak dapat membentuk kulit baru. Selanjutnya dikatakan bahwa pH 6,4 dapat menurunkan laju pertumbuhan sebesar 60 . Sebaliknya pH tinggi 9,0-9,5 menyebabkan peningkatan kadar amoniak sehingga secara tidak langsung membahayakan udang. Kondisi pH tinggi kadang-kadang terjadi di tambak pada siang hari dan dapat menyebabkan blooming plankton. Standar kadar amoniak untuk budidaya udang vaname 0,1 mgL Anonim 2003. Sedangkan menurut Samocha dan Lawrence 1993 bahwa kandungan amonia untuk juvenil udang vaname berkisar antara 0,4 – 2,31 mgL. Lin dan Chen 2001 melaporkan bahwa nilai LC 50 amoniak untuk juvenil udang vaname pada perendaman 24, 48, 72 dan 96 jam, salinitas 35 ppt yakni 2,78; 2,18; 1,82 dan 1,60 mgL. Boyd dan Fast 1992 mengatakan bahwa konsentrasi NH 3 lebih dari 1,0 mgL dapat menyebabkan kematian, sedangkan pada konsentrasi lebih dari 0,1 mgL dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan udang. Wyk et al. 1999 mengemukakan bahwa konsentrasi LC 50 dari NH 3 adalah sekitar 0,2 mgL untuk post larva dan 0,95 mgL untuk udang yang berukuran 4,87 gram. Kesehatan dan pertumbuhan udang tidak terpengaruh pada konsentrasi amonia kurang dari 0,03 mgL. Walaupun begitu, pemaparan intensif dari konsentrasi sublethal ini akan berdampak buruk terhadap udang. Laju pertumbuhan akan turun dan FCR akan meningkat. Menurut Poernomo 1988 pengaruh langsung dari kadar amonia yang tinggi tapi belum mematikan adalah rusaknya jaringan insang. Lembaran insang akan membengkak hiperplasia sehingga fungsi insang sebagai alat pernapasan akan terganggu dalam hal pengikatan oksigen dari air. Level amonia yang tinggi diperairan juga dapat meningkatkan konsentrasi amonia dalam darah sehingga mengurangi afinitas pigmen darah hemocyanin dalam mengikat oksigen. Selain itu tingginya kadar amonia juga dapat meningkatkan kerentanan udang terhadap penyakit. Nitrit diperoleh dari hasil perombakan amonia oleh bakteri aerob Nitrosomonas menjadi NO 2 - dan seterusnya menjadi NO 3 - oleh bakteri Nitrobacter didalam proses nitrifikasi dan antara nitrat dan gas nitrogen dalam proses denitrifikasi. Menurut Suprapto 2005, kandungan nitrit yang dapat diltoleransi oleh udang vaname berkisar 0,1–1 mgL. Adiwijaya et al. 2003 berpendapat bahwa kisaran optimal nitrit untuk budidaya vaname yakni 0,01-0,05 mgL. Haliman dan Adijaya 2005, kandungan nitrit yang baik untuk kehidupan udang vaname adalah ≤ 0,1 mgL. Clifford 1994 mengemukakan bahwa kandungan nitrit yang optimal untuk budidaya udang vaname 1.0 mgL. Menurut Clifford 1994 bahwa konsentrasi nitrat yang optimal untuk udang vaname berkisar 0,4-0,8 mgL. Anonim 1988, diacu dalam Musafir 1999, kandungan nitrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan algae diperairan adalah 0,2-0,9 mgL dan optimal pada kisaran 0,1-4,5 mgL. Menurut Sumawidjaya 1997, kandungan nitrat dalam perairan berasal dari beberapa faktor seperti gerakan air, oksidasi, reduksi, asimilasi serta dekomposisi bahan organik. Selanjutnya dikatakan bahwa kadar nitrat yang ideal untuk pertumbuhan organisme berkisar antara 2 – 3,5 mgL. Menurut Boyd 1990, kandungan bahan organik terlarut suatu perairan normal adalah maksimum 15 mgL, apabila kandungan bahan organik terlarut tinggi maka dapat menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam air sehingga menurunkan daya tahan udang. Sedangkan menurut Adiwijaya et al. 2003 bahwa kisaran optimal bahan organik pada budidaya udang vaname 55 mgL Meagung 2000 menyatakan bahwa proses penguraian bahan organik yang terlarut dalam air dapat menghabiskan oksigen dalam air. Kondisi ini akan menghasilkan senyawa tereduksi seperti CH 4 , H 2 S, NH 3 dan senyawa tereduksi lainnya. Proses penguraian ini akan berjalan lancar dengan ketersediaan oksigen terlarut yang cukup.

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian