Keadaan Sosial Budaya Masyarakat Sistem Perekonomian Sejarah Singkat Babussalam

 Wilayah pembangunan I Langkat Hulu meliputi Kecamatan Bahorok, Kecamatan Salapian, Kecamatan Kuala dan Kecamatan Selesai. Potensi utama wilayah ini adalah sektor pertanian pangan, perkebunan menunjang ekspor komoditi nonmigas pariwisata.  Wilayah pembangunan II Langkat Hilir meliputi Kecamatan Stabat, Kecamatan Secanggang, Kecamatan Padang Tualang, Kecamatan Hinai dan Kecamatan Tanjung Pura. Potensi utama wilayah ini adalah sektor pertanian tanaman pangan, perikanan, perkebunan dan industri.  Wilayah pembangunan III Teluk Haru meliputi Kecamatan Gebang, Kecamatan Babalan, Kecamatan Besitang dan Pangkalan Susu. Potensi utama wilayah ini adalah sektor pertanian pangan, perikanan, industri dan perkebunan.

3.2 Keadaan Sosial Budaya Masyarakat

Jumlah penduduk di Daerah Tingkat II menurut laporan terakhir bulan Januari 2010 lebih kurang 984.652 jiwa. Bila dibandingkan dengan luas daerah Kabupaten Langkat maka kepadatan penduduknya rata-rata 227 jiwakm. Terdiri dari beberapa suku, yaitu Jawa, Batak, Melayu, dan etnis asing. Kabupaten Daerah Tingkat II merupakan daerah yang masyarakatnya mayoritas suku Jawa sedangkan untuk agama adalah Islam sehingga kegiatan keagaman di daerah ini pun masih tetap aktif. Keberadan orang jawa di daerah ini pada awalnya merupakan akibat dari adanya program transmigrasi yang diadakan pemerintah untuk mengurangi kepadatan penduduk di pulau Jawa. Kehidupan masyarakat di Kabupaten Langkat masih kental akan budaya sehingga nilai tradisi teteap ada walaupun seiring dengan perkembangan zaman danbanyaknya pengaruh budaya luar yang masuk namun para sesepuh adat masing-masing budaya berusaha mempertahankan nilai budaya yang ada, hal ini dapat dilihat dengan berkembangnya Babussalam dan upacara adat perkawinan yang masih tetap dilaksanakan oleh sebagian masyarakat setempat. Universitas Sumatera Utara

3.3 Sistem Perekonomian

Pada umumnya mata pencaharian masyarakat Kabupaten Langkat adalah petani. Lahan yang datar sangat sesuai dijadikan sebagai areal pertanian seperti padi, tanaman palawija, dan lain-lain. Usaha perkebunan juga dijalankan oleh sebagian masyarakat Kabupaten Langkat seperti tanaman coklat, tebu, durian dan rambutan yang masa buahnya mengalami musiman. Diluar daripada itu masyarakat Kabupaten Langkat tidak jarang yang bekerja sebagai pedagang, pegawai negeri dan pegawai swasta. Universitas Sumatera Utara BAB IV UPAYA PELESTARIAN BABUSSALAM SEBAGAI SALAH SATU OBJEK WISATA ROHANI DI KABUPATEN LANGKAT

4.1 Sejarah Singkat Babussalam

Kira-kira 400 tahun yang lalu, sultan-sultan yang memerintah Kerajaan Langkat, telah memelihara guru-guru agama. Menurut riwayat yang merajai Hamparan Perak, mempunyai putra kembar dan keduanya diberi nama Hafidz. Setelah beranjak dewasa keduanya belajar ke Aceh, hingga Hafidz yang muda khatam Al-Qur an dan Hafidz yang tua membawa seorang bansa Arab dari Aceh ke Hamparan Perak untuk mengemban tariqat Naqsabandiah. Namanya Shiddik bin Abdullah. Di masa pemerintahan Sultan Musa 1314 H, Langkat mengalami masa kejayaan. Baginda Sultan Musa sangat suka berinteraksi dengan alim ulama sampai mangkatnya ia dikenal sebagai orang yang saleh dan wara . Ayahandanya yang di panggil dari Siak ke Langkat yang bernama Sultan Ahmad, untuk menggantikan Sultan Bandahara Belat Jentera Malay, Raja Langkat yang keenam yang telah mangkat. Namun tidak berapa lama Sultan Ahmad memegang tampuk kekuasaan di Langkat dan pecahlah perang saudara di negeri itu. Dua diantara kejeruan sekarang kecamatan, yaitu Stabat dan Selesei, berontak melawan pemerintahan Sultan Ahmad. Dalam keadaan kacau balau dan rusuh baginda pun mangkat. Menurut Thasyim dalam bukunya Riwayat Syekh Abdoel Wahab Tuan Goeroe Bessilam dan Kerajaan Langkat , seorang putra dari Sultan Bandahara Belat Jantera Malay, yang bernama Soetan Maklum, belakangan di gelar dengan Sultan Musa dengan Tengku Maharaja Setia Pahlawan Negeri Langkat, mengadakan musyawarah dengan pembesar-pembesar kerajaan. Musyawarah ini menghasilkan kesepakatan persetujuan untuk menjemput Sultan Musa ke Siak untuk menggantikan kedudukan Almarhum ayahandanya. Universitas Sumatera Utara Sultan Musa pada masa itu tidaklah tergolong orang berada. Mengingat kerusuhan di Langkat perlu untuk diredakan. Untuk itulah maka Sultan Siak mengkaruniai bantuan uang dan kendaraan, akan tetapi itu semua ia tolak dengan halus. Akhirnya Sultan Musa berangkat ke Langkat dan di lepas oleh Sultan Siak dengan diiringi do a. Setibanya di Langkat beliau diangkat menjadi orang yang dipercayai untuk memimpin Langkat. Sejak beliau memegang jabatan itu kerajaan senantiasa rusuh, peperangan dan pemberontakan di berbagai daerah sering terjadi. Suasana peperangan itu berjalan puluhan tahun. Dari kerajaan Deli dan Tamiang juga sering datang mengganggu. Namun berkat keberanian dan semangat kepahlawanan yang mendalam di dalam dada baginda, maka kerajaan dapat diselamatkan dari kehancuran. Tamiang sebelah kiri mudik, menurut persetujuan Aceh takluk pada kerajaan Langkat. Baginda pada saat itu mempunyai sembilan orang putra dan putri yaitu: 1. Tengku Ulung gelar Tuanku Mangkubumi 2. Tengku Andak gelar Tuanku Pangeran Tanjung 3. Tengku Oemar 4. Tengku Kelana bergelar Tuanku Temenggung 5. Tengku Abdullah 6. Tengku Ubang 7. Tengku Besar 8. Tuanku Kecil, gelar Sultan Abd. Aziz Abd. Jalil Rahmatsyah 1311 H 9. Tuanku Puteri Permaisuri bernama Tuanku Hajjah Maslurah yang terkenal dengan panggilan Tengku Uncu.Usia Sultan Musa telah lanjut. Pada menjelang akhir hayatnya lebih banyak beramal untuk akhirat daripada dunia. Maka baginda pun memelihara Syekh H H.M Nur, teman syekh Abd. Wahab ketika belajar di Mekkah untuk dijadikan guru di kerajaannya. Maka semua putra-putranya di perintahkan untuk belajar kepadanya. Setelah 8 tahun mengaji akhirnya tamatlah Al-Qur-an dan telah bias menjadi imam dan khatib. Betapa senangnya baginda suami istri dan diumumkan kepada pembesar-pembesar Universitas Sumatera Utara kerajaan. Pembesar kerajaan pun setuju, mengingat akhlak dan tingkah lakunya yang baik. Pada suatu hari Tuanku Besar jatuh sakit, banyak tabib dan dukun suku Melayu atau Batak mengobatinya, namun penyakitnya tiada berkurang. Akhirnya Tuanku Besar pun meninggal dunia. Sultan Musa dan permaisuri tidak dapat menahan kesedihan hati, sehingga bersedih setiap hari atas kematian putra tercinta, hampir seperti orang gila. Syekh H.M Nur menasehati agar mereka berdua bersuluk kepada syekh Abd. Wahab untuk menghilangkan segala sesuatu yang menyusahkan hati. Sultan Musa Setuju, lalu konsep sepucuk surat yang ditunjuk untuk syekh Abd. Wahab, yang isinya mengundang untuk datang ke Langkat. Kemudian ditandatangani oleh Sultan dan dibubuhi dengan cap Kerajaan Langkat. Surat itu di terima oleh syekh Abd. Wahab di Kubu, maka beliau pun mangadakan musyawarah kepada murid-muridnya. Pada hari yang cerah syekh Abd. Wahab meninggalkan Kubu dan berlayar menuju Langkat bersama istrinya. Sesampainya di Langkat, tepatnya di Tanjung Pura, beliau disambut hangat oleh syekh H.M Nur dengan penuh kasih sayang dan memeluk serta menciumnya untuk melepaskan rindu. Setelah lebih kurang sebulan lamanya syekh Abd. Wahab memberikan pelajaran kepada Sultan Langkat, dan beliau memimpin ibadah suluk di Gebang desa Putri, yang diikuti Sultan Musa beserta istrinya. Setelah 4 bulan di Langkat, maka beliau pun pulang ke Kubu negeri Kualah. Setibanya syekh Abd. Wahab di Kualah penyakit yang diderita oleh yang dipertuan muda Haji Ishak semakin parah dan meninggalkan beberapa orang putra yang masih kecil, dan penggantinya di angkat Tuanku Uda, adik dari yang dipertuan muda H Ishak. Sifat dari Tuanku Uda sangat berlainan dengan abangnya, yang kurang suka dengan syekh Abdul Wahab. Maka ia pun berunding dengan para muridnya, dan hasil dari musyawarah tersebut memutuskan syekh Abdul Wahab untuk pindah ke Langkat. Universitas Sumatera Utara Babussalam berkembang menjadi kampung dengan otonomi khusus. Menjadi basis pengembangan tarekat Naqsyabandiyah di Sumatra Utara, syekh Abdul Wahab membentuk pemerintahan sendiri di kampung itu. Perangkatnya antara lain dengan membuat Lembaga Permusyawaratan Rakyat Babul Funun. Hingga kini, kampung itu terjaga sebagai pusat pengembangan tarekat Naqsyabandiyah. Tetap mendapatkan perlakuan khusus dari Pemerintah Daerah setempat. Aktivitas sehari-hari ditandai dengan kegiatan suluk yang dipimpin oleh khalifah yang kesepuluh yakni Syekh H Hasyim. Kendati terjalin erat, hubungan syekh Abdul Wahab dan Sultan tidak selalu harmonis. Bahkan hubungan antara keduanya sempat renggang, saat syekh Abdul Wahab difitnah membuat uang palsu. Akibatnya, Sultan memerintahkan penggeledahan ke rumah syekh Abdul Wahab. Kendati tak terbukti, keduanya bahkan saling memaafkan. Seusai peristiwa itu, syekh Abdul Wahab kemudian pindah ke Malaysia. Kepindahannya ini kabarnya menyebabkan penghasilan sumur minyak di Pangkalan Brandan surut. Begitu pun, suatu saat penjajah Belanda menekan Sultan. Dalihnya, berbekal potret syekh Abdul Wahab, turut bertempur membantu pejuang Aceh melawan Belanda. Padahal, pada saat bersamaan, pengikutnya menegaskan Tuan Guru berdzikir di kamarnya. Setelah itu, syekh Abdul Wahab kembali ke Babussalam, setelah terharu menyaksikan kampung yang dibangunnya menyepi, akhirnya Tuan Guru memutuskan untuk menetap di Babussalam. Bersama pengikutnya, ia kembali membangun Babussalam. Tak sekadar berkembang pesat, Tuan Guru bersama Babussalam tumbuh disegani. Tak ayal, Belanda berusaha menjinakkannya. Maka pada 1 Jumadil Akhir 1241 H, Asisten Residen Van Aken, menyematkan bintang kehormatan kepadanya. Kendati demikian, tak berarti Tuan Guru terpedaya. Bahkan, di saat prosesi penyematan, Tuan Guru dalam sambutan meminta Van Aken menyampaikan kepada Raja Belanda Universitas Sumatera Utara untuk masuk Islam. Menilai pemberian bintang itu sindiran, ia meminta pengikutnya untuk lebih giat lagi. Bintang kehormatan itu pun kemudian diserahkan kepada Sultan Langkat. Kendati dikenal sebagai pemuka agama, tak berarti Tuan Guru tak memiliki kepedulian pada politik. Ia mengutus anaknya untuk menemui HOS Cokroaminoto pada 1913. Tujuannya untuk membicarakan pembukaan cabang Sarekat Islam di Babussalam. Tak lama kemudian, SI pun berdiri di kampung yang dipimpinnya. Tuan Guru wafat di usia 115, pada 21 Jumadil Awal 1345 H 27 Desember 1926, meninggalkan 27 istri, 26 anak, dan puluhan cucu. Hingga kini, setiap peringatan hari wafat haul, dirayakan besar- besaran. Ratusan pengikutnya yang memegang tarekat Naqsyahbandiah dari berbagai kota di Sumatera hingga Malaysia, Singapura, dan Thailand.

4.2 Regenerasi Pendiri Babussalam