Rapat Tahunan Pertama Muhammadiyah

B.6. Rapat Tahunan Pertama Muhammadiyah

Tatkala diselenggarakan rapat tahunan pertama Muhammadiyah, ribuan orang hadir dalam rapat itu tampak Dr. Schrieke duduk di meja pengurus, sementara lima puluhan anggota wanita organisasi ini mengikutinya dari belakang ruangan. Tampak tiga orang utusan dari Summatera yang tampil dengan baju khas mereka. Tampak pula tokoh organisasi yang mewakili cabang Yogyakarta, Kepanjen, Solo, Surabaya, Wonogiri, Srandakan dan Blora. Ikut hadir dalam rapat pertama ini adalah para pejabat dari PPPB dan CMKP, Jong Java cabang Yogya, pengurus pusat PGB, para pejabat PU, SI Yogyakarta, pengurus pusat serikat sekolah guru dan sebagainya.

Ahmad Dahlan membuka rapat dengan sebuah kotbah dan kata sambutan, di mana dia menguraikan tentang Islam dan arti penting Muhammadiyah dalam dunia Islam. Ia mengingatkan pada kisah Adam dan Hawa, pada konflik persaudaraan, dan menjelaskan bahwa tujuan Muhammadiyah adalah untuk menyelesaikan semua sengketa dan membuat semua kelompok Islam saling bergandengan tangan. Ahmad Dahlan menganggap perang Eropa sebagai contoh pelecehan agama, dan ia mengharapkan hal itu tidak terjadi di Jawa, sehingga Jawa tetap selamat. 20

Dari aktivitas organisasi ini pada 1921, Komisaris Djojo Soegito melaporkan bahwa rencana yang telah dipikirkan sebagian telah dilaksanakan, yaitu pendirian sebuah sekolah guru Islam, pemberian bantuan kepada fakir miskin dan anak yatim, pelaksanaan pekerjaan umum menurut model Barat. Setelah itu seorang anggota panitia rapat tahunan menyampaikan bahwa kali ini tidak ada ‘hidangan yang diedarkan karena kekurangan uang kas”. Sebagai gantinya, telah disediakan sebuah buffet, para peserta dapat membeli makanan di sana.

Laporan tahunan dari sekretaris M. Koesni selama 1921 menyebutkan

20 Ibid, 1922.

K .H. Ahmad Dahlan [125] K .H. Ahmad Dahlan [125]

Pada sore hari pertama sebelum rapat dimulai, diadakan demonstrasi kepanduan dan sepakbola bagi para peserta rapat. Pada petang harinya, dilakukan pemilihan pengurus yang baru. Hasil dari pemilihan pengurus adalah sebagai berikut:

H.A. Dahlan sebagai ketua;

- Moh. Koesni sebagai sekretaris; -

R. Ng. Djojo Soegito, K. Fachrodin, M. Mochtar, R.M. Prawirowiworo, M. Abdullah, M. Amadbadar, M. Singgih, R. Darmosewojo dan R. Brahim sebagai anggota pengurus.

Setelah pemilihan pengurus selesai, Djojo Soegito memberikan ceramah tentang sekolah guru bumi putera, yang saat itu bentuknya masih sangat primitif. Ruang kelas perlu diperluas, diharapkan ada bantuan dari orang-orang Islam yang mapan. Mereka akan dimintai dukungan moral atau bahkan keuangan. Kemudian H. Djoelani berbicara tentang kebutuhan seorang dokter. Seorang siswa Muhammadiyah dikirim ke Tasikmalaya untuk dididik menjadi seorang mantri perawat, akan tetapi kondisinya kurang memadai. Rapat memutuskan dengan menyanggupi pemberian bantuan untuk menyediakan seorang dokter sendiri.

Laporan berikutnya disampaikan oleh bendahara. Ia menguraikan sejarah cabang keuangan, dimulai dari sebuah organisasi yang sangat kecil yang saling membantu, kemudian cabang itu tumbuh menjadi cabang yang kuat. Cabang itulah yang kini bernama Takwimudin.

[126] K .H. Ahmad Dahlan

Pada rapat tahunan organisasi Muhammadiyah ini, telah dijelaskan hal yang sangat menarik. Suatu permasalahan penting yang saat itu makin banyak dipertanyakan orang adalah apakah Islam memerlukan pembaharuan. Pertanyaan penting tersebut bisa dianggap sebagai gejala kerohanian yang menarik dalam kehidupan keagamaan di Jawa. Ada suatu kelompok yang menyatakan bahwa “Islam modern tidak lagi bisa dianggap sebagai Islam”, suatu pandangan yang memberikan alasan dan menimbulkan polemik di dunia karena begitu banyak perbedaan pandangan baik Hindia Belanda maupun di tempat lain.

Diharapkan ummat tidak memandang Islam modern sebagai suatu ajaran, seperti telah dijelaskan pada penganut aliran ultra-modern. Sebaliknya ditegaskan bahwa Islam modern bertumpu pada dasar keagamaan dengan unsur-unsurnya yang berkembang. Ajaran agama dalam prakteknya harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri sesuai dengan perubahan zaman, seperti yang ditunjukkan oleh banyak contoh dalam sejarah. Hal ini juga terjadi dengan agama Islam? Tahun-tahun terakhir ini menunjukkan bahwa Islam telah memasuki suatu periode yang menunjukkan modernisme Islam yang sebelumnya tidak pernah diduga. Suatu gejala yang sering disebut orang sebagai kebangkitan Asia, menunjukkan bahwa para pemimpin rakyat berdiri di luar gerakan Islam. Juga di bidang agama beberapa kali muncul tanda- tanda emansipasi, semakin lama semakin jelas di berbagai tempat, yang berlangsung hingga saat itu. Mereka ini tidak saling melakukan kontak, yang membuktikan bagaimana gerakan Islam modern telah menjadi pertanda zaman.

Perbedaan prinsip antara kelompok Islam ortodoks dan modern telah terjadi. Kelompok Islam ortodoks ternyata telah kehilangan kontak langsung dengan Al Qur’an. Islam Ortodoks telah melantunkan ayat- ayatnya namun tidak memahami maknanya. Apa yang digunakan sebagai pedoman adalah kitab-kitab hukum yang berdasarkan pada Qur’an dan contoh Nabi. Sampai tahun 200 kalender Islam, ajaran Islam bertumpu

K .H. Ahmad Dahlan [127] K .H. Ahmad Dahlan [127]

Tipe dari modernisme adalah bahwa mereka bukannya tanpa mau mempertahankan penerimaan kondisi perbudakan lama sebagai kebiasaan yang ada, melainkan akan menyelidikinya, hampir sama dengan Protestanisme yang melakukan penelitian atas Injil. Ini diterapkan dalam berbagai hal dari kehidupan sehari-hari. Suatu contoh, pada 1910, dari kondisi ini kebangkitan agama biasanya berlangsung bersamaan dengan kebangkitan sosial dan ekonomi yang di Sumatra Barat menjadi suatu persoalan. Dalam bersembahyang harus dikatakan apa “tujuan”nya, yang merupakan perumusan dari apa yang dilakukan oleh ummat. Masalah ini banyak dihembuskan. Aliran Syafii menganggap perlu untuk mempertajam tujuan itu. Kelompok modernis menyelidiki bahwa Nabi tidak pernah melakukannya. Apabila orang ingin mencapai tujuan ini, pendukungnya menyatakan, mereka harus mempertajam pikirannya. Namun kelompok modernis melakukan pendekatan. Bila Nabi tidak melakukannya ummat juga tidak perlu melakukannya. Banyak brosur disebarkan yang memuat tentang persoalan ini di mana kelompok modern tetap berpegang pada pandangan itu.

Suatu contoh lain yang diketahui sebagai tindakan yang diberkati adalah membacakan sejarah kelahiran dan kehidupan nabi-nabi pada

21 Bataviaasch Nieuwsblad, tanggal 10 Maret 1922, lembar ke-1. “Moehammadijah”.

[128] K .H. Ahmad Dahlan [128] K .H. Ahmad Dahlan

Juga mengenai sejarah Maulud yang berulang kali muncul dalam sejarah Islam, banyak diperdebatkan. Pada abad XIX muncul konflik di kalangan orang-orang Arab yang tinggal di Jawa. Mereka mempertanyakan apakah mereka itu keturunan Sayid atau bukan Sayid. Selanjutnya kelompok modern tidak mau melakukan penghormatan di tempat-tempat suci. Jadi Islam modernis tidak mau berdoa di makam suci. Mereka juga menolak persaudaraan mistik ummat Islam yang ada di beberapa tempat.