ARUS KEBAJIKAN

IV. ARUS KEBAJIKAN

31 (1) Arus Kebajikan (1) Di Sāvatthī, “Para bhikkhu, terdapat empat arus kebajikan, arus ber-

manfaat, makanan kebahagiaan. Apakah empat ini? “Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia memiliki keyakinan kuat dalam Sang Buddha sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah … guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā.’ Ini adalah arus pertama, arus bermanfaat, makanan kebahagiaan.

“Kemudian, para bhikkhu, seorang siswa mulia memiliki keyakinan kuat dalam Dhamma sebagai berikut: ‘Dhamma telah dibabarkan den- gan baik oleh Sang Bhagavā … untuk dialami secara pribadi oleh para bijaksana.’ Ini adalah arus jasa ke dua….

“Kemudian, para bhikkhu, seorang siswa mulia memiliki keyakinan kuat dalam Saṅgha sebagai berikut: ‘Saṅgha siswa Sang Bhagavā mem- praktikkan jalan yang baik … lahan menanam jasa yang tiada banding- nya di dunia.’ Ini adalah arus jasa ke tiga….

“Kemudian, para bhikkhu, seorang siswa mulia memiliki moralitas yang disenangi para mulia, tidak rusak … menuntun menuju konsen- trasi. Ini adalah arus jasa ke empat….

“Ini adalah empat arus Kebajikan, arus yang bermanfaat, makanan kebahagiaan.”

55. Sotāpattisaṃyutta (1985)

32 (2) Arus Kebajikan (2). “Para bhikkhu, terdapat empat arus kebajikan, arus bermanfaat, ma-

kanan kebahagiaan. Apakah empat ini? ( Seperti di atas untuk tiga yang pertama, yang ke empat sebagai berikut:) [392] “Kemudian, para bhikkhu, seorang siswa mulia berdiam di rumah dengan pikiran tanpa kekikiran, dermawan, bertangan terbuka, gem- bira dalam pelepasan, seorang yang tekun dalam kedermawanan, gem- bira dalam memberi dan berbagi. Ini adalah arus jasa ke empat.

“Ini adalah empat arus kebajikan, arus yang bermanfaat, makanan kebahagiaan.”

33 (3) Arus Kebajikan (3) “Para bhikkhu, terdapat empat arus kebajikan, arus bermanfaat, ma-

kanan kebahagiaan. Apakah empat ini? ( Seperti §31, dengan yang ke empat sebagai berikut:) “Kemudian, para bhikkhu, seorang siswa mulia adalah bijaksana,

ia memiliki kebijaksanaan yang terarah pada muncul dan lenyapnya, yang mulia dan bersifat menembus, menuntun menuju kehancuran to- tal penderitaan. Ini adalah arus jasa ke empat….

“Ini adalah empat arus kebajikan, arus yang bermanfaat, makanan kebahagiaan.”

34 (4) Lintasan Surgawi (1) Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, ada empat lintasan surgawi para deva un-

tuk pemurnian makhluk-makhluk yang belum dimurnikan, untuk me- nyucikan makhluk-makhluk yang belum disucikan. 353 Apakah empat ini?

“Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia memiliki keyakinan kuat dalam Sang Buddha sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah … guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā.’ Ini adalah lintasan pertama para deva…. [393]

“Kemudian, para bhikkhu, seorang siswa mulia memiliki keyakinan kuat dalam Dhamma … dalam Saṅgha…. Ia memiliki moralitas yang

(1986) V: Buku Besar (Mahāvagga) disenangi para mulia, tidak rusak … menuntun menuju konsentrasi.

Ini adalah lintasan ke empat para deva…. “Ini adalah empat lintasan surgawi para deva untuk pemur- nian makhluk-makhluk yang belum dimurnikan, untuk menyucikan makhluk-makhluk yang belum disucikan.”

35 (5) Lintasan Surgawi (2) “Para bhikkhu, ada empat lintasan surgawi para deva untuk pemur-

nian makhluk-makhluk yang belum dimurnikan, untuk menyucikan makhluk-makhluk yang belum disucikan. Apakah empat ini? 354

“Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia memiliki keyakinan kuat dalam Sang Buddha sebagai berikut … Ia merenungkan sebagai beri- kut: ‘Apakah lintasan para deva?’ Ia memahami sebagai berikut: ‘Aku telah mendengar bahwa pada masa sekarang ini para deva menganut tanpa-penindasan adalah sesuatu yang luhur, dan aku tidak menindas siapa pun. Aku tentu saja berdiam dengan memiliki satu dari lintasan surgawi.’ Ini adalah lintasan pertama para deva….

“Kemudian, para bhikkhu, seorang siswa mulia memiliki keyakinan kuat dalam Dhamma … dalam Saṅgha…. “Kemudian, para bhikkhu, seorang siswa mulia memiliki moralitas yang disenangi para mulia, tidak rusak … menuntun menuju konsen- trasi. Ia merenungkan sebagai berikut: ‘Apakah lintasan para deva?’ Ia memahami sebagai berikut: ‘Aku telah mendengar bahwa pada masa sekarang ini para deva menganut tanpa-penindasan adalah sesuatu yang luhur, dan aku tidak menindas siapa pun. Aku tentu saja berdiam dengan memiliki satu dari lintasan surgawi.’ Ini [394] adalah lintasan keempat para deva….

“Ini adalah empat lintasan surgawi para deva untuk pemur- nian makhluk-makhluk yang belum dimurnikan, untuk menyucikan makhluk-makhluk yang belum disucikan.”

36 (6) Menyerupai Para Deva “Para bhikkhu, ketika seorang siswa mulia memiliki empat hal, para

deva bersukacita dan membicarakan kemiripannya [dengan mereka]. 355 Apakah empat ini?

55. Sotāpattisaṃyutta (1987) “Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia memiliki keyakinan

kuat dalam Sang Buddha sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah … guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā.’ Bagi para devatā yang meninggal dunia di sini [di alam manusia] dan terlahir kembali di sana [di alam surga] yang memiliki keyakinan kuat dalam Sang Buddha, pemikiran ini muncul: ‘Karena siswa mulia itu memiliki keyakinan kuat dalam Sang Buddha yang sama seperti yang kami mi- liki ketika kami meninggal dunia dari sana dan terlahir kembali di sini, maka ia akan datang 356 ke hadapan para deva.’

“Kemudian, para bhikkhu, seorang siswa mulia memiliki keyakinan kuat dalam Dhamma … dalam Saṅgha…. Ia memiliki moralitas yang disenangi para mulia, tidak rusak … mendukung konsentrasi. Bagi para devatā yang meninggal dunia di sini [di alam manusia] dan ter- lahir kembali di sana [di alam surga] yang memiliki moralitas yang

disenangi para mulia, pemikiran ini muncul: ‘Karena siswa mulia itu memiliki moralitas yang disenangi para mulia dengan jenis yang sama yang disenangi seperti yang kami miliki ketika kami meninggal dunia dari sana dan terlahir kembali di sini, maka ia akan datang ke hadapan para deva.’

“Ketika, para bhikkhu, seorang siswa mulia memiliki empat hal ini, para deva bersukacita dan membicarakan kemiripannya [dengan mer- eka].” [395]

37 (7) Mahānāma Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di antara penduduk

Sakya di Kapilavatthu di Taman Nigrodha. Kemudian Mahānāma orang Sakya mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Yang Mulia, bagaimanakah yang disebut seorang umat awam?” “Ketika, Mahānāma, seseorang telah berlindung pada Sang Buddha,

Dhamma, dan Saṅgha, maka ia adalah seorang umat awam.” “Bagaimanakah, Yang Mulia, seorang umat awam yang sempurna

dalam moralitas?” “Ketika, Mahānāma, seorang umat awam menghindari dari pem- bunuhan, dari tindakan mengambil apa yang tidak diberikan, dari hubungan seksual yang salah, dari ucapan salah, dan dari anggur,

(1988) V: Buku Besar (Mahāvagga) minuman keras, dan memabukkan yang mengakibatkan kelengahan,

maka umat awam itu sempurna dalam moralitas.” “Bagaimanakah, Yang Mulia, seorang umat awam yang sempurna dalam keyakinan?” “Di sini, Mahānāma, seorang umat awam adalah seorang yang berkeyakinan. Ia menempatkan keyakinan dalam pencerahan Sang Tathāgata sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah … guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā.’ Dengan cara inilah seorang umat awam sempurna dalam keyakinan.”

“Bagaimanakah, Yang Mulia, seorang umat awam yang sempurna dalam kedermawanan?” “Di sini, Mahānāma, seorang umat awam berdiam di rumah den- gan pikiran yang hampa dari noda kekikiran, dermawan, bertangan terbuka, gembira dalam melepaskan, seorang yang tekun dalam ked- ermawanan, gembira dalam memberi dan berbagi. Dengan cara itulah seorang umat awam sempurna dalam kedermawanan.”

“Bagaimanakah, Yang Mulia, seorang umat awam sempurna dalam kebijaksanaan?” “Di sini, Mahānāma, seorang umat awam adalah bijaksana, ia memi- liki kebijaksanaan yang terarah pada muncul dan lenyapnya, yang mulia dan bersifat menembus, menuntun menuju kehancuran total penderitaan. Dengan cara itulah seorang umat awam sempurna dalam kebijaksanaan.” [396]

38 (8) Hujan “Para bhikkhu, bagaikan, ketika hujan lebat yang turun di puncak gu-

nung, air mengalir sepanjang lereng dan mengisi celah, selokan, dan sungai-sungai kecil; air dari celah, selokan, dan sungai-sungai kecil ini mengisi kolam; mengisi danau; mengisi anak-sungai; mengisi sungai; dan mengisi samudera raya; demikian pula, pada seorang siswa mu- lia, hal-hal ini – keyakinan kuat dalam Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha, dan moralitas yang disenangi para mulia – mengalir, setelah melampaui, hal-hal itu menuntun menuju hancurnya noda-noda.” 357

55. Sotāpattisaṃyutta (1989)

39 (9) Kāḷigodhā Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di antara penduduk

Sakya di Kapilavatthu di Taman Nigrodha. Kemudian, pada suatu pagi, Sang Bhagavā merapikan jubah dan membawa mangkuk dan jubah-

Nya, pergi ke kediaman Kāḷigodha seorang nyonya Sakya, di mana Be- liau duduk di tempat yang telah tersedia. Kemudian Kāḷigodhā, nyonya Sakya, mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Godhā, seorang siswa mulia perempuan yang memiliki empat hal adalah seorang pemasuk-arus, tidak mungkin lagi terlahir di alam ren- dah, pasti dalam takdir, dengan pencerahan sebagai tujuannya. Apak-

ah empat ini? “Di sini, Godhā, seorang siswa mulia perempuan memiliki keyakinan

kuat dalam Sang Buddha sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah … guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā.’ Ia memiliki keyakinan kuat dalam Dhamma … dalam Saṅgha…. [397] Ia berdiam di rumah dengan pikiran yang hampa dari noda kekikiran, dermawan, bertangan terbuka, gembira dalam melepaskan, seorang yang tekun dalam kedermawanan, gembira dalam memberi dan berbagi.

“Seorang siswa mulia perempuan, Godhā, yang memiliki empat hal adalah seorang pemasuk-arus, tidak mungkin lagi terlahir di alam ren- dah, pasti dalam takdir, dengan pencerahan sebagai tujuannya.”

“Yang Mulia, sehubungan dengan empat faktor memasuki-arus yang diajarkan oleh Sang Bhagavā, hal-hal ini ada dalam diriku, dan aku hidup selaras dengan hal-hal tersebut. Karena, Yang Mulia, aku memiliki keyakinan kuat dalam Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Terlebih lagi, apa pun yang ada pada keluargaku yang layak diberikan,

semuanya kubagikan dengan terang-terangan kepada mereka yang bajik dan berkarakter baik.”

“Suatu keuntungan bagimu, Godhā! Sungguh suatu keuntungan bagimu, Godhā! Engkau baru saja menyatakan buah memasuki-arus.”

40 (10) Nandiya Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di antara penduduk

Sakya di Kapilavatthu di Taman Nigrodha. Kemudian Nandiya orang

(1990) V: Buku Besar (Mahāvagga) Sakya mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau,

duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Yang Mulia, ketika empat faktor memasuki-arus sepenuhnya tidak ada dalam diri seorang siswa mulia, apakah siswa mulia itu adalah se- orang yang berdiam dengan lengah?”

“Nandiya, Aku katakan bahwa seseorang yang dalam dirinya keem- pat faktor memasuki-arus sepenuhnya tidak ada adalah ‘orang luar, se-

orang yang berada dalam kelompok kaum duniawi.’ 358 Tetapi, Nandiya, sehubungan dengan bagaimana seorang siswa mulia adalah seorang

yang berdiam dengan lengah dan seorang yang berdiam dengan tekun, dengarkan dan perhatikanlah, Aku akan menjelaskan.” [398]

“Baik, Yang Mulia,” Nandiya orang Sakya menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: “Dan bagaimanakah, Nandiya, seorang siswa mulia yang adalah se- orang yang berdiam dengan lengah? Di sini, Nandiya, seorang siswa

mulia memiliki keyakinan kuat dalam Sang Buddha sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah … guru para deva dan manusia, Yang Tercer- ahkan, Sang Bhagavā.’ Puas dengan keyakinan kuat dalam Sang Bud- dha itu, ia tidak berusaha lebih lanjut dalam kesunyian siang hari juga tidak dalam keterasingan malam hari. Ketika ia berdiam dengan len- gah demikian, maka tidak ada kegembiraan. 359 Ketika tidak ada kegem- biraan, maka tidak ada sukacita. Ketika tidak ada sukacita maka tidak ada ketenangan. Ketika tidak ada ketenangan, maka ia berdiam dalam penderitaan. Pikiran yang menderita tidak akan terkonsentrasi. Ke- tika pikiran tidak terkonsentrasi, fenomena-fenomena tidak teramati. Karena fenomena-fenomena tidak teramati, maka ia dikenal sebagai ‘seorang yang berdiam dengan lengah.’

“Kemudian, Nandiya, seorang siswa mulia memiliki keyakinan kuat dalam Dhamma … dalam Saṅgha…. Ia memiliki moralitas yang dis- enangi para mulia, tidak rusak … menuntun menuju konsentrasi. Puas dengan moralitas yang disenangi para mulia itu, ia tidak berusaha lebih lanjut dalam kesunyian siang hari juga tidak dalam keterasingan malam hari. Ketika ia berdiam dengan lengah demikian, maka tidak ada kegembiraan…. Karena fenomena-fenomena tidak teramati, maka ia dikenal sebagai ‘seorang yang berdiam dengan lengah.’

“Dengan cara inilah, Nandiya, bahwa seorang siswa mulia adalah

55. Sotāpattisaṃyutta (1991) “Dan bagaimanakah, Nandiya, seorang siswa mulia yang adalah se-

orang yang berdiam dengan tekun? Di sini, Nandiya, seorang siswa mu- lia memiliki keyakinan kuat dalam Sang Buddha sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah … guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā.’ Tidak puas dengan keyakinan kuat dalam Sang Buddha itu, ia berusaha lebih lanjut dalam kesunyian siang hari juga dalam keterasingan malam hari. Ketika ia berdiam dengan tekun demikian, maka kegembiraan muncul. Ketika ia gembira, maka sukacita muncul. Ketika pikiran terangkat oleh sukacita maka jasmani menjadi ten- ang. Seseorang yang tenang dalam jasmani mengalami kebahagiaan. Pikiran dari seseorang yang berbahagia menjadi terkonsentrasi. Ke- tika pikiran terkonsentrasi, fenomena-fenomena teramati. Karena fenomena-fenomena teramati, maka ia dikenal sebagai ‘seorang yang berdiam dengan tekun.’ [399]

“Kemudian, Nandiya, seorang siswa mulia memiliki keyakinan kuat dalam Dhamma … dalam Saṅgha…. Ia memiliki moralitas yang disenangi para mulia, tidak rusak … menuntun menuju konsentrasi.

Tidak puas dengan moralitas yang disenangi para mulia itu, ia beru- saha lebih lanjut dalam kesunyian siang hari juga dalam keterasingan malam hari. Ketika ia berdiam dengan tekun demikian, maka kegembi- raan muncul…. Karena fenomena-fenomena teramati, maka ia dikenal sebagai ‘seorang yang berdiam dengan tekun.’

“Dengan cara inilah, Nandiya, bahwa seorang siswa mulia adalah seorang yang berdiam dengan tekun.”