Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik BLUE Best Linier Unbiased Estimator.

65 Tabel 6 : Perkembangan Jumlah Penduduk Tahun 2000-2008 di Kota Surabaya Tahun Jumlah Penduduk Jiwa Perkembangan 2000 2.444.976 1,62 2001 2.568.352 5,04 2002 2.529.468 - 1,51 2003 2.659.566 5,14 2004 2.691.666 1,20 2005 2.740.490 1,81 2006 2.784.196 1,59 2007 2.848.233 2,30 2008 2.902.452 2,57 Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur tahun 2009 diolah

4.3 Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik BLUE Best Linier Unbiased Estimator.

Agar dapat diperoleh hasil estimasi yang BLUE Best Linier Unbiased Estimator atau perkiraan linier tidak bias yang terbaik maka estimasi tersebut harus memenuhi beberapa asumsi yang berkaitan. Apabila salah satu asumsi tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias. Dalam hal ini harus dihindarkan terjadinya kasus-kasus sebagai berikut : 1. Autokorelasi Identifikasi ada tidaknya gejala autokorelasi dapat dilihat dari tabel Durbin Watson Test dengan jumlah variable bebas k dan jumlah data n 66 sehingga dL dan dU dapat diperoleh distribusi daerah keputusan ada atau tidak ada korelasi. Autokorelasi merupakan adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu periode t-1 sebelumnya. Mendeteksi Autokorelasi. a Besarnya angka Durbin Watson Angka D-W di bawah -2 ada autokorelasi positif Angka D-W di atas +2 ada autokorelasi negative Angka berada diantara -2 sampai +2 tidak ada autokorelasi. Suatu observasi dikatakan tidak terjadi autokorelasi jika nilai Durbin Watson berada pada antara -2 dan +2 dari hasil perhitungan regresi diperoleh nilai uji Durbin Watson sebesar 1,320. Dimana nilai tersebut berada pada antara -2 dan +2 dengan demikian tidak terjadi autokorelasi.

2. Multikolinier

Multikolinieritas berarti ada hubungan linier yang “sempurna” atau pasti di antara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi. Dari dugaan adanya multikolinieritas tersebut maka perlu adanya pembuktian secara statistik ada atau tidaknya gejala multikolinier dengan cara menghitung Variance Inflation Factor VIF. VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varians. Apabila VIF lebih besar dari 10, hal ini berarti terdapat multikolinier pada persamaan regresi linier. 67 Adapun hasil yang diperoleh setelah diadakan pengujian analisis regresi linier berganda diketahui bahwa dari keempat variabel yang dianalisis dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 7 : Tes Multikolinier TOLERANCE VIF Ketentuan KETERANGAN 0,142 7,027 ≤ 10 Tidak terjadi Multikolinier 0,201 4,974 ≤10 Tidak terjadi Multikolinier 0,299 3,342 ≤10 Tidak terjadi Multikolinier 0,106 9,401 ≤10 Tidak terjadi Multikolinier Sumber : Lampiran 3

3. Heterokedastisitas

Pada regresi linier nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel bebas X. Hal ini bisa diidentifikasikan dengan menghitung korelasi rank spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas. Pembuktian adanya heterokedastisitas dilihat pada tabel dibawah ini. 68 Tabel 8 : Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman Korelasi Residual Simpangan Baku Spearmans rho Residual Simpangan Baku Koefisien Korelasi 1000 Sig. 2-tailed - N 9 Jumlah Wajib Pajak X1 Koefisien Korelasi .017 Sig. 2-tailed .966 N 9 Upah Minimum Regional X2 Koefisien Korelasi .017 Sig. 2-tailed .966 N 9 Pendapatan Perkapita X3 Koefisien Korelasi .017 Sig. 2-tailed .966 N 9 Jumlah Penduduk X4 Koefisien Korelasi .117 Sig. 2-tailed .765 N 9 Sumber : Lampiran 4. Berdasarkan tabel diatas, diperoleh tingkat signifikansi koefisien korelasi rank spearman untuk variabel bebas X 1 sebesar 0,966; X 2 sebesar 0,966; X 3 sebesar 0,966 dan X 4 sebesar 0,765 terhadap residual lebih besar dari 0,05 tidak signifikan sehingga tidak mempunyai korelasi yang berarti antara nilai residual dengan variabel yang menjelaskan. Jadi dapat disimpulkan persamaan tersebut tidak terjadi heterokedastisitas. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan diatas dapat disimpulkan bahwa pada model penelitian ini tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik. 69

4.3.1 Analisis Dan Pengujian Hipotesis

Dalam analisis ini digunakan analisis regresi linier berganda dan untuk mengolah data yang ada diguanakan alat bantu komputer dengan program SPSS Statistic Program For Social Science versi 13.0. Berdasarkan hasil analisis diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : Y = -38768867 + 46,692 X 1 + 48,240 X 2 + 3,086 X 3 + 16,267 X 4 Berdasarkan persamaan tersebut di atas, maka dapat dijelaskan melalui penjelasan sebagai berikut: βo = nilai konstanta sebesar -38768867 menunjukkan bahwa apabila faktor Jumlah Wajib Pajak X 1 , Upah Minimum Regional X 2 , Pendapatan Perkapita X 3 ,dan Jumlah Penduduk X 4 konstan maka Penerimaan Pajak Penghasilan turun sebesar Rp. 38.768.867. β 1 = 46,692. menunjukkan bahwa faktor Jumlah Wajib Pajak X 1 berpengaruh positif, dapat diartikan apabila Jumlah Wajib Pajak mengalami kenaikan satu jiwa maka Penerimaan Pajak Penghasilan akan naik sebesar Rp. 46.692. β 2 = 48,240 menunjukkan bahwa faktor Upah Minimum Regional X 2 berpengaruh positif, dapat diartikan apabila ada kenaikan Upah Minimum Regional satu rupiah maka Penerimaan Pajak Penghasilan akan mengalami kenaikan sebesar Rp. 48.240. 70 β 3 = 3,086 menunjukkan bahwa faktor Pendapatan Perkapita X 3 berpengaruh positif, dapat di artikan apabila ada kenaikan Pendapatan Perkapita satu rupiah maka Penerimaan Pajak Penghasilan akan mengalami peningkatan sebesar Rp.3.086. β 4 = 16,267 menunjukkan bahwa faktor Jumlah Penduduk X 4 berpengaruh positif, dapat di artikan apabila setiap ada kenaikan Jumlah Penduduk satu jiwa maka Penerimaan Pajak Penghasilan akan mengalami kenaikan sebesar Rp.16.267.

4.3.2 Uji Hipotesis Secara Simultan

Untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan uji F dengan langkah – langkah sebagai berikut : Tabel 9: Analisis Varian ANOVA Sumber Varian Jumlah Kuadrat Df Kuadrat Tengah F hitung F tabel Regresi 8E+013 4 1,903E+013 27,353 6,39 Sisa 3E+012 4 6,956E+012 Total 8E+013 8 Sumber: Lampiran 3 dan 6 1. Untuk menguji pengaruh secara simultan serempak digunakan uji F dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Ho :  1 =  2 =  3 =  4 = 0 Secara keseluruhan variabel bebas tidak ada pengaruh terhadap variabel terikat. Hi :  1   2   3   4  0 71 Secara keseluruhan variabel bebas ada pengaruh terhadap variabel terikat. b.  = 0,05 dengan df pembilang = 4 df penyebut = 4 c. F tabel  = 0,05 = 6,39 d. F hitung = Rata - rata kuadrat regresi Rata - rata kuadrat sisa 1,903E+013 = --------------------------- = 27,353 6,956E+012 e. Daerah pengujian Gambar 7 : Distribusi Kriteria PenerimaanPenolakan Hipotesis Secara Simultan atau Keseluruhan Ho diterima apabila F hitung ≤ 6,39 27,353 6,39 Daerah Penerimaan H Daerah Penolakan H tabel Ho ditolak apabila F hitung 6,39 f . Kesimpulan Oleh karena F hitung = 27,353 F tabel = 6,39 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa secara keseluruhan faktor–faktor variable bebas yaitu Jumlah Wajib Pajak X 1 , Upah Minimum Regional X 2 , Pendapatan Perkapita X 3 ,dan Jumlah Penduduk X 4 , berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Y. 72

4.3.3 Uji Hipotesis Secara Parsial

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas Jumlah Wajib Pajak X 1 , Upah Minimum Regional X 2 , Pendapatan Perkapita X 3 ,dan Jumlah Penduduk X 4 . Hasil penghitungan tersebut dapat dilihat dalam analisis sebagai berikut : Tabel 10 : Hasil Analisis Variabel Jumlah Wajib Pajak X 1 , Upah Minimum Regional X 2 , Pendapatan Perkapita X 3 ,dan Jumlah Penduduk X 4 terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan. Variabel Koefisien Regresi T hitung t tabel r 2 Parsial Jumlah Wajib Pajak X1 46,692 3,041 2,376 0,698 Upah Minimum Regional X2 48,240 4,293 2,376 0,820 Pendapatan Perkapita X3 3,086 7,928 2,376 0,940 Jumlah PendudukX4 16,267 1,308 2,376 0,299 Variabel terikat : Penerimaan Pajak Penghasilan Konstanta : -38768867 Koefisien Korelasi R : 0,982 R 2 : 0,965 Sumber: Lampiran 3 dan 6 Selanjutnya untuk melihat ada tidaknya pengaruh masing- masing variabel terhadap variable terikatnya, dapat dianalisa melalui uji t dengan ketentuan sebagai berikut : a Pengaruh secara parsial antara Jumlah Wajib Pajak X 1 terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Y Langkah-langkah pengujian : i. Ho :  1 = 0 tidak ada pengaruh Hi :  1  0 ada pengaruh ii.  = 0,05 dengan df = 4 73 iii. t hitung = β Se β 1 1 = 3,041 iv. level of significani = 0,052 0,025 berarti t tabel sebesar 2,376 v. pengujian Gambar 8 : Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor Jumlah Wajib Pajak X 1 terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Y 2,376 -2,376 Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho 3,041 Sumber : lampiran 3 Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar 3,041 t-tabel sebesar 2,376 Ho ditolak, pada level signifikan 5 , sehingga secara parsial Faktor Jumlah Wajib Pajak X 1 berpengaruh secara nyata dan positif terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Y. Hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari Jumlah Wajib Pajak X 1 sebesar 0,038 yang lebih kecil dari 0.05. Nilai r 2 parsial untuk variabel Jumlah Wajib Pajak sebesar 0,698 yang artinya bahwa Jumlah Wajib Pajak X 1 secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat Penerimaan Pajak Penghasilan Y sebesar 69,8 , sedangkan sisanya 30,2 tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut. 74 b Pengaruh secara parsial antara Upah Minimum Regional X 2 terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Y Langkah-langkah pengujian : i. Ho :  2 = 0 tidak ada pengaruh Hi :  2  0 ada pengaruh ii.  = 0,05 dengan df = 4 iii. t hitung = β Se β 2 2 = 4,293 iv. level of significani = 0,052 0,025 berarti t tabel sebesar 2,376 v. pengujian Gambar 9 : Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial faktor Upah Minimum Regional X 2 terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Y Sumber : Lampiran 3 Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho 4,293 2,376 -2,288 Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar 4,293 t tabel sebesar 2,376 maka Ho ditolak dan Ha di terima, pada level signifikan 5 , sehingga secara parsial Faktor Upah Minimum Regional X 2 berpengaruh secara nyata positif terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Y. hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari Upah Minimum Regional X 2 sebesar 0,013 yang lebih kecil dari 0.05. 75 Nilai r 2 parsial untuk variabel Upah Minimum Regional sebesar 0,820 yang artinya bahwa Upah Minimum Regional X 2 secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat Penerimaan Pajak PenghasilanY sebesar 82 , sedangkan sisanya 18 tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut. c Pengaruh secara parsial antara Pendapatan Perkapita X 3 terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Y Langkah-langkah pengujian : i. Ho :  3 = 0 tidak ada pengaruh Hi :  3  0 ada pengaruh ii.  = 0,05 dengan df = 4 iii. t hitung = β Se β 3 3 = 7,928 iv. level of significani = 0,052 0,025 berarti t tabel sebesar 2,376 v. pengujian Gambar 10 : Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Pendapatan Perkapita X 3 terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Y Sumber : Lampiran 3 Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar 7,928 t tabel sebesar 2,376 maka Ho ditolak dan Ha diterima, pada level 2,376 7,928 - 2,376 Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho 76 signifikan 5 , sehingga secara parsial Faktor Pendapatan Perkapita X 3 berpengaruh secara nyata positif terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Y. hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari Pendapatan Perkapita X 3 sebesar 0,001 yang lebih kecil dari 0.05. Nilai r 2 parsial untuk variabel Pendapatan Perkapita sebesar 0,940 yang artinya Pendapatan Perkapita X 3 secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat Penerimaan Pajak Penghasilan Y sebesar 94 , sedangkan sisanya 6 tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut. d Pengaruh secara parsial antara Jumlah Penduduk X 4 terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Y Langkah-langkah pengujian : vi. Ho :  4 = 0 tidak ada pengaruh Hi :  4  0 ada pengaruh vii.  = 0,05 dengan df = 4 viii. t hitung = β Se β 4 4 = 1,308 ix. level of significani = 0,052 0,025 berarti t tabel sebesar 2,376 x. pengujian 77 Gambar 11 : Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Jumlah PendudukX 4 terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Y 2,376 1,308 - 2,376 Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho Sumber : Lampiran 3 Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar 1,308 t tabel sebesar 2,376 maka Ho di terima dan Ha di tolak, pada level signifikan 5 , sehingga secara parsial Faktor Jumlah Penduduk X 4 tidak berpengaruh secara nyata positif terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Y. hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari Jumlah Penduduk X 4 sebesar 0,261 yang lebih besar dari 0.05. Nilai r 2 parsial untuk variabel Jumlah Penduduk sebesar 0,299 yang artinya Jumlah Penduduk X 4 secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat Penerimaan Pajak Penghasilan Y sebesar 29,9 , sedangkan sisanya 70,1 tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut. Kemudian untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh paling dominan empat variabel bebas terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan di Surabaya: Jumlah Wajib Pajak 78 X 1 , Upah Minimum Regional X 2 , Pendapatan Perkapita X 3 ,dan Jumlah Penduduk X 4 dapat diketahui dengan melihat koefisien determinasi parsial yang paling besar, dimana dalam perhitungan ditunjukkan oleh variabel Pendapatan Perkapita dengan koefisien determinasi parsial r 2 sebesar 0,940 atau sebesar 94 .

4.3.4 Pembahasan

Dengan melihat hasil regresi yang didapat maka peneliti dapt mengambil kesimpulan bahwa untuk Penerimaan Pajak Penghasilan PPh : Jumlah Wajib Pajak berpengaruh secara nyata signifikan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan PPh. Hal ini disebabkan karena sudah banyak mutu, kemampuan atas kesadaran masyarakat untuk wajib pajak di kota Surabaya sudah tinggi, dan sudah rendahnya tarif pajak yang dikenakan para investor maupun pengusaha yang mendirikan perusahaan di kota Surabaya sehingga banyak investor yang masuk dari daerah kota Surabaya. Upah Minimum Regional berpengaruh secara nyata signifikan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan PPh . Hal ini disebabkan karena semakin naik Upah Minimum Regional akan semakin banyak Jumlah Wajib Pajak sehingga Penerimaan Pajak Penghasilan PPh di kota Surabaya semakin meningkat. Pendapatan Perkapita berpengaruh nyata signifikan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan PPh . Hal ini disebabkan karena naiknya 79 Pendapatan Perkapita maka kemampuan membayar pajak penghasilan juga meningkat, hal ini disebabkan karena kemampuan membayar dan banyaknya gaji yang diperoleh, dengan demikian semakin tinggi Pendapatan Perkapita maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayar sehingga penerimaan pajak penghasilan akan meningkat. Jumlah Penduduk tidak berpengaruh nyata tidak signifikan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan PPh. Hal ini disebabkan karena masih rendahnya kesadaran penduduk untuk membayar pajak di kota Surabaya dan kurangnya sosialisasi pemerintah didalam informasi pajak juga kurangnya transparansi pajak yang dikeluarkan pemerinyah di gunakan untuk apa, sehingga masyarakat enggan untuk membayar pajak. 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN