IV. Retinal Detachment
Retinal Detachment merupakan salah satu kelainan retina yang dapat menimbulkan kebutaan apabila tidak ditangani segera. Retinal detachment
menandakan pemisahan retina sensorik dari epitel pigmen retina dibawahnya, ablasio retina diklasifikasikan atas.
1. Retinal detachment regmatogen Retinal detachment regmatogen merupakan bentuk yang paling
banyak dijumpai, karakteristiknya adalah pelepasan total full thickness suatu regma di retina sensorik, traksi korpus vitreus dan mengalirnya korpus vitreus
cair melalui defek retina sensorik ke dalam ruang subretina. Sebanyak 90 sampai 97 dijumpai adanya retinal break dan sebagian besar pasien
mengeluh adanya photopsia dan floaters. Tekanan bola mata cenderung rendah dibandingkan dengan mata sebelah. Tanda khas yang dijumpai yakni
shafer sign tobacco dust. Manajemen rhegmatogenous retinal detachment dapat dilakukan dengan cara tehnik bakel sclera yang bertujuan menutup
robekan retina dengan cara indentasi sclera maka traksi vitreus berkurang dan mengurangi masukan vitreus cair melalui robekan retina ke ruang subretina.
Sehingga daerah robekan retina menempel kembali dengan EPR. Pada tehnik pneumatic retinopexy, gelembung udara diinjeksikan ke dalam rongga vitreus
yang berfungsi sebagai temponade terhadap robekan retina sehingga retina melekat kembali. Kedua tehnik diatas dapat menghasilkan perlekatan retina
yang kuat dengan melakukan cryotheraphy, laser atau diathermy dan kadang perlu dilakukan vitrektomi. Kegagalan tehnik diatas sering disebabkan oleh
adanya Proliferative Vitreo Retinopathy PVR dimana terjadi proliprasi membran periretina yang menimbulkan traksi kuat yang menyulitkan
Universitas Sumatera Utara
penempelan retina atau timbulnya retinal break yang baru dan juga bias menimbulkan ablasio retina traksional.
19
2. Retinal detachment traksional Retinal Detachment traksional adalah bentuk kedua tersering. Hal ini
terutama disebabkan oleh Retinopati diabetik proliferatif, vitreo retinopati proliferatif dan trauma mata dimana membran yang timbul pada vitreus
menarik neurosensori retina dari RPE. Gambaran karakteristiknya yaitu permukaan retina yang licin dan imobil. Terapi dari traksional retinal
detachment merupakan kombinasi antara vitrektomi dan tehnik bakel sklera.
3. Retinal detachment eksudatif Retinal Detachment Eksudatif, ini disebabkan oleh kerusakan
pembuluh darah retina atau RPE. Sehingga memungkinkan penimbunan cairan dibawah retina sensorik. Hal ini sering disebabkan oleh infeksi,
neoplasma. Adanya sifting fluid merupakan karakteristik dari eksudatif retinal detachment karena cairan subretina dipengaruhi oleh gaya grafitasi maka
dimana cairan ini menumpuk disana terjadi ablasio retina. Ablasio retina eksudatif ini dapat mengalami regresi spontan. Setelah cairan subretina
mengalami resorbsi, oleh karena itu terapi ablasio ini diarahkan terhadap penyebabnya sehingga jarang dilakukan operasi.
19
Selain faktor intrinsik seperti usia, ras, jenis kelamin dan faktor genetik, ada juga faktor ekstrinsik yang berpengaruh antara lain pendidikan, dan pekerjaan yang
berdampak langsung pada status sosial-ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Pencegahan kebutaan merupakan tujuan utama, tetapi oleh karena keterbatasan dokter, perawat, obat dan sarana operasi, maka untuk bisa
mewujudkan vision 2020, ada tujuan dan sasaran yang harus dicapai:
Ad.1. Tujuan
¾ Tujuan umum: Meningkatkan derajat kesehatan indera penglihatan guna mewujudkan
manusia Indonesia yang berkualitas. ¾ Tujuan khusus:
1. Meningkatkan upaya Pelayanan Kesehatan Indera Penglihatan 2. Tersedianya sumber daya yang memadai dari pemerintah, swasta dan
masyarakat di bidang Kesehatan Indera penglihatan 3. Tersedianya fasilitas Pelayanan Kesehatan Indera Penglihatan yang bermutu
dan terjangkau sampai ke tingkat KabupatenKota 4. ersedianya sistem informasi dan komunikasi timbal balik terpadu dalam upaya
Kesehatan Indera Penglihatan 5. Meningkatnya sumber daya manusia Dokter Spesialis Mata, Perawat Mahir
Mata, Refraksionis Optisien, Tenaga Elektro Medik, Tenaga Ahli Gizi. Di bidang Kesehatan Indera Penglihatan dan terdistribusi secara merata.
6. Meningkatnya peran serta dan pemberdayaan Pemda Provinsi dan KabupatenKota untuk Kesehatan Indera Penglihatan.
7. Meningkatnya kemampuan dan mutu lembaga penyelenggara pendidikan tenaga kesehatan di bidang indera penglihatan.
8. Meningkatnya kepedulian masyarakat akan pentingnya kesehatan Indera Penglihatan.
Universitas Sumatera Utara
9. Mantapnya manajemen penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan.
1
Ad.2. Sasaran
1. Seluruh lapisan masyarakat mulai dari balita, usia sekolah, usia produktif dan lanjut usia.
2. Semua tenaga kesehatan yang berperan dalam penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan, seperti Dokter Spesialis Mata, Dokter puskesmas,
Refraksionis Optisien, Perawat Puskesmas dan tenaga medic penunjang terkait.
3. Organisasi profesi terkait seperti Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, Ikatan Refraksionis Optisien Indonesia dan Persatuan Perawat
Indonesia.
1
Sementara dari sisi pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan mata maka ada 2 aspek yang harus diperhatikan.
a. Aspek komunitas.