Tingkat Partisipasi Masyarakat Kota Surakarta

1. Tingkat Partisipasi Masyarakat Kota Surakarta

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai tingkat partisipasi masyarakat Kota Surakarta dalam kegiatan musrenbangkel. Tingkat partisipasi masyarakat dilihat berdasarkan indikator-indikator penelitian dari Teori Partisipasi Arnstein (1969) yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Adapun pada masyarakat Kota Surakarta, berdasarkan hasil penelitian, kondisinya adalah sebagai berikut.

Kegiatan musrenbangkel pada dasarnya adalah kegiatan perencanaan pembangunan daerah tingkat kelurahan yang diadakan setiap tahunnya untuk melakukan perencanaan pembangunan di segala bidang, dalam hal ini khususnya bidang infrastruktur. Dalam kegiatan musrenbangkel, masyarakat dituntut untuk dapat membaca kondisi lingkungan tempat tinggalnya masing-masing, keberadaan permasalahan lingkungan terkait kondisi infrastruktur lingkungan menjadi bahan utama di dalam membuat usulan perencanaan. Di Kota Surakarta sendiri, mekanisme pengajuan usulan dimulai dari satuan kelompok masyarakat yang paling rendah yaitu tingkat RT. Dalam hal ini, ketua RT berperan di dalam menghimpun usulan-usulan warga di tingkat RT mengenai program pembangunan apa saja yang dibutuhkan. Kemudian, usulan-usulan tersebut dicatat dalam suatu dokumen yaitu form 1. Selanjutnya form 1 dari setiap RT dibawa ke musyawarah lingkungan di tingkat RW untuk dirangkum dan dipilah berdasarkan bidang pembangunannya, usulan pembangunan infrastruktur lingkungan masuk ke dalam kelompok program infrastruktur. Selanjutnya, ketua RW memilih perwakilan masyarakat di tingkat RW yang nantinya mewakili masyarakat untuk mengikuti musyawarah di tingkat kelurahan, yaitu musrenbangkel. Delegasi yang mewakili masyarakat ini sudah diseleksi menurut bidang-bidang pembahasan musrenbangkel yang tersedia, atau disebut sebagai sidang komisi. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi seperti ini ditemukan di seluruh kelurahan yang ada di Kota Surakarta, sehingga untuk indikator tingkat partisipasi yang pertama yaitu

commit to user

(Sumber Usulan mengenai Program Pembangunan) dapat diketahui bahwa kondisinya sama, yaitu masyarakat yang memiliki kewenangan dalam membuat usulan-usulan program pembangunan. Dengan peran masyarakat sebagai satu- satunya sumber usulan program pembangunan, dapat diketahui pula bahwa indikator tingkat pasrtisipasi ke-2 (Pengetahuan Masyarakat mengenai Program Pembangunan) memiliki kondisi yang juga sama di Kota Surakarta, yaitu masyarakat benar-benar mengetahui program pembangunan yang akan dilaksanakan di lingkungannya.

Selanjutnya, pada saat pelaksanaan musrenbangkel, masyarakat yang tergabung di dalam sidang komisi melakukan musyawarah mengenai program- program apa saja yang akan menjadi prioritas dalam pembangunan pada tahun yang akan datang. Indikator ke- 3 yaitu “Akses masyarakat terhadap keputusan akhir program prioritas” dalam hal ini, ditemukan beberapa kondisi yang berbeda pada kelurahan-kelurahan di Kota Surakarta. Kondisi yang pertama adalah dimana keputusan sidang komisi adalah keputusan yang mutlak, sehingga peserta musrenbangkel di luar sidang komisi hanya dapat menerima apapun keputusan sidang komisi. Kondisi yang ke-2 adalah dimana peserta musrenbangkel lain di luar sidang komisi diberi kesempatan untuk dapat mengajukan pertimbangan terhadap hasil keputusan sidang komisi, namun pada akhirnya pertimbangan tersebut tetap tidak dapat mempengaruhi hasil keputusan sidang komisi. Kemudian kondisi yang ke-3 adalah dimana peserta musrenbangkel lain di luar sidang komisi diberi kesempatan untuk dapat mengajukan pertimbangan terhadap hasil keputusan sidang komisi, untuk kemudian pertimbangan tersebut dibahas kembali bersama-sama sehingga hasil keputusan yang diperoleh merupakan keputusan bersama-sama seluruh peserta musrenbangkel.

Setelah didapatkan keputusan akhir yaitu program-program yang menjadi prioritas dalam pembangunan, program-program prioritas tersebut disusun dalam form IV. Dengan kata lain, form IV ini-lah hasil musrenbangkel yang nantinya akan direalisasikan dalam pembangunan pada tahun berikutnya. Indikator ke-4 (kepastian program usulan akan direalisasikan) ditemukan memiliki kondisi yang tidak sama di kelurahan-kelurahan di Kota Surakarta. Berdasarkan hasil penelitian, di dalam pelaksanaannya, program-program hasil musrenbangkel ini

commit to user

masih berpotensi untuk mengalami perubahan. Pada kondisi yang seharusnya (berdasarkan Perwali Kota Surakarta No. 27 A tahun 2010) , perubahan yang terjadi seharusnya hanya dapat disebabkan oleh keperluan yang mendesak, seperti bencana alam. Namun, pada kenyataannya ada pula program prioritas yang diubah karena selain keperluan mendesak (sengaja diubah).

Kemudian indikator tingkat partisipasi ke-5 (Aktor yang berperan apabila terjadi perubahan dalam usulan) ditemukan memiliki kondisi yang cukup seragam di setiap kelurahan di Kota Surakarta. Berdasarkan hasil penelitian, aktor yang berperan jika terjadi perubahan terhadap hasil musrenbangkel terdiri dari perwakilan masyarakat, Kepala Kelurahan setempat, LPMK dan panitia pembangunan kelurahan (PPK).

Selanjutnya mengenai akses terhadap sumber dana yang ada (indikator ke- 4), masyarakat Kota Surakarta dalam masih memiliki keterbatasan dalam menentukan besarnya dana. Hal tersebut terjadi karena dana yang digunakan adalah Dana Pembangunan Kelurahan (DPK) yang berasal dari APBD Kota Surakarta, sehingga besaran dana yang diperoleh ditentukan oleh Pemkot Surakarta.