Strategi dakwah FPI dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi

(1)

STRATEGI DAKWAH FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)

DALAM MENANGGULANGI DAMPAK NEGATIF

GLOBALISASI

Skripsi

”Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)”

Oleh: Dodiana Kusuma NIM 103051028452

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M


(2)

STRATEGI DAKWAH FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)

DALAM MENANGGULANGI DAMPAK NEGATIF

GLOBALISASI

Dodiana Kusuma NIM 103051028452

Di bawah bimbingan

Drs. Jumroni.M,si NIP 196305151992031006

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/ 2010 M


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “STRATEGI DAKWAH FRONT PEMBELA ISLAM

(FPI) DALAM MENANGGULANGI DAMPAK NEGATIF

GLOBALISASI” telah diujikan dalam sidang Munaqosyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada 15 Maret 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam pada Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam.

Jakarta, 15 Maret 2010 Sidang Munaqosyah

Ketua, Sekretaris,

Drs. Jumroni.M.si Faza Amri, S.Sos. I NIP 196305151992031006 NIP 197807032005011006

Penguji

Penguji I, Penguji II,

Drs. Masran, MA Drs. S. Hamdani, MA NIP 150275348 NIP 195503091994031001

Pembimbing

Drs. Jumroni, M.si NIP 1963051511992031006


(4)

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sangsi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Jakarta, 15 Maret 2010 Penulis,


(5)

Abstrak

Latar belakang pendirian FPI pada mulanya karena kezaliman yang sudah kelewat batas dan kemunkaran yang sudah merajalela, yang tidak bisa tidak, semua itu harus dihadapi dengan penegakan amar ma’ruf nahi munkar. Karena sudah menjadi visi dan kerangka berpikir FPI, bahwa kemunkaran- kemunkaran tadi mustahil dilenyapkan dan dihilangkan tanpa penegakan amar ma’ruf nahi munkar. Visi tersebut dikembangkan kembali menjadi sebuah misi yang bulat, yaitu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar tersebut dalam setiap aspek kehidupan umat Islam untuk menuju Indonesia yang baldartun thayyibah. Dalam skripsi ini penulis akan membahas permasalahan yang sudah dirumuskan pada perumusan masalah, Apa strategi dakwah Front Pembela Islam (FPI) dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi? Hambatan-hambatan apa yang dihadapi Front Pembela Islam dalam Menanggulangi Dampak Globalisasi?

Strategi dakwah FPI dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi pada awalnya selalu menggunakan cara konfrontatif saat turun mimbar ke jalan, merazia tempat-tempat maksiat – khususnya di Jakarta – seperti: tempat perjudian, pelacuran, dan dunia malam. Aksi yang mereka lakukan ini tak jarang menimbulkan konflik horizontal dengan masyarakat setempat, terutama dengan para preman yang kebanyakan menjadi becking tempat maksiat tersebut. Secara kualitatif, metode ini memang membuahkan hasil.

Untuk mengetahui secara umum strategi FPI dalam merespon kemunkaran terutama yang berkaitan dengan penyakit masyarakat sangat bergantung pada kondisi lokasi terjadinya kemunkaran tersebut. Jika masyarakat setempat mendukung terjadinya kemaksiatan, maka FPI akan menggunakan cara persuasif, biasanya melalui pengajian melalui penggunaan metode pengajian atau tablik akbar. Pada awal berdirinya, FPI mengunakan cara konfrontatif. Cara kedua ini memang cukup efektif ketika para produsen kemaksiatan menjadi jera dengan tindakan FPI yang cenderung represif, di antaranya dengan menghancurkan tempat mereka bersarang.

Dakwah yang dilakukan oleh FPI untuk menanggulangi dampak negatif globalisasi sudah jelas adalah amar ma’ruf nahi munkar. Ada beberapa hambatan yang cukup sulit untuk diselesaikan oleh FPI, faktor eksternal dan internal FPI. Faktor eksternal merupakan persoalan dukungan pemerintah dan instansi-instansinya terhadap visi dan misi FPI dalam menjalankan nilai-nilai yang mereka anut. Dalam kaca matanya, hambatan dan tantangan dakwah internal yang mereka alami, yaitu: 1.) Adanya oknum-oknum yang mencari keuntungan pada jalan yang merusak, 2) Kalangan yang membela sepilis (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme), 3.) Oknum aparat penegak hukum yang mencari keuntungan, 4.) Oknum-oknum preman yang dibayar oleh mafia, 5.) Setan dan hawa nafsu yang ada pada diri kita masing-masing.


(6)

KATA PENGANTAR

Tidak ada kata yang pantas untuk memulai pengantar ini selain puji serta syurkur Penulis kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai nikmat dan kekuatan, sehingga Penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Meskipun, banyak kendala-kendala di tengah jalan yang kadang menjadi beban pikiran dan penghambat proses. Tetapi semua itu Penulis jadikan sebagai pembelajaran dan pengalaman yang sangat berharga.

Shalawat dan salam tak lupa Penulis panjatkan kepada suri tauladan umat manusia sedunia, yaitu Baginda Nabi Besar Muhammad Saw, keluarganya, sahabatnya, dan kita semua para pengikutnya. Yang telah mengorbankan jiwa, raga, bahkan harta dan bendanya untuk memperjuangkan Islam, sehingga kita dapat meneruskan ajarannya dan hidup dalam bimbingan warisannya, yaitu: al-qur’an dan hadist.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentunya banyak sekali bantuan yang Penulis dapatkan dari berbagai pihak. Baik itu dukungan materil, maupun non materil. Sebab itu, sudah sepantasnya Penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada beliau semua atas bantuannya. Terutama kepada:

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. DR. Komaruddin Hidayat, beserta para pembantu Rektor. Walaupun saya kurang mengenal dengan akrab satu sama lain, namum hal itu tidak mengurangi rasa hormat dan terima kasih saya kepada mereka.


(7)

2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Pudek I, Bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA, selaku Pudek II, dan Bapak Drs. Study Rizal LK, MA, selaku Pudek III.

4. Bapak Drs. Jumroni, MA. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

5. Ibu Umi Musyarrafah, MA, Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, yang telah banyak memberikan masukan dan motivasi kepada Penulis.

6. Untuk semua Dosen (yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu) yang dengan kesabaran dan kesungguhannya telah mengajar dan mendidik Penulis selama proses belajar di kampus. Terutama untuk dosen pembimbing Penulis, Bapak Drs. Jumroni, MA yang dengan sabar membimbing Penulis dari awal sampai selesainya skripsi ini.

7. Kepada para pejabat Pusat Pengkajian Komunikasi Massa (PPKM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Gun-Gun Heriyanto M.Sc, Prof. Andi Faisal Bakti P.hd, Ibu DR. Umaimah Wahid, Ibu Armawati Arbi M.Sc, Bapak Budi M.Sc, dan lainnya, yang telah memberikan banyak ilmu kepada Penulis dan para aktivis PPKM dalam bentuk seminar dan diskusi. 8. Kepada semua jajaran pengurus perpustakaan utama UIN Syarif


(8)

9. Kepada semua jajaran pengurus FPI, terutama Bapak Habib Rizieq Shihab selaku Ketua FPI, Ustad. Shabri Lubis selaku Sekertaris Jenderal, dan Pak Irwan selaku asisten pribadi, terutama Ustad. Shabri Lubis selaku Sekertaris Jendral FPI yang sudah bersedia untuk Penulis wawancarai, saya ucapkan terima kasih atas bantuan kalian semua. Karena tanpa bantuan kalian semua, skripsi ini tidak akan mungkin bisa diselesaikan. 10.Untuk Ibunda tercinta, Ibu Icih Sukaesih yang kasih dan sayangnya tidak

pernah berkurang kepada Penulis dan ingin melihat anaknya menjadi sarjana, terima kasih atas dukungan kepercayaan, pengorbanannya, serta doanya selama ini. Semoga engkau tetap berada dalam ridha Allah SWT dan dipanjangkan umurnya untuk selalu taat beribadah kepada-Nya. 11.Sahabat-sahabatku KPI, Zakaria (Wali 11), Romadon (BB Air), Jarwo

(Dewan Syuro), Aswin (JK), Sardi (Embah), Jeanne (Si Labil), dan tim hore, Ika Roti, Fatimah (Artis KPI), Aceng (Bule) yang selalu menolong saat penulis berada dalam kesulitan, semoga persahabatan kita tidak hanya di bawah atap kampus ini. Dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih semua!!!

12.Kepada temanku yang lainnya, Muin, Manto, D-blenk, kawan-kawan PMI, Khususnya Amin, Hamdi, Pacun, Sae, BPI, khususnya Barok, Dinay, dan kawan-kawanya MD, terutama Maya, Kesos, Terutama Syakur, dan kawan-kawan yang Penulis tidak bisa sebutkan satu per satu. Terima kasih juga kepada Mas Irwan yang telah berusaha membantu Penulis untuk


(9)

dapat wawancara kepada Ustad Shabri Lubis, Sukses untuk kalian semua. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian.

Akhirnya, saat ini Penulis hanya bisa membalas dengan doa dan doa, semoga semua pihak yang telah memberi perhatian dan membantu atas kelancaran studi Penulis untuk meraih gelar sarjana mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT, serta hajadnya dikabulkan, dan mohon maaf apabila ada kata-kata atau penulisan dalam skirpi ini yang salah. Penulis mengakui banyak sekali kekurang dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritikan dan masukan yang konstruktif sangat penulis harapkan bagi siapa saja yang mau membantu untuk menyempurnakannya. Wassalam.

Jakarta, 15 Maret 2010


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... ... ii KATA PENGANTAR ...

... iii DAFTAR ISI ...

...vi

BAB I PENDAHULUAN

...1

A. Latar Belakang Masalah

...1

Pembatasan dan Perumusan Masalah

...8

Tujuan dan Manfaat Penelitia

...8

Metodologi Penelitian

...9

Tinjauan Pustaka ... ...11


(11)

Sistematika Penulisan ... ...12

BAB II TINJAUAN TEORI STRATEGI DAKWAH DALAM

MENANGGULANGI DAMPAK NEGATIF GLOBALISASI . 14

Ruang Lingkup Dakwah ... ...14

Pengertian Dakwah ... ...14

Hukum Dakwah Islam

...18

Unsur-unsur Dakwah

...20

Strategi Dakwah

...28

Pengertian Globalisasi ... ...34 Dampak Negatif Globalisasi ...

...36 BAB III PROFIL FRONT PEMBELA ISLAM ...


(12)

Latar Belakang Berdiri Front Pembela Islam ... ...46 Dakwah dan Aksi Lapangan FPI ...

...51 Tuntutan Pembubaran FPI ...

...71

BAB IV STRATEGI DAKWAH FRONT PEMBELA ISLAM DALAM MENANGGULANGI DAMPAK

NEGATIF GLOBALISASI ... ...74 Strategi Dakwah Front Pembela Islam ...

...74 Strategi FPI Dalam Menghadapi Globalisasi ...

...80 Strategi Dakwah FPI Dalam Menanggulangi Dampak

Negatif Globalisasi ... ...83

BAB V PENUTUP ... ...93

Kesimpuan ... ...93


(13)

A....Sa

ran-saran ... ...94

DAFTAR PUSTAKA ... ...97 LAMPIRAN ...


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dinamika umat Islam yang terjadi di lapangan hingga saat ini sangat dinamis dan pariatif, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Salah satu permasalahan tersebut adalah hampir hilangnya nilai-nilai syariat dalam keseharian hidup karena pengaruh budaya lain yang notabenenya berbau liberalisme. Namun demikian, tiap permasalahan umat Islam tersebut perlu diidentifikasi dan dicarikan alternatif pemecahan yang relevan dan strategis melalui pendekatan-pendekatan dakwah yang sistematis dan profesional. Karena di era globalisasi saat ini dinamika tersebut sangat berkaitan erat dengan perubahan dan perkembangan zaman.

Tingkat dinamisasi kehidupan global yang semakin tinggi dan kompetitif telah menggiring umat manusia senantiasa memandang persoalan hidup secara pragmatis, logis serba instant dan matematis. Keadaan demikian di samping membawa manfaat positif berupa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin mempermudah aktivitas manusia, juga telah membawa implikasi negatif berupa lemahnya semangat transendental dan memudarnya hubungan-hubungan sosial. Implikasi ini berlangsung demikian lama, sehingga dewasa ini telah melahirkan berbagai kenyataan sosial yang cukup paradoksal dengan citra ideal Islam.1

1


(15)

Di era globalisasi, secara sosiologis akan terjadi berbagai pergeseran dalam aspek kehidupan umat. Ada gejala perubahan pola pemahaman dan perilaku keagamaan dari yang bersifat ritual ke arah yang lebih bersifat sosial. Salah satu diskursus yang menarik dewasa ini adalah isu tauhid sosial sebagai otokritik terhadap fenomena tauhid yang bersifat vertikal dan individual yang dianut selama ini sehingga umat Islam saat ini mulai beralih dari khilafiyah ibadah ritual kepada khilafiyah ibadah sosial, yakni mulai memperbincangkan bagaimana idealnya model dan paket-paket dakwah di abad ke-21.

Seiring dengan pergeseran ini, maka tema-tema dakwah pun yang muncul ke permukaan adalah masalah-masalah yang menyangkut: lingkungan hidup, etika bisnis, bioteknologi, HAM, Demokrasi, supremasi hukum, krisis kepemimpinan, etika politik, kesenjangan sosial ekonomi, gender, dan tema- tema semacamnya yang bersifat kotemporer.

Untuk mengantisipasi agar masalah yang terjadi tidak berkelanjutan harus ada sebuah gerakan yang mempu menyelesaikan atau minimal mencegah. Dalam Islam kita semua mungkin kenal dengan istilah dakwah. Secara etimologi, kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti “seruan, panggilan, ajakan, undangan ataupun permintaan.2 Sementara dalam kamus bahasa Indonesia, dakwah didefinisikan: Penyiaran atau propaganda, penyiaran agama dan pengembangannya dikalangan masyarakat, seruan untuk memeluk, mempelajari dan mengamalkan ajaran agama.3

2

A. W. Munawir, Kamus al-Munawir Arab-Indonesia Lengkap, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), Cet Ke-14, edisi 2, h.407

3

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1997), Cet.ke 9, h.205


(16)

Sedangkan secara terminologi banyak pendapat yang menafsirkan tentang difinisi dakwah. Salah satunya Prof. DR. Quraish Shihab yang mendifinisikan dakwah sebagai;

“Seruan atau ajakan kepada keinsyafan, atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat, dan dakwah seharusnya berperan dalam pelaksanaan ajaran agama Islam secara menyeluruh dalam berbagi aspek kehidupan”.4

Dalam pengertian yang lebih khusus dakwah berarti mengajak (individu atau kelompok) untuk berbuat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, serta meninggalkan larang-Nya (amar ma’ruf nahi munkar). Di surat Ali ‘Imron: 104 Allah SWT berfirman:5

 

 

!"

#

$

%&

'

(* +

,-. %

/

%&

#012

Artinya:

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung.”(QS. 3: 104)

4

Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1988) Ce. Ke-17, h. 194

5 Al-Qur’an dan Terjemah, (Saudi Arabiah : Mujamma’ Malik Fahd Li Thiba’at Al-Mush-Haf Asy-Syarif Medinah Munawwarah), hal. 93.


(17)

Selain dalil di atas Allah juga menyeru kepada kita untuk berdakwah dalam firman-Nya di surat an-Nahl ayat 125 sebgai berikut:

234

(

5

&

&

"

7

8%!

+

91 :

;

-%

'

(<

,-=8 /

&

3

> ?

@4

7

,-=8 /

AB

!%&

#0C

2

Artinya :

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. 16: 125)

Kata ud’u yang artinya diterjemahkan dengan “serulah” atau “ajaklah” adalah fiil amr, yang menurut aturan ushul fiqih menjadi wajib hukumnya selama belum ada ketentuan lainnya yang dapat menggantikan hukum tersebut. Sebagaimana dijelaskan Prof. H.M. Toha Yahya Omar, MA:

“…setiap fiil amr menjadi perintah wajib yang harus dipatuhi selama tidak ada dalil-dalil lain yang memalingkannya dari wajib itu kepada “sunnat” dan lainnya.”6

6

Prof. H. M. Toha Yahya Omar, MA, ”Islam dan Dakwah,” (Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2004), Cet. Ke-1, hal. 71.


(18)

Islam adalah agama wahyu yang selalu berhadapan dengan zaman yang terus berubah. Untuk itu, umat Islam selalu ditantang bagaimana mensintesakan keabadian wahyu dengan dinamisasi zaman. Mendakwahkan Islam berarti memberikan jawaban Islam terhadap berbagai permasalahan umat. Karenanya dakwah Islam selalu terpangil untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dan akan dihadapi oleh umat manusia, terutama masalah globalisasi yang saat ini sedang marak.

Meskipun misi dakwah sejak dahulu hingga kini tetap sama, mengajak umat manusia ke dalam sistem Islam, namun tantangan dakwah berupa problematika umat senantiasa berubah dari waktu ke waktu.7 Dialektika ini tidak akan pernah berhenti jika totalitas penanaman aqidah Islam di setiap pribadi umat Islam tidak diterapkan sebagai way of life.

Untuk mengatasi berbagai persoalan di atas, dakwah tidak cukup bila dilakukan secara konvesional (dari mimbar ke mimbar), sporadis, dan reaktif, tetapi harus bersifat profesional, strategis, dan pro-aktif. Menghadapi mad’u (sasaran dakwah) yang semakin kritis dan tantangan dunia global yang semakin kompleks dewasa ini, maka diperlukan strategi dakwah yang efektif dan tepat sasaran di tengah arus kehidupan.

Dakwah merupakan bentuk aktivitas komunikasi profetik,8 yang membawa misi kenabian. Pada literatur ilmu dakwah akan kita jumpai penjelasan

7

Mahmud Yunus,Pedoman Dakwah Islam, (Jakarta: Hida Karya Agung, 2001),hl 7 8

Term ini merupakan istilah baru dalam khazanah ilmu komunikasi. Istilah ini buah dari pengembangan konsep Ilmu Sosial Profetik (ISP) yang pernah digagas oleh Kuntowijoyo, seorang ilmuwan Islam yang terinspirasi juga oleh spirit Prophetic Reality yang diusung Muhammad Iqbal dan Roger Geraudy. Dengan menyebut ilmu-ilmu profetik (seperti halnya komunikasi profetik), kita hanya mendapatkan substansinya, bukan bentuk. Menurut Kuntowijoyo, Ilmu profetik


(19)

bahwa dakwah merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk mensiarkan nilai-nilai kebenaran agama Islam dan mengajak umat manusia di manapun dan kapanpun mereka berada menuju jalan yang diridhai oleh Allah SWT (siroth al-mustakim).

Aktivitas dakwah merupakan aksi yang sangat pleksibel dan variatif. Karena itu dakwah bisa dilakukan: melalui lisan (bil lisan), tulisan (bil qalam), maupun perbuatan (bil hal).9 Tentunya masing-masing metode ini memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri sebagai pendekatan dalam aktivitas berdakwah. Selain itu menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa dakwah pun bisa dilakukan cukup dengan hati.

! "! #$%&ی ﻝ () ﻥ+& ! #$%&ی ﻝ (, -. /

0+123

(+4ی5

)

&

-(

Artinya:

“Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka rubahlah dengan tanganmu, maka jika kamu tidak mampu, maka dengan perkataan, dan jika tidak mampu, maka dengan hatimu. Dan yang demikian itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Fenomena dakwah di Indonesia kini tidak hanya dilakukan secara individual saja. Cukup banyak organisasi keislaman yang terbentuk untuk memperjuangkan amar ma’ruf nahi munkar, satu di antaranya Front Pembela menemukan bentuknya dalam wujud ilmu integralistik yang menyatukan wahyu Tuhan dan akal pikiran manusia. Dalam hal inilah, komunikasi profetik diajukan dalam kerangka baru praktik ilmu komunikasi Islam yang memadukan konsepnya dengan kajian ilmu komunikasi yang sudah berkembang sebelumnya.

9

J. Suyuti Pulungan, “Universalisme Islam,” (Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002), Cet. Ke-1, hal. 65.


(20)

Islam atau lebih akrab disebut FPI. Front Pembela Islam atau biasa dikenal FPI ini adalah salah satu organisasi keislaman yang muncul sebagai reaksi terhadap distorsi dan deviasi praktik kehidupan umat, terutama umat Islam yang terbawa arus kemaksiatan. Gerakan dakwah mereka memfokuskan diri pada masalah amar ma’ruf nahi munkar dan syariat Islam dengan cara turun mimbar. Artinya, semua bentuk dakwah yang mereka lakukan tidak hanya bersifat bil lisan dan bil qalam, tetapi juga dengan bil hal (turun mimbar). Mereka selalu melakukan aksi turun ke jalan untuk memberantas kemaksiatan yang terjadi di lingkungan masyarakat, terutama masyarakat Islam dengan tujuan menyelamatkan mereka dari murka Allah SWT.

Dalam pandangan FPI amar ma’ruf nahi munkar ditegakkan di atas landasan akidah Islam. Oleh karena itu, FPI berketetapan untuk bersikap terus terang, berani dan tegas serta menentang setiap hal yang kontra dengan syariat Islam. Mereka tidak segan-segan mengeksekusi semua bentuk kemaksiatan, baik berupa perjudian, pelacuran, narkoba, maupun razia tempat hiburan malam yang berdampak negatif.

Sebagai salah satu organisasi yang berbasis Islam (al-quran dan hadis), selain turun ke jalan metode dakwah FPI juga meliputi dakwah bil lisan (membuat masjlis ilmu), dakwah bil qalam (menyerukan nilai Islam lewat media) yang disebarluaskan kepada masyarakat mengenai masalah yang sedang diperjuangkan, satu diantaranya yaitu masalah dampak negatif globalisasi. Karena globalisasi merupakan wadah atau jembatan masuknya berbagai jenis kemaksiatan yang


(21)

selalu disebarluaskan oleh musuh-musuh Islam guna menjerumuskan dan menghancurkan umat Islam.

Dalam pembahasan ini penulis akan meneliti tentang bagaimana strategi dakwah Front Pembela Islam dalam menanggulangi dampak globalisasi. Karena penetrasi budaya barat yang cenderung oposisional dengan syariat Islam mulai merebak di tengah kehidupan umat Islam dewasa ini, bahkan menjadi gaya hidup keseharian. Karena alasan di atas maka penulis memberi judul skripsi ini “Strategi Dakwah Front Pembela Islam ( FPI ) Dalam Menanggulangi

Dampak Negatif Globalisasi”sebagai syarat menyandang gelar strata satu (1) di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan terfokus pada suatu permasaahan maka kajian ini dibatasi pada konsep serta ruang lingkup strategi dakwah Front Pembela Islam, adapun perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana strategi dakwah Front Pembela Islam (FPI) dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi?

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan batasan dan rumusan masalah di atas penulis bertujuan dari penelitian ini:


(22)

b. Untuk mengetahui strategi FPI menghadapi era globalisasi

c. Untuk mengetahui strategi dakwah FPI dalam menanggulangi dampak globalisasi

2. Manfaat Penelitian

Sebagaimana rumusan dan tujuan perumusan di atas, maka penulis mengharapkan manfaat dari penulisan ini adalah :

a. Dengan penelitian ini bisa kita ambil cara atau strategi FPI dalam Menanggulangi Dampak Globalisasi

b. Tulisan ini diharapkan bisa memberi tambahan wacana dan referensi untuk keperluan studi lebih lanjut dan menjadi bahan bacaan kepustakaan.

D. Metodologi Penelitian

Bentuk penelitian skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research), dimana penulis melakukan penelitian langsung ke lapangan guna mendapatkan data yang dibutuhkan untuk penulisan skripsi ini. Dan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran secara objektif suatu masalah dalam skripsi ini. Sedangkan teknik penulisan bersifat deskriptif analisis, yaitu memberikan gambaran terhadap subjek dan objek penelitian.


(23)

Subjek penelitian adalah tempat memperoleh keterangan.10 Dan yang menjadi objek penelitian adalah Front Pembela Islam (FPI). Sumber data adalah mereka yang dapat memberikan informasi tentang objek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi nara sumber adalah Habib Riziq Shihab dan pimpinan dengan alasan mereka sebagai subjek penelitian.

1. Dasar Penetapan Lokasi

Penelitian ini dilakukan di kantor FPI, yaitu Jalan Petamburan, Jakarta Pusat. Dengan pertimbangan bahwa keberadaan Kantor FPI merupakan salah satu wujud kongkrit organisasi Islam di Indonesia. Oleh karena itu dengan memilih kantor FPI sebagai tempat penelitian diharapkan dapat memberikan data yang lebih lengkap dan akurat.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai awal bulan September hingga Oktober 2009, dari mulai pengurusan perizinan sampai tahap pengumpulan data yang dilakukan secara incidental (sesuai dengan keperluan dalam melengkapi data).

3. Teknik Pengumpulan Data

Interview

Merupakan suatu alat pengumpulan informasi langsung tentang beberapa jenis data.11 Dalam penelitian ini penulis langsung mewawancarai Habib Riziq Shihab dan Sekjen FPI.

• Dokumentasi

10

Tatang M. Arifin, “Menyusun Rencana Penelitian,” (Jakarta: Rajawali Press, 1989), hal. 13.

11


(24)

Data diperoleh dari dokumen-dokumen yang berupa catatan formal, dan juga buku-buku, majalah, koran, dan catatan lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

• Observasi

Yaitu penulis langsung mendatangi kantor FPI, guna memperoleh data yang valid tentang hal-hal yang menjadi objek penelitian.

• Teknik Analisis Data

Dari data yang dikumpulkan, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan. Adapun metode yang penulis gunakan dalam menganalisa data adalah depskriptif analitik, maksudnya adalah cara melaporkan data dengan menerangkan dan memberi gambaran mengenai data yang terkumpul secara apa adanya dan kemudian data tersebut disimpulkan.

Penulisan skripsi ini mengacu kepada buku “Pedoman Penulisan” skripsi edisi terbaru terbitan UIN Press.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini sebelum penulis mengadakan penelitian lebih lanjut, kemudian menyusunnya menjadi karya ilmiah, maka langkah awal yang penulis tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu terhadap skripsi terdahulu yang mengangkat judul tentang Front Pembela Islam (FPI). Maksud mengkaji ini


(25)

adalah agar dapat diketahui bahwa apa yang penulis teliti sekarang tidak sama dengan penelitian dari skripsi terdahulu.

Adapun setelah penulis mengadakan suatu kajian kepustakaan, penulis akhirnya menemukan skripsi yang mengangkat tentang Front Pembela Islam yang disusun Abdul Basir jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi dengan judul skripsi “Dakwah Politik Front Pembela Islam” dengan bahasan macam-macam metode dakwah FPI, relevansi metode dakwah politik FPI pada zaman sekarang, faktor pendukung dan penghambat dalam mengembangkan dakwah politik.

Berbeda halnya dengan skripsi di atas, bahwa penelitian yang akan saya lakukan pada Front Pembela Isam (FPI) adalah bertujuan menganalisis strategi dakwah FPI dengan konsep, ruang lingkup dakwah seperti apa yang digunakan oleh FPI dalam menanggulangi dampak globalisasi.

Demikian tinjauan pustaka ini saya lakukan, dimana perbedaan pokok bahasan atau materi antara apa yang akan penulis teliti dengan skripsi terdahulu, terlebih pada pokok penelitiannya, bahwa pada penelitian tedahulu hanya menjelaskan tentang dakwah politik Front Pembela Islam sedangkan pada penelitian ini penulis akan menganalisis tentang strategi dakwah Front Pembela Islam dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dari skripsi ini maka sistem penulisan disusun sebagai berikut:


(26)

Bab I : Merupakan bab pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

Bab II : Membahas tentang tinjauan dakwah dan globalisasi terdiri dari: pengertian dakwah, hukum dakwah Islam, unsur-unsur dakwah, pengertian globalisasi, dan teori umum mengenai globalisasi. Bab III : Membahas tentang Profil Front Pembela Islam, Sejarah singkat

Front Pembela Islam, Landasan Pemikiran Front Pembela Islam, Tujuan Front Pembela Islam, Struktur dan Keanggotaan Front Pembela Islam.

Bab IV : Membahas tentang Konsep Strategi Dakwah Front Pembela Islam, Ruang Lingkup Strategi Dakwah Front Pembela Islam, Hambatan-hambatan Front Pembela Islam dalam menjalankan Strategi Dakwah-Nya.

Bab V : Penutup merupakan bab terakhir dari sripsi ini, yang membuat tentang kesimpulan dan saran-saran.


(27)

BAB II LANDASAN TEORI

STRATEGI DAKWAH DALAM MENANGGULANGI DAMPAK NEGATIF GLOBALISASI

A. Ruang Lingkup Dakwah 1. Pengertian Dakwah

Kata dakwah merupakan bentuk masdar dari kata da’a, yad’u, da’watan (dakwah), yang berarti ajakan. Ini merupakan mauzun (yang menyerupai) dari wazan fa’ala, yaf’ulu, fa’lan (tsulatsi mujarad). Memang banyak para pakar yang mendefinisikan tentang dakwah, tetapi pada hakikatnya memiliki maksud yang sama, ajakan.

Secara etimologi, dalam kamus bahasa Arab al-Munawir kata dakwah berarti “doa, seruan, panggilan, ajakan, undangan ataupun permintaan.12 Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dakwah didefinisikan :

“Penyiaran atau propaganda, penyiaran agama dan pengembangannya dikalangan masyarakat, seruan untuk memeluk, mempelajari dan mengamalkan ajaran agama.13

Dalam pengertian yang lebih khusus dakwah berarti mengajak (individu atau kelompok) untuk berbuat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah

12

A. W. Munawir, Kamus al-Munawir Arab-Indonesia Lengkap, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), Cet Ke-14, edisi 2, h.407.

13

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1997), Cet.ke 9, h.205.


(28)

ditetapkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya, serta meninggalkan larang-Nya (amar ma’ruf nahi munkar). Di surat Ali ‘Imron: 104 Allah Swt berfirman:14

 

 

!"

#

$

%&

'

(* +

,-. %

/

%&

#012

Artinya:

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung.”(QS. 3: 104)

Dari makna kata dakwah di atas dapat disumpulkan bahwa kata dakwah mengandung unsur panggilan, ajakan atau seruan. Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat tentang difinisi dakwah. Muhammad Nasir mendifinisikan dakwah sebagai:

”Usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan dan seluruh umat tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan perseorangan, berumah tangga, bermasyarakat dan bernegara. 15

Keterlibatan seorang muslim di dalam gerakan dakwah menjadi suatu keharusan, sesuai dengan potensi yang dimilikinya masing-masing. Dengan

14

Al-Qur’an dan Terjemah, (Saudi Arabiah : Mujamma’ Malik Fahd Li Thiba’at Al-Mush-Haf Asy-Syarif Medinah Munawwarah), hal. 93.

15


(29)

demikian menjadi jelas bahwa dakwah merupakan kewajiban yang harus diemban oleh setiap pribadi yang merasa dan mengaku muslim demi terwujudnya kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dakwah memang berintikan pada pengertian mengajak manusia untuk berbuat kebajikan dan menghindarkan diri dari keburukan. Ajakan tersebut dilakukan dengan tujuan tegaknya Islam. Dengan kata lain, dakwah sebenarnya bertujuan untuk menghidupkan atau untuk memberdayakan, sehingga masyarakat memperoleh momentum untuk meningkatkan taraf hidup sejahtera, serta menimbulkan suasana yang kondusif bagi tegaknya nilai-nilai Islam.16

Memahami dakwah bukan hanya mengajak orang lain untuk selalu mengikuti larangan dan perintah Allah. Akan tetapi adalah ajakan pada kebaikan, dengan tulisan, lisan dan keteladanan diri. Dakwah merupakan nilai kepedulian dan kesadaran dan merupakan pekerjaan mulia yang membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Dakwah akan semangkin memiliki makna bila dimulai dari diri sendiri. Bila sudah dimulai orang lain pun akan melihat kenyataan jalan hidupnya, karena mana mungkin orang lain berubah kalau dalam diri da’i tidak ada tindakan nyata.

Dalam kerangka epistemologinya, dakwah memiliki sistem. Sistem ini saling berkesinambungan antara satu dengan yang lainnya, yaitu: da’i, mad’u, materi dakwah, media dakwah, metode dakwah, dan tujuan dakwah. Jika aktivitas dakwah ingin berjalan dengan baik, maka keenam sistem tersebut harus ada (seiring berjalan). Apabila salah satu diantaranya tidak ada, otomatis aktivitas

16

Yunan, Dakwah dalam Perspektif Otonomi Daerah, Risalah dakwah, Penerbit Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, vol. 5 No.1 Juni 2003 h. 16.


(30)

dakwah tidak akan berjalan dengan baik. Di era globalisasi, media dakwah yang digunakan sangat memegang peran penting. Oleh karena itu, media dakwah harus menjadi salah satu unsur yang harus diperhatikan.

Hamzah Ya’qub membagi media dakwah menjadi lima, yaitu: media lisan, tulisan, lukisan, audio visual, dan akhlak. Sedangkan DR. Moh. Ali aziz membagi media menjadi dua, yaitu: media tradisional dan modern (elektronik).17 Media tradisonal ini cukup banyak, salah satu diantarnya adalah wayang. Media wayang ini dahulu digunakan oleh para Walisongo saat berdakwah menyebarkan ajaran agama Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa.

Di era tradisional dakwah biasa dilakukan di tempat ritual keagamaan (mesjid atau surau) atau majlis ta’lim dengan media seadanya. Seiring dengan perkembangan zaman, media dakwah lebih variatif dan bisa dilakukan dimana saja (fleksibel). Tentunya dengan bantuan media yang canggih, yang dapat meminimalisir hambatan-hambatan efektivitas dakwah.

Sementara media modern (elektronik) ramai digunakan di millenium ke tiga, yaitu di zaman sekarang ini. Media modern ini berupa radio, film, televisi, internet, dan semacamnya. Dakwah sebagai komunikasi keagamaan dihadapkan kepada perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi yang semakin canggih, memerlukan adaptasi terhadap kemajuan tersebut.18

Kalau di era tradisional dakwah hanya dilakukan di tempat tertentu, maka saat ini dakwah bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun. Karena media massa sudah mampu mengatasi salah satu faktor penghambat aktivitas dakwah (jarak,

17

Dr. Moh. Ali Aziz M.Ag,”Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet. Ke-1, h. 120. 18

Dr. M. Bahri Ghazali, “Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah,” (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke-1, h. 33.


(31)

ruang, dan waktu). Media massa yang dimaksud adalah televisi. Kemampuannya melipat jarak, ruang, dan waktu ditambah dengan kekuatan audio-visual membuat aktivitas dakwah menjadi lebih masif dan komprehensif.

2. Hukum Dakwah Islam

Dalam sejarah Islam, yang boleh kita katakan sejarah perkembangan dakwah dalam agama Islam semenjak zaman Nabi Muhammad Saw19, Ismail Yakub mengatakan dakwah itu sudah menjadi tugas umat Islam sejak turun surat An-Nahl ayat 12520 yang berbunyi:

234

(

5

&

&

"

7

8%!

+

91 :

;

-%

'

(<

,-=8 /

&

3

>

?

@4

7

,-=8 /

AB

!%&

#0C

2

Artinya:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. 16: 125)

19 TK. Ismail Yakub, “Dakwah Islam dan Kepastian Hukum : Aturan Permainan Itu Sudah Ada” (Yogyakarta: Prima Duta, 1983), Cet. Ke-1, hal. 101.

20


(32)

Kata ud’u yang artinya diterjemahkan dengan “serulah” atau “ajaklah” adalah fiil amr, yang menurut aturan ushul fiqih menjadi wajib hukumnya selama belum ada ketentuan lainnya yang dapat menggantikan hukum tersebut. Sebagaimana dijelaskan Prof. H.M. Toha Yahya Omar, MA:

”…setiap fiil amr menjadi perintah wajib yang harus dipatuhi selama tidak ada dalil-dalil lain yang memalingkannya dari wajib itu kepada “sunnat” dan lainnya.”21

Dari beberapa kutipan dalil di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa dakwah merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk menyerukan kebenaran agama Islam dan mengajak masyarakat di manapun mereka berada menuju jalan yang diridhai oleh Allah SWT (siroth al-mustakim). M. Natsir mengatakan bahwa:

“Islam sebagai agama mempunyai dua dimensi, yaitu keyakinan atau aqidah dan sesuatu yang diamalkan atau alamiah. Amal perbuatan tersebut merupakan perpanjangan dan implementasi dari aqidah itu sendiri. Islam adalah agama risalah untuk manusia keseluruhan. Umat Islam adalah pendukung amanah untuk melaksanakan risalah dengan dakwah baik kepada umat yang sama maupun kepada umat yang lain, ataupun selaku perseorangan maupun kolektif, di tempat manapun ia berada, menurut kemampuan masing-masing.”22

Kewajiban berdakwah ini tentunya bukan tanpa maksud dan tujuan. Menurut Sayyid Qutub, bahwa tujuan dakwah adalah mengenal Allah SWT dan mengesakan-Nya (tauhid)23 bila manusia memiliki landasan tauhid yang kuat, maka implementasi dari sikap tauhid tersebut adalah bagaimana mengaplikasikan ke dalam aspek tata kehidupan.

21

H. M. Toha Yahya Omar, ”Islam dan Dakwah,” (Jakarta: PT. AL-MAWARDI PRIMA,2004), Cet. Ke-1, hal. 71.

22

M. Natsir, “Fiqhudh Dakwah,” (Jakarta: Media Dakwah, 1983), Cet. Ke-4, h. 110. 23


(33)

3. Unsur-unsur Dakwah

Dalam kerangka epistemologinya, dakwah memiliki sistem. Sistem ini saling berkesinambungan antara satu dengan yang lainnya dan tidak bisa terpisahkan, yaitu: da’i, mad’u, materi dakwah, media dakwah, metode dakwah, dan tujuan dakwah. Jika aktivitas dakwah ingin berjalan dengan baik, maka keenam sistem tersebut harus ada (seiring berjalan). Apabila salah satu diantaranya tidak ada, otomatis aktivitas dakwah tidak akan berjalan dengan baik. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

a. Subjek Dakwah (Da’i)

Da’i sebagai subjek dakwah memegang peranan peting untuk mencapai hasil dakwah yang dilakukannya.24 Seorang da’i harus memiliki wawasan dan keilmuan yang mumpuni ia bisa menjadi sandaran umat berkonsultasi dan bertanya tentang persoalan agama dan umum.

Kewajiban seorang muslim melakukan dakwah tergantung pada tingkat kemampuan dan kadar iman masing-masing. Selain itu, kesadaran seorang muslim juga merupakan persoalan yang harus ditanamkan dalam jiwa masing-masing bahwa mereka memiliki kewajiban menegakkan amar ma’ruf nahi munkar agar kemaksiatan tidak meraja lela.

b. Objek Dakwah (mad’u)

Untuk mencapi hasil yang maksimal seorang da’i harus memahami objek dakwah yang ia hadapi. Jika seorang da’i sudah mengenal mad’u yang dihadapi, maka ia bisa menyiasati penerapan strategi dakwah yang

24

Zaini Muhtaram, Dasar-dasar Manajemen Dakwah (Yogyakarta : al-Amin Press dan IFKA, 1996), h. 14.


(34)

tepat untuk menghadapi mad’u-nya tersebut. Hal ini perlu diperhatikan mengingat mad’u sangat heterogen.

c. Materi Dakwah

Pada dasarnya materi dakwah hanyalah berlandaskan Al-Qur’an dan As-sunah sebagai sumber utamannya. Keduanya merupakan warisan Nabi Muhammad SAW yang harus disampaikan kepada seluruh umat manusia sebagai pedoman hidup (way of life) menuju jalan yang diridoi oleh Allah SWT, yaitu jalan keselamatan hidup di dunia maupun di akhirat. Karena segala aspek kehidupan ada di dalamnya; petunjuk, pedoman, sejarah serta prisip-prinsip baik mengangkat masalah keyakinan, peribadatan, pergaulan, akhlak dan lain-lain.25

Dalam al-quran dan sunnah materi dakwah jelas sangat luas karena menyangkut hal-hal yang dibutuhkan dalam seluruh bidang kehidupan manusia. Namun, demikian ada lima materi pokok yang dapat dijadikan garis besar dakwah tersebut, yaitu: (1.) masalah kehidupan, (2.) masalah kemanusiaan, (3.) masalah harta benda/kekayaan, (4.) masalah ilmu pengetahuan, (5.) masalah aqidah dan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan keluasan ajaran Islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadits tersebut, maka seorang da’i dituntut untuk bisa memilah dan menentukan topik tertentu yang relevan dengan objek dakwahnya agar apa yang disampaikan dapat dimengerti dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Penyampaian pesan dakwah ini tentunya harus

25

Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, Cet I (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), h.45.


(35)

dikemas dengan baik. Sebab pengemasan pesan dakwah akan membantu seorang mad’u untuk meresapi dan mengamalkannya.

d. Metode Dakwah

Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata thariq.26 Apabila kita artikan secara bebas, metode adalah cara yang telah di atur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud. Metode ini memiliki peran penting bagi setiap umat manusia yang ingin melaksanakan segala bentuk aktivitas keseharian untuk mencapai hasil yang diharapkan.

Jika kita pahami seksama, maka dari kutipan ayat 125 surat an-Nahl di atas dapat kita perinci bahwa metode dakwah ada tiga, yaitu:

1) Bil Hikmah

Secara etimologi al-hikmah mempunyai arti : al-adl (keadilan), al -hilmu (kesabaran), al-Nubuwah yang dapat mencegah seseorang dari kebodohan, mencegah seseorang dari kerusakan dan kehancuran, setiap perkataan yang cocok dengan al-haq (kebenaran), juga meletakkan sesuatu pada tempatnya.27

Secara terminologi, hikmah adalah memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah, materi yang disampaikan tidak memberatkan mad’u, tidak membebani sesuatu yang memberatkan sebelum jiwa menerimannya, banyak sekali cara yang di tempuh untuk mengajak mereka sesuai dengan keadaannya, tidak perlu mengebu-gebu dan

26

Hasanudin, Hukum Dakwah, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya 1996), Cet Ke-1 h. 35. 27

Muhammad Husain Abdullah, Metodologi Dakwah dalam Al-Quran, cet-I (Jakarta : Lentera, 1997), h. 40.


(36)

bernafsu, karena semua itu melampaui batas hikmah.28 Metode hikmah ini biasa memanfaatkan cara melalui; komparatif, kisah, perumpamaan, sumpah, tasyir (wisata).

Dalam khazanah ilmu komunikasi, hikmah menyangkut apa yang disebut sebagai frame of reference, field of reference dan field of experience, yakni situasi total yang mempengaruhi sikap komunikatop terhadap sikap komunikan (objek dakwah).29 Dengan kata lain, hikmah yaitu memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka, sehingga di dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.

2) Mauidzah al-Hasanah

Ali Mustafa Yakqub menyatakan bahwa Mauidzah Hasanah ialah ucapan yang berisi nasehat-nasehat yang baik dimana ia dapat bermanfaat bagi siapa saja yang mendengarkannya, seperti pesan dakwah yang memuaskan sehingga mad’u dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh subjek dakwah.30 Metode ini biasanya menggunakan bahasa yang relevan, nasehat, wasiat, kabar gembira dan tauladan. Metode ini

28

Ghazali Darus Salam, ”Dakwah Yang Bijak,” (Jakarta: Lentera), Cet. Ke - II, h. 26. 29

Toto Tasmoro, ”Komunikasi Dakwah,” (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987), h. 37. 30

Ali Mustafa Yakqub, Sejarah Metode Dakwah Nabi, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997), h. 16.


(37)

diaplikasikan dalam bentuk tabsyir (mengajak dengan kabar gembira) dan tanzir (mengajak dengan peringatan dan ancaman.

Sebagai subjek dakwah, seorang da’i harus mampu menyesuaikan dan mengarahkan pesan dakwahnya berdasarkan mad’u yang sedang dihadapi, agar tujuan dakwah sebagai ikhtiar untuk membumikan ajaran Islam ke dalam kehidupan pribadi dapat terwujud.

3) Mujadalah

Bentuk aktivitas dakwah sangat variatif. Karena itu dakwah bisa dilakukan: melalui lisan (bil lisan), tulisan (bil qalam), maupun perbuatan (bil hal).31 Masing-masing cara ini memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri sebagai pendekatan dalam aktivitas berdakwah. Dan menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa dakwah pun bisa dilakukan cukup dengan hati. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dijelaskan sebagai berikut:

#$%&ی ﻝ ()

ﻥ+& ! #$%&ی ﻝ (, -. /

0+123 ﻝ

! "!

(+4ی5

)

&

-(

Artinya:

“Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka rubahlah dengan tanganmu, maka jika kamu tidak mampu, maka dengan perkataan, dan jika tidak mampu, maka dengan hatimu. Dan yang demikian itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Metode mujadalah ini bisa kita masukkan ke dalam metode bil lisan. Implementasi bentuk dakwah al-mujadalah bisa berupa seminar,

31

J. Suyuti Pulungan, “Universalisme Islam,” (Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002), Cet. Ke-1, hal. 65.


(38)

diskusi interaktif, forum tanya jawab, saresehan, dan semacamnya. Metode ini biasanya sering digunakan oleh para intelektual Islam dalam membahas sebuah permasalahan. Karena metode ini bisa menghasilkan sebuah sitesis yang matang dan memiliki sifat mengakomodir dan mengklarifikasi. Metode ini biasanya diaplikasikan dalam bentuk al-asilah dan ajwibah.

Selain ketiga metode di atas, ada juga metode dakwah bil harakah, yaitu, dakwah pergerakan.32 Artinya metode dakwah ini lebih menekankan pada aspek tindakan (aksi) daripada wacana (teoritisasi). Orientasi metode dakwah ini menurut al-Qaththani sebagaimana dikutip oleh Dr. A. Ilyas Ismail, M. A adalah pengembangan terhadap masyarakat Islam dengan melakukan reformasi dan perbaikan (islah) dalam segi-segi kehidupan manusia mulai dari perbaikan individu, keluarga, pemerintah dan negara. e. Media Dakwah

Kalau kita melihat kamus komunikasi, maka kita akan menemukan kata media. Dalam istilah komunikasi, “media berarti sarana yang digunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampikan pesan kepada komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya, banyak jumlahnya atau keduanya. Media juga mempunyai bentuk dan jenis yang beranekaragam.33

32

Ilyas Ismail, “Paradigma Dakwah Sayyid Quthub,” (Jakarta: Penamadani, 2006), Cet. Ke-1, h. 12.

33

Ghazali BC.TT, ”Kamus Istilah Komunikasi,(Bandung:Djambatan, 1992)H, 1992), h. .227.


(39)

Media merupan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh seorang da’i saat berdakwah. Karena pemilihan media memiliki peran penting dalam menentukan bagaimana hasil aktivitas dakwah yang dilakukan seorang da’i. Media dakwah dapat memudahkan para juru dakwah untuk menyampaikan pesan pada khalayak atau komunikannya dengan cepat dan pesan yang disampaikan dapat tersebar dengan luas.34

Hamzah Ya’qub membagi media dakwah menjadi lima, yaitu: media lisan, tulisan, lukisan, audio visual, dan akhlak. Sedangkan DR. Moh. Ali aziz membagi media menjadi dua, yaitu: media tradisional dan modern (elektronik).35 Media tradisonal ini cukup banyak, salah satu diantarnya adalah wayang. Media wayang ini dahulu digunakan oleh para Walisongo saat berdakwah menyebarkan ajaran agama Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa.

Di era tradisional dakwah biasa dilakukan di tempat ritual keagamaan (mesjid atau surau) atau majlis ta’lim dengan media seadanya. Seiring dengan perkembangan zaman, media dakwah lebih variatif dan bisa dilakukan dimana saja (fleksibel). Tentunya dengan bantuan media yang canggih, yang dapat meminimalisir hambatan-hambatan efektivitas dakwah.

Sementara media modern (elektronik) ramai digunakan di millenium ke tiga, yaitu di zaman sekarang ini. Media modern ini berupa radio, film, televisi, internet, dan semacamnya. Dakwah sebagai

34

M. Bahri Ghazali, ”Dakwah Komunikasi, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke - I h. 12.

35


(40)

komunikasi keagamaan dihadapkan kepada perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi yang semakin canggih, memerlukan adaptasi terhadap kemajuan tersebut.36

Kalau di era tradisional dakwah hanya dilakukan di tempat tertentu, maka saat ini dakwah bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun. Karena media massa sudah mampu mengatasi salah satu faktor penghambat aktivitas dakwah (jarak, ruang, dan waktu). Media massa yang dimaksud adalah televisi. Kemampuannya melipat jarak, ruang, dan waktu ditambah dengan kekuatan audio-visual membuat aktivitas dakwah menjadi lebih masif dan komprehensif.

Pendekatan yang digunakan oleh para da’i merupakan kunci sukses diterimanya Islam di masyarakat (Indonesia), yaitu melebur pada kebiasaan masyarakat sekitar (kebudayaan). Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Walisongo dalam menyebarkan Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Dalam bukunya yang berjudul “Mengantar Da’i Sebagai Pendamping Masyarakat,”

Khamami Zada mengatakan:

“Dakwah Islam yang dilakukan para da’i masa awal-awal Islam masuk ke Indonesia berhasil menaklukkan hati masyarakat Indonesia yang waktu itu menganut agama Kepercayaan, Hindu dan Budha. Keberhasilan para da’i di abad 16-17 itu lebih banyak disebabkan oleh cara dakwah mereka yang menunjukkan hubungan yang dialogis, akomodatif, dan adaptif terhadap masyarakat setempat. Inilah yang kemudian menyebabkan Islam mudah diteterima oleh masyarakat Indonesia.”37

36

M. Bahri Ghazali, “Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah,” (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke-1, h. 33.

37

Mujtaba Hamdi, “Dakwah Transpormatif,” (Jakarta: PP LAKPESDAM NU, 2006), Cet. Ke-1, h. 2.


(41)

4. Strategi Dakwah

Bicara mengenai strategi dakwah sangat erat kaitannya dengan managemen. Karna orientasi kedua term atau istilah tersebut sama-sama mengarah pada sebuah keberhasilan planning yang sudah ditetapkan oleh individu maupun oraganisasi. Pengertian managemen strategi adalah suatu proses kegiatan managerial yang berdasar dan menyeluruh dalam mendayagunakan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi sesuai dengan misi dan visi yang telah ditentukan.

Sedangkan pengertian dakwah sebagaimana dijelaskan terdahulu secara singkat adalah upaya yang dilakukan individu maupun kelompok (kolektif, lembaga, organisasi). Dalam merealisasikan ajaran Islam di tengah-tengah manusia melalui metode-metode tertentu dengan tujuan agar terciptanya kepribadian dan masyarakat yang menerapkan ajaran Islam secara utuh (kaffah) dalam mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, dakwah sebagai proses kegiatan yang universal dan tidak hanya sekedar bentuk kegiatan ritual keagamaan, tetapi meliputi segala aktivitas hidup manusia, bahkan dakwah juga dituntut untuk dapat menjadi problem solving bagi persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat, juga mengadopsi istilah managemen dan strategi untuk menjelaskan rangkaian kegiatan dakwah yang dapat membantu pencapaian tujuan dakwah itu sendiri.

Memperhatikan definisi tentang managemen strategi dan dakwah sebagaimana telah diuraikan di muka, maka dapat kita pahami bahwa pengertian


(42)

managemen strategi dakwah adalah suatu proses managerial yang berdasar dan menyeluruh dalam mendayagunakan sumber daya dakwah untuk mencapai tujuan dakwah sesuai dengan misi dan visi dakwah yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan segala kemampuan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman yang ada, baik dari factor sumber daya internal maupun lingkungan eksternal.

Dakwah yang berfungsi sebgai aktivitas untuk membumikan Islam sebagai agama yang universal, sempurna, dan komprehensif, senantiasa dihadapkan pada masalah-masalah yang internal dan eksternal yang berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan manusia. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan dakwah sering dijumpai adanya kekuranngan, kesalahan, kejanggalan, dan kendala dalam komponen-komponen dakwah, seperti: da’i yang kurang menguasai materi, objek, media dakwah, materi yang tidak sesuai dengan objek dakwah, terbatasnya dana, kurang tepatnya penggunaan metode dakwah, minimnya perencanaan dan koordinasi dalam pengelolaan maupun pelaksanaan dakwah, dan lain sebagainya.38

Sebab itu, setiap pelaksana dakwah harus selalu sadar dan waspada terhadap perkembangan yang terjadi di masyarakat dewasa ini sehingga ia lebih sensitif dan peka terhadap lingkungan sekitar. Pelaksanaan dakwah yang meliputi kegiatan yang begitu kompleks, hanya akan berjalan efektif dan efesien bila dilaksanakan oleh tenaga-tenaga pelaksana yang secara kualitatif dan kuantitatif

38

Rafiuddin dan Maman Abd. Jalil, “Prinsip dan Strategi Dakwah,” (Bandung: Pustaka Setia, 1997), Cet. Ke- 1, h. 43.


(43)

mampu melaksanakan tugasnya dapat diorganisir dan dikombinasikan sedemikian rupa dengan unsur-unsur lain yang diperlukan.39

Ini berarti bahwa tenaga-tenaga pelaksana dakwah yang bermacam-macam kemampuannya itu haruslah disusun dan diatur dengan sebaik-baiknya, sehingga dalam menjalankan kegiatan dakwah mereka merupakan satu-kesatuan dan kebulatan dalam misi dan visi. Demikian pula unsur-unsur lain yang diperlukan dalam proses dakwah harus dapat dihimpun dan diatur penggunaannya sesuai keperluan dalam rangka pencapaian tujuan dakwah.40

Menjalankan aktivitas dakwah memang memerlukan persiapan yang matang, hanya saja seorang da’i sebagai opinion leadher harus memiliki kapasitas yang mumpuni untuk mendompang aktivitas dakwah yang ia jalani. Menurut Asmuni Sukri yang beliau kutip dari Prof. Dr. Hamka, menyatakan bahwa:41

“Jayanya atau suksesnya suatu dakwah memang sangat bergantung kepada pribadi dari pembawa dakwah itu sendiri, yang sekarang lebih popular kita sebut dengan da’i.”

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa strategi dakwah adalah merupakan metode, siasat, taktik atau manuver yang dipergunakan dalam aktivitas atau kegiatan dakwah, yang peranannya sangat menentukan sekali dalam proses pencapaian tujuan dakwah.

39

Abd. Rasyad Shaleh, “Managemen Dakwah Islam,” (Jakarta: Bintang Bulan, 1993), Cet. Ke-3, h. 33.

40

Abd. Rasyad Shaleh, “Managemen Dakwah Islam,” h. 33. 41

Asmuni Sukir, “Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam,” (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 34.


(44)

Guna optimalisasi strategi dakwah dalam memenuhi target dan tujuan, maka Asmuni Sukir berpendapat operasionalisasi dakwah harus memperhatikan beberapa azas dakwah antara lain:42

1. Azas Filosofis

Azas ini terutama membicarakan masalah yang erat hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau dalam aktivitas dakwah.

2. Azas kemampuan dan keahlian dai (achievement and professional)

Azas ini membahas mengenai kepribadian seorang da’i yang pada dasarnya mencakup masalah sifat, sikap dan kemampuan diri pribadi da’i yang ketiganya sudah dapat mencakup keseluruhan kepribadian yang harus dimilikinya. Sebab, jaya atau suksesnya suatu dakwah sangat tergantung pada kepribadian dari pembawa dakwah itu sendiri.

3. Azas Sosiologis

Azas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya politik pemerintah setempat, mayoritas agama di daerah setempat, filosofis sasasaran dakwah. Sosio kultural sasaran dakwah dan sebagainya.

42

Asmuni Sukir, “Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam,” (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 32.


(45)

4. Azas Psychologis

Azas ini membahas masalah-masalah yang erat hubungannya dengan kejiwaan manusia. Seorang da’i adalah manusia, begitupun sasaran dakwahnya yang memiliki karakteristik (kejiwaan) yang unik yakni berbeda satu sama lainnya. Apalagi masalah agama, yang merupakan masalah idiologi atau kepercayaan (rohaniah) tak luput dari masalah-masalah psychology sebagai azas (dasar) dakwahnya.

5. Azas Efektifitas dan Efisiensi

Azas ini maksudnya adalah di dalam aktivitas dakwah harus berusaha menyeimbangkan antara biaya, waktu maupun tenaga yang dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya, bahkan kalau bisa waktu, biaya dan tenaga sedikit dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin atau setidak-tidaknya seimbang antara keduanya.

Tujuan dari managemen strategi dakwah ini dapat difungsikan sebagai pemersatu (integrator) sikap para da’i bahwa keberhasilan dakwah bukan sekedar keberhasilan perorangan (individual), tetapi merupakan keberhasilan bersama dalam mewujudkan masyarakat yang menanamkan nilai-nilai Islam dalam hidup keseharian. Di sisi lain, managemen strategi dakwah berfungsi sebagai sarana dalam mengkomunikasikan gagasan, kreatifitas, prakarsa, inovasi, dan informasi baru dari da’i (opinion leadher), serta cara merespon perubahan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat.


(46)

Pembahasan managemen strategi dakwah ini Dr. Marwah Daud Ibrahim yang dikutip oleh Abdul Jalil, menyebutkan lima prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam strategi dakwah, yaitu:43

1. Prinsip sinerji; setiap da’i haruslah mempertimbangkan bahwa apa yang ia lakukan hanya dapat lebih bermakna bila terintegrasi dengan yang lain.

2. Prinsip akumulasi; setiap yang ingin kita sampaikan perlu dilihat sebagai suatu proses akumulasi kebenaran-kebenaran relatif.

3. Prinsip konvergensi; walaupun kita berangkat dari tempat yang berbeda dalam memakai jalan yang beragam pada dasarnya kita menuju ke titik sentripental sempurna, yaitu tauhid.

4. Prinsip totalitas; bahwa dakwah perlu dipersepsikan sebagai multi dimensi dan semua dimensi yang harus disentuh.

5. Prinsip inklusif; kita harus melihat siapa saja sebagai bagian dari kita. Dengan kata lain da’i dipersepsikan sebagai mediator yang efektif menyatukan potensi-potensi umat yang selama ini berserakan.

B. Pengertian Globalisasi

Globalisasi atau Globalization dalam bahasa arab disebut dengan al-’aulamah yaitu masdar dari al-’ lam yang berasal dari wazan fau’alah memiliki arti alam atau dunia. Dalam bahasa Arab disebut dengan al-’ lamiah.

43

Abdul Jalil, “Mekanisme Dakwah dari Proses Penyadaran Menuju Implementasi Pelembagaaan dan Pengelolaan,” Jurnal Dakwah, Vol. 2, No. I, 2000, h. 30.


(47)

Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.

Globalisasi menurut Mc Luhan adalah lenyapnya dinding dan jarak antara satu bangsa dengan bangsa lain, dan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain sehingga semuanya menjadi dekat dengan kebudayaan dunia, pasar dunia dan keluarga dunia. Pendapat lain mengatakan bahwa globalisasi ialah suatu proses membuka keadaan, yang pada umumnya dapat dipahami sebagai proses di mana batas negara-negara semakin runtuh dan seluruh dunia ini semakin berubah menjadi satu unit.

Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan


(48)

berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.

Memang banyak para tokoh yang mendefinisikan makna globalisasi, satu diantaranya David Held, Anthony McGrew dan rekan- rekannya memandang globalisasi dalam pernyataan yang sangat umum:

”Globalisasi pada dasarnya bisa dianggap sebagai perluasan, pendalaman dan percepatan hubungan dunia dengan segala aspek kehidupan sosialnya, dari budaya sampai kriminal, keuangan sampai spiritual."44

Mantan Mentri Luar Negeri Republik Indonesia, Ali Alatas, SH, menyatakan bahwa:

“Globalisasi merupakan arus kekuatan yang dampaknya tak dapat dielakan oleh Negara manapun di dunia.”45

C. Dampak Negatif Globalisasi

Saat ini, proses globalisasi telah terjadi hampir di seluruh bagian dunia, di kawasan Asia, termasuk di Indonesia sendiri. Pada tingkat global dan regional proses integrasi telah semakin maju. Tidak hanya arus barang dan jasa, orang, uang, dan modal yang telah melintasi batas-batas negara, tetapi juga teknologi, informasi, dan bahkan juga gagasan. Dunia telah menjadi satu. Kesemua jenis arus itu sulit dibendung masuk dan keluar. Teknologi informasi berperan besar

44

Alex Callinicos, “The Against Third Way,” (Yogyakarta: Eduka, 2008), Cet. Ke-1, h. 34.

45

Ali Alatas, dalam Makmur Keliat, “Perspektif-Perspektif Globalisasi,” JISIP UNAS, Jakarta, Desember 2001, No. 5 Thn II, h. 1.


(49)

mengatasi hambatan-hambatan dalam perdagangan. Semua negara membuka diri selebar-lebarnya tidak hanya ekonomi, juga pemikiran dan kebudayaan.46

Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antar bangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang.

Menurut Friedman, globalisasi adalah suatu sistem yang muncul setelah berakhirnya perang dingin yang diawali oleh runtuhnya tembok Berlin pada 1991. Keunikan dari globalisasi adalah sebagai suatu system, ia dibangun atau bertumpu di atas keseimbangan yang tumpah tindi dan saling mempengaruhi satu sama lainnya.. adapun tiga keseimbangan tersebut adalah pertama keseimbangan antara Negara-negara yang disebutnya sebagai keseimbangan tradisional (traditional balance), kemudian keseimbangan antara Negara bangsa dengan pasar global dan akhirnya keseimbangan antara individu-individu dengan Negara-negara.47

Menurut Susan Strange dan U. Beck globalisasi sebagai proses yang merongrong kekuasaan Negara. Bagi Susan Strange, seorang intektual political economist, globalisasi diartikan sebagai suatu proses pengikisan terhadap

46

Soepriyatno, “Nasionalisme dan Kebangkitan Ekonomi,” (Jakarta: INSEDe Press, 2008), Cet. Ke-1, h. 125.

47


(50)

kekuasaan institusi Negara yang dicirikan oleh berpindahnya kekuasaan dari Negara-negara ke perusahaan- perusahaan (shifting power from state to firms). Tesis ini dikemukakan susan strange karena menurut pengamatannya telah terjadi suatu proses perubahan yang sangat drastis dalam struktur produksi dan keuangan di tingkat internasional. Jika dilihat dari struktur produksi, barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan ini tidak lagi semata-mata diproduksi oleh dan untuk warga yang hidup dalam suatu wilayah Negara tertentu. Sebagai akibatnya, gagasan tentang pasar dalam negeri (domestic market) telah kehilangan makna karena barang-barang dan jasa-jasa telah dihasilkan warga dari beberapa Negara untuk ditawarkan ke pasar dunia.48

Demikian juga halnya dengan struktur keuangan. Kini penciptaan dan penggunaan kredit untuk mendanai produksi barang-barang dan jasa-jasa tidak lagi berada dalam operasi skala nasional. Pasar keuangan internasional yang menghubungkan kota-kota besar di dunia juga tidak pernah berhenti melakukan aktivitasnya selam 24 jam karena telah terhubungan secara elektronik.. akibatnya, bank-bank dan pasar keuangan local tidak lagi dapat menjadi otonom sepenuhnya tetapi telah menjadi bagian dari system yang lehih besar yang aturan mainnya sangat sulit diregulasi oleh Negara.49

Sedangkan U. Beck tidak berbeda jauh dengan susan. Hanya saja menurut U. Beck yang merongrong kekuasaan Negara itu tidak hanya perusahaan- perusahaan yang bermain di pasar, tetapi juga berbagai actor non Negara dengan jaringan kerja, identitas, orientasi dan kekuasaan yang beraneka ragam pula.

48

Soepriyatno, “Nasionalisme dan Kebangkitan Ekonomi,” h. 2. 49


(51)

Dengan pengertian ini U. Beck lebih jauh menyatakan bahwa istilah globalisasi haruslah dibedakan dari istilah pengglobalan (globality) dan globalism.

Globalism adalah pandangan bahwa dunia didominasi oleh perekonomian dan kita menyaksikan munculnya hegemoni pasar dunia kapitalis dan ideology neoliberal yang menopangnya. Menurut Beck,

“ini melibatkan pemikiran linier dan monokausal. Multidimensionalitas dari perkembangan global - ekologi, politik, kultur, dan masyarakat sipil – diredusir menjadi dimensi ekonomi saja. Dan dimensi ekonomi itu dilihat, lagi-lagi secara keliru, bergerak dalam arah linier menuju pada semakin menguatnya ketergantungan pada pasar dunia. Jelas, Beck melihat dunia dari sudut pandang yang lebih multidimensional dan multi direksional. Selain itu, dia sangat sensitive terhadap problem yang diasosiasikan dengan pasar dunia kapitalis, termasuk fakta bahwa ada segala macam rintangan untuk perdagangan bebas dan bahwa dalam pasar dunia ini bukan hanya pemenang, tetapi juga (banyak) pecundang.”50

Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.

• Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang

seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.

• Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling

bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).

50

George Ritzer goodman. J. Douglas, “Teori Sosiologi Modern,” (Jakarta: Prenada Media, 2004), Edisi Ke – 6, h. 592.


(52)

• Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa

(terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.

• Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup,

krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.

Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Dalam ceramahnya di Reith tahun 1999, Giddens melihat bahwa globalisasi tidak hanya melangkah maju, namun juga mendorong mundur, menciptakan tekanan baru terhadap otonomi lokal. Ini artinya globalisasi adalah dasar untuk melestarikan identitas budaya lokal dikawasan lain.51

Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teroritis yang dapat dilihat, yaitu:

51


(53)

• Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan

yang memiliki konsekuensi nyata terhadapr bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.

• Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik

perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.

• Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah

sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).

• Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi.

Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena


(54)

internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.

• Para transformasionalis berada di antara para globalis dan

tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.

Pengaruh atau kesan yang ditimbulkan oleh globalisasi ini begitu besar dan luas, ia telah menyentuh seluruh aspek sendi-sendi kehidupan manusia, mulai ekonomi, politik, sosial, budaya bahkan agama terkena pengaruh daripada globalisasi. Karena itu, harus ada tindakan prepentif dari umat Islam agar dampak negative globalisasi tidak merasup dalam keseharian hidup

Terjadinya globalisasi ekonomi bisa kita lihat dengan masuknya pasar asing ke Negara kita. Globalisasi ekonomi ini sesungguhnya didukung oleh sebuah kekuatan yang luar biasa hebatnya, yaitu apa yang disebut liberalisme ekonomi, yang sering juga disebut kapitalisme pasar bebas. Kapitalisme adalah


(55)

suatu sistem ekonomi yang mengatur proses produksi dan pendistribusian barang

dan jasa. Kapitalisme ini

mempunyai tiga ciri pokok, yaitu pertama, sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu, kedua, barang dan jasa diperdagangkan di pasar bebas yang bersifat kompetitif, ketiga, modal diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba.

Dalam perkembangannya sistem kapitalisme ini berkembang tidak sehat, karena timbulnya persaingan tidak sehat dan mengabaikan unsur etika dan moral; yang modalnya kuat akan menguasai yang modalnya lemah, akhirnya Pemerintah harus ikut mengaturnya. Bagi negara-negara berkembang, hal tersebut jelasakan sangat merugikan, karena produk dalam negerinya tidak akan mampu bersaing dengan produk negara maju. Selain itu, bagi masyarakat, yang mengikuti pola hidup yang konsumtif, akan langsung menggunakan apa saja yang datang dari negara lain, karena barangkali itu yang dianggap paling baik, juga sebagai pertanda sudah memasuki kehidupan yang modern.

Dalam bidang politik, dampak negative globalisasi antara lain adalah dengan perubahan sistem ketatanegaraan, pelaksanaan pemilihan umum untuk anggota–anggota parlemen, pemilihan Presiden dan Wapres,Pemilihan Gubernur dan Wagub serta pemilihan Bupati dan Wabup/ Walikota dan Wakil Walikota yang

dilaksanakan secara langsung. Tetapi kita harus waspada karena adanya perubahan


(56)

tersebut akan menimbulkan pertentangan dalam masyarakat, karena tidak semuanya masyarakat kita berpendidikan. Selain itu, perubahan yang terjadi tidak

selalu cocok

jika diterapkan di Indonesia.

Dalam bidang sosial dan budaya, dampak negative globalisasi antara lain adalah meningkatnya individualisme, perubahan pada pola kerja,terjadinya pergeseran nilai kehidupan dalam masyarakat. Saat ini di kalangan generasi muda banyak yang seperti kehilangan jati dirinya.Mereka berlomba-lomba meniru gaya hidupala Barat yang tidak cocok jika diterapkan diIndonesia, seperti berganti-ganti pasangan,konsumtif dan hedonisme. Namun di sisi lain globalisasi juga dapat mempercepat perubahan pola kehidupan bangsa. Misalnya melahirkan pranata-pranata atau lembaga-lembaga sosial baru sepertiLembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi profesidan pasar modal. Perkembangan pakaian, seni dan ilmupengetahuan turut meramaikan kehidupan bermasyarakat.

Dari berbagai dampak negatif globalisasi di atas akhirnya semua juga akan berimbas pada keberagamaan. Karena secara filosofis semua dampak tersebut masih dipengaruhi oleh paham materialisme. Dakwah yang merupakan salah satu aktivitas kegiatan agama tersebut mau tidak mau akan dipengaruhi oleh kenyataan tersebut, sehingga tidak aktivitas dakwah tidak mampu mencapai hasil yang optimal.52

52

Amrullah Achmad, editor, “Dakwah Islam dan Perubahan Sosial,” (Yogyakarta: Prima Duta, 1983), h. 127.


(57)

BAB III

PROFIL FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)

A.Latar Belakang Berdiri Front Pembela Islam (FPI)

1. Sejarah Kelahiran FPI

Front Pembela Islam atau yang lebih dikenal dengan FPI54 dideklarasikan pada 17 Agustus1998 (24 Rabiu al-Tsani 1419 H) di halaman Pondok Pesantren Al-Um, Kampung Utan, Ciputat, Jakarta Selatan, oleh sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabodetabek. Pendirian organisasi ini hanya empat bulan setelah Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, karena pada saat pemerintahan orde baru, presiden tidak mentoleransi tindakan ekstrimis dalam bentuk apapun. FPI pun berdiri dengan tujuan untuk menegakkan hukum Islam.

Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan amar ma'ruf dan nahi munkar di setiap aspek kehidupan. Latar belakang didirikan FPI terdiri dari beberapa poin dasar sebagaimana diklaim oleh organisasi tersebut antara lain:

1. Adanya penderitaan panjang umat Islam di Indonesia karena lemahnya kontrol sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya

53

Wawancara dengan A. Sobri Lubis (Sekjen FPI), Petamburan, Jakarta, Kamis, 11 Febuari 2010.

54


(1)

Toha Yahya Omar, M. Islam dan Dakwah, Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2004.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1999.

Uchjana Effendy, Onong, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003.

Warson Munawwir, Ahmad. Kamus Arab – Indonesia, Al-Munawwir, Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, 1984.

Wayne Pace R, dan F. Faules, Don. Komunikasi Organisasi; Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005.

Wen, Sayling, Future Of The Media. Batam: Lucky Publishers, 2003.

Sumber lain:

• Jurnal Islam, 1-7 Syaban 1422 H/ 19-25 Oktober 2001 M. • Koran Tempo, 09 November 2001.

• Majalah Sabili, No. 13 Th. VIII 13 Desember 2000.

• Wawancara dengan A. Sobri Lubis (Sekjen FPI), Petamburan, Jakarta, Kamis, 11 Febuari 2010.


(2)

NIM : 103051028452

Perihal : Wawancara dengan Ust. Ust. Sobri Lubis Tempat : Kantor Pusat FPI, Jl. Petambaruan Jakarta Pusat Waktu : Kamis, 05 November 2009

1. Penulis: Apa latar belakang dan tujuan FPI didirikan? Ust. Sobri Lubis:

FPI didirikan pada tanggal 17 Agustus 1998.

Ada 3 latar belakang yaitu:

1. Kemunkaran yang sudah merajalela, perjudian ada di mana-mana, narkoba sudah menyebar luas, VCD porno tersebar luas.dan pada waktu para ulama yang memiliki tanggung jawab moral atas umat, menyelamatkan aqidah dan moral umat pada waktu itu mereka merasa terancam, jadi akhirnya para ulama pada waktu itu memutuskan untuk mengadakan sebuah gerakan.

2. Kurangnya control sosial baik dari zaman orde lama maupun orde baru. serta dari orsospol terhadap umat Islam yang mayoritas di negara ini.

3. ingin mengangkat harkat dan martabat ummat islam khususnya di Indonesia dan di dunia umumnya.

2. Penulis: Filosofi apa yang terkandung dalam simbol FPI? Ust. Sobri Lubis:

Filosofi FPI itu adalah yang pertama segitiga tasbih artinya kita selalu dirangkai dengan tasbih atau dengan dzikrullah lalu di atasnya ada bulan yang berlafadkan Alhamdulillah, artiya segala bentuk perjuangan kita adalah semuanya dari Allah, lalu ada bintang yang berlapazkan bismillah sedangkan bintang merupakan ketinggian sedangkan bismillah, yaitu bahwa segala sesuatu yang dilakukan FPI selalu atas nama Allah berarti tingkah laku kita semua harus selalu dalam kerangka syariat.

3. Penulis: Bagaimana cara kaderisasi FPI? Ust. Sobri Lubis:

Untuk pengkaderan FPI kita menerapkan metode:Diklat-diklat, pengajian- pengajian, memberikan pemahaman terlebih dahulu kepada anggota tentang amar maruf nahi munkar.


(3)

4. Penulis: Usaha apa yang dilakukan FPI untuk mendonasi kebutuhan organisasi?

Ust. Sobri Lubis:

Pada dasarnya kita tidak mempunyai donatur tetap, jadi pada dasarnya di FPI ini harta dan nyawa kitalah modalnya. Serta dermawan-dermawan yang tidak terikat dan tentunya halal.

5. Penulis: Metode atau strategi dakwah seperti apa yang digunakan FPI untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar?

Ust. Sobri Lubis:

Dengan menjalankan ta’lim-ta’lim entah secara lisan maupun tulisan serta dialog-dialog tentang amar ma’ruf nahi munkar dan dengan mengunakan selebaran-selebaran dan buku tentang amar ma’ruf nahi munkar.

6. Penulis: Bagaimana hasil dakwah yang FPI lakukan sampai saat ini? Ust. Sobri Lubis:

Untuk hasil dakwah ini relatif, tapi setidaknya tingkat kewaspadaan umat meningkat terutama dalam pengetahuan apa itu aliran-aliran sesat, bahaya yang merusak aqidah, dan agama.

7. Penulis: Apa hambatan dan tantangan yang dihadapi FPI dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar?

Ust. Sobri Lubis:

Adapun hambatan- hambatan dan tantangan- tantangannya adalah:

• Adanya oknum-oknum yang mencari keuntungan pada jalan yang merusak

• kalangan yang membela sepilis (sekularisme, pluralisme, dan leberalisme)

• Oknum aparat/ penegak hukum yang mencari keuntungan. • Oknum-oknum preman yang dibayar oleh mafia

• Dan yang terakhir adalah setan dan hawa nafsu yang ada pada diri kita masing-masing.

8. Penulis: Media apa yang biasa digunakan FPI untuk berdakwah? Ust. Sobri Lubis:


(4)

9. Penulis: Kapan FPI melakukan aksi razia tempat-tempat maksiat dan apa yang biasanya dipersiapkan?

Ust. Sobri Lubis:

Adapun untuk melakukan aksi controlling tempat- tempat maksiat biasanya setelah kita mendapatkan laporan dari masyarakat dan tentunya mengikuti prosedur- prosedur yang telah di tentukan dengan standar prosedur FPI.

10.Penulis: Apa batasan kemunkaran yang FPI ingin bumi hanguskan? Ust. Sobri Lubis:

Adapun batasan kemunkaran FPI yang ingin di bumi hanguskan adalah kemunkaran yang memang secara terang-terangan terlihat di depan mata kita sebab yang sifatnya terangan-terangan itu menjadi kewajiban kita.

11.Penulis: Bagaimana respon masyarakat dan pemerintah terhadap gerakan FPI sampai saat ini?

Ust. Sobri Lubis:

Adapun respon dari masyarakta tentang gerakan FPI cukup bagus. Adapun kalo dari pemerintah sifatnya tergantung.

12.Penulis: Bagaimana FPI melihat globalisasi dan apa dampaknya bagi umat Islam?

Ust. Sobri Lubis:

Kalo FPI sendiri melihat globalisasi adalah bagian daripada kapitalisme.

13.Penulis: Di era globalisasi saat ini bagaimana FPI melihat kondisi umat Islam di Indonesia?

Ust. Sobri Lubis:

Dan FPI sendiri melihat kondisi umat Islam di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, karna adanya gerakan dekadensi moral yang merusak generasi umat Islam.

14.Penulis: Apa yang harus dipersiapkan umat Islam, khususnya di Indonesia dalam menghadapi dampak negatig globalisasi?


(5)

Ust. Sobri Lubis:

Dan yang harus disiapkan oleh umat Islam dalam menghadapi dampak negatif globalisasi adalah :

• Sadar dan merebut negeri ini dari kapitalis.

• Membentengi diri dengan aqidah serta UU Pemerintah akan pentingnya masyarakat.

• Dan mengetahui orang-orang yang terlibat dalam kapitalisme

15.Penulis: Apa yang FPI harapkan dari aktivitas dakwah yang dilakukan selama ini, jangka pendek dan jangka panjang?

Ust. Sobri Lubis:

Adapun yang FPI harapkan dalam meakukan aktivitas dakwah selama ini adalah tumbuh kesinergian dari seluruh kalangan.

Penulis Nara Sumber

(Dodiana Kusuma) (Ust. Ust. Sobri


(6)