oleh pihak direksi bank. Di sini terlihat bahwa persetujuan pemberian kredit melalui tahapan-tahapan dalam analisa kredit akan menimbulkan pertimbangan judgement.
Pertimbangan ini setelah diberikan data logis akan menimbulkan keyakinan dan kemudian diikuti dengan suatu keputusan, adapun jenis-jenis keputus-an pemberian
kredit bank terdiri dari: disetujui, ditunda untuk disempurnakan atau ditolak.
31
Mariam Darus secara implicit mengemukakan bahwa rumusan persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah rumusan perjanjian.
D. Ketentuan KUHPerdata yang berarti dengan perjanjian pinjaman utang
32
31
Roby Kusno, Dasar-Dasar Perkreditan, Yogyakarta, BPFE-UGM, 2005. hal.32.
32
Mariam Darus B. Zaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung, Hal. 89
Dengan demikian, berdasarkan kedua pendapat sarjana diatas maka pengertian perjanjian itu dapat dibaca dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang mempergunakan istilah
persetujuan yang berbunyi : “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu satu orang atau lebih.” Umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, jadi dapat dibuat
secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti. Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum melainkan
merupakan hubungan hukum rechtsverhouding. Pandangan ini dikemukakan oleh van Dunne yang mengatakan bahwa :
“Perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori konvensional.
Universitas Sumatera Utara
Menurut pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang – undang bagi mereka yang membuatnya.
Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1338 ayat 2 dikatakan persetujuan-persetujuan tidak dapat
ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang –undang dinayatakan cukup untuk itu, persetujuan-persetujuan dilaksanakan
dengan itikad baik. Dari bunyi Pasal tersebut dapat diambil beberapa ketentuan yang penting dalam
hukum perjanjian, dan hal inilah yang merupakan akibat hukum dari suatu perjanjian yaitu:
a. Berlaku sebagai Undang – undang
Berlaku sebagai Undang – undang berarti ketentuan – ketentuan itulah yang mengatur hubungan antara kreditur dan debitur. Isi perjanjian ini dapat
ditentukan sendiri dan atau oleh pihak ketiga untuk kepentingan debitur. Dengan demikian perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat yaitu mengikat para pihak
yang membuatnya. Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, persetujuan tidak hanya mengikat untuk
hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala halsesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan
atau Undang – undang. Dalam hal ini maksudnya adalah bahwa para pihak tidak terlepas dari tanggungjawab atau akibat yang timbul dari suatu prestasi yang
dipenuhi, juga para pihak juga harus memperhatikan undang undang.
Universitas Sumatera Utara
Apabila terjadi perselisihan dan perselisihan itu sampai kehidupan hakim maka dalam mengadilinya hakim harus menyesuaikan isi perjanjian dengan
ketentuan perundang-undangan, kebiasaan dan kepatutan. b.
Tidak dapat dibatalkan secara sepihak Sesuai dengan asas konsensualitas, bahwa perjanjian dibuat atas
persetujuan kedua belah pihak, sebaliknya bahwa untuk merubahkembali persetujuan harus ada ijin pihak lainnya. Namun demikian dapat dibatalkan oleh
salah satu pihak apabila ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh Undang –undang yaitu pada Pasal 1814 KUHPerdata.
c. Pelaksanaan dengan itikad baik
Pelaksanaan itikad baik artinya kejujuran dari orang yang mengadakan perjanjian. Istilah itikad baik ada dua macam yaitu sebagai unsur subjektif dan
sebagai unsur objektif untuk memulai pelaksanaan. Yang dimaksud baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata, bukanlah dalam arti
subjektif, melainkan pelaksanaan perjanjian itu harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan norma kesusilaan. Jadi yang dimaksud dengan itikad baik disini adalah
ukuran objektif, perjanjian itu harus berjalan di atas jalur benar. Hal yang menjadi masalah dalam praktek perkreditan adalah apabila debitor mulai
tidak lancar dalam pembayaran utangnya. Pada tahap awal pihak kreditor bisa menegur atau memberi peringatan dan juga kesempatan agar debitor bisa melanjutkan kewajiban
untuk memenuhi pelunasan utang tersebut, hanya apabila debitor tidak bisa diharapkan lagi untuk menutup seluruh utangnya sehingga terjadi kredit macet, maka kreditor bisa
Universitas Sumatera Utara
mengambil pelunasan dari penjualan obyek Hak Tanggungan. Apabila dimungkinkan para
pihak tersebut bisa mengadakan musyawarah untuk menjual sendiri obyek Hak Tanggungan, dengan adanya kesepakatan harga diantara mereka. Dari hasil penjualan
tersebut kreditor langsung dapat mengambil pelunasan piutangnya, dan bila masih ada sisa dikembalikan kepada debitor. Penjualan dibawah tangan ini akan lebih
mempermudah para pihak dalam pengurusannya, karena tanpa melalui prosedur tertentu seperti dalam lelang eksekusi yang membutuhkan waktu dan biaya.
Dalam hal eksekusi, masalah akan muncul apabila sejak semula kreditor kurang waspada terhadap kebenaran keberadaan barang yang akan dijadikan jaminan. Banyak
alasan yang sah secara hukum yang dapat digunakan untuk menunda menghalangi, bahkan mungkin sesungguhnya atau hanya dibuat - buat saja, misalnya eksekusi tertunda
karena alasan kemanusiaan, adanya perlawanan oleh pihak ke-3, atau barang obyek eksekusi masih dalam proses perkara lain.
Selain itu juga harus diperhatikan tata cara dari prosedur pengikatan jaminan, karena adanya kekurangan yang sedikit saja bisa menyebabkan eksekusinya ditolak.
Mengenai permasalahan yang terakhir, yaitu tentang roya parsial, meskipun belum ada undang - undang tersendiri yang mengaturnya secara khusus namun di dalam UUHT
ditampung hal yang demikian. Dinyatakan dalam penjelasan pasal 2 ayat 1 bahwa: yang dimaksud dengan sifat tidak dapat dibagi - bagi dari hak Tanggungan adalah bahwa Hak
Tanggungan membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan, melainkan Hak Tanggungan ini tetap membebani seluruh obyek hak
Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian ayat 2-nya menyatakan bahwa : ketentuan ini merupakan perkecualian dari asas yang ditetapkan pada ayat 1, untuk menampung kebutuhan
perkembangan dunia perkreditan, antara lain untuk mengakomodasi keperluan pendanaan pembangunan yang semuanya menggunakan kredit untuk pembangunan seluruh
kompleks dan kemudian akan dijual kepada pemakai satu per satu, sedangkan untuk membayarnya pemakai akhir ini juga menggunakan kredit dengan jaminan rumah yang
bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan ayat ini apabila hak tanggungan itu dibebankan pada
beberapa hak atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang masing - masing merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri, asas
tidak dapat dibagi –bagi ini dapat disimpangi asal hal itu diperjanjikan secara tegas dalam APHT Akta Pemberi Hak Tanggungan yang bersangkutan. sebelum pembangunan
proyek dilaksanakan diadakan pemecahan atas sertifikat induk. Kemudian sertifikat per bagian ini dibebani pula dengan Hak Tanggungan. Untuk pembelian dengan
menggunakan fasilitas kredit dari bank, apabila suatu bagian telah dilunasi maka langsung bisa dan Hak Tanggungan hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan
bangunan lain yang belum lunas untuk menjamin sisa utang atas bangunan yang belum lunas tersebut. Hal ini tidak bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UUHT
karena telah dinyatakan secara jelas dalam pasal 2 ayat 2 UUHT.
Universitas Sumatera Utara
BAB III TANAH DAN BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN DALAM PROSES