Perlu dikemukakan bahwa antara objek dan stimulus itu berbeda, tetapi ada kalanya bahwa objek dan stimulus itu menjadi satu. Dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa persepsi ialah individu menyadari tentang apa yang sedang dilihat, atau apa yang sedang didengar, apa yang sedang diraba, yaitu stimulus
yang diterima melalui alat indera. Secara sekematis hal tersebut dapat dapat dikemukakan sebagai berikut :
L ---- S ---- R
Gambar 1.2
L : Lingkungan
S : Stimulus
R : Respon atau reaksi
Skema tersebut terlihat bahwa organisme atau individu tidak berperan dalam memberikan respon terhadap stimulus yang mengenainya Weiner, 1972.
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi
dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya.
2. Pola Asuh
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, system, cara kerja, bentuk struktur yang tetap. Ketika pola diberi artibentuk atau struktur
yang tetap, maka hal tersebut sama artinya dengan istilah kebiasaan.
Asuh yang berarti mengasuh, satu bentuk kata kerja yang bermakna menjaga merawat dan mendidik anak kecil, membimbing membantu, melatih,
dan sebagainya supaya dapat berdiri sendiri, memimpin mengepalai, menyelenggarakan suatu badan kelembagaan. Kata asuh mencakup segala aspek
yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.
Orang tua menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ayah ibu kandung, orang tua-tua orang yang dianggap tua cerdik pandai, ahli, dan
sebagainya; orang-orang yang dihormati disegani di kampung. Dalam konteks keluarga, tentu saja orang tua yang dimaksud adalah ayah atau ibu kandung
dengan tugas dan tanggung jawab mendidik anak dalam keluarga. Piaget maupun Kohlberg berpendapat bahwa orang tua tidak
menyediakan masukan yang unik atau esensial bagi perkembangan moral anak. Mereka berpendapat bahwa orang tua memiliki kewajiban memberikan
kesempatan untuk pengambilan peran dan mengalami konflik kognitif, namun mereka menyediakan peran primer dalam perkembangan moral bagi kawan-
kawannya Santrock, 2007. Tafsir dalam Djamarah, 51 pola asuh berarti pendidikan. Dengan
demikian, pola asuh orang tua adalah upaya orang tua yang konsisten dalam menjaga dan membimbing anak dari sejak dilahirkan hingga remaja. Pola asuh
orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konisten dari waktu ke waktu.
Pengaruh keluarga memberi dampak yang cepat bagi perkembangan anak dalam usia sekolah dasar. Anak sekolah dasar dalam tingkat perkembangan
pribadinya masih menirukan apa yang seringkali dilakukan oleh orang tua saat berada di rumah. Meskipun demikian, ketika anak berangsur-asur menjadi diri
sendiri, pengasuhan terhadap mereka dapat menjadi hal yang menentang. Orang tua harus berhadapan dengan seseorang yang memiliki keinginan dan pikiran
sendiri, tetapi masih harus belajar banyak mengenai perilaku yang sesuai dalam masyarakat. Lebih dari itu, setiap anak berada dan karakteristik individual ini
mempengaruhui tipe pola asuh yang diterima anak. Diane E. Papalia, 2009 : 404.
Pola asuh orang tua memiliki dalam hal disiplin yaitu metode pembentukan karekter anak serta mengajarkan mereka untuk melakukan kontrol
diri dan melakukan kontrol diri dan melakukan perilaku yang dapat diterima. Hukuman fisik didefinisikan sebagai penggunaan kekuatan fisik dengan tujuan
agar anak merasakan rasa sakit tetapi tidak menciderai, untuk memperbaiki atau mengontrol perilaku anak. Penonjolan kekuasaan ditujukan untuk menghentikan
atau menekankan perilaku yang tidak diinginkan melalui kontrol orang tua yang dilakukan secara verbal atau fisik. Agresi psikologis serangan verbal terhadap
anak, dapat mengakibatkan kerugian psikologis Papalia, 2009 : 404 – 407.
Pola pengasuhan orang tua dalam mendidik anak dapat bervariasi, setiap orang tua memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengasuh anak. Dalam
penelitian ini peneliti berpedoman pada tiga tipe pola pengasuhan anak menurut
Papalia 2009 yaitu : otoriter, permisif, dan otoritatif. Ketiga tipe pola pengasuhan orang tua tersebut di atas dapat diperinci sebagai berikut :
a. Pola Asuh Otoriter authoritarian
Pola asuh otoriter cara ini menekankan pada kontrol dan kepatuhan yang tidak boleh dipertanyakan oleh anak, orang tua berusaha membuat anaknya
melakukan rangkaian standar yang sudah dibuat dan menghukum mereka semena-mena dan dengan paksa jika anak melanggar. Orang tua cenderung
terpisah dengan anak dan kurang hangat daripada orang tua lainnya. Anak mereka cenderung menarik diri, tidak percaya, dan tidak berkomunikasi dengan
orang tua. Anak cenderung tidak senang, menarik diri, dan tidak percaya. Hal tersebut, pada inti pola asuh otoriter yaitu pola asuh orang tua yang menekankan
pada kontrol dan keputusan. Papalia, 2014:294. Yusuf 2010:51 pola asuh otoriter yaitu dimana orang tua memiliki
sikap yang rendah hati namun dengan kontrol pengawasan yang tinggi. Orang tua yang memiliki kebiasaan dalam mengasuh anak dengan pola asuh otoriter
sukanya menghukum anak secara fisik, dengan contoh orang tua memukul anak, orang tua bersikap pada anak dengan mengomando untuk mengatur anak
melakukan hal yang diinginkan orang tua namun anak tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat. Pola asuh otoriter menurut Hartono 2009:28-29
pola asuh otoriter sama dengan pola asuh orang tua yang “tidak menyetujui”,
dalam pola asuh tersebut orang tua memiliki kecenderungan untuk meremehkan kemampuan yang dimiliki oleh anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh
otoriter pada anak seperti ini, yang sering memberi hukuman hal ini dilakukan
terkadang anak tidak melakukan keselahan. Widyarini 2009:11 memiliki pemikiran tentang pola asuh otoriter yaitu orang tua berusaha untuk
mengendalikan serta memberi evaluasi pada perilaku anak berdasarkan nilai-nilai kepatuhan yang sudah menjadi keputusan oleh orang tua.
Gunarsa 2004:280 perpendapat bahwa orang tua dengan pola asuh otoriter juga tidak melakukan komunikasi yang baik dengan anak. Komunikasi
yang terjadi hanyalah komunkasi satu arah, yaitu dari orang tua ke anak. Kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak menyebabkan ketrampilan
komunikasi anak menjadi kurang. Salin hal tersebut Gunarsa 2004:280 menambahkan bahwa pola asuh otoriter ini sering kali membuat anak
meberontak. Anak akan bersikap bermusuhan kepada orang tua serta seringkali menyimpan perasaan tidak puas terhadap dominasi orang tua bila orang tuanya
keras, tidak adil, dan tidak menunjukan afeksi. Uraian yang terdapat di atas pola asuh otoriter memiliki ciri menuntut
anak untuk menerima aturan dan standar yang ditetapkan orang tua tanpa mempersoalkannya, membuat peraturan untuk mengendalikan perilaku anak,
membatasi keterlibatan anak dalam membuat keputusan, dan berusaha mengendalikan perilaku, sikap anak sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.
Pola asuh otoriter tersebut pola asuh dimana orang tua memiliki sikap tegas dan disiplin. Hal ini dilakukan oleh orang tua supaya apa yang menajadi harapan
untuk anak dapat memenuhi keinginan orang tua serta membiasakan adanya perdebatan secara verbal.
b. Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif menekankan pada pengekspresian diri dan regulasi
diri. Orang tua membuat sedikit permintaan dan memberikan anak untuk memonitor aktivitas mereka sendiri sebanyak mungkin. Ketika orang tua harus
membuat aturan, mereka akan mendiskusikan dengan anaknya, menjelaskan alasannya. Orang tua berdiskusi dengan anak mengenai pengambilan keputusan
dan jarang menghukum anak. Mereka cenderung hangat, tidak terlalu mengontrol, dan tidak terlalu menuntut. Anak prasekolah mereka cenderung menjadi kurang
dewasa-kurang dapat mengontrol diri, dan kurang bereksplorasi. Hal tersebut, pada inti pola asuh permisif yaitu pola asuh yang menekankan ekspresi diri dan
regulasi diri Diane: 2014. Gunarsa 2004: 281 berpendapat bahwa pola asuh permisif
menyebabkan anak tidak memiliki kontrol diri yang baik, anak menjadi egois, selalu memaksa kehendaknya sendiri tanpa memperdulikan perasaan orang lain.
Menurut Hartono 2009:27-28 pola asuh permisif merupakan pola asuh yang mana orang tua tidak mementingkan perasaan yang sedang dirasakan oleh anak,
dan tidak mau merespon apa yang dilakukan oleh anak. Hal ini dikarenak orang tua tidak nyaman dengan apa yang sedang dilakukan oleh anak, dan orang tua
merasa kurang bisa mengondisikan emosi yang sedang anak miliki. Ciri-ciri pola asuh permisif yaitu : memberi kebebasan sepenuhnya
kepada anak untuk berbuat semaunya tanpa ada pengendalian, dan cenderung menerima dan pasif dalam membiasakan disiplin.
Berdasarkan penjelasan di atas dalam pola asuh permisif orang tua cenderung membebaskan anak untuk melakukan apapun yang mereka inginkan
dan bersikap kurang tegas. Pola asuh permesif juga cenderung menempatkan orang tua pada posisi pasif, dalam arti orang tua cenderung membiarkan anak
bersikap tanpa batas, aturan, dan larangan yang jelas. c.
Pola Asuh Demokratis authoritative
Pola asuh otoritatif menekankan pada individualitas anak, tetapi juga
tidak meninggalkan aturan sosial. Orang tua memeliki keprcayaan diri pada kemampuan mereka untuk mengarahkan anak, tetapi otang tua juga menghargai
apa yang menjadi keputusan, keinginan, opini, dan pribadi anak. Hal tersebut, pada inti pola asuh otoritatif yaitu pola asuh yang memadukan penghargaan anak
secara individu dengan usaha untuk tetap sesuai dengan nilai sosial Papalia: 2014.
Hartono 2009:30-31 pola asuh otoritatif merupakan pola asuh di mana orang tua menjadi pelatih emosi anak. Orang tua otoritatif dalam hal tersebut
merupakan orang tua yang memiliki kepribadian sabar, berempati dengan semua yang dikatakan maupun yang sedang dirasakan, membantu anak untuk
menyelesaiakan yang permasalahan yang sedang di alami serta memberikan nasehatan pada anak atas kesalahan yang sedang dialami oleh anak.
Pendapat yang terdapat pada Widyarini 2009:11 pola asuh otoritatif merupakan pola asuh yang mana orang tua berusaha mengarahkan anaknya secara
rasional, menghargai komunikasi yang sedang terjadi antara anak dengan orang tua maupun dengan orang lain, serta memberi kesempatan pada anak untuk
mengutarakan apa yang menjadi keinginannya. Yusuf 2010:52 memiliki pemikiran dalam pola asuh otoritatif merupakan pola asuh di mana orang tua
memiliki sikap yang responsif atas apa yang dibutuhkan oleh anak, membantu anak supaya mampu mengungkapkan pendapat maupun hal-hal yang ingin anak
ketahui, serta orang tua memberikan penjelasan pada anak mengenai akibat dari perbuatan baik maupun kurang baik.
Berdasarkan penejelasan di atas pola asuh Otoritatif memiliki ciri menghargai anak sebagai pribadi yang mandiri, bekerjasama dalam membuat
keputusan, mendorong tumbuhnya interaksi saling memberi dan menerima, dan mendukung serta bertanggung jawab dalam mempertimbangkan berbagai
alternatif tetapi tidak mendominasi dari sudut pengertian orang tua. Dari penjelasan di atas pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola
interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik seperti makan, minum dan lain-lain dan kebutuhan psikologis seperti rasa
aman, kasih sayang, perlindungan, dan lain-lain, serta sosilaisasi norma-norma yang berlaku dimasyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya.
Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangkan pendidikan karakter anak.
Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara-cara orang tua dalam mendidik anaknya. Cara orang tua mendidik anaknya disebut sebagai
pola pengasuhan. Interaksi anak dengan orang tua, anak cenderung menggunakan cara-cara tertentu yang dianggap paling baik bagi anak. Disinilah letaknya terjadi
beberapa perbedaan dalam pola asuh. Disatu sisi orang tua harus bisa menetukan
pola asuh yang tepat dalam mempertimbangkan kebutuhan dan situasi anak, disisi lain sebagai orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk
anak seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang tuanya.
B. Penelitian yang Relevan