Peranan majelis taklim persatuan remaja islam prista dalam pembinaan keagamaan remaja

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh : ZIKRI MAULANA

NIM. 105051001956

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2010 / 1431 H


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidaytullah Jakarta

Ciputat, 10 Juli 2010


(3)

Keagamaan Remaja

Dalam penulisan skripsi ini peneliti memilih judul “Peranan majelis Taklim Persatuan Remaja Islam (PRISTA) dalam pembinaan keagamaan remaja” dikarenakan lembaga non formal seperti majelis taklim diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa sarana pemberdayaan masyarakat untuk menanamkan dan meningkatkan pengetahuan agama.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya yang dilakukan majelis taklim “Persatuan Remaja islam (PRISTA)” dalam pembinaan keagamaan remaja, serta untuk mengetahui faktor penghambat pembinaan yang dilakukan di Majelis taklim “Persatuan remaja Islam (PRISTA)”.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu memaparkan secara mendalam dengan apa adanya secara obyektif sesuai dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi, kajian pustaka dan sumber lain yang ada di majelis taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA”.

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan di majelis takim “Persatuan remaja Islam (PRISTA” kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok, melalui wawancara dan observasi, bahwa upaya pembinaan yang dilakukan majelis taklim “Persatuan remaja Islam (PRISTA) di kelurahan Meruyung hanya terbatas pada kegiatan pengajian yang dilakukan setiap seminggu sekali, dalam kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh majelis taklim “Persatuan remaja Islam (PRISTA)” tidak melalui prosedur penyusunan program pembinaan yang baik, sehingga kegiatan pengajian yang dilakukan tidak sampai pada tujuan yang hendak adicapai atau hanya rutinitas yang tidak memiliki target. Seperti setiap materi tidak dirumuskan, lalu metode penyampaian yang masih hanya terfokus kepada metode ceramah saja. Kemudian yang menjadi faktor penghambat pembinaan yang dilakukan di majelis taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” disebabkan karena tidak sehatnya struktur kepengurusan yang ada di majelis taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” dan kurangnya pengetahuan pengurus tentang manajemen organisasi. Serta kurangnya dukungan dan perhatian dari masyarakat serta terutama pada para pendiri majelis taklim PRISTA terhadap perkembangan majelis taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)”.


(4)

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peranan Majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” Dalam Pembinaan Keagamaan Remaja Di Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok.

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu dan teknologi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan penulis miliki demi terselesaikannya skripsi iniagar bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi bebrapa pihak yang telah membantu, motivasi serta arahan dari berbagai pihak, sehingga patut kiranya penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Muhammad Arif Subhan. MA selaku dekan Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Jumroni, M.Si dan ibu Umi Musyarofaj, MA sebagai ketua dan sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Mahmud Jalal MA selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik.

4. Pimpinan dan seluruh staff perpustakaan utama dan perpustakaan fakultas Ilmu Dakwah dan ILmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi


(5)

pengurus dan para anggota yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

7. Terkhusus buat kedua orang tuaku tercinta Bpk. Mijar Wahyudi alm dan Ibunda Eni Salmanih yang telah merawat, membesarkan, mendidik, dan mencurahkan kasih saying serta tak bosan-bosannya memberikan bantuan secara moril, materil, semangat dan doa buat penulis.

8. Buat kakak-kakakku serta adik-adikku tercinta yang telah memberikan warna-warni dalam kehidupan penulis.

9. Seluruh teman-teman mahasiswa angkatan 2005 khususnya kelas KPI C yang selalu bercanda tawa dan telah memberi warna-warni kehidupan penulis, khususnya Edi Hardian, Ahmad Fadli, dan Saiful Bahri terima kasih untuk semua dukungan dan perhatian yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Dan juga kepada teman-temanku yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu, sekali lagi terima kasih.

Penulis berharap dan berdoa kepada Allah SWT, agar seluruh pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis, akan mendapatkan balasan yang setimpal disisiNya, Jazakumullah Khairan Katsira.

Jakarta, Juni 2010

Penulis

Zikri Maulana


(6)

Lembar Pengesahan……… i

Lembar Pernyataan……… ii

ABSTRAKSI……… iii

KATA PENGANTAR………. iv

DAFTAR ISI……… vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.,………. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 7

D. Metodologi Penelitian……….. 9

E. Tinjauan Pustaka……… 12

F. Sistematika Penulisan……… 13

BAB II : LANDASAN TEORITIS A. Peranan 1. Pengertian Peranan……….. 15

2. Konflik Peranan……… 16

B. Pengertian Remaja……… 18

C. Organisasi……….. 19

D. Majelis Taklim 1. Pengertian Majelis Taklim………... 19

2. Tujuan Majelis Taklim………. 21

3. Aktifitas Majelis Taklim……….. 22

4. Materi dan Metode di Majelis Taklim………. 24

E. Pembinaan Keagamaan 1. Pengertian Pembinaan………. 28

2. Program Pembinaan………. 29

3. Pengertian Agama……… 32


(7)

A. Sejarah Berdiridan Perkembangannya……… 40

B. Visi Misi dan Tujuan……….. 44

C. Struktur Kepengurusan……….. 45

D. Program Kerja………. 46

E. Kegiatan Pembinaan……….. 49

BAB IV : PERAN MAJELIS TAKLIM ”PERSTUAN REMAJA ISLAM (PRISTA)” DALAM PEMBINAAN KEAGAMAAN REMAJA A. Deskripsi Informan………. 51

B. Upaya Majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” Dalam Pembinaan Keagamaan Remaja…. 62 C. Faktor Penghambat Pembinaan Keagamaan di Majelis Taklim PRISTA………. 71

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan………. 90


(8)

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk yang sebaik-baiknya, bahkan merupakan makhluk yang paling mulia jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, oleh karena itu ia diberkali akal dan pikiran. Manusia yang merasa dirinya memiliki akal, tentunya berusaha untuk melihat hakikat dirinya serta asal kejadiannya, sehingga hal tersebut dapat menumbuhkan keyakinan dan melahirkan dorongan untuk mengabdikan diri sepenuhnya hanya untuk menyembah sang Kholiq, yaitu Allah SWT.

Sebagai makhluk hidup, manusia tumbuh dan secara evolusi baik selama kandungan maupun setelah lahir hingga menjadi dewasa dan mencapai usia lanjut. Dengan demikian manusia dalamproses kejadiannya termasuk makhluk tanpa daya dan eksploratif. Maksudnya manusia tidak mungkin dapat bertumbuh dan berkembang sendiri (tanpa daya) hingga memerlukan bantuan.

Islam sebagai agama yang menjadi pedoman hidup bagi manusia mencakup seluruh kehidupan manusia. Di samping sebagai way of life (pedoman hidup), Islam menurut para pemeluknya juga sebagai ajaran yang harus didakwahkan dan memberikan pemahaman berbagai ajaran yang terkandung didalamnya. Sarana yang dapat dilakukan dalam mentransformasikan nilai-nilai


(9)

agama tersebut antara lain melalui majelis taklim yang berfungsi memberikan pemahaman tentang nilai-nilai ajaran Islam.

Majelis taklim adalah lembaga pendidikan non-formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggrakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jama`ah yang relative banyak, dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT. Antara manusia sesamanya, dan antara manusia dan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertakw kepada Allah SWT.1

Majelis taklim juga telah banyak memberikan pengetahuan di berbagai lapangan kehidupan seperti:

1. Lapangan hidup keagamaan: agar perkembangan pribadi manusia

sesuai dengan norma ajaran Islam.

2. Lapangan hidup kemasyarakatan, agar terbina masyarakat yang adil dan makmur dibawah ridho dan ampunan Allah SWT.

3. LApangan hidup ilmu pengetahuan: agar perkembangan menjadi alat untuk mncapai kesejahteraan hidup umat manusia yang dikendalikan oleh iman.

4. Lapangan hidup keluarga: agar berkembang menjadi keluarga yang sakinah.2

1

Nurul Huda, Pedoman MAjelis Taklim, (Jakarta: KODI DKI Jakarta, 1990) Cet. II, H.5

2


(10)

Majelis taklim hendaknya merupakan proses pendidikan yang mengarah pada internalisasi nilai-nilai agama ( Islam ). Artinya, jama`ah majelis taklim diharapkan mampu merefleksikan tatanan normative yang mereka pelajari dalam realitas kehidupan sehari-hari.

Secara strategis majelis taklim menjadi sarana dakwah dan tabligh yang Islami coraknya yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntutan ajaran Islam. Disamping itu guna menyadarkan umat Islam dalam rangka menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya yang kontekstual kepada hidup social, budaya dan alam sekitar mereka, sehingga dapat menjadikan umat Islam sebagai Ummatan Washatan yang dapat diteladani kelompok atau umat lain.

Jadi, peranan secara fungsional majelis taklim adalah mengokohkan landasan hidup manusia Indonesia pada khususnya di bidang mental spiritual kegamaan Islam dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya secara integral, lahiriyah dan batiniyah, duniawiyah dan ukhuwariyah secara bersamaan, sesuai tuntutan ajaran Islam yaitu iman dan takwa yang melandasi kehidupan duniawi dalam segala bidang kegiatan, fungsi demikian sesuai dengan pembangunan nasional kita.3

Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT tidak dapt tereujud secara tiba-tiba melainkan terbentuk melalui proses kehidupan dan proses

3

H. M. Arifn, Kapita Seleta Pendidikan Islam (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi ANgsara, 1995) Cet.I H.120


(11)

pendidikan khususnya kehidupan beragama dan pendidikan agama. Dan proses pendidikan berlangsung seumur hidup baik di lingkukngan keluarga, sekolah maupun masyarakat, yang nantinya akan membawa dampak yang positif bagi sikap keberagamaan dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk dapat membangun dan mewujudkan system Islam dalam kehidupan manusia yang menjadi esensi dakwah, maka apa yang menjadi tugas dan fungsi dari dakwah harus dituntut dengan baik.

Remaja adalah masa pencarian identitas. Kalau pada masa sebelumnya penyesuaian diri dengan standar kelompok dianggap jauh lebih penting daripada individualitas, atau kalau pada masa lalu anak merasa puas apabila dirinya telah menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal, akan tetapi sekarang dimasa remaja ini yang paling penting atau yang didampakannya adalah mencari dan menemukan identitas dirinya.4

Masa remaja merupakan periode perubahan yang sangat pesat baik dalam perubahan fisiknya maupun dalam perubahan sikapnya. Masa remaja juga merupakan masa peralihan kanak-kanak menuju masa kedewasaan, mereka sangat membutuhkan tuntunan dan bimbingan untuk memahami diri sendiri yang penuh dengan rasa keingintahuan yang sangat tinggi. Keingintahuan yang sangat tinggi menyebabkan para remaja tidak cukup hanya diberikan siraman rohani yang isinya sejumlah doktrin agama yang ditelan mentah-mentah tetapi melalui

4

Alisyf Sabri, Psikologi Pendidikan, Berdasarkan kurikulum nasional, (Jakarta: PEdoman Ilmu Jaya, 1995), Cet.I, h.27


(12)

pengajian ini doktrin-doktrin agama telah ditelaah lebih dalam, sehingga remaja benar-benar telah mengetahui kenapa mereka harus memilih Islam sebagai pedoman kehidupannya.

Perubahan yang terjadi dikalangan remaja muslim saat ini sangat memprihatinkan, karena semakin maju dan berkembangnya teknologi maka semakin besar dampak negative yang kita terima. Salah satu contoh kecil, penayangan budaya-budaya barat yang ditayangkan di Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, yang pada akhirnya secara tidak sadar mereka yang menikmati tayangan tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Remaja dewasa ini cenderung mengarah kepada hal-hal yang bersifat negative. Tidak jarang mereka yang mengerjakan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran agama seperti tawuran di jalan-jalan yang dapat mengganggu ketertiban umum, berpakaian yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dan budaya orang Indonesia sendiri.

Lingkungan RT 02/03 Kelurahan Meruyung, Kecamatan Limo kota Depok merupakan wilayah yang berada di pinggir kota Jakarta sehingga kebudayaan yang berasal dari luar sangat rentan terbentuk dengan sendirinya. Maka dari itu, dituntut peran aktif dari mulai lingkungan yang terkecil yakni, keluarga, sekolah, serta peran aktif masyarakat untuk menjaga pengaruh negative sehingga remaj selalu onsisten terhadap keberagamaannya.


(13)

Majelis taklim PRISTA berawal dari aktifitas kelompok remaja yang selalu melakukan diskusi-diskusi di warung gaul atau biasa disebut café. Setiap harinya tempat tersebut selalu didatangi oleh para remaja baik untuk hanya sekedar ngopi-ngopi atau memang hendak melakukan diskusi-diskusi ringan, bahasan yang sering didiskusikan dari persoalan agama, social, ekonomi, hingga permasalahan politik. Yang memang pada waktu itu Indonesia sedang mengalami masa transisi demokrasi.

Mereka menganggap perlu ada sebuah lembaga atau organisasi yang memberikan wadah bagi para remaja di lingkungan tersebut sebagai ajang silaturahmi, serta sarana pembelajaran agamadalam rangka menjaga lingkungan dari pengaruh-pengaruh negative.

Sesuai dengan latar belakang diatas maka penulis bermaksud untuk mengadakan penelitian dengan judul Peranan Majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” Dalam PEmbinaan Keagamaan Remaja di kelurahan Meruyung Kecmatan Limo kota Depok.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar dalam penelitian skripsi ini tdak melebar terlalu luas yang nantinya akan sulit menemukan permasalahan yang dituju, maka penulis membatasi penulisan


(14)

ini pada upaya majelis taklim Persatuan Remaja Islam Dalam Pembinaan Keagamaan Remaja Di Kelurahan Meruyung-Limo-Depok.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan yakni:

a. Bagaimana upaya majelis taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” dalam pembinaan keagamaan remaja di kelurahan meruyung kecamatan Limo kota Depok

b. Faktor apa saja yang menjadi penghambat pada majelis taklim

“Persatuan remaja Islam (PRISTA)” dalam upaya pembinaan keagamaan remaja di kelurahan meruyung kecamatan Limo kota Depok

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian


(15)

a. Untuk mengetahui upaya majelis taklim “Persatuan remaja Islam (PRISTA)” dalam pembinaan keagamaan di kelurahan Meruyung kecamatan Limo kota depok

b. Untuk mengetahui faktor penghambat majelis taklim “Persatuan remaja Islam (PRISTA)” dalam pembinaan keagamaan di kelurahan Meruyung kecamatan Limo kota depok

2. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian diatas diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain:

a. Manfaat Teoritis (Akademis)

1) Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah pengetahuan kepada mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam khususnya serta fakultas Ilmu Dakwah Ilmu Komunikasi umumnya tentang pentingnya langkah-langkah yang harus dilakukan oleh lembaga dakwah seperti majwlis taklim dalam menyusun program kegiatan yang baik.

2) Memberikan motivasi kepada masyarakat khususnya civitas

akademika fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mengadakan penelitian yang lebih mendalam Tentang Peranan Majelis Taklim Dalam Pembinaan kegiatan Keagamaan.


(16)

b. Manfaat Praktis

1) Bagi organisasi diharapkan penelitian ini menjadi bahan masukan serta infomasi agar lebih memperhatikan lagi tentang penyusunan program kerja majelis taklim “Persatuan remaja Islam (PRISTA)” dalam pembinaan keagamaan di kelurahan Meruyung kecamatan Limo kota Depok.

2) Dengan data ini diharapkan akan menjadi bahan informasi bagi semuanya untuk dapat meningkatkan mutu kegiatan baik yang dilakukan lembaga formal maupun nonformal.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisa, dan diambil kesimpulan.5 Untuk memperoleh data, peneliti menggunakan jenis penelitian berdasarkan pada pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti.

5

Wardi Bachtiar, etodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1999), Cet.II H.1


(17)

Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta, serta informasi yang akan mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, tentang bagaimana peranan majelis taklim “Persatuan remaja Islam (PRISTA)” dalam pembinaan keagamaan di kelurahan Meruyung kecamatan Limo kota Depok

2. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek adalah orang atau sekelompok orang yang memberikan informasi, dalam hal ini adalah para pengurus yang berjumlah 4 orang dan majelis taklim (PRISTA) yang berjumlah 2 orang di kelurahan Meruyung, yang terdiri dari ketua majelis taklim “PRISTA” saudara Ali Rahman, skeretaris saudari Hujaifah, Departemen Pendidikan Saudara Khoirudin, Departemen Humas Saudara Syaiful Ghozi, anggota majelis taklim saudara Ahmad Taufiq, Azzura Bilqis, serta satu guru yang mengajar yaitu bapak Zaini BA.

b. Objek Penelitian

Selain mempelajari subjek, penelitian ini juga akan mempelajari dengan seksama tentang objek penelitian, meliputi program pembinaan keagamaan yang dilakukan majelis taklim “PRISTA” terhadap remaja. 3. Tempat Penelitian Dan Waktu Penelitian


(18)

Tempat yang dijadikan penelitian adalah Majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok, Jl. Meruyung Raya RT 03/02 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok.

b) Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 Februari sampai 15 Mei 2010.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dari penelitian lapangan, peneliti menggunakan tekhnik-tekhnik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi.

a. Observasi

Dalam obervasi ini penulis melakukan pengamatan secara langsung sebanyak lima kali yaitu tanggal 18 Februari, 25 Februari, 4 Maret, 11 Maret, 18 Maret. Terhadap objek peelitian mengenai keadaan yang sebenarnya terjadi dilokasi penelitian yang berkaitan dengan pembinaan keagamaan terhadap remaja. Yaitu aktifitas pengajian yang dilakukan setiap Jumat malam.


(19)

Pada wawancara ini penulis mengadakan komunikasi langsung dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada beberapa pihak yakni tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Keterangan-keterangan yang terdiri dari ketua majelis taklim “PRISTA” saudara Ali Rahman, skeretaris saudari Hujaifah, Departemen Pendidikan Saudara Khoirudin, Departemen Humas Saudara Syaiful Ghozi, anggota majelis taklim saudara Ahmad Taufiq, Azzura Bilqis, serta satu guru yang mengajar yaitu bapak Zaini BA sebagai guru yang aktif mengajar di majelis taklim PRISTA.

c. Dokumentasi

Yakni penulis memperoleh data-data ynag diperlukan dalam peneltian ini yang didapatkan dari pengurus majelis taklim Persatuan Remaja di Kelurahan Meruyung, buku-buku serta makalah yang berkaitan dengan pokok bahasan.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yng digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan cara mengmpulkan data disusun, disajikan, dan kemudian dianalisis untuk mengungkapkan arti data tersebut, menggambarkan sasaran apa adanya, adapun caranya setelah data terkumpul, kemudian peneliti mnjabarkan data tersebut dengan berbagai kajian pustaka.


(20)

Adapun teknik penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Thesis, dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh CEQDA (Centre For Quaity Development And Assurance), di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

E. Tinjauan Pustaka

Pada tinjauan pustaka ini, penulis mencoba menjelaskan tentang perbedaan skripsi yang hendak penulis teliti, dengan skripsi yang terdahulu yang memiliki kesamaan judul:

1. Nasrulah, dengan Skripsi yang berjudul“Strategi Komunikasi Kelmpok Dalam Pembinaan Akhlak Anak Panti Asuhan Yatim Piatu Yakin Jati Padang Jakarta Selatan” Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, jung dterapkan oleh guru dalam pembinaan akhlak pada anak.rusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, NIM: 204051002849. adapun dalam skripsi ini membahas bagaimana strategi komunikasi akhlak pada anak. 2. Zainudin Lubis, NIM: 105051001879 dengan judul skripsi “Pola

Komunikasi Ustadz Ali Fachrudi MA Dalam Pembinaan Takhfizul Qur`an”, penekanan pada skripsi ini mengenai pola komunikasi ustadz Ali Fachrudin MA dengan peserta didik dan bagaimana pola komunikasi yang terjadi antara peserta didik.

3. Dwi Budi Haryanto, NIM 102053025690 dengan judul “Analisis Strategi Dakwah Ikatan Masjid Dan Musholla Indonesia Provinsi


(21)

Jakarta”, penekanan skripsi tesebut bagaimana perumusan, implementasi, dan evaluasi strategi dakwah yang diterapkan di organisasi IMAMI, provinsi DKI Jakarta, serta apa saja hasil yang telah dicapai dalam kegiatan dakwah IMAMI provinsi DKI Jakarta.

Sementara judul skripsi penulis adalah Peranan Majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA) Dalam Pembinaan Keagamaan Remaja Di Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok dengan batasan masalah upaya yang dilakukan Majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA) Dalam Pembinaan Keagamaan Remaja serta faktor apa saja yang menjadi penghambat pembinaan keagamaan.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis menyusun kedalam lima bab, setiap bab terdiri dari sub-sub bab. Bab-bab tersebut secara keseluruhan saling berkaitan satu sama lain yang diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan bab penutup berupa kesimpulan dan saran.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang latar belakang masalah yang akan penulis teliti, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, dan metodologi penelitian, tunjauan pustaka dan sistematika penelitian.

BAB II LANDASAN TEORI

Bagian ini berisikan landasan teori peran majelis taklim dan pembinaan keagmaan remaja, yang terdiri dari pengertian peran majelis taklim, pembinaan keagamaan, serta pengertian remaja.

BAB III GAMBARAN UMUM MAJELIS TAKLIM “PERSATUAN REMAJA ISLAM (PRISTA)”

Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang organisasi persatuan remaja Islam (PRISTA) antara lain: sejarah berdirinya, perkembangannya, visi misi dan tujuan majelis taklim, struktur kepengurusan majelis taklim, serta program kerja majelis taklim.


(23)

BAB IV PERANAN MAJELIS TAKLIM “PERSATUAN REMAJA ISLAM (PRISTA)” DALAM PEMBINAAN KEAGAMAAN REMAJA

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai deskriptif informan serta upaya Majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA) Dalam Pembinaan Keagamaan Remaja Di Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok serta faktor-faktor penghambatnya.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini berisikan tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.


(24)

A. Peranan

1. Pengertian Peranan

“Peranan” berasal dari kata peran berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang utama.1 Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekanto sebagai berikut:

“Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur social masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan serangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.”2

Menurut Biddle dan Tomas, peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu, misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa member anjuran, member penilaian, member sangsi atau lain-lain. Kalau peran ibu digabungkan dengan peran ayah maka menjadi peran orang tua dan menjadi lebih luas sehingga perilaku-perilaku yang diharapkan juga menjadi lebih beraneka ragam.3

1 W.J.S Po e rw a d a rm a nita , Ka m us Ba ha sa Ind o ne sia , (Ja ka rta : PN. Ba la i

Pusta ka , 1985), h.735

2 So e jo no So e ka nto , So sio lo g i Sua tu Pe ng a nta r, (Ja ka rta : Ra ja wa li Pre ss, 1982)

h.238

3 Sa rlito Wira wa n, Te o ri-te o ri p siko lo g i So sia l, (Ja ka rta : PT Ra ja G ra find o

Pe rsa d a , 2000), C e t, V H.224


(25)

2. Konflik Peranan

Konflik peran terjadi karena adanya permasalahan yang terpolarisasi menyangkut peran, dua macam konflik peran antara lain:

1. Konflik antar peran (in role conflict), contoh seorang mahasiswi yang telah menikah dimana dia harus membagi waktu antara melakukan tuntutan peran sebagai mahasiswi selain itu juga harus memenuhi tugas-tugas sebagai istri

2. Konflik dalam peran (intra role conflict) contoh pendeta dalam ketentaraan yang berdoa demi perdamaian dan harus mempertahankan semangat prajurit agar siap untuk membunuh.4

B. Pengertian Remaja

Remaja adalah masa pencarian identitas. Kalau pada masa sebelumnya penyesuaian diri dengan standar kelompok dianggap jauh lebih penting daripada individualitas, atau kalau pada masa lalu anak merasa puas apabila dirinya telah menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal, akan tetapi sekarang dimasa remaja ini yang paling penting atau yang didampakannya adalah mencari dan menemukan identitas dirinya.5

4Ib id , Sa rlito Wira wa n Sa rwo no h.229

5Alisyf Sa b ri, Psiko lo g i Pe nd id ika n, Be rd a sa rka n kurikulum na sio na l, (Ja ka rta :


(26)

Remaja dapat diartikan, yaitu seseorang yang berada dalam suatu masa perubahan perkembangan secara utuh, baik fisik maupun mental yang merupakan perkembangan transisi dari anak-anak ke masa dewasa, sesuai pola umum perkembangan.

C. Organisasi

Asas organisasi adalah berbagai pedoman yang sejauh mungkin hendaknya dilaksanakan agar diperoleh struktur organisasi yang baik dan aktivitas organisasi dapat berjalan dengan baik dan lancar.6

Setiap organisasi, tentu menghadapi masalah bagaimana organisasinya dapat berjalan dengan baik. Salah satu sarana organisasinya dapat berjalan dengan baik dan struktur yang bersangkutan sehat dan efisien haruslah melakukan asas-asas organisasi.

D. Majelis Taklim

1. Pengertian Majelis Taklim

Majelis Taklim menurut bahasa terdiri dari dua kata yaitu “Majelis” dan “Taklim”, yang keduanya berasal dari bahasa Arab. Kata majelis taklim adalah bentuk isim makna dari akar kata “jalasa-yajlisu” yang berarti “tempat duduk, tempat sidang atau dewan”.7

6Ib id , H.43

7 Ahm a d Wa e so n Muna wir, Al-Muna w wir Ka m us Ara b Ind o ne sia , (Yo g ya ka rta :


(27)

Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia pengertian majelis adalah: “pertemuan atau perkumpulan orang banyak atau bangunan tempat orang berkumpul.”8

Tuti Alawiyah As dalam bukunya mengatakan bahwa salah satu arti dari majelis taklim adalah “pertemuan atau perkumpulan orang banyak” sedangkan taklim berarti “pengajaran atau pengajian agama Islam.”9

Kini apabila kedua istilah tersebut disatukan maka yang akan muncul kemudian gambaran sebuah suasana dimana para muslimin berkumpul untuk melakukan kegiatan yang tidak hanya terikat pada makna pengajian belaka melainkan kegiatan yang dapat menggali potensi dan bakat serta menambah pengetahuan dan wawasan para jama`ahnya.

Musyawarah majelis taklim se-DKI Jakarta yang berlangsung tanggal 9-10 Juli 1980 memberikan batasan (ta`rif) majelis taklim adalah lembaga pendidikan non formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jama`ah yang relative banyak, dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT. Antara manusia sesamanya, dan antara manusia

8 De p a rte m e n Pe nd id ika n d a n Ke b ud a ya a n< Ka m us Be sa r Ba ha sa Ind o ne sia ,

(Ja ka rta : Ba la i Pusta ka , 1999) C e t ke 10, h.615

9 Tuti Ala w iya h, Stra te g i Da kw a h d i ling kung a n m a je lis Ta klim , (Ba nd ung :


(28)

dengan lingkungannya. Dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.10

Dari berbagai definisi tersebut maka majelis taklim dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Majelis Taklim adalah tempat berlangsungnya kegiatan pengajian atau pengajaran agama Islam. Waktunya berkala tetapi teratur tidak tiap hari atau tidak seperti sekolah.

2. Majelis Taklim merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang pengikutnya disebut jama`ah bukan pelajar atau murid. Hal ini didasarkan karena kehadiran di Majelis Taklim tidak merupakan suatu kewajiban sebagaimana dengan kewajiban murid di sekolah.

2. Tujuan Majelis Taklim

Mengenai hal yang menjadi tujuan majelis taklim, mungkin rumusnya bermacam-macam. Tuti Alawiyah merumuskan bahwa tujuan majelis taklim dari segi fungsi, yaitu:

1. Berfungsi sebagai tempat belajar, maka tujuan majelis taklim adalah menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan mendorong pengalaman ajaran agama.

2. Berfungsi sebagai tempat kontak social, maka tujuannya adalah silaturahmi.

10 Nurul Hud a , Pe d o m a n Ma je lis Ta klim , (Ja ka rta : KO DI DKI Ja ka rta , 1990)


(29)

3. Berfungsi mewujudkan minat social, maka tujuannya adalah meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan jama`ahnya.11

Secara sederhana tujuan majelis taklim dari apa yang diungkapkan di atas adalah tempat berkumpulnya manusia yang didalamnya membahas pengetahuan agama serta terwujudnya ikatan silaturahmi guna meningkatkan kesadaran jama`ah atau masyarakat sekitar tentang pentingnya peranan agama dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan didalam ensiklopedia Islam, diungkapkan bahwa tujuan majelis taklim adalah:

a. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran beragama di kalangan

masyarakat khususnya bagi jama`ah b. Meningkatkan amal ibadah masyarakat. c. Mempererat silaturahmi antar jama`ah d. Membina kader di kalangan umat Islam.12

3. Aktifitas Majelis Taklim

Majelis taklim adalah lembaga Islam non formal. Dengan demikian Majelis Taklim bukan lembaga pendidikan Islam formal seperti madrasah atau perguruan tinggi. Majelis taklim bukanmlah merupakan wadah organisasi

11 Tuti Ala wiya h As, Stra te g i Da kw a h, h.78

12 De w a n Re d a ksi Ensiklo p e d ia Isla m , Ma je lis Ensiklo p e d ia Isla m , (Ja ka rta :


(30)

masyarakat yang berbasis politik. Namun, majelis taklim mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Peranan majelis taklim sebagai berikut:

a. Sebagai Wadah untuk membina dan mengembangkan kehidupan

beragama dalam rangka membentuk masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.

b. Taman rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya bersifat santai. c. Wadah silaturahmi yang menghidup suburkan syiar Islam.

d. Media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pengembangan umat dan bangsa.13

Secara strategis majelis taklim menjadi sarana dakwah dan tabligh yang Islami coraknya yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntunan ajaran Islam. Disamping itu guna menyadarkan umat Islam dalam rangka menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya yang kontekstual kepada lingkungan hidup social budaya dan alam sekitar mereka, sehingga dapat menjadikan umat Islam sebagai Ummatan Washatan yang meneladani kelompok umat lain.

Dalam kaitannya dengan hal ini, M. Arifin mengatakan:

“Jadi peranan secara fungsional majelis taklim adalah mengkokohkan landasan hidup manusia Indonesia pada khususnya di bidang mental spiritual keagamaan Islam dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya secara integral,


(31)

lahiriah dan batiniah, duniawi dan ukhrawiyah secara bersamaan, sesuai tuntutan ajaran agama Islam yaitu iman dan takwa yang melandasi kehidupan duniawi dalam segala bidang kegiatannya, fungsi sesuai dengan pembangunan nasional kita.”14

4. Materi Dan Metode Yang Dikaji Majelis Taklim 1) Materi

Materi atau bahan ialah apa yang hendak diajarkan dalam majelis taklim. Dengan sendirinya materi itu adalah ajaran Islam dengan segala keluasannya. Islam memuat ajaran tentang tata hidup yang meliputi segala aspek kehidupan, maka pengajaran Islam berarti pengajaran tentang tata hidup yang berisi pedoman pokok yang digunakan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia dan untuk menyiapkan hidup yang sejahtera di akhirat nanti. Dengan demikian materi pelajaran agama Isalam luas sekali meliputi segala aspek kehidupan.

Dewasa ini, sekedar untuk memudahkan sering dilakukan pembagian antara ilmu agama arti khusus dan ilmu umum yang dipandang dri segi agama dengan demikian, maka secara garis besarnya, ada dua kelompok pelajaran dalam majelis taklim, yakni kelompok pengetahuan agama dan kelompok pengetahuan umum.

14 Arifin, Ka p ita Se le kta Pe nd id ika n Isla m (Isla m d a n Um um : Ja ka rta Bum i


(32)

a. Kelompok pengetahuan agama

Bidang pengajaran yang termasuk kelompok ini antara lain adalah tauhid, fiqh, Tasir, Hadis, Akhak, Tarikh, dan Bahasa Arab.

b. Kelompok pengetahuan umum

Karena banyaknya pengetahuan umum, maka tema-tema atau maudlu yang disampaikan hendaknya hal-hal yang langsung ada kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Kesemuanya itu dikaitkan dengan agama, artinya dalam menyampaikan uraian-uraian tersebut hendaknya janganm melupakan dalil-dalil agama baik berupa ayat-ayat Al Quran atau hadits-hadits atau contoh-contoh dari kehidupan Rasulullah SAW15 Menurut Tuti Alawiyah bahwa kategori pengajian itu diklasifikasikan menjadi lima bagian:

a) Majelis Taklim tidak mengajarkan secara rutin tetapi hanya sebagai tempat berkumpul, membaca shalawat, membaca surat Yasin atau Tahlil.

b) Membaca shalawat nabi dan sebulan sekali pengurus majelis taklim mengundang seorang guru untuk berceramah itulah merupakan isi takim.

c) MAjelis taklim mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dasar ajaran agama seperti belajar mengaji Al Quran atau penerangan fiqh.


(33)

d) Majelis Taklim mengajarkan pengetahuan agama tentang fiqh, tauhid atau akhlak yang diajarkan dalam pidato-pidato mubaligh yang kadang-kadang dilengkapi Tanya jawab.

e) Majelis taklim seperti butir ke-3 dengan menggunakan kitab sebagai pegangan, ditambah dengan pidato atau ceramah.

f) Majelis Taklim dengan pidato-pidato dan dengan pelajaran pokok yang diberikan teks tertulis. Materi pelajaran disesuaikan dengan situasi hangat berdasarkan ajaran Islam.16

Penambahan dan pengembanagn materi dapat saja terjadi di majelis taklim, melihat semakin majunya zaman dan semakin kompleks permasalahan yang perlu penanganan yang tepat. Wujud program yang tapat dan actual sesuai dengan kebutuhan jama`ah itu sendiri merupakan suatu langkah yang baik agar majelis taklim tidak terkesan kolot dan terbelakang. Karena majelis taklim merupakan salah satu struktur kegiatan dakwah yang berperan penting dalam mencerdaskan umat, maka selain pelaksanaannya harus sesuai teratur dan periodik juga harus membawa jama`ah kearah yang baik.

2) Metode

Metode adalah cara, dalam hal ini cara menyajikan bahwa pengajaran dalam majelis taklim untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Makin baik metode yang dipilih makin efektif pencapaian tujuannya.


(34)

Metode mengajar banyak sekali macamnya. Namun bagi majelis taklim tidak semua metode itu dapat dipakai. Ada metode mengajar di kelas yang tidak dapat dipakai dalam majelis taklim. Hal ini disebabkan karena perbedaan kondisi dan situasi antara sekolah dengan majelis taklim.

Ada beberapa metode yang digunakan di majelis taklim, diantaranya: a. Majelis Taklim yang diselenggarakan dengan metode halaqah. Dalam

hal ini pengajar atau ustadzah atau kiyai memberikan pelajaran biasanya dengan memegang suatu kitab tertentu. Peserta mendengarkan keterangan pengajar sambil menyimak kitab yang sama atau melihat ke papan tulis dimana dituliskan apa-apa yang hendak diterangkan.

b. Majelis Taklim yang diselenggarakan dengan metode mudzakarah. Metode ini dilaksanakan dengan cara tukar menukar pendapat atau diskusi mengenai suatu masalah yang disepakati untuk dibahas.

c. Majelis Taklim yang diselenggarakan dengan metode ceramah.

Metode ini dilaksanakan dengan dua cara. Pertama, ceramah umum, dimana pengajar atau ustadzah atau kiyai bertindak aktif dengan memebrikan pelajaran atau ceramah, sedangkan peserta pasif, yaitu tinggal mendengar atau menerima materi yang diceramahkan. Kedua, ceramah terbatas, dimana biasanya terdapat kesempatan untuk bertanya jawab. Jadi baik pengajar atau ustadzah atau kiyai maupun peserta atau jamaah sama-sama aktif.


(35)

d. Majelis Taklim yang diselenggarakan dengan metode campuran. Artinya satu majelis taklim menyelenggarakan kegiatan pendidikan atau pengajian tidak dengan stu macam metode saja, melainkan dengan berbagai metode secara berselang-seling.17

Barangkali dalam majelis taklim dewasa ini (majelis taklim umum) metode yang digunakan telah sangat membudaya, seolah-olah hanya metode ini saja yang dapat dipakai dalam majelis taklim. Dalam rangka pengembangan dan peningkatan mutu majelis taklim ada baiknya metode yang lain mulai dipakai. E. Pembinaan Keagamaan

1. Pengertian Pembinaan

Pembinaan dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata pembinaan berarti proses, pembuatan, cara membina (Negara dan sebagainya), pembaharuan, penyempurnaan, usaha dan tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna yang lebih baik.18

Pembinaan merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris yaitu training berarti latihan, pendidikan serta pembinaan, secara istilah pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang baru yang belum dimiliki dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membenarkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta

17 Nurul Hud a , Pe d o m a n Ma je lis, h.29 18Ib id , W.J.S. Po e rw a d a rm a nita , h.141


(36)

mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup yang sedang dijalani secara lebih efektif.19

Pembinaan merupakan program, peserta berkumpul untuk memberi, menerima dan mengolah informasi, pengetahuan dan kecakapan dengan mengembangkan yang sudah ada dengan menambah yang baru. Pembinaan diikuti oleh sejumlah peserta yang diperhitungkan dari tujuan dan efektifitasnya.

Adapu fungsi pokok pembinaan meliputi tiga hal yaitu: 1. Penyampaian informasi

2. Perubahan dan pengembangan sikap 3. Latihan dan pengembangan sikap.

2. Program Pembinaan

Ialah prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan urutan acara-acara yang dilakukan.20 Program pembinaan menyangkut sasaran, isi, pendekatan, serta metode pembinaan.

a) Sasaran Program

Tidak jarang terjadi sasaran, objek, program pembinan tidak dirumuskan dengan tegas dan jelas. Hal ini terjadi karena berbagai sebab antar lain:

1. Pembina tidak tahu kepentingan perumusan sasaran program pembinaan

19 Ma ng un Ha rd ja na , Pe m b ina a n Arti d a n Me to d e nya , (Yo g ya ka rta : Ka nisius,

1986), h.11


(37)

2. Pembina terlalu yakin diri sehingga dia tidak merasa perlu untuk membuatnya.

3. penyelenggara tidak mampu membedakan antara isi dan sasaran program pembinaan

4. program pembinaan sudah biasa dijalankan

Apapun alasannya suatu pembinaan yang tidak mempunyai sasran yang jelas mengandung bahaya bagi kelangsungan pembinaan. Jangan samai pembinaan tidak mempunyai arah dan tujuan yang tidak jelas pula. Kecuali tanpa sasaran yang dirumuskan, pembinaan sulit dinilai berhasil tidaknya. Oleh karena itu, sasaran harus dirumuskan dengan jelas dan tegas agar pembinaan itu pada akhirnya sejalan dengan minat peserta.

b) Isi Program

Isi pembinaan berhubungan dengan sasaran. Maka betapa pun baiknya acara sebagai isi program pembinaan yang dipimpinnya kalau tidak mendukung tercapainya sasaran program. Isi program pembinaan sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Isi sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan para peserta pembinaan dan berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman mereka.


(38)

2. Isi tidak terlalu teoritis, tetapi praktis dalam arti dapat dibahas dan dikembangkan dari berbagai pandangan dan pengalaman para peserta, serta dapat dipraktekkan dalam kehidupan nyata.

3. Isi tidak terlalu banyak tetapi disesuaikan dengan daya tangkap para peserta dan waktu yang tersedia.

c) Pendekatan program

Kita mengenal beberapa pendekatan umum dalam program pembinaan antara lain:

1. Pendekatan informatif

Dalam pendekatan ini seseorang menjalankan program dengan menyampaikan informasi kepada para peserta dengan pendekatan informative biasanya program pembinaan dengan menggunakan ceramah. Atau kuliah oleh berbagai pembicara tentang berbagai hal yang dianggap perlu bagi peserta. Dengan pendekatan itu, partisipasi peserta dalam pembinaan kecil. Partisipasi peserta terbatas pada permintaan penjelasan atau penyampaian pertanyaan mengenai hal yang belum dianggap mengerti benar-benar.

2. Pendekatan partisipatif

Partisipatif approach berlandaskan kepercayaan bahwa peserta sendiri merupakan sumber pembinaan yang utama. Maka dalam pembinaan, pengetahuan dan keahlian mereka dimanfaatkan, lebih merupakan


(39)

situasi belajar bersama, dimana para peserta saling melakukan interaksi.

3. Pengertian Agama

Asal kata agama menurut bahasa Arab, agama berasal dari kata Ad-Din bahasa Belanda adalah religie, dalam bahasa Inggris religion, yang mempunyai arti “hubungan antara manusia dengan atau kekuasaan luar yang lain dan lebih daripada apa ang dialami oleh manusia.”21

Sedangkan istilah agamis didalam kamus umum Bahasa Indonesia diartikan memiliki sifat keagamaan. Atau dalam artian bahwa seseorang yang memiliki sifat yang sesuai dengan ajaran Islam.

Menurut Quraish Shihab agama adalah “sebagai hubungan antara makhluk dengan Khaliqnya, hubungan ini terwujud dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.22 Prof Muzayyin Arifin dalam bukunya “Pedoman pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan Agama”, mengatakan:

“Dari aspek subjektif (pribadi manusia), agama mengandung pengertian tentang tingkah laku manusia yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan yang berupa getaran batin yang dapat mengatur dan mengarahkan tingkah laku

21 Ha sa n Sha d ily, Ensiklo p e d i Ind o ne sia , (Ja ka rta : Ic htia r b a ru Va n Ho e ve , )

Jilid 1, h.104

22 M. Q ura ish Shiha b , Me m b um ika n Al Q ura n, (Ba nd ung : Miza n, 1994), C e t.17,


(40)

tersebut kepada pola hubungan antara manusia dengan Tuhan-Nya dan pola hubungan antar manusia dengan masyarakat serta alam sekitar.”23 Menurut Harun NAsution agama adalah:

a. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi

b. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia. c. Mengikat diri pada sesuatu bentuk hidup ynag mengandung pengakuan

suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.

d. Kepercayaan pada suatu kepercayaan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.

e. Suatu sistem tingkah laku (Code of Conduct) yang berasal dari sesuatu kekuatan gaib.

f. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-ewajiban yang diyakini

tersumber pada kekuatan gaub

g. Pengakuan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.

h. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui

seorang Rasul.24

23 Muza yyin Arifin, Pe d o m a n Pe la ksa na a n Bim b ing a n d a n Pe nyuluha n

a g a m a , (Ja ka rta : PT G o ld e n Te ra yo n Pre ss, 1991) C e t.II, H.1

24 Ha run Na sutio n, Isla m d itinja u d a ri b e rb a g a i a sp e knya , (Ja ka rta : UI Pre ss


(41)

Agama dalam pengetrian diatas selanjutnya akan lebih diarahkan pengertian agama samawi yakni agama tauhid dan ketundukan kepada Tuhannya dengan tujuan menyerahkan diri seluruhnya kepada Tuhan pencipta semesta alam dan patuh pada perintah-Nya, dimana manusia mempunyai ruh dan jiwa bersih dan budi pekerti luhur. Maka kemudian agama sangat erat kaitannya dengan pendidikan moral dan norma-norma akhlak.

Dari beberapa definisi agama yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar agama adalah tuntunan Tuhan untuk diikuti, dipatuhi dan diamalkan oleh manusia untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sedangkan kata agamis itu sendiri maksudnya adalah “sifat-sifat yang terdapat dalam agama, dapat juga dikatakan segala sesuatu mengenai agama.”

4. Pembinaan Keagamaan

Manusia adalah makhluk beragama (Homo Religius) karena manusia sudah memiliki potensi beragama. Potensi tersebut bersumber dari faktor intern manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal, perasaan maupun kehendak dan sebagainya.

Pada prinsipnya manusia adalah makhluk theomorfosis, karena didalam diri manusia terdapat sifat-sifat yang agaknya menyerupai sifat-sifat Tuhan. Bahkan menurut Hasan Langulung bahwa Tuhan memberi manusia beberapa potensi sesuai dengan sifat-sifat Tuhan (Asma`ul Husna) artinya –sebagai misal- jika Allah bersifat Al-ilmu (maha mengetahui) maka manusiapun memiliki


(42)

sifat-sifat tersebut. Dengan sifat-sifat tersebut manusia senantiasa berupaya untuk mengetahui sesuatu, setelah manusia mendapat pengetahuan akan sesuatu.25

Potensi dasar ini terintegrasi dalam hidup manusia dan memberikan kekuatan moral padanya dalam rangka mewujudkan kemanusiaan sebagai bagian janjinya kepada Tuhan.

Tugas hidup manusia, oleh Allah SWT ditentukan agar beribadah kepada-Nya. Beribadah dalam arti yang luas yaitu semua perbuatan, ucapan dan tingkah laku manusia selama berdimensi kepada Allah SWT dan memperoleh keridhaanNya.26

Manusia terdorong untuk beragama karena pengaruh ekstern atau luar dirinya. Seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah. Manusia juga dilengkapi potensi berupa kesiapan untuk menerima pengaruh luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi manusia yang memiliki perilaku keagaman. Pengaruh itu bisa didapatkan dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. 1. Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena berhubungan semenda dan sedarah.27

25 Irsya d Djuwa e li, Pe m b a ha rua n Ke m b a li Pe nd id ika n Isla m , (C ip uta t: Ka rsa

Uta m a Ma nd iri d a n PB Ma thla `ul Anw a r, 1998) C e t.I, h.15

26 Sa hilun A Na sr, Pe ra na n Pe nd id ika n Ag a m a Te rha d a p Pe m e c a ha n Pro b le m

Re m a ja , (JAka ta : KAla m Mulia , 1999) C e t.I h.28

27 Um a r Tirta ra ha rd ja d a n La Sula , Pe ng a nta r Pe nd id ika n, (Ja ka rta : PT Rine ke


(43)

Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam kehidupan umat manusia sebagai makhluk sosial, ia merupakan unit pertama dalam masyarakat. Disitulah terbentuknya tahap awal proses sosialisasi dan perkembangan individu.

Menurut definisi di atas keluarga diikat oleh dua hubungan yaitu hubungan darah dan hubungan pernikahan. Bentuk keluarga yang paling sederhana adalah keluarga inti yang terdiri dari suami istri dan anak-anaknya, hidup bersama dalam suatu tempat tinggal.

Sebuah keluarga dapat terbentuk karena adanya suatu ikatan janji setia untuk mencapai kebahagiaan yang dikemas melalui pernikahan. Menurut Barnadib kata keluarga berasal dari kata “kulo” dan “warga”, artinya: abdi, hamba mengabdi untuk kepentingan umum, warga anggota, berhak ikut bicara, bertindak. Jadi keluarga adalah perpaduan kata-kata yang arti keseluruhannya adalah mengabdi, bertindak dan bertanggung jawab untuk kepentingan umum, disini yang menjadi pemimin adalah orang tua.

Salah satu tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya adalah “Mendidik mereka dengan akhlak mulia yang jauh dari kejahatan dan kekeliruan, seorang anak memerlukan pendalaman dan penanaman nilai-nilai norma dan akhlak kedalam jiwa mereka. Sebagaimana orang tua harus terdidik dan berjiwa suci, berakhlak mulia dan jauh dari sifat hina dan keji, maka mereka juga dituntut


(44)

menanamkan nilai-nilai mulia ini kedalam jiwa anak-anak mereka menyucikan kalbu mereka dari kotoran.”28

Pada dasarnya agama seseorang itu banyak ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, latihan dan kebiasaan yang dialami sejak masih anak-anak. Seseorang yang tidak pernah memperoleh pendidikan agama pada waktu kecil, tentu dia tidak dapat merasa betapa pentingnya beragama itu.

Anak-anak mengenal alam sekitarnya, melalui bahasa ucapan. Apabila orang tuanya atau orang disekitarnya terlihat olehnya sering melakukan perilaku keagamaan, membaca doa dan kitab suci, sering mendengar nama Allah dan sifat-sifatNya disebut, anak yang masih kecil akan ikut-ikutan menirunya.

Dari penjelasa diatas dapat penulis simpulkan bahwa keluarga adalah suatu lembaga atau unit sosial terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak atau saudara kandung, berfungsi membudayakan manusia (anggotanya), mereka menjunjung tinggi harkat kemanusiaan, bertindak dan bertanggung jawab untuk mencapai tujuan.

Pengaruh ayah terhadap anak juga besar. Bagi anak ia adalah sosok yang tinggi gengsinya dan terpandai diantara orang-orang yang dikenal, dan ayah adalah penolong pertama bagi anak dan istrinya.

Pada dasarnya kenyataan sosial yang dikemukakan di atas berlaku dalam kehidupan keluarga dan rumah tangga. Kenyataan ini menunjukkan cirri-ciri rasa

28 Husa in Ma zha hiri, Pinta r Me d id ik Ana k, (Pa nd ua n Le ng ka p b a g i o ra ng tua ,

g uru, d a n m a sya ra ka t b e rd a sa rka n a ja ra n Isla m , (Ja ka rta : PT Le nte ra Ba srita m a , 1999), c e t,2 h.240


(45)

tanggung jawab setia orang tua terhadap kehidupan anak-anak mereka untuk masa kini dan masa mendatang.

2. Lingkungan Sekolah

Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting sesudah keluarga karena makin besar kebutuhan anak, maka orang tua menyerahkan tanggung jawabnya kepada lembaga sekolah.

Pendidikan di sekolah adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga yang sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Dan kehidupan sekolah merupakan jembatan bagi anak yang akan menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak.29

Agar pendidikan jiwa agama yang telah dimulai dari rumah, dapat dipupuk dan diteruskan disekolah, dalam peningkatan pendidikan agama disekolah itu, yang dimaksud dengan pendidikan agama bukanlah yang diberikan oleh guru agama saja tetapi seluruh staf pengajar, staf pimpinan sekolah, pegawai, alat serta peraturan dan tata tertib yang berlaku disekolah. Maka sebagai guru, apakah da guru agama atau guru umum, harus berjiwa agama. Dia harus menjunjung tinggi ajaran agama, kendatipun dia tidak mendalaminya, namun kepribadian, akhlak dan sikapnya, hendaknya dapat mendorong anak didik untuk mencintai agama dan hidup sesuai dengan ajaran agama.30

29 Alisuf Sa b ri, ilm u p e nd id ika n, (Ja ka rta : C V. Pe d o m a n Ilm u Ja ya , 1999), c e t.I

h.19

30 Za kia h Da rd ja t, Me m b ina Nila i-nila i m o ra l d i Ind o ne sia , (Ja ka rta : Bula n


(46)

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan yang dilaksanakan dalam sekolah

Imam Ghazali berkata:

“Makhluk yang paling mulia dimuka bumi ialah manusia, sedang yang paling mulia penampilannya ialah qalbunya. Guru atau pengajar selalu menyempurnakan, mengagungkan dan mensucikan qalbu itu serat menuntunya untuk dekat kepada Allah”31

Secara sederhana tugas guru adalah mengarahkan dan membimbing para murid agar semakin meningkat pengetahuannya, semakin mahir keterampilannya dan semakin terbina dan berkembang potensinya. Dalam hubungan ini ada sebagian ahli mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang mampu melaksanakan inspiring teaching, yaitu guru yang melalui kegiatan mengajarnya mampu mengilhami murid-muridnya. Melalui kegiatan mengajar yang dilakukannya seorang guru mampu mendorong para siswa agar mampu mengemukakan gagasan-gagasan yang besar dari muridnya.

Seorang guru tidak cukup hanya dengan menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkannya, tetapi ia juga harus tahu nilai-nilai apa yang dapat disentuh oleh materi pelajaran yang akan diberikan kepada para siswanya. Guru harus tahu sifat-sifat kepribadian apa yang dapat dirangsang pertumbuhannya melalui materi pelajaran yang diajarkan.

31 Ab id in Ib nu Rusn, Pe m ikira n Al-G ha za li Te nta ng Pe nd id ika n, (Yo g ya ka rta :


(47)

3. Lingkungan Masyarakat

Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi, yakni:

a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang

dilembagakan (jalur sekolah maupun jalur luar sekolah) maupun yang tidak dilembagakan (jalur luar sekolah)

b. Lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung, ikut memimiliki peran dan fungsi edukatif.

c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang maupun yang dimanfaatkan.32

Lembaga pendidikan masyarakat seperti karang taruna, majelis taklim, organisasi kesenian merupakan lembaga pendidikan yang ketiga sesudah keluarga dan sekolah. Pendidikan di masyarakat telah dimulai sejak anak-anak untuk beberapa jam sehari selepas dari asuhan keluarga dan berada diluar sekolah. Corak ragam pendidikan yang diterima anak didik dalam masyarakat banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan, pembentukan pengetahuan, sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.

Pendidikan di dalam masyarakat adalah pendidikan secara tidak langsung pendidikan yang dilaksanakan oleh masyarakat kepada anak mereka secara tidak


(48)

langsung dapat mempertebal keimanan serta keyakinan sendiri akan nilai-nilai kesusilaan dan keagamaan di dalam masyarakat.

yang disiarkan. Siaran adalah hasil (output) stasiun penyiaran yang dikelola oleh organisasi penyiaran.33

33http ://w w w.p d fq ue e n.c o m /htm l/a HR0c Do vL2Rp Z2lsa WIuc G V0c m EuYW Mua WQ va m l

1b m twZS9zMS9p a 29tLzIwMDg va m l1b m twZS1uc y1zMS0yMDA4LTUxNDA0MDQ 0LTkxO DItc G Vue Wlhc m FuLWNo YXB0ZXIyLnBkZg


(49)

Porgram adalah hal yang sangat penting dalam dunia radio, karena suatu program seringkali menjadi tolak ukur sukses tidaknya radio dalam eksistensinya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia terbitan departemen pendidikan dan kebudayaan, menjelaskan bahwa program adalah acara, maksudnya program adalah seperti pertunjukan siaran, pagelaran dan sebagainya.34

Menurut kamus WJS Purwodarminto, pengertian program adalah acara, sementara kamus Webster Internasional volume 2 lebih merinci lagi, yakni: program adalah suatu jadwal (schedule) atau perencanaan untuk ditindaklanjuti dengan penyusunan “butir” siaran yang berlangsung sepanjang siaran itu berada di udara.35

Program acara radio selama beberapa periode terakhir ini meliputi musik atau variaty show, komedi, drama dan berita. Sedang Dominick (1983) membagi 4 kategori dasar format acara siaran radio yaitu Music, Talk, News dan Black and etnic.36

Secara umum mata acara atau program radio diperoleh dari empat sumber, yaitu:

1. Jaringan antar stasium atau merelay dari stasiun penyiaran lain. 2. Rekaman dan atau menyewa dari rumah produksi

3. produksi sendiri

34

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka) cet ke 1, h. 702

35

RM Soenarto, Programa Televisi Dari Penyusunan Sampai Pengarug Siaran, (Jakarta: FFTV-IKJ Press, 2007) h. 1

36 Tommy Suprapto, Berkarier di Bidang Broadcasting, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2006) h. 14


(50)

4. Sindikasi program atau pertukaran program dengan pihak lain yang menjadi kongsinya.37

Tujuan program secara umum adalah untuk mendidik, memberi informasi ataupun menghibur38

Program dapat dikatakan berhasil atau tidaknya tergantung dari 2 hal. Yang pertama adalah pengemasan program, dimana bila program radio tidak dikemas dengan baik, maka tentu saja program tersebut akan menjadi tidak bisa dinikmati. Yang kedua adalah sejauh mana respon dari pendengar terhadap suatu program. Bilamana pendengar memberikan respon positif dan menyukai program radio, maka program tersebut bisa dikatakan berhasil karena telah mencapai tujuan awalnya dalam membuat program.

F. Ruang Lingkup Radio 1. Pengertian Radio

Secara etimologis radio adalah pengirim suara atau bunyi melalui udara. Menurut Ton Kertapati, “Pada dasarnya radio merupakan medium untuk bercerita yang dalam permulaannya segala apa yang disiarkan mempunyai bentuk cerita, namun didalam bercerita itu diikuti dengan faktor lain yang membedakannya

37Ibid, h. 15


(51)

dengan surat kabar yaitu efek, suara, musik, dan dialog”.39 Radio berarti menciptakan gambar dengan kata-kata, musik, dan suara.40

Pengertian Radio menurut ensiklopedi Indonesia yaitu penyampaian informasi dengan pemanfaatan gelombang elektromagnetik bebas. Sedangkan istilah radio siaran atau siaran radio berasal dari kata radio broadcast (dalam bahasa Inggris) atau radio omroep (dalam bahasa Belanda) artinya yaitu penyampaian informasi kepada khalayak berupa suara yang berjalan satu arah dengan memanfaatkan gelombang radio sebagai media.41

Radio merupakan alat atau media yang didalamnya terdapat maksud untuk penerangan, ajakan, pendidikan dan hiburan yang mampu menggugah manusia untuk berbuat baik dan meninggalkan kemungkaran.

Radio siaran mendapat julukan “kekuasaan kelima” atau The fifth estate”, setelah pers dianggap sebagai “kekuasaan keempat” (the fourth estate) dan tiga lembaga lainnya yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif.

Para ahli komunikasi memberi julukan kekuasaan kelima kepada radio karena dibuktikan oleh sejarah yakni menjelang, semasa, dan sesudah perang dunia II, tatkala Jerman, Italy, dan Jepang di satu pihak, terlibat dalam perang radio dengan Inggris, Amerika, Russia, dan negara-negara lainnya di lain pihak.

39

Ton Kertapati, Dasar-dasar Publisistik dalam Pengembangannya Menjadi Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), cet. Ke 3 h. 205

40Howard Gough, Programa Radio, (Jakarta: HPPI, 1999) h. 5

41

http://emteika.wordpress.com/2008/08/19/media-radio-dan-siaran-radio-pendidikan/


(52)

Mengapa radio dijuluki kekuasaan kelima? Ada tiga faktor yang mendukungnya:

1. Radio siaran bersifat langsung

Makna langsung sebagai sifat radio siaran adalah, bahwa suatu pesan yang akan disiarkan dapat dilakukan tanpa proses yang rumit. Bandingkan dengan penyiaran pesan melalui surat kabar, brosur, pamflet, atau media cetak lainnya, selain lama dalam prosesnya, juga tidak mudah menyebarluaskannya. Penyampaian pesan lebih efektif dan efisien melalui radio karena langsung tertuju ke rumah-rumah dan langsung disampaikan melalui mikrofon.

2. Radio tidak mengenal jarak dan rintangan

Bagi radio tidak ada jarak waktu. Begitu suatu pesan diucapkan oleh seorang penyiar atau operator, pada saat itu juga dapat diterima oleh khalayak. Bagi radio tidak ada pula jarak ruang. Bagaimanapun jauhnya sasaran yang dituju, radio dapat mencapainya. Gunung, lembah, padang pasir, ataupun samudera tidak menjadi rintangan selama masih dalam jangkauan gelombang frekuensi radio.

3. Radio siaran memiliki daya tarik

Faktor ketiga yang menyebabkan radio dijuluki kekuasaan kelima ialah daya tarik yang dimilikinya. Radio memiliki daya tarik, disebabkan oleh tiga unsur yang melekat padanya. Yakni, kata-kata lisan (spoken words), musik, dan efek suara.


(53)

Itulah faktor yang menyebabkan dijulukinya radio sebagai the fifth estate. Langsung, tidak mengenal jarak dan rintangan, serta memiliki daya tarik.42 Keefektifan radio semakin didukung oleh produk teknologi mutakhir, seperti

pemancar frequency modulation (FM) yaitu teknik yang dipakai untuk

memasukan informasi dalam suatu gelombang pembawa, biasanya berupa gelombang sinus yaitu sebuah teknik yang digunakan untuk mengirim data ke penerima.43

Sedangkan menurut Undang-undang Penyiaran no 32/2002, siaran radio adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran, yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.44

Radio tidak terbatas dan sulit dikontrol oleh keluarga di rumah-rumah. Ia memasuki rumah dan kamar tidur tanpa mengetuk pintu.45

2. Fungsi Radio

Radio merupakan media audio (media yang menggunakan media suara), dimana salah satu keunggunlannya adalah lebih murah, merakyat, dan bisa dibawa atau didengarkan di mana-mana.

42 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004) h. 107-109

43

http://www.total.or.id/info.php?kk=Frequency%20Modulation

44

http://dodimawardi.wordpress.com/2008/09/08/produksi-siaran-radio-pekan-1/


(54)

Berbicara tentang fungsi siaran, tidak terlepas dari media massa itu sendiri. Dalam hal ini Harold D. Laswell. Seperti dikutip Onong Uchjana Effendi, menyebutkan bahwa media massa mempunyai tiga fungsi utama:

a. The surveillance of the environment (mengungkapkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian di suatu lingkungan dan penggarapan berita.)

b. The correlation of part of society in responding to the environment (kegiatan yang mencakup tentang interpretasi terhadap informasi mengenai lingkungan dalam beberapa hal ini dapat dikatakan sebagai tajuk rencana atau propaganda)

c. The transmission of social heritage from one generation to the next (difokuskan dari generasi ke generasi lain atau dari anggota dan norma sosial dari generasi ke generasi lain atau dari anggota kepada pandangan baru, ini sama dengan kegiatan pendidikan).46

Aktivitas penyiaran (dalam hal ini radio) tidaklah semata merupakan kegiatan ekonomi, tetapi juga memiliki peran sosial yang tinggi sebagai medium komunikasi. Kecendrungan ini nampak jelas sebagaimana dikemukakan oleh Mulyana (2000) fungsi komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan antara lain lewat

46

Onong Uchjana Effendi, Dimensi-dimensi Komunikasi, (Bandung: Mandar Maju, 1986) h.13


(55)

komunikasi yang bersifat menghibur. Atas dasar hal tersebut, maka media (dalam hal ini siaran radio) sering dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan sosial seperti kampanye anti narkoba, imunisasi, dan lain sebagainya.47

3. Karakteristik Radio

Radio adalah perangkat elektronik yang dapat berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan informasi dari berbagai pihak dengan baik dan aktual. Radio sebagai media massa, sama seperti media massa lainnya, pada dasarnya memiliki fungsi yang utama. Informasi, hiburan dan pendidikan merupakan fungsi dari media massa. Tidak terpenuhinya salah satu fungsi tersebut akan membuat media massa kehilangan audience dimana pada akhirnya digugat oleh khalayak, sebab tidak memenuhi keinginan atau kemauan dan kebutuhan masyarakat.

Selain memiliki fungsi, radio juga memiliki sifat khas (karakteristik), sehingga radio dapat dibedakan dari media massa lainnya. Dalam bukunya Media Fack Book-KBP, Pedrice, Toledo, dan Montilla mengungkapkan bahwa karakteristik radio memberikan manfaat yang unik, diantaranya:

1. Menarik Imajinasi

2. Cepat, karena radio merupakan alat informasi yang efisien 3. Mudah dibawa

4. Tidak memerlukan kemampuan membaca atau menulis 5. tidak memerlukan konsentrasi yang penuh dari pendengarnya 6. Cukup murah

47

Tommy Suprapto, Berkarier di Bidang Broadcasting, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2006) h.2-3


(56)

7. Mudah digunakan48

Selain itu, menurut Djamalul Abidin radio juga memiliki sifat khas (karakteristik), sehingga dapat membedakan dari media massa lainnya:

a. Sifat siaran radio hanya untuk didengar

b. Bahasa yang dipergunakan haruslah bahasa tutur

c. Orang mendengar radio dalam keadaan santai, bekerja dan sebagainya. d. Siaran radio harus mempunyai daya reka.

e. Siaran radio hanya bersifat komunikasi satu arah.49

Sedangkan menurut Antonius Darmanto, karakteristik radio sebagai media massa yaitu:

1. Auditori artinya bahwa sifat radio siaran hanyalah untuk didengar untuk konsumsi telinga. Padahal kemampuan indera telinga dalam menyerap informasi sangat terbatas. Bahwa kemampuan orang menyerap informasi melalui telinga hanya sekitar 5-10 persen dari keseluruhaan informasi yang sempat didengarnya. Dengan demikian informasi yang disiarkan melalui media radio bersifat sepintas lalu.

2. Mengalami gangguan sebagaimana media yang mengandalkan pada kekuatan pancar gelombang elektro magnetic komunikasi melalui radio sering

48 Harley Prayudha, Radio: Penyiar its not just talk, ( Jawa Timur: Bayumedia Publishing) h. 12

49

Djamalul Abidin Ass, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Cet ke-1, h.125


(57)

mengalami berbagai gangguan, terutama yang disebabkan oleh faktor-faktor geografis maupun faktor teknologi.50

Dengan demikian, agar pesan atau materi yang disampaikan oleh seorang penyiar itu sampai ke pendengar, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:

a) Karena kemampuan pendengar terbatas, maka pesan radio siaran harus disusun secara singkat dan jelas

b) Oleh karena hanya indera pendengar yang digunakan khalayak, dan pesannya pun selintas, maka radio siaran dapat mengajak komunikannya untuk berimajinasi dan mampu menggugah emosi pendengar.

c) Pentiar diharapkan akrab terhadap pendengar, seolah-olah penyiar ada disamping pendengar.

d) Materi siaran kata pada radio siaran sebaiknya bergaya percakapan.51 Karakter lain dari radio adalah: At Once (cepat, segera, dan seketika), heard once (didengar sepintas), secondary medium or half ears media (teman dalam aktivitas), murah, mobile or portable (mudah dibawa dan dipindahkan), lokal (faktor kedekatan).52

50

Antonius Darmanto, Teknik Penelitian Naskah Acara Siaran Radio, (Yogyakarta: Penerbitan Atma Jaya, 1998), cet ke-1, h.13-14

51

Karlinah, Buku Materi Pokok Komunikasi Massa, (Jakarta: Universitas terbuka, 1999) cet le-1, h. 77


(58)

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik radio siaran perlu dipahami komunikator agar dalam menyusun dan menyampaikan pesan dengan menggunakan media radio, komunikator dapat melakukan penyesuaian, sehingga komunikasi tepat sasaran karena melihat waktu siaran yang relatif singkat dan tidak bisa diulang-ulang, maka disinilah tantangan yang harus dihadapi oleh para penyiar sebagai komunikator.53

G. Media Dakwah

Dakwah adalah sebuah kegiatan, dimana pada kegiatan tersebut kita memanggil atau mengajak orang untuk beriman kepada Allah SWT, adapun menurut Nasrudin Latif, dakwah adalah setiap aktifitas dengan lisan ataupun tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil maupun lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariat serta akhlak Islamiyah.54

Dakwah bisa dilakukan dimana saja, seperti halnya dakwah melalui media massa yang dianggap efektif karena bisa menjangkau sasaran yang lebih luas.

53

Karlinah, Buku Materi Pokok Komunikasi Massa, (Jakarta: Universitas terbuka, 1999) cet le-1, h.79

54


(59)

1. Pengertian Media Dakwah

Me d ia ya itu se g a la se sua tu ya ng d a p a t m e m b a ntu juru d a kw a h d a la m m e nya m p a ika n d a kw a hnya se c a ra e fe ktif d a n e fisie n.55 Me d ia d a kwa h a d a la h p e ra la ta n ya ng d ip e rg una ka n untuk m e nya m p a ika n m a te ri d a kw a h.56

Me d ia a d a la h sua tu a la t ya ng d ig una ka n untuk m e nya m p a ika n se sua tu. Sa ra na p e ng g una a nnya a d a la h ke e fe ktifa n d a n ke e fisie na n, se m a kin e fe ktif d a n e fisie n sua tu m e d ia d a la m m e nya m p a ika n se sua tu, m a ka ia a ka n ja d i p iliha n. Ad a p un 3 wa sila h d a kwa h (m e d ia d a kwa h) d a ri se g i p e nya m p a ia n p e sa n, ya itu:

1. Spoken Words, yaitu media dakwah berbentuk ucapan atau bunyi yang dapat ditangkap dengan panca indera pendengaran seperti radio, telepon dan sebagainya.

2. Printed Writing, yaitu media dakwah yang berbentuk tulisan, gambar, lukisan dan sebagainya yang dapat dengan panca indera penglihatan.

3. The Audio Visual, yaitu media dakwah yang berbentuk gambar hidup yang dapat didengar dan dilihat, seperti televisi, video dan sebagainya.

55 Ha sa nud d in, Hukum Da kw a h: Tinja ua n Asp e k Hukum d a la m Be rd a kw a h d i

Ind o ne sia, (Ja ka rta : Pe d o m a n Ilm u Ja ya , 1996), c e t. Ke -1, h. 40

56 Wa rb i Ba c htia r, Me to d o lo g i Pe ne litia n Ilm u Da kw a h, (Ja ka rta : Lo g o s, 1997),


(60)

Dilihat dari asal katanya, kata media berasal dari bahasa latin yaitu “medium” atau alat. Sedangkan menurut istilah media adalah sarana atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan. Dalam kamus telekomunikasi media adalah sarana yang digunakan untuk komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan suatu pesan kepada komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya ataupun jumlahnya lebih banyak.

Media dakwah adalah hal, keadaan, benda, yang dapat digunakan sebagai perantara untuk melaksanakan dakwah yang digunakan oleh juru dakwah untuk menyampaikan pesan dakwahnya kepada mad’u.57

Kepandaian seorang juru dakwah dalam memilih media merupakan salah satu unsur keberhasilan dakwah. Adapun sarana atau media dakwah menjadi tiga bagian yaitu:

a. Spoken words, yakni media dakwah yang berbentuk ucapan atau bunyi yang ditangkap dengan indera telinga, seperti radio, telepon, hanphone dan lainnya.

b. Printed writing, berbentuk tulisan, gambar, lukisan, dan sebagainya yang ditangkap oleh mata.

c. Audio visual, berbentuk gambar hidup yang dapat didengar sekaligus dapat dilihat, seperti televisi, video, film, dan sebagainya.58

57

Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, h. 163.

58

Moh.Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, (Jakarta: Mitra Cahaya Utama, 2006), h.37-38.


(61)

Setelah mengetahui media dan dakwah, dengan demikian dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa media dakwah adalah sarana atau alat untuk menyampaikan pesan kepada khalayak dimana pesan yang disampaikan adalah dakwah.

2. Jenis-jenis Media Dakwah

Ada banyak jenis media yang digunakan sebagai sarana dakwah megingat di zaman modern seperti sekarang ini perkembangan media sudah semain pesat, begitu pula dengan metode dakwah melalui media, saat ini dakwah bisa dilakukan melalui media. Adapun jenis media dakwah adalah sebagai berikut:

a. Media Cetak 1) Surat kabar

Sebagai media cetak, surat kabar memiliki beberapa keunggulan, diantaranya mudah dijangkau oleh masyarakat, karena relatif murah dibandingkan media massa lainnya. Disamping itu, sesuai dengan sifat/karakteristiknya, surat kabar dapat dijadikan media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah, dimana berdakwah melalui surat kabar dapat dilakukan dalam bentuk tulisan-tulisan didalam artikel surat kabar tersebut. Hal ini dirasa efektif karena surat kabar penyebarannya cukup luas dikalangan masyarakat.

2) Majalah

Majalah memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah content (isi) yang lebih terfokus, biasanya majalah memiliki segment tersendiri dalam target


(62)

publikasinya seperti contoh majalah olah raga, majalah musik, majalah ekonomi, dan lain sebagainya. Berdakwah melalui majalah dapat dilakukan sesuai dengan corak majalah tersebut. Misalnya, berdakwah tentang wanita dapat disampaikan melalui majalah wanita, dan seterusnya tentang ekonomi, bisnis, politik dan sebagainya dapat dilakukan dengan segment yang sesuai.

3) Buku

Buku cetak merupakan kumpulan tulisan seseorang yang telah disusun dengan sedemikian rupa, sehingga dapat dibaca secara sistematis tentang apa yang diungkapkan oleh penulisnya. Dengan membaca buku seseorang dapat memperoleh informasi dan memperluas wawasan pengetahuan tentang suatu hal. Ini menunjukkan bahwa buku merupakan salah satu media yang cukup tepat dalam menyebarluaskan informasi.59 Dengan demikian buku dapat pula dijadikan sebagai media dakwah, karena buku merupakan salah satu media informasi.

b. Media Elektronik 1) Radio

Radio adalah salah satu sarana informasi yang cukup efektif di zaman sekarang ini, karena radio memiliki sifat langsung dalam arti, pesan yang disampaikan oleh radio akan langsung sampai pada audiensnya, ditambah keunggulan lainnya seperti tidak mengenal jarak, dan dapat dinikmati kapanpun. Hal inilah yang membuat radio menjadi sarana efektif untuk berdakwah.

2) Televisi

59

Slamet Muhaemin Abda, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, (Surabaya: Nasional, 1992) h.20


(63)

Perkembangan televisi siaran di Indonesia dimulai pada Bulan Agustus 1962, yakni bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan pesta olahraga Asean Game di senayan.60 Perkembangan siaran program televisi di Indonesia pun saat ini semakin pesat seiring dengan munculnya stasiun-stasiun televisi swasta. Martin Essin (dalam Saktiyanti Jahja, 2006) menyebut bahwa era sekarang ini sebagai The Age Of Television dimana televisi saat ini telah menjadi kotak ajaib yang membius para penghuni gubuk-gubuk reyot masyarakat di dunia ketiga.61 Karena keunggulannya inilah masyarakat tak pernah mampu melepaskan diri dari hubungannya dengan dunia penyiaran.62

Televisi dirasa tepat dijadikan sebagai salah satu media dakwah karena memiliki banyak peminat, dan juga banyak keunggulan.

3) Internet

Saat ini, dunia internet sudah maju sangat pesat. Hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya situs-situs jejaring sosial seperti facebook, Twitter, ataupun Friendster. Selain situs jejaring sosial, ada juga blog-blog khusus untuk mempublikasikan ide atau tulisan seseorang. Kecanggihan dan kelebihan dari internet inilah yang bisa dimanfaatkan sebagai media dakwah. Seperti kita ketahui, saat ini sudah banyak beredar grup-grup dakwah di situs jejaring sosial facebook, begitu pula banyak bermunculan blog-blog yang mempresentasikan tentang kegiatan dakwah, serta

60

Wawan Kusnadi, Komunikasi Massa: Sebua Analisis Media Televisi, (Jakarta: Rineka Cipta 1996)

61

Tommy Suprapto, Berkarier di Bidang Broadcasting, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2006) h.1

62


(64)

situs-situs lainnya, hal inilah yang membuat internet menjadi salah satu media dakwah yang efektif.


(65)

A. Sejarah Berdiri dan Perkembangannya

Majelis taklim adalah lembaga pendidikan non formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jama`ah yang relatif banyak, dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT, antara manusia dan sesamanya, dan antara manusia dan lingkungannya, dalm rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allh SWT.

Remaja dapat diartikan, yaitu seseorang yang berada dalam suatu masa perubahan perkembangan secara utuh, baik fisik maupun mental yang merupakan perkembangan transisi dari anak-anak ke masa dewasa, sesuai pola umum perkembangan.

Majelis taklim “Persatua Remaja Islam (PRISTA)” berawal dari aktifitas sekelompok remaja yang selalu melakukan diskusi-diskusi ringan disebuah wrung gaul atau biasa disebut cafe. Setiap harinya tempat tersebut selalu didatangi oleh para remaja baik untuk hanya sekedar ngopi-ngopi atau memang hendak melakukan diskusi-diskusi ringan, bahasa yang sering didiskusikan dari persoalan agama, sosial, ekonomi, hingga permasalahan politik. Yang memang pada waktu itu Indonesia sedang mengalami masa transisi demokrasi.


(66)

Pada tanggal 15 Oktober 1998, yang diprkarsai oleh beberapa remaja diantaranya Syahrul Fadhli, Faisal Rahman, Anton Sujarwo, Mulyanih, dibentuklah sebuah organisasi remaja yang diberi nama Perstuan Remaja Islam RT 03, Meruyung, Limo, Depok.1

Mereka menganggap perlu ada sebuah lembaga atau organisasi yang memberikan wadah bagi para remaja di lingkungan tersebut sebagai ajang silaturahmi, serta sarana pembelajaran agama, dalam rangka menjaga lingkungan dari pengaruh-pengaruh negatif. Hal tersebut yang menjadi latar belakang didirikannya lembaga atau organisasi yang diberi nama “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)”. Ada beberapa hal lain yang menjadi alasan majelis taklim ini didirikan yaitu:

1. Melonjak pesatnya dekadensi moral dan makin tipisnya kesadaran beragama pada sebagian besar umat Islam, terutama pada kalangan remaja, seperti persentuhan remaja dengan moderenisasi, industrialisasi dan globalisasi mendorong terkondisinya iklim yang serba nisbi.

2. Makin derasnya kemajuan berfikir dan kemampuan manusia pada era globalisasi dewasa ini, dapat menimbulkan efek samping berupa tumbuhnya isme-isme yang bertentangan dengan agama. Mudahnya penyusupan budaya asing, praktik gaya hidup bebas yang mengakibatkan krisi moral, lenyapnya gotong royong dan silaturahmi

1

Ali Rahman Ketua Persatuan Remaja Meruyung, Wawancara Pribadi, (Depok: 29 April 2010)


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian, pengolahan dan analisis data yang penulis

lakukan yang telah terurai dari bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis

mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Upaya pembinaan yang dilakukan majelis taklim Persatuan Remaja Islam

(PRISTA) di Kelurahan Meruyung hanya terbatas pada kegiatan pengajian

yang dilakukan setiap seminggu sekali, dalam kegiatan pembinaan yang

dilakukan oleh majelis taklim “PRISTA” tidak melalui prosedur penyusunan

program pembinaan yang baik, sehingga kegiatan pengajian yang dilakukan

tidak sampai pada tujuan yang hendak dicapai atau hanya rutinitas yang tidak

memiliki target yang hendak dicapai, seperti menentukan materi serta metode

pengajian yang masih belum tersusun dan tujuan setiap materi tidak

dirumuskan, lalu metode penyampaian yang masih hanya terfokus kepada

metode ceramah saja, padahal metode penyampaian materi tidak hanya

ceramah saja akan tetapi bisa menggunakan variasi metode yang tujuannya

agar anggota tidak hanya menjadi obyek pembinaan saja lebih dari itu anggota

juga bisa menjadi subjek pembinaan dengan segala pengetahuan dan

kemampuan yang dimiliki oleh anggota. Begitu juga degan guru yang belum


(2)

65

bisa meguasai metodologi penyampaian, hal tersebut perlu di program

kembali agar kegiatan pengajian bisa efektif sampai kepada tujuan.

2. Faktor yang menjadi penghambat majelis taklim “PRISTA” dalam pembinaan

keagamaan remaja, dibagi menjadi dua faktor yakni:

1) Faktor intern seperti tidak sehatnya struktur kepengurusan yang

menyebabkan terjadinya kefakuman terhadap program kerja yang sudah

dirumuskan. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan pengurus

tentang dasar-dasar organisasi.

2) Faktor ekstern meliputi kurangnya perhatian dari senior tentang

perkembangan majelis taklim PRISTA. Serta kurangnya dukungan dari

masyrakat sekitar terhadap kemunduran yang terjadi di majelis taklim

PRISTA.

B. Saran

1. Untuk para pengurus majelis taklim hendaknya memiliki keterampilan

berorganisasi dan keterampilan manajemen untuk dapat mengolah majelis

taklim dengan menggunakan manajemen organisasi yang baik agar kegiatan

yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang

diharapkan.

2. Kepada para pengurus majelis taklim untuk memberikan materi haruslah

mengetahui metode penyampaian materi agar anggota tidak merasa bosan dan


(3)

66

3. Kepada majelis taklim PRISTA agar terus meningkatkan kreatifitasnya

dengan menyesuaikan kondisi masyarakat yang terus berubah sesuai dengan

perkembangan zaman.

4. Dalam hal pembinaan keagamaan remaja, hendaknya PRISTA membuat

rumusan program yang jelas agar kegiatan tersebut bisa sampai kepada tujuan

yang telah dirumuskan.

5. Kepada para pengurus majelis taklim “PRISTA” hendaknya merapatkan


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abda, Slamet Muhaemin. Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, (Surabaya: Nasional, 1992)

Abidin, Djamalul. Komunikasi dan Bahasa Dakwah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Cet ke-1.

Ardani, Moh. Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, (Jakarta: Mitra Cahaya Utama, 2006).

Arifin, Tatang M. Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: Rajawali Press, 1968)

Bachtiar, Wardi. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. (Jakarta: Logos, 1997) Cet. Ke 1.

Darmanto, Antonius. Teknik Penelitian Naskah Acara Siaran Radio, (Yogyakarta: Penerbitan Atma Jaya, 1998), cet ke-1.

Departemen Program TVRI, Standar Operating Procedure, (Jakarta: PT. TVRI, 2008)

Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka) cet ke 1,

Dominick, Joseph R. The Dynamics of Mass Communication. New York: Random House

Effendy, Onong Uchjana. Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004).

Effendy, Onong Uchjana. Dimensi-dimensi Komunikasi, (Bandung: Mandar Maju, 1986).

Ghazali, M. Bahri. Dakwah Komunikatif, (Jakarta; CV Pedoman Ilmu, 1997), cet. Ke-1.


(5)

Karlinah, Buku Materi Pokok Komunikasi Massa, (Jakarta: Universitas terbuka, 1999) cet ke-1.

Kertapati, Ton. Dasar-dasar Publisistik dalam Pengembangannya Menjadi Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), cet. Ke-3.

Kusnadi, Wawan. Komunikasi Massa: Sebuah Analisis Media Televisi, (Jakarta: Rineka Cipta 1996)

Latif, Nasrudin. Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Firma Dara, 1998)

Masduki. Jurnalistik radio Menata Profesionalisme Reporter Dan Penyiar, (Yogyakarta:LKIS, 2004), cet. Ke 3

Masduki, Menjadi Broadcaster Profesional, (Yogyakarta: Pustaka populer LKIS, 2004), cet ke-1.

Prayudha, Harley. Radio: Penyiar its not just talk, ( Jawa Timur: Bayumedia Publishing).

Rachmatie, Atie. Radio Komunitas, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007).

Rakhmat, Jalaludin. Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007).

Soebroto, Darwanto Sastro. Produksi Acara Televisi.

Soenarto, RM. Programa Televisi Dari Penyusunan Sampai Pengarug Siaran, (Jakarta: FFTV-IKJ Press, 2007).

Suprapto, Tommy. Berkarier di Bidang Broadcasting, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2006).

Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam.

Wibowo, Fred. Teknik Produksi Program Televisi, (Yogyakarta: Pinus, 2007), cet. Ke-1


(6)

SUMBER INTERNET

- http://www.pdfqueen.com/html/aHR0cDovL2RpZ2lsaWIucGV0cmEuYWMuaWQvaml 1bmtwZS9zMS9pa29tLzIwMDgvaml1bmtwZS1ucy1zMS0yMDA4LTUxNDA0MDQ0LTkxODIt

cGVueWlhcmFuLWNoYXB0ZXIyLnBkZg

- http://emteika.wordpress.com/2008/08/19/media-radio-dan-siaran-radio-pendidikan/

- http://www.total.or.id/info.php?kk=Frequency%20Modulation

- http://dodimawardi.wordpress.com/2008/09/08/produksi-siaran-radio-pekan-1/

- http://www.rribogor.info/sejarah-rri.html

- http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id