berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya
dan agama
. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada
tahun 1985. Memang banyak para tokoh yang mendefinisikan makna globalisasi, satu
diantaranya David Held, Anthony McGrew dan rekan- rekannya memandang globalisasi dalam pernyataan yang sangat umum:
”Globalisasi pada dasarnya bisa dianggap sebagai perluasan, pendalaman dan percepatan hubungan dunia dengan segala aspek kehidupan sosialnya, dari budaya
sampai kriminal, keuangan sampai spiritual.
44
Mantan Mentri Luar Negeri Republik Indonesia, Ali Alatas, SH, menyatakan bahwa:
“Globalisasi merupakan arus kekuatan yang dampaknya tak dapat dielakan oleh Negara manapun di dunia.”
45
C. Dampak Negatif Globalisasi
Saat ini, proses globalisasi telah terjadi hampir di seluruh bagian dunia, di kawasan Asia, termasuk di Indonesia sendiri. Pada tingkat global dan regional
proses integrasi telah semakin maju. Tidak hanya arus barang dan jasa, orang, uang, dan modal yang telah melintasi batas-batas negara, tetapi juga teknologi,
informasi, dan bahkan juga gagasan. Dunia telah menjadi satu. Kesemua jenis arus itu sulit dibendung masuk dan keluar. Teknologi informasi berperan besar
44
Alex Callinicos, “The Against Third Way,” Yogyakarta: Eduka, 2008, Cet. Ke-1, h. 34.
45
Ali Alatas, dalam Makmur Keliat, “Perspektif-Perspektif Globalisasi,” JISIP UNAS, Jakarta, Desember 2001, No. 5 Thn II, h. 1.
mengatasi hambatan-hambatan dalam perdagangan. Semua negara membuka diri selebar-lebarnya tidak hanya ekonomi, juga pemikiran dan kebudayaan.
46
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal
interaksi dan globalisasi dalam hubungan antar bangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh
ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri
lain baik melalui jalan darat seperti misalnya jalur sutera
maupun jalan laut untuk berdagang.
Menurut Friedman, globalisasi adalah suatu sistem yang muncul setelah berakhirnya perang dingin yang diawali oleh runtuhnya tembok Berlin pada 1991.
Keunikan dari globalisasi adalah sebagai suatu system, ia dibangun atau bertumpu di atas keseimbangan yang tumpah tindi dan saling mempengaruhi satu sama
lainnya.. adapun tiga keseimbangan tersebut adalah pertama keseimbangan antara Negara-negara yang disebutnya sebagai keseimbangan tradisional traditional
balance, kemudian keseimbangan antara Negara bangsa dengan pasar global dan akhirnya keseimbangan antara individu-individu dengan Negara-negara.
47
Menurut Susan Strange dan U. Beck globalisasi sebagai proses yang merongrong kekuasaan Negara. Bagi Susan Strange, seorang intektual political
economist , globalisasi diartikan sebagai suatu proses pengikisan terhadap
46
Soepriyatno, “Nasionalisme dan Kebangkitan Ekonomi,” Jakarta: INSEDe Press, 2008, Cet. Ke-1, h. 125.
47
Soepriyatno, “Nasionalisme dan Kebangkitan Ekonomi,” h. 12.
kekuasaan institusi Negara yang dicirikan oleh berpindahnya kekuasaan dari Negara-negara ke perusahaan- perusahaan shifting power from state to firms.
Tesis ini dikemukakan susan strange karena menurut pengamatannya telah terjadi suatu proses perubahan yang sangat drastis dalam struktur produksi dan keuangan
di tingkat internasional. Jika dilihat dari struktur produksi, barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan ini tidak lagi semata-mata diproduksi oleh dan untuk
warga yang hidup dalam suatu wilayah Negara tertentu. Sebagai akibatnya, gagasan tentang pasar dalam negeri domestic market telah kehilangan makna
karena barang-barang dan jasa-jasa telah dihasilkan warga dari beberapa Negara untuk ditawarkan ke pasar dunia.
48
Demikian juga halnya dengan struktur keuangan. Kini penciptaan dan penggunaan kredit untuk mendanai produksi barang-barang dan jasa-jasa tidak
lagi berada dalam operasi skala nasional. Pasar keuangan internasional yang menghubungkan kota-kota besar di dunia juga tidak pernah berhenti melakukan
aktivitasnya selam 24 jam karena telah terhubungan secara elektronik.. akibatnya, bank-bank dan pasar keuangan local tidak lagi dapat menjadi otonom sepenuhnya
tetapi telah menjadi bagian dari system yang lehih besar yang aturan mainnya sangat sulit diregulasi oleh Negara.
49
Sedangkan U. Beck tidak berbeda jauh dengan susan. Hanya saja menurut U. Beck yang merongrong kekuasaan Negara itu tidak hanya perusahaan-
perusahaan yang bermain di pasar, tetapi juga berbagai actor non Negara dengan jaringan kerja, identitas, orientasi dan kekuasaan yang beraneka ragam pula.
48
Soepriyatno, “Nasionalisme dan Kebangkitan Ekonomi,” h. 2.
49
Ibid, h.3.
Dengan pengertian ini U. Beck lebih jauh menyatakan bahwa istilah globalisasi haruslah dibedakan dari istilah pengglobalan globality dan globalism.
Globalism adalah pandangan bahwa dunia didominasi oleh perekonomian dan kita menyaksikan munculnya hegemoni pasar dunia kapitalis dan ideology
neoliberal yang menopangnya. Menurut Beck,
“ini melibatkan pemikiran linier dan monokausal. Multidimensionalitas dari perkembangan global - ekologi, politik, kultur, dan masyarakat sipil – diredusir menjadi
dimensi ekonomi saja. Dan dimensi ekonomi itu dilihat, lagi-lagi secara keliru, bergerak dalam arah linier menuju pada semakin menguatnya ketergantungan pada pasar dunia.
Jelas, Beck melihat dunia dari sudut pandang yang lebih multidimensional dan multi direksional. Selain itu, dia sangat sensitive terhadap problem yang diasosiasikan dengan
pasar dunia kapitalis, termasuk fakta bahwa ada segala macam rintangan untuk perdagangan bebas dan bahwa dalam pasar dunia ini bukan hanya pemenang, tetapi
juga banyak pecundang.”
50
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.
•
Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan
internet menunjukkan bahwa
komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan
banyak hal dari budaya yang berbeda.
•
Pasar dan produksi
ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling
bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi
semacam World Trade Organization
WTO.
50
George Ritzer goodman. J. Douglas, “Teori Sosiologi Modern,” Jakarta: Prenada Media, 2004, Edisi Ke – 6, h. 592.
•
Peningkatan interaksi kultural
melalui perkembangan media massa terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga
internasional. saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam
budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
•
Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional,
inflasi regional dan lain-lain.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah
membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia
adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa
sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali
yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Dalam
ceramahnya di Reith tahun 1999, Giddens melihat bahwa globalisasi tidak hanya melangkah maju, namun juga mendorong mundur, menciptakan tekanan baru
terhadap otonomi lokal. Ini artinya globalisasi adalah dasar untuk melestarikan identitas budaya lokal dikawasan lain.
51
Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan
globalisasi, terdapat tiga posisi teroritis yang dapat dilihat, yaitu:
51
A. Giddens, “Runaway World,” London, 1999, h. 12-13.
•
Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan
yang memiliki konsekuensi nyata terhadapr bagaimana orang dan lembaga
di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara- negara dan
kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan
ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap
proses tersebut.
•
Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik
perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia
yang toleran dan bertanggung jawab.
•
Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah
sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan
barat terutama
Amerika Serikat yang memaksa
sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka
kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi antiglobalisasi
.
•
Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi.
Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka
merujuk bahwa kapitalisme
telah menjadi sebuah fenomena
internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami
saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi
, dari produksi dan perdagangan kapital.
•
Para transformasionalis berada di antara para globalis dan
tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga
berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi
seharusnya dipahami sebagai seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian
besar tidak terjadi secara langsung . Mereka menyatakan bahwa
proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.
Pengaruh atau kesan yang ditimbulkan oleh globalisasi ini begitu besar dan luas, ia telah menyentuh seluruh aspek sendi-sendi kehidupan manusia, mulai
ekonomi, politik, sosial, budaya bahkan agama terkena pengaruh daripada globalisasi. Karena itu, harus ada tindakan prepentif dari umat Islam agar dampak
negative globalisasi tidak merasup dalam keseharian hidup Terjadinya globalisasi ekonomi bisa kita lihat dengan masuknya pasar
asing ke Negara kita. Globalisasi ekonomi ini sesungguhnya didukung oleh sebuah kekuatan yang luar biasa hebatnya, yaitu apa yang disebut liberalisme
ekonomi, yang sering juga disebut kapitalisme pasar bebas. Kapitalisme adalah
suatu sistem ekonomi yang mengatur proses produksi dan pendistribusian barang dan
jasa. Kapitalisme
ini mempunyai tiga ciri pokok, yaitu pertama, sebagian besar sarana produksi dan
distribusi dimiliki oleh individu, kedua, barang dan jasa diperdagangkan di pasar bebas yang bersifat kompetitif, ketiga, modal diinvestasikan ke dalam berbagai
usaha untuk menghasilkan laba. Dalam perkembangannya sistem kapitalisme ini berkembang tidak sehat,
karena timbulnya persaingan tidak sehat dan mengabaikan unsur etika dan moral; yang modalnya kuat akan menguasai yang modalnya lemah, akhirnya Pemerintah
harus ikut mengaturnya. Bagi negara-negara berkembang, hal tersebut jelasakan sangat merugikan, karena produk dalam negerinya tidak akan mampu bersaing
dengan produk negara maju. Selain itu, bagi masyarakat, yang mengikuti pola hidup yang konsumtif, akan langsung menggunakan apa saja yang datang dari
negara lain, karena barangkali itu yang dianggap paling baik, juga sebagai pertanda sudah memasuki kehidupan yang modern.
Dalam bidang politik, dampak negative globalisasi antara lain adalah dengan perubahan sistem ketatanegaraan, pelaksanaan pemilihan umum untuk
anggota–anggota parlemen, pemilihan Presiden dan Wapres,Pemilihan Gubernur dan Wagub serta pemilihan Bupati dan Wabup Walikota dan Wakil Walikota
yang dilaksanakan secara langsung. Tetapi kita harus waspada karena adanya
perubahan
tersebut akan menimbulkan pertentangan dalam masyarakat, karena tidak semuanya masyarakat kita berpendidikan. Selain itu, perubahan yang terjadi tidak
selalu cocok
jika diterapkan di Indonesia. Dalam bidang sosial dan budaya, dampak negative globalisasi antara lain
adalah meningkatnya individualisme, perubahan pada pola kerja,terjadinya pergeseran nilai kehidupan dalam masyarakat. Saat ini di kalangan generasi muda
banyak yang seperti kehilangan jati dirinya.Mereka berlomba-lomba meniru gaya hidupala Barat yang tidak cocok jika diterapkan diIndonesia, seperti berganti-
ganti pasangan,konsumtif dan hedonisme. Namun di sisi lain globalisasi juga dapat mempercepat perubahan pola kehidupan bangsa. Misalnya melahirkan
pranata-pranata atau lembaga-lembaga sosial baru sepertiLembaga Swadaya Masyarakat LSM, organisasi profesidan pasar modal. Perkembangan pakaian,
seni dan ilmupengetahuan turut meramaikan kehidupan bermasyarakat. Dari berbagai dampak negatif globalisasi di atas akhirnya semua juga akan
berimbas pada keberagamaan. Karena secara filosofis semua dampak tersebut masih dipengaruhi oleh paham materialisme. Dakwah yang merupakan salah satu
aktivitas kegiatan agama tersebut mau tidak mau akan dipengaruhi oleh kenyataan tersebut, sehingga tidak aktivitas dakwah tidak mampu mencapai hasil yang
optimal.
52
52
Amrullah Achmad, editor, “Dakwah Islam dan Perubahan Sosial,” Yogyakarta: Prima Duta, 1983, h. 127.
BAB III PROFIL FRONT PEMBELA ISLAM FPI
A. Latar Belakang Berdiri Front Pembela Islam FPI
1. Sejarah Kelahiran FPI
Front Pembela Islam atau yang lebih dikenal dengan FPI
54
dideklarasikan pada
17 Agustus 1998
24 Rabiu al-Tsani 1419 H di halaman Pondok Pesantren
Al-Um , Kampung Utan,
Ciputat ,
Jakarta Selatan, oleh sejumlah Habaib, Ulama,
Mubaligh dan Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah
Jabodetabek . Pendirian organisasi ini hanya empat bulan setelah Presiden
Soeharto mundur dari jabatannya, karena pada saat pemerintahan orde baru, presiden tidak mentoleransi tindakan ekstrimis dalam bentuk apapun. FPI pun
berdiri dengan tujuan untuk menegakkan hukum Islam. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara
ulama dan umat dalam menegakkan amar maruf dan nahi munkar di setiap aspek kehidupan. Latar belakang didirikan FPI terdiri dari beberapa poin dasar
sebagaimana diklaim oleh organisasi tersebut antara lain: 1.
Adanya penderitaan panjang umat Islam di Indonesia
karena lemahnya kontrol sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya
53
Wawancara dengan A. Sobri Lubis Sekjen FPI, Petamburan, Jakarta, Kamis, 11 Febuari 2010.
54
Selanjutnya akan disingkat FPI