Latar Belakang Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum 4. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, M.Hum

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semenjak era reformasi yang ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Orde baru tahun 1998, banyak terjadi perubahan di dalam pemerintahan negara kita. Salah satunya adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan jawaban dari ketidakpuasan daerah-daerah atas perlakuan pemerintah pusat, yang tidak memberikan ruang gerak kepada daerah untuk mengatur pemerintahan daerah dengan prakarsa sendiri. Tuntutan reformasi untuk mewujudkan suatu Indonesia baru, yaitu Indonesia yang lebih demokrasi, lebih transparan, serta menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia merupakan suatu tuntutan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Menentang reformasi berarti menentang kehendak rakyat. Pihak-pihak yang ingin menghambat jalannya reformasi pasti akan berhadapan dengan rakyat. Hanya saja dalam pelaksanaan reformasi kita harus tetap berjalan pada koridor konstitusi, agar reformasi tersebut dapat berlangsung secara damai. 1 Pelaksanaan otonomi daerah menjadi peluang dan tantangan bagi daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena daerahlah yang lebih 1 Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme sebagai Suatu Alternatif, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000, Hlm. 3. Universitas Sumatera Utara mengetahui aspirasi dan kehendak serta potensi yang dimiliki daerahnya. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat. 2 Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan dapat mengakomodasi perubahan paradigma pemerintahan, dari yang sentralistis menjadi desentralistis, mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, memperhatikan perbedaan potensi dan keanekaragaman, serta dapat mencegah terjadinya disintegrasi bangsa. 3 Realisasi dari Pasal 68 ayat 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi “Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan Daerah sesuai dengan pedoman pemerintah” diwujudkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 ini telah memberikan kekuasaan dan keluasaan yang sangat besar dalam menyusun dan menetapkan organisasi perangkat daerah. Dalam pedoman tersebut sebenarnya telah ditegaskan bahwa penyusunan kelembagaan perangkat daerah harus mempertimbangkan 2 HAW. Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004, Hlm. 7-8. 3 Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah; Kajian Politik dan Hukum, Bogor: Ghlmia Indonesia, 2007, Hlm. 161 Universitas Sumatera Utara kewenangan yang dimiliki, karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah, kemampuan keuangan daerah, ketersediaan sumber daya aparatur dan pola kemitraan antardaerah serta dengan pihak ketiga. 4 Kewenangan dan keleluasaan tersebut pada tahap implementasi diterjemahkan secara berbeda-beda oleh masing-masing daerah, lebih banyak bernuansa politik dari pada pertimbangan rasional objektif, efesiensi, dan efektivitas. Pertimbangan tersebut telah membawa implikasi pada pembengkakkan organisasi perangkat daerah. Hal ini tentu berpengaruh terhadap inefesiensi alokasi anggaran yang tersedia dan juga terhadap profesionalitas sumber daya aparaturnya. 5 Oleh karena itu, pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 dipandang tidak sesuai dengan keadaan dan perkembangan penataan pemerintah daerah sehingga perlu disempurnakan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003 memiliki ruh dan semangat yang kuat terhadap efisiensi dalam penyelenggaraan kewenangan oleh daerah. Dilatarbelakangi oleh membengkaknya dan bervariasinya struktur organisasi pemerintah daerah, PP 8 tahun 2003 mencoba menyempurnakan ketentuan yang ada dalam PP 84 tahun 2000 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Ketentuan PP 84 tahun 2000 telah menyebabkan problem inefisiensi berupa pembengkakan jumlah 4 Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, Jakarta: Kencana, 2008, Hlm. 47. 5 Ibid Universitas Sumatera Utara dinas dan lembaga pelaksana teknis daerah. Problem utamanya terletak pada ketiadaan standar kriteria yang digunakan dalam membentuk perangkat organisasi daerah. Pada sisi lainnya, struktur internal organisasi perangkat daerah sangat variatif, sehingga menyulitkan asas penyelenggaraan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 ini meliputi: 1. Pembentukan dan Kriteria Organisasi Perangkat Daerah; 2. Kedudukan, tugas dan fungsi Perangkat Daerah Propinsi; 3. Kedudukan, tugas dan fungsi Perangkat Daerah KabupatanKota; 4. Kedudukan, tugas dan fungsi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; 5. Susunan organisasi Perangkat Daerah dan Eselonisasi Perangkat Daerah. 6 Dalam rangka mewujudkan Organisasi perangkat daerah yang ideal, maka Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah secara kongkret menggunakan pendekatan wajib sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pendekatan ini digunakan dalam rangka mengukur urgensi pembentukan organisasi perangkat daerah 6 Lihat penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 Universitas Sumatera Utara yang diarahkan semaksimal mungkin mendekati kebutuhan nyata secara rasional objektif. 7 Berdasarkan Pasal 11 ayat 2 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota meliputi 11 kewenangan, antara lain: pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Mengacu pada 11 kewenangan wajib tersebut , maka dilakukan pembatasan jumlah maksimal dinas di kabupatenkota maksimal 14 dinas dengan asumsi seluruh kewenangan wajib dilaksanakan dan 3 dinas lainnya sebagai toleransi. Hal ini untuk mengakomodasikan fungsi-fungsi yang belum tertampung namun sangat dibutuhkan, sesuai dengan karakteristik masing- masing daerah. Adapun bagi provinsi, jumlah dinas ditetapkan lebih sedikit yaitu maksimal 10 dinas mengingat kewenangan di provinsi hanya kewenangan yang bersifat lintas kabupatenkota dan kewenangan yang belum dapat dilakukan oleh kabupatenkota. 8 Realisasi dari amanat perubahan Undang-undang Dasar 1945 secara langsung membawa konsekuensi terhadap landasan hukum pemerintah daerah. Kaidah Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 sebelum diamandemen diperluas ditambah dengan 2 pasal, yang tentunya kaidah yang terkandung didalamnya turut berubah. Untuk itu, pemerintah di bawah Presiden Megawati, setelah melakukan evaluasi yang mendasar, 7 Miftah Thoha, Op.Cit. Hlm. 48 8 Ibid, Hlm. 48-49. Universitas Sumatera Utara maka diterbitkanlah Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai landasan hukum pemerintah daerah yang mengantikan Undang- undang Nomor 22 tahun 1999 yang dianggap tidak sesuai lagi setelah amandemen Undang-undang Dasar 1945 rampung dilaksanakan. 9 Perubahan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, disamping karena adanya perubahan UUD 1945, juga memperhatikan beberapa ketetapan MPR dan Keputusan MPR, seperti: Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IVMPR2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah; dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VIMPR2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPA, DPR, BPK dan MA pada sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2002 dan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5MPR2003 tentang Penugasan kepada MPR-RI untuk menyampaikan Saran atas Laporan Pelaksanaan Keputusan MPR-RI oleh Presiden, DPR, BPK dan MA pada Sidang Tahunan MPR-RI tahun 2003. 10 Penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan Undang-undang ini menekankan supaya pemerintah daerah dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan didaerahnya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dengan 9 Agussalim Andi Gadjong, Op.Cit, Hlm. 167. 10 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Pradnya Paramita, 2005, Hlm. 233-234. Universitas Sumatera Utara memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan potensi keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 11 Selanjutnya perbedaan ketentuan umum antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 1 Perbedaan Ketentuan Umum Antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 No Item UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 22 Tahun 1999 1 Pemerintah Pusat Presiden RI yang memegang kekuasaaan pemerintahan Negara RI sebagaimana dalam UUD 1945; Perangkat NKRI yang terdiri dari presiden dan para menteri; 2 Pemerintahan Daerah Penyelenggara urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan Penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi 3 Pemerintah daerah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah 4 Kedudukan dan Kewenangan DPRD Lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah; Badan legislative daerah berwenang meminta, menilai dan menolak laporan 11 Lihat klausul Menimbang, Khususnya huruf a Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Universitas Sumatera Utara meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah pertanggungjawaban kepala daerah 5 Pengertian Otonomi Daerah Hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. 6 Daerah Otonom Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI. Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang menngatur prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI; 1. Otonomi Terbatas untuk Daerah Provinsi; 2. Otonomi Luas untuk Daerah KabupatenKota; 3. Otonomi asli untuk Desa 7 Desentralisasi Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI 8 Dekonsentrasi Pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah atau kepada instansi vertical diwilayah tertentu Pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah Universitas Sumatera Utara 9 Tugas Pembantuan Penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan atau Desa; dari pemerintah provinsi kepada kabupatenkota dan atau desa, serta; dari pemerintah kabupatenkota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu Penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa; dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan nya kepada yang menugaskan 10 Kedudukan dan Kewenangan Daerah 1. Daerah provinsi merupakan daerah otonom sebagai wakil pemerintah di daerah yang membawahi daerah kabupatenkota, bertanggung jawab ke pemerintah pusat; 2. Daerah kabupatenkota sebagai daerah otonom yang membawahi desakelurahan, bertanggung jawab kepada daerah provinsi; 3. Desakelurahan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang otonom bertanggung jawab kepada kabupatenkota 1. Daerah provinsi sebagai wilayah administratif, wakil pemerintah, bukan sebagai atasan dari pemerintah kabupatenkota; memiliki kewenangan atas lintas kabupatenkota; 2. Daerah kabupatenkota sebagai daerah otonom; 3. Desa sebagai wilayah kesatuan hukum yang memiliki otonomi asli 11 Pertanggungjawab an Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden; Memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah di atasnya; BupatiWalikota kepada Gubernur; Kepala DesaLurah kepada BupatiWalikota Kepada daerah bertanggung jawab kepada DPRD; wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan kepada presiden melalui tembusan pemerintah di atasnya Universitas Sumatera Utara 12 Pemilihan Kepala Daerah Dipilih langsung oleh rakyat Dipilih oleh DPRD 13 Kedudukan dan Kewenangan Kepala Daerah Memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; mengajukan raperda dan menetapkan raperda yang telah mendapat persetujuan DPRD; pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan dibawahnya. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai Kepala eksekutif. 14 Semangat dan Prinsip 1. Mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat peningkatan pelayanan, pemberdayaan, peranserta masyarakat dan peningkatan daya saing daerah; 2. Efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menekankan hubungan antar susunan pemerintahan serta pemberian hak dan kewajiban otonomi daerah; 3. Dengan prinsip: demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan daerah. 1. Amanat konstitusi UUD 1945, penjelasan Pasal 18; 2. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat; 3. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas; 4. Meningkatkan peranserta masyarakat; 5. Mengembangkan peran dan fungsi DPRD; 6. Dengan prinsip demokrasi, partisipasi, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah. 15 Kelembagaan Desa Pemerintahan desa dan badan permusyawarahan desa yang merupakan wakil dari penduduk desa dan ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat Pemerintahan desa dan badan perwakilan desa yang dipilih secara langsung oleh penduduk desa Universitas Sumatera Utara 16 Pembinaan dan pengawasan Pemerintah pusat melakukan: 1. Koordinasi pemerintahan antar-susunan pemerintahan; 2. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan; 3. Bimbingan, supervise dan konsultasi pelaksanaan; 4. Pendidikan dan pelatihan; 5. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan; 6. Pengawasan atas pelaksanaan; 7. Pengawasan terhadap perda dan peraturan kepala daerah; 8. Member penghargaan dan sanksi kepada daerah; 9. Menunjuk aparat pengawas intern pemerintah; 10. Membentuk Dewan Pertimbangan Kebijakan Otonomi Daerah; pembinaan dan pengawasan dilakukan secara hirarki dari atas kebawah hingga desa. 1. Pemerintah hanya memfasilitasi penyelenggaraan otonomi daerah; 2. Pengawasan terhadap perda, disampaikan kepada pemerintah selambat-lambatnya lima belas hari setelah ditetapkan; 3. Membentuk Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah; 4. Pemerintah diatasnya hanya akan berfungsi sebagai fasilitator; motivator dan mediator. Sumber: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diikuti pula dengan Keluarnya Peraturan Pemerintah PP No. 41 Tahun 2007 tentang organisasi Perangkat Daerah. yakni sebagai realisasi dari Pasal 128 ayat 1 Universitas Sumatera Utara dan 2. Belum tuntas Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003 dilaksanakan, sudah digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007. Hal ini nyaris mengulang pergantian replacing Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2000 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003, padahal Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2000 belum genap berumur tiga tahun. Begitu cepatnya bongkar pasang regulasi mengenai organisasi perangkat daerah dilakukan, tampaknya dipengaruhi oleh sekurang-kurangnya empat faktor. Pertama, belum tuntasnya persoalan tarik-ulur kewenangan Pusat- Daerah selama ini. Kedua, pengaruh dinamika politik lokal yang dipengaruhi oleh situasi transisi demokrasi. Ketiga, meningkatnya kesadaran kritis dan tuntutan rakyat lokal terhadap kualitas pelayanan publik di daerah. Dan, keempat, keterbatasan anggaran pemerintah untuk mendukung sistem kelembagaan daerah. 12 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi yang efisien, efektif dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing serta adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya memper- timbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan 12 W. Riawan Tjandra, “Birokrasi Penataan Perangkat Daerah”, http:www.unisosdem.orgekopol_detail.php Diakses pada tanggal 11 Februari 2010. Universitas Sumatera Utara kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah di Indonesia tidak senantiasa sama atau seragam. 13 Kabupaten Gayo Lues sendiri sebagai kabupaten baru dan merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara, berusaha menyikapi lahirnya PP Nomor 41 tahun 2007 dengan tanggap. Hal ini dibuktikan dengan dilaksanakannya restrukturisasi organisasi perangkat daerah pada tahun 2007. Restrukturisasi organisasi perangkat daerah tersebut ditetapkan dalam Peraturan Daerah, yang memuat nama atau nomenklatur, tugas pokok dan susunan organisasi masing-masing satuan kerja perangkat daerah sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas, badan dan kantor,rumah sakit daerah, kecamatan, kelurahan dan lembaga lain sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.

B. Perumusan Permasalahan

Dokumen yang terkait

Implementasi Kebijakan Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Di Kabupaten Toba Samosir (Studi Tentang Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah)

5 157 198

Analisis Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Medan ( Studi Pada Kantor Walikota Medan)

26 173 113

Persepsi Pejabat Daerah Mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah (Analisa Birokrasi di Kabupaten Sumenep)

0 6 2

ANALISIS KEBJAKAN PENATAAN STRUKTUR ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BANTUL BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007

0 3 129

TESIS PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KARO BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH.

0 3 13

PENDAHULUAN PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KARO BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH.

0 4 17

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KARO BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH.

0 10 56

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI

0 0 87

Pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah di kota Surakarta

0 0 85

PP 41 2007 Organisasi Perangkat Daerah

0 0 58