HUTAN SIṂSAPĀ

IV. HUTAN SIṂSAPĀ

31 (1) Hutan Siṃsapā Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Kosambī di sebuah

Hutan Siṃsapā. Kemudian Sang Bhagavā mengambil sedikit daun siṃsapā dengan tangan-Nya dan berkata kepada para bhikkhu: “Ba- gaimana menurut kalian, para bhikkhu, manakah yang lebih banyak: sedikit daun siṃsapā yang Ku-ambil ini atau daun siṃsapā di hutan di atas kepala?” [438]

“Yang Mulia, daun siṃsapā yang Bhagavā ambil dalam tangan-Nya adalah sedikit, tetapi daun siṃsapā di hutan di atas kepala adalah ban- yak.”

“Demikian pula, para bhikkhu, hal-hal yang secara langsung Ku- ketahui tetapi tidak Ku-ajarkan kepada kalian adalah banyak, sedang- kan hal-hal yang Ku-ajarkan kepada kalian adalah sedikit. Dan menga- pakah, para bhikkhu, Aku tidak mengajarkan banyak hal itu? Karena hal-hal itu adalah tidak bermanfaat, tidak berhubungan dengan dasar- dasar kehidupan suci, dan tidak menuntun menuju kejijikan, menuju kebosanan, menuju lenyapnya, menuju kedamaian, menuju pengeta- huan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna. Oleh karena itu Aku tidak mengajarkannya.

“Dan apakah, para bhikkhu, yang telah Ku-ajarkan? Aku telah men- gajarkan: ‘Ini adalah penderitaan’; Aku telah mengajarkan: ‘Ini adalah

asal-mula penderitaan’; Aku telah mengajarkan: ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’; Aku telah mengajarkan: ‘Ini adalah jalan menuju lenyap- nya penderitaan.’ Dan mengapakah, para bhikkhu, Aku mengajarkan ini? Karena ini bermanfaat, berhubungan dengan dasar-dasar kehidu- pan suci, dan menuntun menuju kejijikan, menuju kebosanan, menuju lenyapnya, menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menu- ju pencerahan, menuju Nibbāna. Oleh karena itu Aku telah mengajar- kannya.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, suatu usaha harus dikerahkan un- tuk memahami: ‘Ini adalah penderitaan.’ … Suatu usaha harus diker- ahkan untuk memahami: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderi- taan.’”

56. Saccasaṃyutta (2027)

32 (2) Akasia “Para bhikkhu, jika seseorang berkata seperti ini: ‘Tanpa menembus

kebenaran mulia penderitaan sebagaimana adanya, tanpa menembus kebenaran mulia asal-mula penderitaan sebagaimana adanya, tanpa menembus kebenaran mulia lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya, tanpa menembus kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya, Aku akan sepenuhnya mengakhiri penderitaan’ – ini adalah tidak mungkin.

Seperti halnya, para bhikkhu, jika seseorang berkata seperti ini: ‘Setelah membuat keranjang dari daun akasia atau daun cemara atau daun ceri, 391

[439] aku akan membawa air atau buah kelapa,’ 392 ini ada- lah tidak mungkin; demikian pula, jika seseorang berkata seperti ini:

‘Tanpa menembus kebenaran mulia penderitaan sebagaimana adanya … aku akan sepenuhnya mengakhiri penderitaan’ – ini adalah tidak mungkin.

“Tetapi, para bhikkhu, jika seseorang berkata seperti ini: ‘Setelah menembus kebenaran mulia penderitaan sebagaimana adanya, sete- lah menembus kebenaran mulia asal-mula penderitaan sebagaimana adanya, setelah menembus kebenaran mulia lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya, setelah menembus kebenaran mulia jalan menu- ju lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya, aku akan sepenuhnya mengakhiri penderitaan’ – ini adalah mungkin.

Seperti halnya, para bhikkhu, jika seseorang berkata seperti ini: ‘Setelah membuat keranjang dari daun teratai atau daun kino atau daun

māluva, 393 aku akan membawa air atau buah kelapa,’ ini adalah mungkin; demikian pula, jika seseorang berkata seperti ini: ‘Setelah

menembus kebenaran mulia penderitaan sebagaimana adanya … aku akan sepenuhnya mengakhiri penderitaan’ – ini adalah mungkin.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, suatu usaha harus dikerahkan un- tuk memahami: ‘Ini adalah penderitaan.’ … Suatu usaha harus diker- ahkan untuk memahami: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderi- taan.’”

33 (3) Tongkat Kayu “Para bhikkhu, seperti halnya sebatang tongkat kayu yang dilempar-

(2028) V: Buku Besar (Mahāvagga) kan ke atas akan jatuh kadang-kadang dengan ujung bawah terlebih

dulu, kadang-kadang dengan ujung atas terlebih dulu, demikian pula ketika makhluk-makhluk mengembara dengan dirintangi oleh ke- bodohan dan terbelenggu oleh keinginan, kadang-kadang mereka pergi dari alam ini ke alam lain, kadang-kadang mereka datang dari alam lain ke alam ini. 394 Karena alasan apakah? Karena mereka belum melihat Empat Kebenaran Mulia. Apakah empat ini? Kebenaran mulia penderitaan … kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan. [440]

“Oleh karena itu, para bhikkhu, suatu usaha harus dikerahkan un- tuk memahami: ‘Ini adalah penderitaan.’ … Suatu usaha harus diker- ahkan untuk memahami: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderi- taan.’”

34 (4) Pakaian “Para bhikkhu, jika pakaian atau kepala seseorang terbakar, apakah

yang harus dilakukan terhadapnya?” “Yang Mulia, jika pakaian atau kepala seseorang terbakar, untuk memadamkan api di pakaian dan kepalanya ia harus mengerahkan keinginan yang luar biasa, mengerahkan usaha yang luar biasa, mem- bangkitkan semangat dan antusiasme, gigih, dan mengerahkan perha- tian dan pemahaman jernih.” 395

“Para bhikkhu, ia boleh saja melihat dengan seimbang pada pakaian atau kepalanya yang terbakar, tidak memperhatikannya, tetapi selama ia belum menembus Empat Kebenaran Mulia sebagaimana adanya, un- tuk menembusnya maka ia harus mengerahkan keinginan yang luar biasa, mengerahkan usaha yang luar biasa, membangkitkan semangat dan antusiasme, gigih, dan mengerahkan perhatian dan pemahaman jernih. Apakah empat ini? Kebenaran mulia penderitaan … Kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, suatu usaha harus dikerahkan un- tuk memahami: ‘Ini adalah penderitaan.’ … Suatu usaha harus diker- ahkan untuk memahami: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderi- taan.’”

56. Saccasaṃyutta (2029)

35 (5) Seratus Tombak “Para bhikkhu, misalkan ada seseorang dengan umur kehidupan sera-

tus tahun, yang hidup selama seratus tahun. Seseorang akan berkata kepadanya: ‘Marilah, Tuan, di pagi hari mereka akan menusukmu den- gan seratus tombak; di siang hari mereka akan menusukmu dengan se- ratus tombak; di malam hari mereka akan menusukmu dengan seratus tombak. 396 Dan engkau, Tuan, dengan ditusuk hari demi hari dengan tiga ratus tombak, akan hidup selama seratus tahun; dan kemudian, setelah seratus tahun berlalu, engkau akan menembus Empat Kebe- naran Mulia, yang belum engkau tembus sebelumnya.’ [441]

“Adalah selayaknya, para bhikkhu, bagi orang itu yang mengingink- an kebaikannya untuk menerima tawaran itu. Karena alasan apakah? Karena saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat diketahui; titik awal tidak terlihat dengan tusukan tombak, tusukan pedang, potongan ka- pak. Dan walaupun begitu, para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bah- wa penembusan Empat Kebenaran Mulia disertai dengan penderitaan atau ketidaksenangan. Sebaliknya, penembusan Empat Kebenaran Mulia disertai hanya dengan kebahagiaan dan kegembiraan. Apakah empat ini? Kebenaran mulia penderitaan … Kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, suatu usaha harus dikerahkan un- tuk memahami: ‘Ini adalah penderitaan.’ … Suatu usaha harus diker- ahkan untuk memahami: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderi- taan.’”

36 (6) Binatang-binatang “Para bhikkhu misalkan seseorang memotong rumput, kayu, dahan,

dan dedaunan yang ada di seluruh Jambudīpa ini dan mengumpul- kannya menjadi satu tumpukan. Setelah melakukan itu ia menembak binatang besar di samudera dengan potongan kayu besar, binatang berukuran menengah dengan potongan kayu berukuran menengah,

dan binatang kecil dengan potongan kayu kecil. Tetap saja, para bhik- khu, binatang-binatang besar di samudera tidak akan habis bahkan setelah semua rumput, kayu, dahan, dan dedaunan di Jambudipa telah habis digunakan. Binatang-binatang kecil di samudera yang tidak mu-

(2030) V: Buku Besar (Mahāvagga) dah ditembak dengan potongan kayu berjumlah lebih banyak dari ini.

karena alasan apakah? [442] karena kecilnya ukuran tubuh mereka. “Begitu luas, para bihkkhu, alam sengsara itu. Orang yang sempur- na dalam pandangan, terbebas dari alam sengsara yang luas, mema- hami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah penderitaan’ … ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’

“Oleh karena itu, para bhikkhu, suatu usaha harus dikerahkan un- tuk memahami: ‘Ini adalah penderitaan.’ … Suatu usaha harus diker- ahkan untuk memahami: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderi- taan.’”

37 (1) Matahari (1) “Para bhikkhu, ini adalah pelopor dan perintis terbitnya matahari,

yaitu, fajar. Demikian pula, para bhikkhu, bagi seorang bhikkhu, ini adalah pelopor dan perintis bagi penembusan Empat Kebenaran Mulia sebagaimana adanya, yaitu, pandangan benar. Dapat diharapkan bah- wa seorang bhikkhu dengan pandangan benar 397 akan memahami se- bagaimana adanya: ‘Ini adalah penderitaan’ … ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’

“Oleh karena itu, para bhikkhu, suatu usaha harus dikerahkan un- tuk memahami: ‘Ini adalah penderitaan.’ … Suatu usaha harus diker- ahkan untuk memahami: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderi- taan.’”

38 (8) Matahari (2) “Para bhikkhu, selama matahari dan rembulan belum muncul di dun-

ia, maka selama itu tidak ada cahaya dan sinar, tetapi kegelapan yang membutakan menyelimuti, kegelapan pekat; selama itu pula siang dan malam tidak terlihat, bulan dan dua-mingguan tidak terlihat, musim dan tahun tidak terlihat.

“Tetapi, para bhikkhu, ketika matahari dan rembulan muncul di dunia, maka ada cahaya dan sinar; [443] tidak ada kegelapan yang membutakan, tidak ada kegelapan pekat, bulan dan dua-mingguan terlihat, musim dan tahun terlihat.

“Demikian pula, para bhikkhu, selama Sang Tathāgata belum mun-

56. Saccasaṃyutta (2031) cul di dunia, seorang Arahanta, seorang Yang Tercerahkan Sempurna,

maka selama itu tidak ada cahaya dan sinar, kemudian kegelapan yang membutakan menyelimuti, kegelapan pekat; selama itu pula tidak ada pembabaran, ajaran, pernyataan, pengokohan, pengungkapan, anali- sa, atau penjelasan tentang Empat Kebenaran Mulia.

“Tetapi, para bhikkhu, ketika Sang Tathāgata muncul di dunia, se- orang Arahanta, seorang Yang Tercerahkan Sempurna, maka ada ca- haya dan sinar, tidak ada kegelapan yang membutakan menyelimuti, tidak ada kegelapan pekat; selama itu pula ada pembabaran, ajaran, pernyataan, pengokohan, pengungkapan, analisa, atau penjelasan

tentang Empat Kebenaran Mulia. Apakah empat ini? Kebenaran mulia penderitaan … kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, suatu usaha harus dikerahkan un- tuk memahami: ‘Ini adalah penderitaan.’ … Suatu usaha harus diker- ahkan untuk memahami: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderi- taan.’”

39 (9) Pilar Indra “Para bhikkhu, para petapa atau brahmana yang tidak memahami se-

bagaimana adanya ‘Ini adalah penderitaan’ … ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan’ – mereka menatap wajah petapa atau brah- mana lainnya, dengan berpikir: ‘Yang Mulia ini tentu adalah seorang yang sungguh mengetahui, yang sungguh melihat.’

“Misalkan, para bhikkhu, seberkas kapas wol atau kapuk, ringan, tertiup angin, jatuh di atas tanah yang datar. [444] Angin dari timur akan meniupnya ke barat; angin barat akan meniupnya ke timur; an- gin utara akan meniupnya ke selatan; angin selatan akan meniupnya ke utara. Karena alasan apakah? Karena ringannya berkas itu.

“Demikian pula, para bhikkhu, para petapa atau brahmana itu yang tidak memahami sebagaimana adanya ‘Ini adalah penderitaan’ … ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan’ – mereka menatap wa- jah petapa atau brahmana lainnya, dengan berpikir: ‘Yang Mulia ini tentu adalah seorang yang sungguh mengetahui, yang sungguh meli- hat.’ Karena alasan apakah? Karena mereka belum melihat Empat Ke- benaran Mulia.

“Tetapi, para bhikkhu, para petapa atau brahmana yang mema-

(2032) V: Buku Besar (Mahāvagga) hami sebagaimana adanya ‘Ini adalah penderitaan’ … ‘Ini adalah jalan

menuju lenyapnya penderitaan’ – mereka tidak menatap wajah petapa atau brahmana lainnya, dengan berpikir: ‘Yang Mulia ini tentu adalah seorang yang sungguh mengetahui, yang sungguh melihat.’

“Misalkan, para bhikkhu, terdapat pilar besi atau pilar Indra 398 den- gan dasar yang dalam, tertanam dengan kuat, tidak bergerak, tidak goyah, bahkan jika anging kencang bertiup – apakah dari timur, barat, utara, atau selatan – pilar itu tidak akan berguncang, bergoyang, atau bergetar. Karena alasan apakah? Karena pilar itu memiliki dasar yang dalam dan tertanam dengan kuat.

“Demikian pula, para bhikkhu, para petapa atau brahmana yang memahami sebagaimana adanya ‘Ini adalah penderitaan’ … ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan’ – mereka tidak menatap wajah petapa atau brahmana lainnya, dengan berpikir: ‘Yang Mulia ini tentu adalah seorang yang sungguh mengetahui, yang sungguh melihat.’ Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, mereka telah dengan jelas melihat Empat Kebenaran Mulia. Apakah empat ini? [445] Kebe- naran mulia penderitaan … kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, suatu usaha harus dikerahkan un- tuk memahami: ‘Ini adalah penderitaan.’ … Suatu usaha harus diker- ahkan untuk memahami: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderi- taan.’”

40 (10) Mengajak Berdebat “Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memahami sebagaimana adanya:

‘Ini adalah penderitaan’ … ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderi- taan,’ dan kemudian seorang petapa atau brahmana datang – apakah dari timur, barat, utara, atau selatan – mengajak berdebat, menantang untuk berdebat, dengan berpikir: ‘Aku akan membantah pendapat- nya,’ tidaklah mungkin ia dapat membuat bhikkhu itu goyah, bergun- cang atau gemetar.

“Misalkan, para bhikkhu, 399 terdapat tiang batu dengan panjang enam belas yard: bagian sepanjang delapan yard tertanam di dalam tanah, dan bagian sepanjang delapan yard berada di atas tanah. Bah- kan jika angin kencang bertiup – apakah dari timur, barat, utara, atau

56. Saccasaṃyutta (2033) selatan – tiang itu tidak akan bergoyang, berguncang, atau gemetar.

Karena alasan apakah? Karena tiang itu memiliki dasar yang dalam dan tertanam dengan kokoh.

“Demikian pula, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memahami se- bagaimana adanya: ‘Ini adalah penderitaan’ … ‘Ini adalah jalan menu-

ju lenyapnya penderitaan,’ [446] dan kemudian seorang petapa atau brahmana datang … Adalah tidak mungkin ia dapat membuat bhikkhu itu goyah, berguncang atau gemetar. Karena alasan apakah? Karena ia telah dengan jelas melihat Empat Kebenaran Mulia. Apakah empat ini? Kebenaran mulia penderitaan … kebenaran mulia jalan menuju leny-

apnya penderitaan. “Oleh karena itu, para bhikkhu, suatu usaha harus dikerahkan un- tuk memahami: ‘Ini adalah penderitaan.’ … Suatu usaha harus diker- ahkan untuk memahami: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderi- taan.’”