Hasil penelitian dan pembahasan

mengetahui distribusi penggunaan lahan di Kabupaten Karo berdasarkan rumah tangga pertanian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel. 4.4. Luas penggunaan lahan sawah dan lahan kering menurut kecamatan tahun 2011 No Kecamatan Luas Lahan Ha Jumlah Ha Sawah Kering 1 Mardinding 2.362 24.349 26.711 2 Laubaleng 2.800 22.460 25.260 3 Tigabinanga 627 15.411 16.038 4 Juhar 1.666 20.190 21.856 5 Munte 1.511 11.053 12.564 6 Kutabuluh 20 19.550 19.570 7 Payung 676 4.048 4.724 8 Tiganderket 324 8.352 8.676 9 Simpang Empat 15 9.333 9.348 10 Naman Teran 159 8.623 8.782 11 Merdeka 60 4.357 4.417 12 Kabanjahe - 4.465 4.465 13 Berastagi 195 2.855 3.050 14 Tigapanah 265 18.419 18.684 15 Dolat Rayat - 3.225 3.225 16 Merek 451 12.100 12.551 17 Barusjahe 935 11.869 12.804 Jumlah 12.066 200.659 212.725 Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo, 2011 Dari Tabel 4.4. dapat diketahui bahwa penggunaan lahan di Kabupaten Karo didominasi oleh penggunaan lahan kering berupa perladangan dengan perkebunan seluas 106.997 Ha atau 50,29 dari luas wilayah, selanjutnya diikuti oleh kawasan hutan seluas 64.609 Ha atau 30,37 dari luas wilayah. Luas penggunaan lahan di Kabupaten Karo adalah 212.725 Ha, terdiri dari lahan sawah dengan luas 12.066 Ha 5,67 dan lahan kering seluas 200.659 94,32.

4.2. Hasil penelitian dan pembahasan

Penelitian ini akan membahas tentang analisis kelayakan usaha pada usaha tani integrasi dan non integrasi yang berada di lokasi penelitian yaitu daerah Universitas Sumatera Utara Kabanjahe, Barusjahe, Simpang Empat dan Tiga Panah. Adapun analisis kelayakan usaha yang dilakukan adalah analisis teknis pada usaha tani integrasi dan non integrasi, analisis lingkungan dan analisis sosial. 4.2.1. Analisis Teknis pada Usaha Tani Integrasi dan Non Integrasi Analisis teknis pada usaha tani integrasi dilakukan pada usaha ternak dan budidaya jeruk. Analisis teknis adalah analisis kelayakan usaha yang dinilai berdasarkan teknis di lapangan dibandingkan dengan standar teknis yang telah ditentukan, di dalam penelitian ini teknis yang ada di lapangan di bandingkan berdasarkan petunjuk teknis dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan 2007. Adapun analisis perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 4.5. Perbandingan antara teknis di lapangan dan menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan ternak pada usaha tani integrasi Maret 2012 – Februari 2013 Kriteria Menurut PPPP Pelaksanaan di Lapangan Keses uaian Jenis MikroKecilMenengah Mikro sampai kecil 100 Letak lokasi Tersedia air, dekat dengan sumber pakan, terjangkau, areal dapat diperluas. Tersedia air, dekat dengan sumber pakan, terjangkau, areal dapat diperluas. 100 Keadaan kandang ternak pembuangan limbah Keadaan sesuai dgn PPPP 2007. pembuangan limbah belum memadai. 10 Pakan Ternak Pakan ternak terdiri atas hijauan, konsentrat dan vitamin. Pakan yang diberikan hanya jenis hijauan saja 5 Ketersediaan Sarana dan Prasarana Terdapat sarana dan prasarana yang mendukung Alat yang digunakan masih relatif sederhana 100 Sanitasi Keadaan kandang bersih Keadaan kandang sudah layak untuk ternak 40 Sumber : Lampiran 19 diolah Menurut UU No 20 Tahun 2008 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 4.5. dapat diketahui bahwa secara umum usaha tani yang mengintegrasikan antara budidaya jeruk dan sapi di daerah penelitian masih tergolong kedalam usaha tani mulai dari skala usaha mikro sampai dengan usaha kecil. Pembuatan kriteria ini berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2008 Pasal 6 yang menyatakan bahwa : 1 Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. 2 Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 dua milyar lima ratus juta rupiah. Selanjutnya adalah kriteria berdasarkan lokasi, bahwa lokasi usaha tani integrasi dengan pusat pasar adalah relative dekat karena berdasarkan pengamatan di lapangan jarak antara lokasi kegiatan pertanian dengan pusat pasar adalah dapat di tempuh dengan jarak 10-30 menit. Hal ini membukt ikan bahwa jika dilihat dari lokasi maka jarak telah memenuhi kriteria. Selanjutnya adalah ketersediaan air bagi hewan, untuk pakan dan membersihkan kandang berdasarkan pengamatan di lapangan pada umumnya telah sesuai karena petani yang melakukan kegiatan Universitas Sumatera Utara usaha tani telah membangun sumur untuk kebutuhan ternak dan untuk membersihkan kadang. Pakan ternak yang seharusnya diberikan bagi sapi seharusnya terdiri atas konsentrat dan pakan hijauan. Berdasarkan hasil penelitian dari 40 sampel yang diuji hanya 2 sampel petani yang menggunakan konsentrat pada ternak sapinya, hal ini dapat mengakibatkan lambannya pertumbuhan bobot tubuh dari sapi karena kekurangan asupan nutrisi yang dibutuhkan oleh sapi. Pemberian pakan hijauan yang berasal dari lahan tanaman jeruk pada usaha tani integrasi tentu dikhwatirkan dapat mengakibatkan keracunan bagi ternak. Untuk mengantisipasi hal ini berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1. Petani yang mengintegrasikan tanaman dan ternak sapinya tidak menggunakan herbisida untuk mengurangi populasi rumput disekitarnya. 2. Apabila telah dilakukan penyemprotan insektisida dan fungisida petani tidak memberi langsung pakan hijauan dari lingkungan yang tercemar insektisida dan fungisida, biasanya petani menunggu setelah 3 hari. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa tenyata belum pernah dijumpai adanya kasus keracunan hewan ternak di daerah penelitian. Ketersediaan sarana dan prasarana yang ada di lokasi penelitian telah sesuai dengan SOP yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan 2007 yang menyatakan bahwa dalam usaha ternak sapi telah terdapat alat-alat yang memadai untuk kegiatan ternak tersebut seperti sekop, sapu lidi, cangkul dan lain sebagainya. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan Universitas Sumatera Utara bahwa adapun sarana dan prasarana yang tersedia di lapangan adalah sebagai berikut : Tabel 4.6. Komparasi prasarana dan peralatan yang digunakanpada usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo, luas 1 Ha Maret 2012 – Februari 2013 Prasaranadan Peralatan Satuan Jumlah Integrasi Non Integrasi Pagar Ha 1 1 Bak air Unit 1 1 Gubuk Unit 1 1 Sorong beko Unit 1 1 Cangkul Unit 3 3 Hand Sprayer Unit 1 1 Power Sprayer Unit 1 1 Mesin Babat Unit 1 1 Gunting Jeruk Unit 3 3 Garu Unit 1 1 Sekop Unit 1 1 Parang Unit 3 3 Tenda Unit 1 1 Kandang Ternak Unit 1 Sumber : Lampiran 3 dan 4. Berdasarkan Tabel 4.6. dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana yang ada di lapangan sudah mendukung untuk kegiatan integrasi antara usaha penggemukan sapi maupun budidaya tanaman jeruk terutama untuk skala mikro. Mengenai adanya penambahan untuk mengaplikasikan teknologi yang lebih canggih pada usaha penggemukan dan budidaya tanaman jeruk belum dibutuhkan oleh petani di daerah penelitian. Hal ini dikarenakan oleh petani akan mengeluarkan cost yang lebih besar lagi sehingga dikhawatirkan akan dapat mengurangi keuntungan dari para petani. Berdasarkan pengamatan dapat diketahui perbandingan antara syarat berdasarkan kriteria yang dikeluarkan oleh PPPP 2007 dengan yang ada di Universitas Sumatera Utara lapangan. Adapun perbandingan antara kriteria yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan 2007 dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut : Tabel 4.7. Perbandingan antara SOP PPPP 2007 dengan kandang ternak sapi yang ada di lapangan Hal yang dinilai Kriteria Di Lapangan Kesesuaian Letak bangunan Permukaan yang lebih tinggi dari sekelilingnya, limbah tersalur dengan baik Masih terdapat kandang yang sama rata dengan tanah di sekelilingnya 40 Konstruksi Kontruksi kuat, tidak lembab, terdapat pembuagan kotoran Kontruksi bangunan pada umunya sudah layak 100 Kerangka Terbuat dari besi, beton, kayu, bambu Terbuat dari kayu yang kuat dan bambu 100 Atap Ketinggian atap 2,5-3,5 meter, tidak bocor Ketinggian atap 3,5 meter 100 Dinding Jarak antar sekat 40-50 cm Jarak antar sekat 50-70 cm 100 Ukuran kandang individu 1,5 x 1m dan 1,5 x 2 m Kandang digunakan untuk perkelompok sapi yaitu dengan ukuran 1,5 x 2 m 100 Sumber : Lampiran 19 diolah Berdasarkan Tabel 4.7. bahwa secara umum kandang untuk penggemukan sapi telah sesuai dengan SOP, namun perlu dilakukan perbaikan pada letak bangunan karena masih ada kandang yang letaknya tidak lebih tinggi dari pada dataran yang berada di sekelilingnya. Untuk itu perlu dilakukan penanganan dengan membuat saluran air disekeliling kandang agar bila terjadi hujan lebat kandang tidak tergenang air. Sedangkan pada budidaya jeruk disesuaikan dengan Standar Prosedur Operasional SPO jeruk siam madu yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Peternakan, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Karo 2006. Untuk membandingkan kesesuaian lingkungan tumbuh antara tanaman jeruk dengan lokasi penelitian dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 4.8. Perbandingan antara kesesuaian lingkungan tumbuh jeruk dengan keadaan lingkungan tumbuh di Kabupaten Karo Hal yang dinilai Syarat Tumbuh Optimal Keadaan di Kabupaten Karo Keterangan Suhu optimal 25-30°C 15-26°C Sesuai Ketinggian tempat 600-2000 mdpl Kabanjahe 800-1300 mdpl Tiga Panah 850-1300 mdpl Barusjahe 1175-1500mdpl Simpang Empat 850-1450 mdpl Sesuai Kelembaban udara 70-80 89 Sesuai Kemiringan 0-30° 0-40 Sesuai Keadaan tanah Subur Subur Sesuai Drainase Tidak terjadi genangan air Tidak Tegenang Sesuai Sumber : SPO Jeruk Siam Madu Karo, 2006 Berdasarkan Tabel 4.8. dapat diketahui bahwa menurut ketinggian tempat, kelembaban udara, kemiringan, keadaan tanah dan drainase di daerah penelitian telah mendukung untuk perkembangan dan pertumbuhan tanaman jeruk. Bahwa salah satu indikatornya adalah keadaan tanah yang subur, yang dimaksud dengan Subur dalam Musa, dkk 2006 adalah tanah yang mampu menyediakan unsur hara tanaman yang esensial dalam bentuk tersedia dan dalam perimbangan yang baik serta bebas dari zat-zat yang bersifat meracun bagi tanaman. Untuk melihat kegiatan budidaya yang dilakukan di daerah penelitian telah sesuai dengan SPO yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan Universitas Sumatera Utara dan Perkebunan di Kabupaten Karo 2006. Adapun hasil perbandingan antara Usaha Integrasi, Non Integrasi dan menurut SPO tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 4.9. Komparasi beberapa kriteria budidaya di daerah penelitian dengan SPO pada usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo Maret 2012 – Februari 2013, Luas 1 ha Kegiatan Budidaya Integrasi kgha Non Integrasi kgha SPO kgha Dosis Pupuk -Urea 358 475 920 -SP-36 360 406 520 -ZA 267 358 1.840 -Kiserit - 103 260 -ZK - - 960 -Dolomit 1.024 922 1.840 -Pupuk kandang 11.798 12.450 80.000 Pengendalian HPT dan OPT - Dosis Herbisida lha - 4 - - Dosis Insektisida lha 34 36 - - Dosis Fungisida lha 34 37 - Produksi 20.289 17.852 32.000 Pendapatan Rp 115.890.768 101.970.624 182.784.000 Sumber : Data diolah dari lampiran 3, lampiran 4 dan lampiran 9 Berdasarkan Tabel 4.9. dapat diketahui bahwa produksi yang dihasilkan pada usaha tani integrasi dan non integrasi lebih rendah jika dibandingkan dengan SPO. Hal ini dapat terjadi karena tanah masih kekurangan unsur hara, dapat dilihat bahwa pupuk SP-36, ZA, dan pupuk kandang yang diaplikasikan kepada tanaman masih belum dapat mencukupi kebutuhan tanaman. Pada hal jika tanaman diaplikasikan pupuk sesuai dengan prosedur SPO yang telah ditetapkan maka seharusnya petani dapat memproduksi 32 tonha jeruk, hal ini menunjukkan bahwa di daerah penelitian ini seharusnya potensi usaha tani integrasi masih bertambah sebesar 12 tonha sedangkan non integrasi bertambah sebesar 15 tonha. Universitas Sumatera Utara

4.2.2. Analisis kesesuaian lingkungan pada usaha tani integrasi dan non integrasi

Untuk mengetahui apakah kegiatan usahatani Integrasi dan Non Integrasi di daerah penelitian telah memenuhi kriteria pertanian yang ramah terhadap lingkungan maka keadaan lingkungan di lapangan dibandingkan dengan kriteria pertanian yang ramah lingkungan yaitu bebas dari cemaran residu pestisida kimia Sumarno 2000, dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut : Tabel 4.10. Komparasi penggunaan pestisida potensi merusak lingkungan antara integrasi, non integrasi di Kabupaten Karo ha, Maret 2012 – Februari 2013 No Uraian Komponen Integrasi Non Integrasi 1 Jumlah Insektisida Sintetik yang digunakan ltr 34 36 2 Jumlah Fungisida kg 34 37 3 Jumlah Herbisida ltr - 4 4 Jumlah Penyemprotan Insektisida dan Fungisida dalam setahun kali 33 36 5 Frekuensi Penyemprotan Insektisida dan Fungisida dalam setiap …. Hari sekali 11 10 6 Frekuensi Penyemprotan Herbisida dalam setahun kali - 2 7 Dosis Penggunaan Insektisida ccltr 1,25 1,25 8 Dosis Penggunaan Fungisida gramltr 1,25 1,25 9 10 Dosis Penggunaan Herbisida ccltr Asumsi jumlah air semprot setiap aplikasi per hektar ltr - 800 5 800 sumber : Lampiran 3 dan 4 diolah Berdasarkan Tabel 4.10. dapat diketahui bahwa frekuensi penyemprotan pada usaha non integrasi lebih rapat dibanding dengan usaha integrasi yaitu setiap 10 hari dan setiap 11 hari. Sedangkan dosis insektisida maupun fungisida yang digunakan masing-masing 1,25 ccltr air, sedangkan dosis anjuran secara umum adalah 1 ccltr air hal ini sangat berpotensi merusak lingkungan terutama Universitas Sumatera Utara ekosistem pada usaha non integrasi. Konsep Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman OPT di dalam SPO 2006 adalah mengacu kepada Pengendalian Hama Terpadu PHT, dimana penggunaan pestisida sintetik adalah langkah pengendalian terakhir setelah pengendalian non pestisida dilakukan. Hal ini dilakukan supaya lingkungan ekosistem pertanian tidak rusak pengendalian ramah lingkungan. Indikator bebas cemaran residu pestisida kimia lingkungan pada daerah penelitian kurang memenuhi syarat tersebut, ini dapat terjadi karena kekurang tahuan oleh masyarakat petani dari dampak lingkungan yang akan diakibatkan, yang mana penggunaan bahan-bahan kimia sintetik dianggap sebagai jalan pintas agar masalah dapat terselesaikan. Penggunaan pestisida yang diaplikasi pada tanaman dilakukan kurang lebih 3 kali dalam satu bulan, ini dilakukan untuk meminimalisir akibat yang ditimbulkan oleh lalat buah karena akhir-akhir ini kegiatan pertanaman jeruk di Kabupaten Karo sedang mengalami beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut adalah kemunculan lalat buah. Lalat Bactocera spp. telah menjadi ancaman bagi petani yang berada di Kabupaten Karo, untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan beberapa cara pengendalian. Menurut SPO Dinas Pertanian Karo 2006 tentang prosedur pengendalian lalat buah yaitu sebagai berikut : 1. Lakukan pengamatan terhadap OPT secara berkala seminggu sekali terutama sejak masa buah muda. 2. Mengamati gejala serangan hama lalat buah pada permukaan kulit buah yang terdapat bintik bekas tusukan dan daging buah yang menjadi busuk, akibatnya buah tidak dapat dipanen kerena rusak atau gugur. Universitas Sumatera Utara Sedangkan tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan sanitasi lingkungan, menggunakan tanaman perangkap, melakukan pengasapan secara terus menerus selama tiga hari. Cara selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan membungkus buah jeruk dengan kantong plastik, penggunaan perangkap antraktan, pemanfaatan musuh alami seperti parasitoid Famili braconidae; biosterses Sp. dan opius Sp. dan predator semut, laba-laba, dan kumbang.

4.2.3. Analisis sosial pada usaha tani integrasi dan non integrasi

Berdasarkan hasil pengamatan pada penelitian dapat diketahui bahwa Usaha Integrasi dan non Integrasi pada saat penelitian ini berlangsung menimbulkan dampak sosial yang positif bagi masyarakat yang berada disekitar lahan antara lain terbukanya kesempatan atau lowongan kerja bagi masyarakat, hasil pertanian yang berupa tanaman jeruk dan daging sapi dapat digunakan untuk meningkatkan nilai gizi bagi masyarakat, karena dengan menjual hasil pertanian dari daerah penelitian dapat memenuhi kebutuhan buah jeruk dan kebutuhan daging untuk masayarakat provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan pengamatan selama penelitian tidak pernah ditemukan adanya selisih paham antara masyarakat dan petani yang melakukan kegiatan usaha tani dengan pola integrasi maupun non integrasi. Hal ini menunjukkan bahwa usaha tani yang berada di daerah penelitian telah layak secara sosial untuk dijalankan.Analisis sosial dapat dilihat berdasarkan Net Benefit dari usaha integrasi maupun non integrasi dalam memberi kontribusi lapangan kerja baru, hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 4.11. Komparasi usaha tani pola integrasi dan non integrasi dalam kontribusi lapangan kerja baru di Kabupaten Karo ha, Maret 2012- Februari 2013 No Uraian Integrasi Non Integrasi 1 Net Benefit Rp 108.504.564 54.261.905 2 Upah Tenaga Kerja di Lokasi Penelitian - Pria RpOH - Wanita RpOH 60.000 50.000 60.000 50.000 3 Potensi Lapangan Kerja - Pria OH - Wanita OH 1.808 2.170 904 1.085 Sumber : Lampiran 3 dan 4 diolah Berdasarkan Tabel 4.11. dapat diketahui bahwa potensi penciptaan lapangan kerja pada usaha integrasi lebih besar dari pada usaha non integrasi yaitu masing-masing 1.808 OH bagi tenaga kerja pria dan 2.170 OH bagi tenaga kerja wanita sedangkan usaha non integrasi adalah sebanyak 904 OH bagi tenaga kerja pria dan 1.085 OH bagi tenaga kerja wanita dengan asumsi seluruh Net Benefit digunakan untuk lapangan kerja baru. Perbedaan ini disebabkan karena volume usaha integrasi lebih besar dari pada usaha non integrasi.

4.2.4. Aspek kelayakan finansial

Aspek kelayakan finansial usaha integrasi antara jeruk dengan sapi ataupun non integrasi perlu diperhitungkan untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan tersebut telah layak secara finansial ataukah belum layak. Pengukuran kelayakan usaha berdasarkan aspek finansial mutlak dibutuhkan untuk melihat bagaimana prospek usaha tersebut kedepannya dan upaya pengembangan usaha yang dapat dilakukan. Universitas Sumatera Utara Analisis aspek finansial dilihat berdasarkan hasil perhitungan RC, perolehan keuntungan, persentase keuntungan, perhitungan arus masuk penerimaan dan pengeluaran. a Analisis finansial biaya usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo Analisis finansial pada biaya antara integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo adalah di lihat berdasarkan penerimaan total, total biaya, biaya tetap, biaya tidak tetap, keuntungan, persentase keuntungan, dan RC, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel. 4.12 Komparasi analisis finansial pada usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo ha : Maret 2012 - Februari 2013 No. Komponen Integrasi Rp Non Integrasi Rp 1 Penerimaan Total TR 217.468.068 101.970.624 2 Total Biaya TC 108.963.504 47.708.715 - Biaya Tetap Rp 3.275.127 2.911.222 - Biaya Tidak Tetap Rp 105.688.377 44.797.493 3 Keuntungan Rp 108.504.564 54.261.905 4 Persentase Keuntungan 99,58 113,74 5 RC ratio 2,00 2,13 Sumber : Lampiran 3 dan 4 Berdasarkan Tabel 4.12. dapat diketahui bahwa keuntungan yang diperoleh dari penerimaan total hasil usaha integrasi sebesar Rp.108.504.564 sedangkan pada non integrasi adalah sebesar Rp. 54.261.905,- dengan perolehan persentase keuntungan pada usaha integrasi 99,58 sedangkan non integrasi adalah sebesar 113,74 , hal ini disebabkan oleh karena volume usaha integrasi lebih besar dari pada non integrasi. Sedangkan biaya tidak tetap Rp 105.688.377,- Universitas Sumatera Utara untuk usaha integrasi dan Rp 44.797.493,- untuk usaha non integrasi, perbedaan ini disebabkan karena usaha integrasi petani harus membeli sapi bakalan dan pakan konsentrat serta tenaga kerja untuk memelihara ternak sapi. Bila dilihat kelayakan finansial dapat diketahui bahwa kedua bentuk usaha tani tersebut layak untuk diusahakan karena nilai RC antara usaha integrasi dan non integrasi tidak menunjukkan nilai yang negatif. b Analisis pendapatan antara integrasi dan non integrasi Analisis pendapatan merupakan arus manfaat bersih sebagai hasil pengurangan arus biaya terhadap arus manfaat. Analisis pendapatan terdiri beberapa unsur yang nilainya disusun berdasarkan tahap-tahap kegiatan usaha. Unsur-unsur tersebut terdiri atas total penerimaan dan total biaya usaha tani dalam satu periode atau satu tahun. Berikut dapat dilihat analisis pendapatan usaha tani antara integrasi dan non integrasi. Tabel 4.13. Komparasi penerimaan dan biaya pada usaha tani antara integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo ha, Maret 2012 – Februari 2013 No. Uraian Komponen Jenis Usaha Integrasi Rp Non Integrasi Rp I Variabel Biaya Usaha Tani 108.963.504 47.708.715 Sarana Produksi 71.636.077 26.525.093 Prasarana dan Peralatan 3,275,127 2.911.222 Tenaga Kerja 30.195.300 14.890.400 Biaya Lainnya 3.857.000 3.382.000 II Variabel Penerimaan 217.196.293 101.970.624 Jeruk 115.890.768 101.970.624 IndukSapi 99.075.000 - Kotoran Ternak 2.230.525 - Net Benefit Rp 108.232.789 54.261.905 Sumber : Lampiran 3 dan 4. Universitas Sumatera Utara Dari Tabel 4.13. dapat diketahui biaya dan penerimaan antara integrasi dan non integrasi. Biaya pada usaha integrasi dan non integrasi masing-masing sebesar Rp. 108.963.504,- dan Rp. 47.708.715,- sedangkan penerimaan antara usaha integrasi dan non integrasi masing-masing Rp. 217.196.293,- dan Rp. 101.970.624,- .Net benefit integrasi lebih besar dibandingkan dengan non integrasi, biaya usaha tani meliputi biaya-biaya operasional yang terdiri atas biaya sarana produksi, prasarana dan peralatan, tenaga kerja dan biaya-biaya lainnya. Penerimaan meliputi hasil penjualan sapi, jeruk dan kotoran ternak sapi. c Variabel-variabel biaya pada usaha tani integrasi dan non integrasi - Biaya sarana produksi Biaya sarana produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan ketika melakukan kegiatan usaha. Biaya sarana produksi meliputi biaya-biaya yang harus dipenuhi untuk kebutuhan dalam kegiatan budidaya tanaman jeruk dan penggemukan sapi. Tanpa biaya-biaya ini kegiatan usaha tidak akan dapat berjalan dengan lancar. Berikut dapat dilihat biaya sarana produksi pada kegiatan usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo Tahun 2013. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.14. Komparasi sarana produksi kegiatan usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo ha, Maret 2012- Februari 2013 Sarana Produksi Integrasi Rp Non Integrasi Rp a.Pupuk Anorganik - - - Urea 644.400 855.000 - SP.36 720.000 812.000 - KCl 1.216.800 1.489.800 - SS - 1.298.080 - NPK Phonska 791.200 936.100 - ZA 373.800 501.200 - Dolomit 512.000 461.000 - RY BAS 888.000 1.424.000 - Paten Kalibutir 843.200 1.351.600 - Hydro Grower 317.200 1.128.400 - Hydro Boron 616.000 457.600 b. Pupuk Organik Pupuk Kandang 2.230.525 3.274.350 c. ZK 616.000 1.964.900 d. Kiesrit - 578.345 e. Insektisida 4.132.972 4.330.548 f. Fungisida 4.316.680 5.066.151 g. Herbisida - 153.000 h. PPCZPT - 221.556 i. Perataperekat - 221.463 j. Sapi Bakalan 47.685.000 - k.Pakan Konsentrat 5.732.000 - Jumlah 71.636.077 26.525.093 Sumber : Lampiran 3 dan 4 Berdasarkan Tabel 4.14. diketahui bahwa pada sarana produksi anorganik dan organik di daerah penelitian terdapat perbedaan, hal ini dapat terjadi karena efek penggunaan pukan sapi atau pupuk organik dalam jangka waktu yang panjang penggunaan pupuk akan dapat meningkatkan kesuburan tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Bank Indonesia 2010 pupuk kandang memiliki kelebihan mampu memperbaiki kondisi tanah sehingga selain lebih gembur juga tidak mudah tererosi. Selain itu pupuk kandang juga memiliki sifat pelepasan unsur hara yang lambat sehingga efektif untuk diserap oleh tanaman dan tidak ada Universitas Sumatera Utara residu unsur hara yang terbuang ke saluran air sehingga tidak mencemari perairan umum. Disamping itu pupuk kandang yang digunakan pada usaha integrasi lebih asli dan terjamin kualitasnya karena diperoleh dari kotoran ternak sendiri, sedangkan pupuk kandang usaha non integrasi diperoleh dari tempat lain dimana kualitasnya kurang baik karena bercampur dengan benda-benda yang lain. Adanya perbedaan pada dosis pupuk antara petani yang menjalankan pola integrasi dan non integrasi dapat pula disebabkan sifat dan ciri tanah seperti tekstur yang berbeda pada masing-masing daerah. Hal ini sesuai dengan literatur Musa, dkk. 2006 yang mengatakan bahwa tekstur tanah berkaitan dengan frekuensi pemupukan dan penentuan dosis pupuk. Pada tekstur pasir dosis harus sedikit-sedikit tapi dengan frekuensi yang berulang, sedangan pada tekstur tanah liat pemberian pupuk dengan dosis cukup banyak dan diberikan satu kali saja. Usaha tani integrasi dari Tabel 4.14. dapat diketahui tidak menggunakan herbisida, PPCZPT dan Perekat sedangkan petani non integrasi mengaplikasikannya, hal ini dilakukan oleh petani untuk menghindari keracunan pada hewan ternak pada saat pemberian pakan. Perbedaan selanjutnya dapat dilihat bahwa penggunaan dolomit pada petani Integrasi lebih besar dibandingkan dengan penggunaan dolomit oleh petani non integrasi, ini dapat terjadi karena pH tanah yang berbeda pada masing-masing tempat. Pupuk dolomit yang diberikan berfungsi untuk menaikkan pH tanah sesuai dengan SOP jeruk siam madu 2006 yang menyatakan bahwa pemberian dolomit digunakan untuk mencegah penurunan pH tanah. Universitas Sumatera Utara - Biaya Sarana dan Peralatan Biaya sarana produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan ketika melakukan sebuah usaha. Biaya sarana produksi meliputi biaya-biaya yang harus dipenuhi untuk sarana dan peralatan yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan budidaya tanaman jeruk dan kegiatan penggemukan sapi. Tanpa biaya-biaya ini kegiatan usaha tidak akan dapat berjalan dengan lancar. Berikut dapat dilihat biaya sarana dan peralatan usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo Tahun 2013. Tabel 4.15. Komparasi biaya sarana dan peralatan usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo ha, Maret 2012 – Februari 2013 Prasarana dan Peralatan Usaha Tani Integrasi Rp Non Integrasi Rp a. Pembangunan Kandang Sapi 276.000 - b. Pagar 660.000 777.500 c. Bak air 485.000 470.000 d. Gubuk 770.000 687.000 e. Sorong beko 91.667 91.667 f. Cangkul 167.751 66.999 g. Hand Sprayer 125.050 82.000 h. Power Sprayer 525.000 510.000 i. Gunting Jeruk 57.600 28.050 j. Garu 14.840 39.506 k. Sekop 12.720 33.125 l. Parang 63.999 99.375 m.Tenda 25.500 26.000 Jumlah 3.275.127 2.911.222 Sumber : Lampiran 3 dan 4 Dari tabel 4.15 dapat dilihat biaya prasarana dan peralatan pada kegiatan usaha tani integrasi dan non integrasi. Secara umum bahwa kegiatan usaha tani yang mengintegrasikan antara tanaman jeruk dengan usaha penggemukan sapi memiliki tingkat cost yang lebih besar dibandingkan dengan non integrasi. Biaya Universitas Sumatera Utara yang diperlukan untuk sarana produksi pada usaha tani yang menerapkan integrasi adalah sebesar Rp.3.275.127 sedangkan usaha tani yang menerapkan non integrasi sebesar Rp.2.911.222. Selisih biaya yang harus dikeluarkan antara usaha tani yang menerapkan pola integrasi dan non integrasi adalah sebesar Rp. 363.905. Tabel 4.15 juga dapat dilihat bahwa harga gunting, garu, sekop dan parang pada usaha integrasi dan non integrasi ada perbedaan, hal ini disebabkan oleh kualitas dan merek dagang peralatan usaha tani dimana semakin tinggi kualitas alat maka semakin tinggi pula harga peralatan tersebut. - Biaya Tenaga Kerja Biaya tenaga kerja adalah biaya yang harus dikeluarkan ketika melakukan sebuah usaha. Biaya tenaga kerja diperlukan untuk membiayai seseorang yang bekerja untuk melakukan bagian dari proses porduksi. Berikut dapat dilihat biaya tenaga kerja usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo Pada Tahun 2012-2013. Tabel 4.16. Komparasi biaya tenaga kerja usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo ha, Maret 2012 – Februari 2013 Tenaga Kerja Usaha Tani Integrasi Rp Non Integrasi Rp a. Pemupukan 550.000 650.000 b. Penyiangan 1.800.000 2.400.000 c. Pemangkasan 2.000.000 2.070.000 d. Penyemprotan 6.600.000 6.200.000 e. Pemeliharaan Ternak Sapi 15.187.500 - f. Panen Jeruk 4.057.800 3.570.400 Jumlah 30.195.300 14.890.400 Sumber : Lampiran 3 dan 4 Berdasarkan Tabel 4.16. dapat diketahui bahwa biaya tenaga kerja yang dibutuhkan oleh usaha tani dengan integrasi lebih tinggi dibandingkan dengan Universitas Sumatera Utara usaha tani dengan metode non integrasi yaitu sebesar Rp.30.195.300 dan Rp.14.890.400. Hal ini disebabkan oleh pada usaha integrasi petani harus mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan sapi sebesar Rp.15.187.500. Penggunaan tenaga kerja pada usaha integrasi terdiri dari tenaga kerja keluarga dan luar keluarga. Berikut dapat dilihat penggunaan tenaga kerja pada kegiatan integrasi dan non integrasi Tabel 4.17 : Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga pada kegiatan usaha integrasi dan non integrasi Ha dengan populasi ternak pada integrasi 3 Ekor Maret 2012 – Februari 2013 Uraian Tenaga kerja Jumlah Rp Dalam Keluarga Rp Luar Keluarga Rp Integrasi a. Pemupukan 378.125,00 171.875,00 550.000 b. Penyiangan 1.237.500,00 562.500,00 1.800.000 c. Pemangkasan 1.375.000,00 625.000,00 2.000.000 d. Penyemprotan 4.537.500,00 2.062.500,00 6.600.000 e. Pemeliharaan ternak 10.441.406,25 4.746.093,75 15.187.500 f. Panen Jeruk 2.789.737,50 1.268.062,50 4.057.800 Jumlah 20.759.268,75 9.436.031,25 30.195.300 Non Integrasi a. Pemupukan 483.470,00 166.530,00 650.000 b. Penyiangan 1.785.120,00 614.880,00 2.400.000 c. Pemangkasan 1.539.666,00 530.334,00 2.070.000 d. Penyemprotan 4.611.560,00 1.588.440,00 6.200.000 e. Panen Jeruk 2.655.663,52 914.736,48 3.570.400 Jumlah 11.075.479,52 3.814.920,48 14.890.400 Sumber : Lampiran 20 diolah Dari tabel 4.17. dapat diketahui bahwa penggunaan tenaga kerja dalam keluarga sebanyak 69 pada usaha integrasi dan 74 pada usaha non integrasi sedangkan selebihnya adalah tenaga kerja luar keluarga yaitu 31 dan 26. Hal Universitas Sumatera Utara ini disebabkan karena peranan antara suami istri dan anak dalam bekerja secara langsung cukup dominan, dimana mereka disamping pengelola usaha juga sebagai pekerja langsung dalam mengoperasionalkan usaha. Secara tidak langsung bahwa pendapatan dan upah tenaga kerja merupakan pendapatan tambahan diluar Net Benefit.

d. Biaya lain-lain