Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesadaran beragama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilalui pada masa kecilnya. Apabila dalam pertumbuhan seseorang terbentuk dalam kepribadian yang harmonis disegala unsur-unsur pokok yang terdiri dari pengalaman-pengalaman yang menentramkan batin maka dalam menghadapi dorongan- dorongan, baik yang bersifat fisik biologis, maupun yang bersifat rohani dan sosial, ia akan selalu wajar, tenang dan tidak menyusahkan atau melanggar hukum serta peraturan masyarakat dimana ia tinggal. Akan tetapi orang yang dalam pertumbuhannya dahulu mengalami kekurangan terutama yang berhubungan dengan batin, maka kepribadiannya akan mengalami kegoncangan. Dalam menghadapi kebutuhannya, baik yang bersifat jasmani maupun rohani, ia akan dikendalikan oleh kepribadian yang kurang baik dan banyak di antara sikap dan tingkah lakunya akan merusak atau mengganggu orang lain. Faktor agama adalah hal yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian seseorang lebih-lebih remaja, karena pada remaja sifatnya masih labil. Agama yang ditanamkan sejak kecil kepada remaja sehingga merupakan bagian dari unsur-unsur kepribadiannya, akan cepat bertindak menjadi pengendali dalam menghadapi segala keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan yang timbul karena keyakinan terhadap agama yang menjadi bagian dari kepribadian itu, akan mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari dalam. Belakangan ini, masalah kemorosotan moral, penyalahgunaan obat terlarang, kenakalan remaja serta banyaknya penyimpangan-penyimpangan perilaku lain bukan lagi masalah baru, dan masalah ini sangat memprihatinkan karena telah melanda remaja Indonesia. Remaja merupakan sekelompok orang yang berada pada usia peralihan menuju kedewasaan, yang mana ditandai dengan situasi psikologis yang tidak seimbang sehingga pada waktu melewati tahapan sosialisasi memungkinkan mereka akan terbawa pada arus budaya dan norma-norma yang keliru. Dan mereka akan memiliki kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan keinginan sendiri, dan tidak lagi berpedoman pada ajaran agama yang selalu menganjurkan untuk berbuat dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai akhlak yang baik. Dan pada masa pubertas remaja, sikap atau perbuatan yang negatif seperti merokok, arogan, sok jantan, sikap kasar, tidak ingin terlalu diatur dan lain-lain. Semua hal di atas adalah karena pertumbuhan emosi dan kejiwaannya serta faktor dari lingkungan yang juga ikut berperan. Dan menurut Zakiah Daradjat, bahwa masa remaja adalah masa pertumbuhan fisik cepat, dan prosesnya terus berjalan ke depan sampai mencapai titik tertentu. Perubahan yang berlangsung cepat dan tiba-tiba mengakibatkan terjadinya perubahan lain pada segi sosial dan kejiwaan, remaja semakin peka dan sikapnya berubah-ubah, tidak stabil, kelakuannya demikian pula. Kadang-kadang ia penakut, ragu, cemas dan sering melontarkan kritikan, kadang-kadang berontak pada keluarga, masyarakat atau terhadap adat kebiasaan. 1 1 Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, Jakarta: Ruhama, 1995, Cet. Ke-2, h.14 Pada saat sekarang ini dunia sedang dilanda oleh kegoncangan moral, baik terlihat dalam penyelewengan-penyelewengan hak dan kepentingan orang lain, maupun dalam penyelewengan-penyelewengan hak dan kemurnian keluarga, mungkin juga karena persoalan anak-anak yang sedang berada dalam usia remaja. Jika meninjau keadaan masyarakat modern terutama di kota-kota besar, maka akan di dapatkan bahwa moral sebagian anggota masyarakat telah rusak, atau mulai merosot. Dalam masyarakat tersebut moral tidak lagi menjadi nomor satu, akan tetapi kepentingan dan keuntungan pribadilah yang menonjol pada banyak orang. Seiring dengan kemajuan zaman terdapat suatu kontradiksi yang mencolok antara kemajuan sektor teknologi disatu pihak, dan kemerosotan akhlak dipihak lain. Bukan hal yang aneh bila terdapat dalam media masa seperti: koran, majalah, yang hampir setiap hari memuat kejadian yang mengerikan, baik yang terjadi dalam negeri maupun luar negeri. Misalnya: pemerkosaan, korupsi, narkotika dan lain-lain. Semua seolah-olah saling berlomba-lomba untuk mendapatkan target teratas dalam kejahatan. Apalagi pembangunan terhadap generasi muda, hal ini berhubungan dengan pencarian diri dan makna hidup. 2 Yang dihinggapi oleh kemerosotan moral itu tidak saja kepada anak-anak remaja, akan tetapi telah menjalar sampai kepada orang tua. Belakangan ini penulis banyak mendengar keluhan-keluhan orang tua, ahli didik dan orang yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial, karena yang berumur belasan tahun dan dalam usia remaja yang sukar dikendalikan. 2 Idrus H.A., Menuju Insan Kamil Profil Manusia Berkualitas, Jakarta: CV Aneka, 1996 Sebenarnya faktor-faktor yang menimbulkan gejala-gejala kemerosotan moral datang dari daya keimanan yang lemah, keluarga serta lingkungan. Dan yang terpenting di dalamnya adalah kurang tertanamnya jiwa agama dalam hati orang-orang yang tidak dilaksanakannya ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, baik oleh individu maupun oleh masyarakat. Dalam zaman seperti sekarang ini, orang kelihatannya kurang memperhatikan ajaran agama. Anak-anak dibesarkan dan menjadi dewasa tanpa mengenal pendidikan agama, terutama pendidikan agama dalam rumah tangga. Keluarga banyak yang menumpahkan perhatiannya kepada pengetahuan umum agar menjadi orang pandai, tetapi jarang dididik menjadi orang baik dalam arti yang sesungguhnya. Agama sangat perlu dalam kehidupan manusia, baik bagi kehidupan orang tua maupun remaja. Majelis taklim Mahabbatur Rasul Menteng Atas Jakarta Selatan dalam aktifitasnya mengacu pada fungsi merubah suatu keadaan yang tidak baik menjadi keadaan yang lebih baik, dari kebodohan menjadi terdidik, dari ketidakmampuan menjadi kecukupan dan pemberian bimbingan agama Islam dalam rangka membentuk prilaku yang islami. Dan salah satunya adalah dengan membiasakan pada remaja untuk mengingat Allah melalui dzikir dan membaca shalawat, serta menyampaikan materi- materi yang lainnya. Hal ini dilakukan sebagai upaya memberikan sugesti bahwa dzikir adalah suatu cara untuk menghilangkan kegelisahan-kegelisahan dan menentramkan batin seseorang. Dengan memperhatikan lingkungan di sekitar khususnya di jakarta, melihat banyaknya tawuran-tawuran, film-film, buku-buku dan mendengar pembicaraan orang yang kesemuanya bermuara kepada perilaku para remaja yang kurang baik, oleh sebab itu ketika saya memperhatikan itu semua maka saya datang ke Majelis Taklim ini yang mengelola remaja, maka terbersitlah dalam hati saya untuk memilih majelis ini sebagai tempat untuk penelitian saya. Zikrullah atau berdzikir kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya merupakan hal yang essensial bagi setiap muslim dalam rangka proses penyempurnaan iman dan pembentukan jati dirinya sebagai seorang muslim. 3 Sebagaimana firman Allah SWT: ☯ ⌧ Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah dengan menyebut nama Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya”. 4 QS. Al-Ahzaab : 41 Berdzikir kepada Allah dapat dilakukan secara individu dan dapat pula dilakukan secara bersama-sama dalam sebuah majelis, karena melakukan dzikir secara berjamaah, dalam sebuah majlis dzikir sangat besar sekali faedahnya, sedikitnya ada empat faedah yang dapat diperoleh, 5 sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits: ﻻﺎ ﺎ ﻬ ا ﺿر ﺪ ﻰ أ و ةﺮ ﺮه ﻰ أ : ا لﻮ ر لﺎ ص . م : ﻻ ﺔﻜﺌ ا ﻬﺘﱠﺧ ﱠﻻا ا نوﺮآ ﺬ مﻮ ﺪ , ﻬﺘ ﺸﻏو ﺔ ﺣﱠﺮ ﺎ , ﺔ ﻜﱠ ا ﻬ ﺖ ﺰ و , ﱠ ا هﺮآذو ﺪ . اور 3 M. Arifin Ilham dan Debby Nasution, Hikmah Dzikir Berjamaah, Jakarta : Republika, 2004, h. 4 4 Al-quran Surat Al-Ahzaab ayat 41. 5 H. Fuad Nashori, Agenda Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, h. 112. Artinya :” Sekelompok orang yang duduk berdzikir kepada Allah pasti dikelilingi para malaikat, diliputi rahmat, dituruni ketenangan dan disebut-sebut Allah dikalangan makhluk yang berada di sisinya”. HR. Muslim 6 Dengan mengingat Allah secara intens yang dilakukan dengan banyak berdzikir akan menjadikan seseorang memiliki berbagai pengalaman keagamaan. Agar manusia memiliki karakteristik pribadi yang tangguh, maka kepadanya perlu diberikan kesempatan memiliki pengalaman keagamaan yang mendalam. Pengalaman keagamaan itu dapat diperoleh dengan melakukan aktivitas mengingat Tuhan secara intens berupa dzikir. 7 Dzikir menghasilkan ketenangan dan ketenangan menghasilkan kemampuan konsenterasi secara terarah, menghasilkan kesadaran akan tuhan dan tanggung jawab yang di embannya sebagai manusia, menghasilkan kebijaksanaan. 8 Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis merasa tertarik untuk membahas hal tersebut dalam buku skripsi dengan judul “Pembinaan Akhlak Remaja Melalui Dzikir di Majelis taklim Mahabbatur Rasul Menteng Atas Jakarta Selatan”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.