Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan merupakan fenomena yang tidak akan pernah terpisahkan dari dinamika kehidupan manusia. Apapun bentuknya, dan terjadi di daerah mana pun, kemiskinan pasti membuat hidup seseorang menjadi tak mudah. Kemiskinan membuat orang tak dapat memenuhi gizi dengan baik, tidak dapat menikmati keindahan dan kesenangan sekolah, serta membuat sebagian orang hidup dalam kegelapan karena tidak mampu membayar listrik dan sulit untuk membuat usaha karena modal yang tidak mencukupi. Tentunya sungguh sangat miris jika rakyat Indonesia tetap berada pada keadaan seperti ini yaitu kemiskinan. Ada dua faktor utama penyebab kemiskinan, yakni sebab kultural dan sebab struktural. Secara kultural, kemiskinan dipicu oleh rendahnya etos kerja, sikap hidup fatalis dan salah dalam memahami makna rezeki, malas berusaha termasuk malas mengembangkan kemampuan diri, serta terperangkap dalam budaya miskin itu sendiri. Ini adalah salah satu penyebab munculnya masalah perekonomian pada masyarakat dimana kemiskinan adalah lemahnya sumber penghasilan yang mampu diciptakan individu masyarakat yang mengimplikasikan akan lemahnya sumber penghasilan yang ada pada masyarakat itu sendiri, dalam memenuhi 2 segala kebutuhan perekonomian dan kehidupannya. 1 Sedangkan kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan sebagai akibat dari pola kehidupan yang tidak adil dan penuh kedzaliman. Harta kekayaan milik bersama dikuasai oleh sekelompok orang untuk kepentingannya sendiri. Kemudian dalam perkembangannya dampak krisis moneter pada tahun 1997 semakin memperparah perekonomian Indonesia. Sejak saat itulah krisis moneter menjadi pintu gerbang dari segala permasalahan kompleks yang terjadi di Indonesia ke arah kondisi yang paling buruk. Inflasi melonjak ke level yang tinggi, pengaruhnya adalah bahan kebutuhan masyarakat melejit sampai pada tingkat di luar batas kemampuan daya beli sebagian besar masyarakat Indonesia. Pada saat ini begitu banyak bank-bank tersebar di seluruh Indonesia, namun pada kenyataannya sebagian besar belum mampu menyentuh masyarakat lapisan bawah. Lantas apakah terpikir oleh kita ada sebuah lembaga yang mau memberikan modal kepada pedagang tanpa menggunakan jaminan. Pada kenyataannya mayoritas UKM dan masyarakat terjebak pada money lender rentenir 2 karena mungkin saja dana yang dibutuhkan tidaklah banyak. Salah satu pilar utama ekonomi Islam adalah implementasi zakat. 3 Implementasi zakat dalam pemberdayaan ekonomi dengan berupaya menciptakan 1 Yusuf Qardhawi, Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, Cet. I Jakarta: Zikrul Hakim, 2006, h. 21. 2 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam : Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2009 h. 68. 3 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah Jakarta, Grafindo Persada, 2008, h. 8. 3 iklim masyarakat yang berjiwa wirausaha. Kewirausahaan pada masyarakat akan terwujud, apabila penyalurannya tidak langsung diberikan kepada mustahik untuk keperluan konsumtif, tetapi dihimpun, dikelola dan didistribusikan oleh badanlembaga yang amanah dan profesional. Dengan di tetapkannya Undang- Undang No. 38 Tahun 1999 yang berisi tentang pengelolaan zakat maka pemerintah melakukan pengumpulan dana dari zakat tersebut untuk mensejahterakan masyarakatnya. Hal tersebut dilakukan oleh pemerintah karena di Indonesia mayoritas penduduknya adalah muslim. Dengan mayoritas penduduk muslim di Indonesia, idealnya masyarakat Indonesia bisa terlibat dalam mekanisme pengelolaan zakat. Apabila pengelolaan zakat itu dapat diimplementasikan dalam aktivitas sehari-hari maka dengan demikian zakat akan dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi. Salah satu sisi ajaran Islam yang harus ditangani secara serius adalah penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infak dan sadaqah. Pengertian zakat itu sendiri adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi pemerataan karunia Allah SWT sebagai fungsi sosial ekonomi sebagai perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan. 4 Secara substantif, zakat secara bahasa adalah Al-Barakatu keberkahan Al-Namaa’ pertumbuhan dan perkembangan, At-Thaharu kesucian dan As-Sholhu 4 Lili Bariadi dkk, Zakat dan Wirausaha Jakarta: CED, 2005, h. 6. 4 keberesan. 5 Sedangkan infaq berasal dari kata Anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu harta untuk kepentingan sesuatu, dan shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. 6 Pada dasarnya tujuan dan fungsi ZIS zakat, infak, dan shadaqah yang aktual adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat dan tingkat kehidupan umat Islam yang lebih baik terutama golongan fakir dan miskin. Oleh karena itu potensi dana ZIS dikalangan umat Islam yang masih hidup dalam kemiskinan sangatlah banyak, dengan itu dana ZIS yang ada haruslah dikelola dan disalurkan pada yang berhak dan yang membutuhkannya. Dalam Al-Quran kata zakat diulang sebanyak 27 kali diiringi dengan kata shalat. Hal ini menegaskan adanya keterkaitan antara ibadah shalat dengan zakat. Jika shalat berdimensi vertikal ketuhanan, maka zakat merupakan ibadah horizontal kemanusiaan. 7 Adapun nash tentang zakat dan asas pelaksanaannya tercantum dalam Al- Quran surat At-Taubah ayat 60 :                             5 Didin Hafiduddin, Anda Bertanya Zakat, Infak dan Shadaqah: Kami Menjawab, Cet. I Jakarta: Gema Insani, 2005, h. 17. 6 Muhammad Zen, 24 Hours of Contemporary Zakat: Tanya Jawab Seputar Keseharian Zakat, Cet. I Jakarta: IMZ, 2010, h. 5. 7 Didin Hafiduddin, Anda Bertanya Zakat, Infak dan Shadaqah: Kami Menjawab, Cet. I Jakarta: Gema Insani, 2005, h. 17. 5 Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Ayat di atas menjelaskan bahwa zakat merupakan alat bantu dalam mengurangi kemiskinan. Zakat juga dapat mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Pada tataran kultural, pola berpikir masyarakat dalam mengelola dana zakat masih dipengaruhi oleh tradisi lama, sehingga pemanfaatan dana zakat tersebut masih ditujukan untuk santunan dan mengatasi keadaan darurat semata. Sejauh ini pengelolaan zakat yang dilaksanakan oleh masyarakat hanya bertujuan sebatas memenuhi kebutuhan mendasar dan sesaat konsumtif. Jadi masih banyak masyarakat yang menyalurkan dana zakat mereka dengan cara lamatradisional atau melalui penyaluran yang kurang profesional dalam mengelola dana zakat tersebut, dengan tidak disertai target adanya kemandirian sosial maupun kemandirian ekonomi misalnya dengan memberikan zakat tersebut kepada tokoh agama di desa masyarakat, akan tetapi pada pola kontemporer berpola produktif yang mana penyaluran dana zakat kepada mustahik yang ada dipinjamkan oleh amil untuk kepentingan aktifitas suatu usahabisnis sehingga bisa mnghasilkan kemandirian baik kemandirian sosial ataupun ekonomi. 8 Adapun sifat dari pendayagunaan zakat ada 2 dua, yaitu yang bersifat konsumtif dan bersifat produktif, zakat yang bersifat konsumtif adalah zakat yang 8 Lili Bariadi dkk, Zakat dan Wirausaha Jakarta, CED, 2005, h. 6. 6 diberikan hanya satu kali atau sesaat saja. Sesuai dengan penjelasan Undang- Undang No. 38 tahun 1999 pasal 28, mustahik delapan asnaf ialah fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, garimin, fisabilillah, dan ibnu sabil. Sedangkan zakat yang bersifat produktif dapat diberikan apabila kebutuhan mustahik delapan terpenuhi dan terdapat kelebihan. Adapun pendayagunaan dana zakat, infak, sedekah, hibah, wasiat, waris dan kafarat diutamakan untuk usaha yang produktif agar meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 9 Zakat yang bersifat produktif seperti yang telah dijelaskan di atas, biasa disebut qardul hasan atau pinjaman lunak yang diberikan kepada mustahik. Pengertian qardul hasan sendiri yaitu pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. 10 Dalam perspektif dunia usaha, zakat dapat dipandang sebagai sumber dana potensial yang seharusnya dikelola sebagai aset dan investasi sosial ekonomi. Zakat akan menjadi bagian penting dalam meningkatkan produktivitas sosial ekonomi jika pendistribusian dana zakat dilakukan dengan tepat dan hendaknya diposisikan sebagai instrumen penting dalam pemberdayaan ekonomi umat, terutama dalam meningkatkan usaha kecil karena selain meningkatkan kewirausahaan, zakat juga dapat memperbaiki kondisi perekonomian dan mengurangi angka pengangguran. Realitasnya, peran UKM Usaha Kecil dan 9 Didin Hafiduddin, Problematika Kontemporer Arkulasi Proses Sosial Politik Bangsa, Cet. I Jakarta: Forum Zakat, 2003 h. 95. 10 Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Cet. I Jakarta: Gema Insani, 2001 h. 131. 7 Menengah pada tahun 2007 mencapai 49,84 juta unit usaha dan 99,99 berperan terus dalam menggerakan kegiatan ekonomi masyarakat, dan jelas berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja. Maka dari itu sudah selayaknya dana ZIS diletakkan dalam sebuah kerangka investasi sosial dan ekonomi yang harus dapat menjadikan mustahik menjadi seorang muzakki, melalui program yang sistematis dan terencana. Terbitnya Undang-Undang Pengelolaan Zakat No.38 tahun 1999 mendorong Pemerintah Kota Bogor untuk mendirikan Badan Amil Zakat yang bertujuan menghimpun, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat, infaq dan shadaqah agar dapat memberdayakan para mustahik. Kampung Sukamulya adalah salah satu kampung di Kota Bogor yang terletak di Kelurahan Sukasari Bogor Selatan. Kampung ini adalah salah satu kampung yang penduduknya mencapai 10.677 jiwa. Kampung tersebut merupakan kampung yang kumuh dan miskin dengan mata pencaharian penduduknya yaitu pemulung, pedagang, guru, perajin dan PNS Pegawai Negeri Sipil. Dari data yang diperoleh, sebagian besar masyarakat Kampung Sukamulya mempunyai potensi untuk berkembang menjadi lebih baik dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat Kampung Sukamulya. Salah satu program yang ada pada BAZ Kota Bogor adalah Program Pemberdayaan Ekonomi Dana Berkah atau biasa disebut dana bergulir atau dana qardul hasan yang terfokus dalam hal mendukung terpenuhinya tujuan community development yakni peningkatan kehidupan yang layak, meyakinkan untuk 8 harapan dan semangat yang terus menyala serta untuk mencapai kehidupan yang layak. Dari sini kita dapat melihat bahwa untuk mempertahankan program dana berkah ini, banyak dana yang dibutuhkan agar program tersebut dapat terus terlaksana. Peran lembaga amil zakat seperti BAZ menjadi fasilitator yang sangat penting dalam pengelolaan dan pendayagunaan zakat sebagai instrumen yang dapat mempengaruhi pemerataan sosial ekonomi. Sedangkan jika lembaga zakat tidak mempunyai program pengelolaan yang baik bagaimana bisa tersalurkan dana zakat tersebut. Dari latar belakang diatas penulis beranggapan bahwa harus ada pengelolaan dana qardul hasan sebagai dana bergulir pada BAZ Kota Bogor yang sangat baik. Dengan itu penulis tertarik untuk meneliti “PENGELOLAAN DANA QARDUL HASAN TERHADAP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KAMPUNG SUKAMULYA Studi Kasus Dana Qardul Hasan Pada BAZ Kota Bogor”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah