Faktor – Faktor Manusia Bermasyarakat Jenis Partisipasi Masyarakat

1. Kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu 2. Rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi 3. Kesetiaan pada suatu sistem tindakan utama bersama 4. Adanya sistem tindakan utama yang bersifat swasembada Sedangkan cara terbentuknya masyrakat menurut Cholil 1997:12 dapat dibagi dalam : 1. Masyarakat Paksaan, missal : Negara 2. Masyarakat Merdeka, terdiri dari : a. Masyarakat terjadi dengan sendiri, missal : menonton pertandingan b. Masyrakat kultur, missal : Koperasi

2.2.10. Faktor – Faktor Manusia Bermasyarakat

Faktor – faktor yang mendorong manusia bermasyarakat menurut Cholil 1997:12 dapat dibagi dalam : 1. Hasrat Sosial Adalah merupakan hasrat untuk menghubungkan dirinya dengan individu lainnya atau kelompok. 2. Hasrat Meniru Adalah hasrat untuk menyatakan secara diam – diam atau terang – terangan sebagian dari salah satu gejala atau tindakan. 3. Hasrat Berjuang Dapat dilihat adanya persaingan mengalahkan lawan. 4. Hasrat Bergaul Hasrat untuk bergabung dengan orang – orang atau kelompok tertentu. Missal : Organisasi, Club, dan lain – lain. 5. Hasrat Untuk Memberitahukan Hasrat untuk menyampaikan perasaaan – perasaan kepada orang lain. Biasanya disampaikan dengan suara, bintang jasa, dan bertujuan untuk menciptakan hubungan dengan orang lain. 6. Hasrat Untuk Mendapat Kebebasan Yaitu hasrat untuk menghindarkan diri dari tekanan atau pembatasan. 7. Hasrat Seksual Hasrat adanya untuk mengembangkan keturunan. 8. Hasrat bersatu adanya kenyataan bahwa manusia itu adalah makhluk lemah, maka dari itu mencari kekuatan bersama, sehingga mereka belindung bersama – sama. 9. Adanya kesamaan keturunan, keyakinan, dan sebagainya.

2.2.11. Jenis Partisipasi Masyarakat

Menurut Mubyarto 1998:126 dalam pelaksanaan berbagai program di desa, partisipasi dapat terwujud berkat adanya beberapa jenis partisipasi sebagai berikut : 1. Partisipasi Pendapat Sumbangan pikiran Yang dimaksud partisipasi pendapat sumbangan pikiran adalah sumbangan yang diberikan masyarakat dalam bentuk pikiran atau saran menyangkut suatu kegiatan yang dilakukan di desa. 2. Partisipasi Tenaga Yang dimaksud partisipasi tenaga adalah partisipasi masyarakat dalam kegiatan desa yang diwujudkan dalam bentuk sumbangan tenaga kerja. Partisipasi tenaga kerja di desa sejauh ini masih dijiwai oleh mental gotong royong yang telah berakar dalam jiwa masyarakat. Kendati tenaga kerja di desa masih belum sebaik yang dibutuhkan namun secara nyata merupakan potensi yang dapat dikerahkan untuk membantu berbagai kegiatan pembangunan. 2.2.12.Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Degue DBD Menurut Kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Sidoarjo Ika Harnasti, yang dimaksud Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD adalah suatu kegiatan pemutusan hubungan dengan tujuan membunuh vector baik larva atau jentik sampai nyamuk dewasa yang menyebabkan penyakit Demam Berdarah. Sedangkan yang dimaksud Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN DBD dalam Kepmenkes No.581 Tahun 1986 adalah seluruh kegiatan masyarakat bersama pemerintah yang dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah dan menanggulangi penyakit DBD. 2.2.13.Kebijakan Publik Menurut R. Nugroho 2003 : 51, kebijakan publik adalah penggerak seluruh kehidupan bersama, seluruh organisasi, baik Pemerintahan, bisnis, maupun nirlaba, di setiap Negara. Menurut Dye dalam Alisjahbana 2004 : 3, kebijakan publik adalah suatu upaya untuk mengetahui apa sesungguhnya yang dilakukan oleh pemerintah, kenapa mereka melakukan hal itu, dan apa yang menyebabkan mereka melakukan secara berbeda-beda. Ciri-ciri kebijakan publik menurut Wahab 2002 : 6 yaitu : a. Merupakan rangkaian keputusan politik. b. Melibatkan seorang aktor politik dan atau sekelompok lain. c. Sebagai proses pemilihan tujuan dan sarana untuk mencapainya. d. Berlangsung dalam situasi tertentu. e. Ada dalam lingkup atau batas-batas kekuasaaan para aktor. Menurut Anderson dalam Tangkilisan 2003 : 2, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat- pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan publik itu yaitu : a. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan. b. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah. c. Kebijakan publik merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan. d. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa. Dari beberapa pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehudupan masyarakat. Menurut Winarno 2004 : 28-30, proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan public membagi proses- proses penyusunan kebijakan public ke dalam beberapa tahap, antara lain : 1. Tahap Penyusunan Agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda public. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahan untuk masalah tesebut ditunda untuk waktu yang lama. 2. Tahap Formulasi Kebijakan Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik. 3. Tahap Adopsi Kebijakan Dari sekian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan ari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan. 4. Tahap Implementasi Kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. 5. Tahap Evaluasi Kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasikan untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Oleh karena itu, ditentukan ukuran- ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan. Kemudian jika didasarkan pada pendapat Van Mater dan Van Horn, serta Edward III dalam Joko Widodo 2001:197, diidentifikasikan variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan dalam implementasi kebijakan antara lain adalah : 1. Standart dan Tujuan Dalam setiap kebijakan publik, standart dan tujuaqn harus senantiasa dicantumkan dengan jelas pada tiap – tiap program, karena dengan jelasnya standart dan tujuan tadi, maka akan dengan mudah untuk melaksanakan kebijakan tadi, begitu pula sebaliknya. Penetapan standart dan tujuan tersebut dapat berupa suatu peraturan, garis petunjuk program, yang didalamnya juga terdapat kriteriamya untuk kepentingan evaluasi suatu kebijakan. 2. Komunikasi Supaya kebijakan publik tadi dapat tercapai secara efektif, maka apa yang menjadi standart dan tujuan tadi harus dipahami oleh idividu – individu dan implementors yang bertanggung jawab atas pencapaian tujuan dan standart tadi, oleh karenanya perlu dikomunikasikan kepada pelaksana tadi secara konsisten dan seragam dari berbagai sumber informasi. Komunikasi kebijakan mencakup dimensi transformasi transmission, kejelasan clarity, dan konsistensi consistency. Dimensi transmisi menghendaki agar kebijakan publik disampaikan tidak hanya saja kepada pelaksana implementors, tetapi kepada kelompok sasaran kebijakan, dan pihak lain yang berkepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan publik tadi. Dimensi kejelasan menghendaki agar kebijakan yang ditransmisikan kepada pelaksana dapat diterima dengan jelas, sehingga mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, dan sasaran serta substansi dari kebijakan publik tersebut. 3. Sumber Daya Sumber – sumber penting dalam implementasi kebijakan yang dimaksud antara lain mencakup : a. Staf Dalam konteks ini seriap staf harus memiliki keahlian dan kemamapuan untuk melaksanakan tugas, anjuran, perintah dari atasan pimpinan. Selain itu jumlah staf yang dibutuhkan dan keahliannya juga harus sesuai dengan tugas pekerjaan yang ditanganinya. b. Dana Diperlukan untuk membiayai implementasi kebijakan. c. Informasi Informasi yang relevan dan cukup dalam bagaimana cara pengimplementasian kebijakan sangat diperlukan, karena para pelaksana tidak melakukan kesalahan. d. Kewenangan Diperlukan untuk menjamin dan meyakinkan bahwa kebijakan yang akan dilaksanakan adalah sesuai dengan yang mereka kehendaki. e. Fasilitas Merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi antara lain gedung, tanah, dan sarana yang kesemuanya akan memudahkan dalam memmberi pelayanan dalam implementasi kebijakan. 4. Disposisi Disposisi dalam implementasi kebijakan publik ini diartikan sebagai kecenderungan, keinginan, atau kesepakatan para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan. Implementasi kebijakan ini jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, maka pelaksana tidak hanya harus memahami apa yang harus dilakukan dan harus mempunyai kemampuan untuk melakukan saja, tetapi juga mempunyai kemauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut. 5. Struktur Birokrasi Struktur birokrasi adalah menyangkut masalah standart prosedur operasi yang akan memudahkan dan menyeragamkan tindakan dari para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan apa yang menadi tugasnya. Struktur birokrasi ini mencakup struktur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit – unit organisasi, dan hubungan antara organisasi dengan organisasi lain atau luar. 6. Pendekatan Kontrol Diri Sendiri Pendekatan ini didasarkan pada lemahnya kontrol eksternal yang disampaikan kepadanya. Pendekatan ini juga menegaskan bahwa oleh karena kurangnya pembatasan, dalam bentuk birokrat harus melayani publik, namun mereka sering sendiri dalam posisi yang menentukan bagaimana mereka melakukan, maka kontrol Pendekatan ini didasarkan pada lemahnya kontrol eksternal yang disampaikan kepadanya. Pendekatan ini juga menegaskan bahwa oleh karena kurangnya pembatasan, dalam bentuk birokrat harus melayani publik, namun mereka sering sendiri dalam posisi yang menentukan bagaimana mereka melakukan, maka kontrol kerja lebih bersifat politis dalam mencapai apa yang menjadi tujuan kontrol.

2.2.14. Demam Berdarah Dengue DBD