Kyai Haji Ahmad Dahlan Dan Muhammadiyah

F. Kyai Haji Ahmad Dahlan Dan Muhammadiyah

Dakwah yang dilakukan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan menembus batas- batas wilayah yang luas, sehingga dibutuhkan dukungan dan bantuan dari orang lain. Kondisi ini dipahami oleh teman dan muridnya, karena itu

[196] K .H. Ahmad Dahlan [196] K .H. Ahmad Dahlan

Setelah mendapatkan dukungan dan masukan dari berbagai pihak, akhirnya Kyai Haji Ahmad Dahlan mendirikan perkumpulan Muhammadiyah pada 18 November 1912 bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah. Pengurus perkumpulan pertama terdiri dari:

1. Ketib Amin

: Kyai Haji Ahmad Dahlan.

2. Penghulu

: Abdullah Siadj.

3. Ketib Cendana : Haji Ahmad

4. Kebayan

: Haji Muhammad.

5. Carik

: Haji Muhamad Pakih.

6. Haji Abdurahman.

7. Raden Haji Sarkawi.

8. Raden Haji Jelani.

9. Haji Anies (Salam, 1965: 55).

Pada 20 Desember 1912 Kyai Haji Ahmad Dahlan mengajukan rechtpersoon surat permohonan kepada pemerintah agar Muhammadiyah diakui sebagai organisasi berbadan hukum yang diakui oleh pemerintah. Permohonan itu disetujui oleh pemerintah pada 22 Agustus 1914, izin tersebut hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta.

Pemerintah Kolonial Hindia Belanda khawatir dengan aktivitas Muhammadiyah. Kegiatannya harus dibatasi. Untuk menyikapi keputusan pemerintah ini Kyai Haji Ahmad Dahlan menganjurkan memakai para pengurus Muhammadiyah untuk memakai nama lain pada organisasi Muhammadiyah yang ada di luar daerah Yogyakarta. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Almunir di Makasar, Alhidayah di Garut, dan Sidiq, Amanah, Tabligh, Fathonah di Solo.

K .H. Ahmad Dahlan [197]

Muhammadiyah bukan perkumpulan politik, karena itu bidang kegiatannya meliputi bidang keagamaan, pendidikan, dan kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan tujuan organisasi yang meliputi :

1. Mengembalikan dasar kepercayaan umat islam kepada Al Qur’an dan Hadist.

2. Menafsirkan ajaran islam secara modern.

3. Mengamalkan ajaran-ajaran islam dalam kehidupan bermasyarakat.

4. Memperbaharui sistem pendidikan Islam secara modern sesuai dengan kehendak dan tuntutan zaman.

5. Mengitensifkan ajaran-ajaran Islam ke dalam, serta mempergiat usaha dakwah ke luar.

6. Membebaskan manusia dari ikatan-ikatan tradisionalisme, konservatisme, dan formalisme yang membelenggu kehidupan masyarakat Islam sebelumnya.

7. Menegakkan hidup dan kehidupan setiap pribadi, keluarga dan masyarakat islam sesuai tuntutan agama (Salam, 1965: 57-58).

Kehidupan masyarakat yang masih berpegang teguh pada takhayul, bid’ah, dan khurafat, menyulitkan Muhammadiyah sebagai organisasi yang berusaha mengembalikan ajaran-ajaran agama kepada Al Qur’an dan Hadist sulit berkembang. Resistensi masyarakat terhadap Muhammadiyah sangat tinggi, Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagi pimpinan perkumpulan tidak lepas dari hinaan, cacian, bahkan ancaman.

Menyikapi kondisi yang demikian Kyai Haji Ahmad Dahlan mengambil sikap bijak dengan rajin silaturahmi dan memberikan teladan hidup yang baik. Silaturahmi dijadikan media untuk mendiskusikan gagasannya dengan ulama-ulama yang tidak sepaham, sehingga lambat laun tercapai kesepahaman. Secara sosial Kyai ia bersama dengan muridnya, rutin memberikan santunan kepada fakir miskin dan anak yatim dengan benda- benda yang baik. Strategi tersebut berhasil mengurangi pandangan negatif

[198] K .H. Ahmad Dahlan [198] K .H. Ahmad Dahlan

Kyai Haji Ahmad Dahlan menjadikan Muhammadiyah sebagai milik bersama, karena itu harus dikelola dengan cara yang demokratis. Setiap tahun diselenggarakan Algemeene Vergadering (persidangan umum) untuk mengevaluasi kerja pengurus, sekaligus untuk memilih kepengurusan baru. Pada 17 Juni 1920 mengadakan Rapat Anggota Istimewa yang dihadiri oleh lebih kurang 200 anggota dan simpatisan, tujuan dari rapat tersebut adalah membicarakan melebarkan gerakan Muhammadiyah dalam bidang lainnya.

Muhammadiyah dalam gerakan yang dimotori oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan pada awalnya banyak hambatan dan rintangan yang harus dilalui. Gagasan pendirian Muhammadiyah juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Organisasi ini bisa dikatakan bentuk reformasi pembaharu Islam yang ada pada waktu itu. Anggapan bahwa sebuah organisasi baru yang tidak berkiblat pada pakem atau kebiasaan dalam sebuah perkumpulan Islam sebelumnya. Banyak hal yang di tentang atau diartikan meluruskan ajaran Islam yang dilakukan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan sehingga sering berbenturan dengan pikah lain.

Sinkretiseme Organisasi Muhammadiyah yang di bentuk oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan adalah mewujudkan perpaduan antara masyarakat Islam yang agamis juga intelek. Cara berfikirnya yang kontroversial dengan ulama setempat tidak membuatnya surut untuk mengembangkan Muhammadiyah. Justru hal itu ia gunakan sebagai cambuk untuk lebih bersemangat dalam membangun organisasi yang dirintisnya. Ada motto yang populer yang sering diucapkannya “Muhammadiyah iku yen dijiwit dadi kulit, yen dicethot dadi otot” yang maksudnya Muhammadiyah itu bila disakiti tambah bangkit, bila dimusuhi tambah tangguh (Harisucipto : 2010, 157).

Langkah yang ditempuh dalam pembentukan Muhammadiyah pada saat itu oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan sangat tepat melihat kondisi masyarakat yang diselimuti oleh kemunduran dan kegamangan yang didesak oleh misionaris ajaran Kristen di masa kolonial Belanda. Pendirian Kyai Haji Ahmad Dahlan mengenai pentingnya organisasi bagi pelaksanaan dakwah

K .H. Ahmad Dahlan [199] K .H. Ahmad Dahlan [199]

Pendidikan sebagai ujung tombak dalam pencerahan dan penyadaran masyarakat pada era kolonialisme sebagai angin segar untuk memberikan perubahan. Langkah yang dilakukan Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam Organisasi Muhammadiyah memberikan pengajaran kepada kaum muda yang nantinya bisa dijadikan sebagai gethoktular untuk memberikan bekal mencerdaskan masyarakat. Dengan mendidik para calon guru dan pamong praja diharapkan dengan segera akan memperluas gagasannya, karena mereka akan mempunyai pengaruh luas di tengah lingkungan masyarakatnya.

Sejak berdirinya, Muhammadiyah bukan merupakan partai politik, namun sepanjang sejarah hidup dan perjuangannya Muhammadiyah selalu ikut serta membela kepentingan agama, bangsa dan tanah air. Misalnhya seperti “guru ordonantie” yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Muhammadiyah bersama organisasi politik lainnya seperti SI dan PNI menentang kebijakan tersebut hingga akhirnya pemerintah Hindia Belanda membebaskan para mubaligh dan ordonantie guru tersebut dicabut.

Gerakan Muhammadiyah yang digaungkan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan memiliki ciri dan bentuk pergerakan tersendiri pada zaman kolonialisme Hindia Belanda. Ia sangat menentang penjajahan yang dilakukan oleh Belanda namun di sisi lain Kyai Haji Ahmad Dahlan sangat terbuka dan tidak menunjukkan sikap antipati bahkan selalu membuka diri untuk mengadopsi sesuatu yang dianggap baik dari Barat demi kemajuan bangsa.

Konsistensi Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam mendirikan lembaga- lembaga pendidikan sebagai bentuk implementasi untuk membaur dalam politik etis yang di bentuk oleh pemerintah kolonial yang bersifat diskriminatif. Kebutuhan masyarkat akan pentingnya pendidikan yang tidak bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat pada waktu itu menumbuhkan semangat dari Kyai Haji Ahmad Dahlan untuk memberikan pelayanan

[200] K .H. Ahmad Dahlan [200] K .H. Ahmad Dahlan

Muhammadiyah sebagai organisasi dan gerakan sosial keagamaan yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan merupakan gerakan yang bersifat tajdid (reformasi, pembaharuan pemikiran Islam) yang di kontekstualisasikan dengan kondisi sosial dan budaya Jawa dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Perkembangan Muhammadiyah sebagai sabagai wujud reformasi masyarakat Islam bisa diterima masyarakat dan berkembang sangat pesat. Orentasi pengembangan pendidikan yang dijadikan sebagai pondasi pergerakan berkembang kebidang sosial yang lain seiring semakin besar dan meluasnya organisasi Muhammadiyah pada saat itu.

Wilayah ijtihad dan tajdid Muhammadiyah sejak awal sebenarnya selalu berfokus pada persolan historitas kemanusiaan, yang sekaligus juga menyentuh pada persoalan kebangsaan dan keummatan. Pengentasan kemiskinan melalui jalur pendidikan dan pelayanan kesehatan merupakan persoalan keummatan yang kongkrit dan otentik. Sosok Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagai man of action. He made history for his work than his words bersama dengan murid-muridnya memecahkan problem kronis ummat dengan mendirikan sekolah, rumah sakit, panti yatim dan rumah miskin.