Teori ini dikemukan oleh Georgopoulus 1975 yang disebut path goal theory. Menurutnya performance adalah fungsi dari facilitating
process dan inhibiting process. Prinsip dasarnya adalah kalau seseorang melihat bahwa performance yang tinggi itu merupakan jalur path
untuk memuaskan needs goal tertentu, maka ia akan berbuat mengikuti jalur tersebut sebagai fungsi dari level of needs yang
bersangkutan. Kesimpulan dari teori ini bahwa performance kerja itu adalah
fungsi dari motivasi untuk berproduksi dengan level tertentu. Motivasinya ditentukan kebutuhan yang mendasari tujuan yang
bersangkutan dan merupakan alat instrumentality dan tingkah laku produktif itu terhadap tujuan yang diinginkan As’ad, 1991: 57.
2. AttribusiExpectancy Theory
Pertama kali dikemukakan oleh Heider 1958, pendekatan teori atribusi ini mengenai performance kerja dirumuskan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Teori Attribusi P = M x A
Sumber : Psikologi Industri, As’ad, 1991: 58 Keterangan :
P = Performance M = Motivation
A = Ability
Konsep ini akhirnya menjadi sangat popular dan sering sekali dikutip oleh ahli-ahli lainnya seperti Maier 1965, Lawler dan Porter
1967, dan Vroom 1964. Berpijak dari formula di atas, menurut teori performance adalah hasil interaksi antara motivation dan ability
kemampuan dasar. Atas dasar ini Vroom 1964 menyarankan agar karyawan yang akan ditraining, haruslah orang yang bermotivasi tinggi,
sedangkan karyawan yang perlu dimotivasi adalah mereka yang berability tinggi As’ad, 1991: 58.
2.4.3 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seseorang manajer atau pimpinan. Kegiatan penilaian ini penting,
karena dapat digunakan untuk memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang
kinerja mereka. Penilaian prestasi kerja performance appraisal adalah proses oleh organisasi untuk mengevaluasi atau menilai presstasi kerja
karyawan. Penilaian prestasi kerja yang dilaksanakan dengan baik dan tertib maka akan dapat membantu meningkatkan motivasi kerja dan
loyalitas organisasional dari karyawan Samsudin, 2006: 159. Hal ini tentu saja akan menguntungkan organisasi yang bersangkutan. Paling tidak
para karyawan akan mengetahui sampai dimana dan bagaimana prestasi
kerjanya dinilai oleh atasan atau tim penilai. Kelebihan dan kekurangan yang ada dapat menjadi motivasi bagi kemajuan-kemajuan mereka pada
masa yang akan datang. Penilaian kinerja diperlukan untuk menentukan tingkat kontribusi
individu atau tingkat kinerja individu. Tiga perangkat kinerja yang paling popular untuk menilai kinerja, yaitu Robbins, 1996: 259:
a. Hasil tugas individu, dengan menggunakan hasil tugas, maka
seseorang pimpinan dapat menilai tinggi rendah kinerja pegawainya. b.
Perilaku, dalam hal ini perilaku adalah kesegaran seseorang karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya.
c. Ciri, dalam hal ini cirri adalah sikap baik, percaya diri, kooperatif,
dapat diandalkan dalam melaksanakan pekerjaannya.
2.4.4 Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Para pimpinan organisasi sangan menyadari adanya perbedaan kinerja antara karyawan yang satu dengan karyawan yang alainnya, yang
berada di bawah pengawasannya. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individual dan situasi kerja
As’ad, 1991: 49. Menurut Gibson dalam Srimulyo, 1999: 39 ada tiga perangkat
variabel yang memperngaruhi perilaku dan kinerja, seperti: 1.
Variabel individual, meliputi kemampuan, ketrampilan, keliarga, dan umur.