73
dilematis serta merupakan sebuah momentum yang paling menggetarkan bagi seorang perempuan seperti Roberta yang sedang dirundung malang atau
penderitaan karena konvensikesepakatan perkawinannya dihancurkan George, mantan suaminya.
“The last time he came I told him be he was free to live with any woman he wanted. All he had to do was sign the divorce agreement. He refused, so I
bribed him by offering him one last stake. Do you know how much it was?” She met Gabriel’s eyes while he sat quietly, attentive
“Twenty-five dollars, she said sadly. He got rid of a wife and three daughters for a measly twenty-five dollars”. hal 164
Pendidikan membuat Roberta menceraikan George yang tidak bertanggung jawab atas komitmennya dalam perkawinan. Sebaliknya minimnya
pendidikan yang diperoleh Grace menjadikannya tidak berdayabersimpuh di kaki Elfred.
4.2 Pendidikan : Akses untuk Mengemban Peran Single-Parent
Anak adalah individugenerasi yang harus disiapkan masa depannya. Masa depan anak itu ditentukan oleh peran orang tua yang melahirkan, mengasuh dan
membesarkan mereka. Pandangan-pandangan tertentu memandang anak sebagai sub-ordinasi sehingga orang tua merasa bahwa perannya harus mendominasi
seluruh kepribadian anak. Anak seyogyanya memiliki hak-hak dasar untuk memperoleh kasih sayang penuh, hak atas sandang pangan sera pendidikan yang
layak. Pandangan konservatif memasung hak-hak anak sehingga tidak
memberikan ruang otonom bagi anak untuk berpikir secara mandiri, berkreasi dalam merajut masa depannya. Roberta Jewett menyadari akan pentingnya masa
74
depan anak-anaknya. Dia selalu melihat putri-putrinya bak mutiara dengan bakat- bakatnya yang terpendam harus dipoles dengan tetap menjaga kebebasan dan
otonominya agar kelak menjadi permata yang menjadi kebanggaan keluarga dan masyarakat.
Komunitas Camden yang “tertutup” memandang anak sebagai individu yang dapat dieksploitasi , dibatasi kebebasannya. Dampak dari semua itu anak
menjadi minderinferior dalam bersosialisasi, overprotektif dan menghambat kreativitas anak. Roberta menyaksikan sendiri perkembangan psychology dan
motorik putrinya Gabriel Farley, Isobel, yang seusia putri bungsunya berada dalam keadaan psikologis yang cukup memprihatinkan sehingga tidak jarang
Roberta harus tampil sebagai “juru kampanye” untuk memberikan pencerahan bagi alamcakrawala berpikir warga Camden dalam mengasuh anak melalui
pendidikan yang memadai. “She’s never had friends, Gabriel. She told us so. Not until my girls came
along, because you always expected her to fill in for her mother on housekeeping duties, do their homework, meet responsibilities first and
foremost. I’ve always thought quite the opposite. Teach children enough to get them by so they can fend for themselves when necessary, but give them
their freedom. After all, they’ll be adults just like that Roberta snapped her fingers and then they’ll have familiar of their own and all the
responsibilities that go along with the,. When they’re children, let them be children. And that’s what Isobel is at our house. That’s why she likes so
much over there”. hal 224
4.3 Pendidikan : Akses untuk Mengapresiasi Seni